Disusun Oleh :
Kelompok 7
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan karena atas
berkat dan rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas sistem perkemihan dengan
judul “Asuhan Keperawatan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)” ini dengan baik.
Atas terselesainya tugas ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dan memberikan bimbingan kepada kami, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih.
Kami berharap pada penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Tetapi saya menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya tugas ini.
Kamimohon maaf apabila terjadi kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Semoga
penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penulisan 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi BPH 7
B. Etiologi BPH 7
C. Patofisiologi BPH 10
D. Manifestasi klinis BPH 10
E. Pemeriksaan Diagnostik BPH 11
F. Komplikasi BPH 12
G. Penatalaksanaan BPH 12
H. Pathway BPH 15
I. Asuhan Keperawatan BPH 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 37
B. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan
sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi.
Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerika secara umum dan di
Indonesia secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah
seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai
kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria
(emedicine,2009).
Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia,
maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu
menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni
dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan
diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas,
2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum
membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria
berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia, penyakit pembesaran prostat
jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat
secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas
50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita
penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke
dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih
bilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang
berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secara
umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakit BPH
atau PPJ ini. Indonesia kini semakin hari semakin maju dan dengan berkembangnya
sebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang makin
maju, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003)
Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat jinak belum di dapat, tetapi secara
prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto
4
Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama
tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode
yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah
antara kasus yang paling mudah dan banyak ditemukan. Kanker prostat, juga
merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas berbanding
BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah
berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker prostat di dunia secara umum
dan Indonesia secara khususnya.
Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang
220,900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29,000 daripadanya
berada di tahap membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH, kanker prostat
juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan
merupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut
(WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12
orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas,
saluran pencernaan dan hati . Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan
epidemiologi dari kedua penyakit, yakni BPH dan kanker prostat,
penulis tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai
gambaran penyakit ini terutama berdasarkan gambaran secara histopalogi
memandangkan tiada penelitian khusus yang setakat diketahui oleh penulis
mengenainya dijalankan di Medan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari BPH ?
2. Apa etiologi dari BPH ?
3. Bagaiman Patifisiologi dari BPH ?
4. Bagaimana Manifestasi klinis dari BPH ?
5
5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari BPH ?
6. Bagaiman Komplikasi dari BPH ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan dari BPH ?
8. Bagaimana Pathway pada BPH ?
9. Bagaimana Asuhan keperawatan pada BPH ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa Definisi dari BPH ?
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari BPH ?
3. Untuk mengetahui bagaimana patifisiologi dari BPH ?
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dar BPH ?
5. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik dari BPH ?
6. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari BPH ?
7. Untuk mengetahui bagaimanapenatalaksanaan dari BPH ?
8. Untuk mengetahui bagaimana Pathway pada BPH ?
9. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan keperawatan pada BPH ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
6
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah
satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar
prostat yang mengakibatkan terganggunya aliran urine dan menimbulkan gangguan
miksi. BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki mengeluh
berkurangnya pancaran atau aliran pada saat berkemih (Wood R, dkk 2013).
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu pembesaran kelenjar prostat
nonkanker (Corwin, 2000).
Benign Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi
patologis yang paling umum pada pria (Smeltzer dan Bare, 2002).
B. Etiologi
Etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti, tampaknya bersifat multifaktor
dan berhubungan dengan endokrin. Prostat terdiri dari elemen epithelial dan stromal
dimana pada salah satu atau keduanya dapat muncul nodul hiperplastik dengan gejala
yang berhubungan dengan BPH. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat adalah:
7
pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growthfactor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2009)
b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Disini kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : progesteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan didalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas
sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi
sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga
massa prostat jadi lebih besar (Purnomo, 2009)
c. Interaksi stromal-epitel
bahwa diferensasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel-sel stroma, mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth faktoryang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin atau autokrin serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu sendiri
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma
(Purnomo, 2009).
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel
dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi
meningkat sehingga menyebabkan pertambahan masa prostat (Purnomo,
2009).
e. Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis,selalu
dibentuk sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ektensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen sehingga jika hormone
8
ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan
apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan
pada sel stroma maupun sel epitel. (Purnomo, 2009) Observasi dan penelitian
pada laki-laki jelas mendemontrasikan bahwa BPH dikendalikan oleh sistem
endokrin, di mana kastrasi mengakibatkan regresi pada BPH dan perbaikan
keluhan. Pada penelitian lebih lanjut tampak korelasi positif antara kadar
testosteron bebas dan estrogen dengan volume pada BPH. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan estrogen pada proses penuaan yang
mengakibatkan induksi dari reseptor androgen yang menjadikan prostat lebih
sensitif pada testosteron bebas. Namun belum ada penelitian yang
mendemontrasikan peningkatan reseptor estrogen level pada penderita BPH
(Wood R, dkk 2013).
f. Teori Inflamasi
Sejak tahun 1937, terdapat hipotesa bahwa BPH merupakan peyakit
inflamasi yang dimediasi oleh proses imunologi. Uji klinis terbaru juga
menunjukkan adanya hubungan antara proses inflamasi pada prostat dengan
LUTS. Di Silverio mendapatkan 43% gambaran inflamasi pada histopatologi
dari3942 pasien BPH (Deters, dkk, 2011). Sementara penelitian dari Daniels,
dkk.menemukan adanya prostatitis pada 83% dari pasien dengan BPH.
Dikatakan bahwa pasien dengan prostatitis memiliki risiko delapan kali lebih
besar untuk terjadinya BPH (Pearce, E.,C dkk, 2009).
C. Patifisiologi
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) atau Hiperplapsia prostatik adalah
pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Pertumbuhan
tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai poliferasi yang terbatas dan tumbuh
9
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri
dari kelenjar dengan stoma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda.
Prostat tersebut mengelilingi ureetra, dan pembesaran bagian periuretral akan
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan ureter pars prostatika, yang
mengakibatkan aliran kemih dari kandung kemih akan berkurang bahkan tidak ada
(Price & Wilson, 2005).
Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada intravesikal.
Munculnya tahanan padauretraprostatika menyebabkanotot detrusor dankandung
kemih akan bekerjalebih kuat saat memompa urine,peneganganyang terjadi secara
terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli buli berupa : pembesaran
pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya selula, sekula, dan diventrivel kandung
kemih.Tekanan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan aliran balik urine ke
ureter dan bila terjadi terus menerus mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan
kemunduran fungsi ginjal (Muttaqin dan Sari,2011).
D. Manifestasi Klinis
Gejala saluran kemih yang menunjukkan adanya hiperplasia prostat jinak
1. urinary frequency : buang air kecil kencing delapan kali atau lebih sehari
2. urinary urgency – ketidakmampuan untuk menunda buang air kecil
3. masalah memulai aliran urin
4. aliran urin yang lemah atau terganggu
5. driibling (urin menetes) di akhir mixi
6. nocturia-sering buang air kecil selama masa tidur
7. retensi urin
8. inkontinensia urin-kehilangan air kencing yang tidak disengaja
9. urine yang memiliki warna atau bau yang tidak biasa
10. nyeri ketika berkemih
10
1. uretra yang tersumbat
2. Kandung kemih yang terlalu banyak bekerja untuk mencoba mengeluarkan
urin melalui penyumbatan(NIDDK, 2014)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan diagnostik yang mesti dilakukan pada
pasien BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah :
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urin merupakan tanda daru retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,
penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prosttat kedalam rektum.
F. Komplikasi
11
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.
2. Infeksi saluran kemih.
3. Involusi kontraksi kandung kemih.
4. Refluk kandung kemih.
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus.
6. berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung.
7. urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
8. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi.
9. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat.
10. terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah.
11. keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila.
12. terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000) penatalaksanaan BPH dapat dilakukan
dengan:
1. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi,
hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan.
2. Medikamentosa
a. Menghambat adrenoresptor α
b. Obat anti antidrogen
c. Penghambat enzim α-2 reduktase
d. Fisioterapi
3. Terapi bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter,
hidronefrosis jenis pembedahan :
12
a. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi yang dimasukkan melaluiUretra.
b. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
c. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum
d. Prostatektomi Retropubis Radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian
bawah,uretra dianatomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
4. Terapi Invasif Minimal
a. TUMT (Trans Uretral Mikrowafe Thermoterapy)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostat melalui antena yang diapsang melalui atau pada ujung kateter.
13
H. Pathway
14
I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Data yang perlu dikumpulkan dari klien meliputi :
a. Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,
penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien adalah laki –
laki berusia lebih dari 50 tahun dan biasanya banyak dijumpai pada ras
Caucasian (Donna, D.I, 1991 : 1743 ).
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah
nyeri yang berhubungan dengan spasme buli – buli. Pada saat mengkaji
keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau
meringankan nyeri ( provokative / paliative ), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan / intensitas ( saverity ) dan waktu serangan, lama,
kekerapan (time).
c. Riwayat penyakit sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower
Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin
lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai
miksi, urgensi, frekuensi dan disuria (Sunaryo, H, 1999 : 12, 13).
Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang
dapat menimbulkan keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya gejala
untuk pertama kali atau berulang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus,
Hipertensi, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan
faal darah dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah (
Sunaryo, H, 1999 : 11, 12, 29 ). Ketahui pula adanya riwayat penyakit
saluran kencing dan pembedahan terdahulu.
15
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti
: Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .
f. Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta
hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
2. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring
selama 24 jam pasca TURP. Adanya keluhan nyeri karena spasme buli –
buli memerlukan penggunaan anti spasmodik sesuai terapi dokter.
(Marilynn. E.D, 2000 : 683).
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum
sebelum flatus.
c. Pola eliminasi
Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urin
dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan
inkontinensia dapat terjadi setelah kateter di lepas (Sunaryo, H, 1999: 35).
d. Pola aktivitas dan latihan
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan
terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang dilakukan
perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
e. Pola tidur dan istirahat
Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
f. Pola kognitif perseptual
Sistem Penglihatan, Pendengaran, Pengecap, peraba dan Penghidu
tidak mengalami gangguan pasca TURP.
g. Pola persepsi dan konsep diri
16
Klien dapat mengalami cemas karena ketidaktahuan tentang perawatan
dan komplikasi pasca TURP.
17
Tekanan darah dapat meningkat atau menurun pasca TURP. Lakukan
cek Hb untuk mengetahui banyaknya perdarahan dan observasi cairan
(infus, irigasi, per oral) untuk mengetahui masukan dan haluaran.
d. Sistem neurologi
Pada daerah kaudal akan mengalami kelumpuhan (relaksasi otot) dan
mati rasa karena pengaruh anasthesi SAB (Oswari , 1989 : 40).
e. Sistem gastrointestinal
Anasthesi SAB menyebabkan klien pusing, mual dan muntah (Oswari,
1989 : 40) . Kaji bising usus dan adanya massa pada abdomen.
f. Sistem urogenita
Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan mengalami hematuri .
Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan darah. Jika terjadi
retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat menonjol, terasa ada
ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa ingin kencing (Sunaryo, H ,1999
: 16). Residual urin dapat diperkirakan dengan cara perkusi. Traksi kateter
dilonggarkan selama 6 – 24 jam (Doddy, 2001 : 6).
g. Sistem muskuloskaletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang
direkatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. (Tim
Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 21).
B. Analisa data
Pre operasi
18
3. Klien mengatakan Penyempitan lumen
ureter prostatika
nyeri bila berkemih
DO : Penekanan
serabut-serabut saraf
1. Ekspresi wajah
meringis Nyeri akut
19
DO :
1. teraba distensi pada
kandung kemih
2. pengeluaran urin
sedikit
3. pengeluaran urin <
1500 ml/ hari
4. TTV :
a. TD : 110/60
mmHg
b. N : 80 x/menit
c. P : 16 x/menit
d. S : 37oC
3. DS : Prostat membesar Gangguan pola tidur
1. Keluarga klien
mengatakan klien sulit Penyempitan lumen
ureter prostatika
tidur dan sering
berkemih Peningkatan
resistensi leher V.u
2. Klien mengatakan dan daerah V.U
jumlah jam tidur
Ketebalan otot
malam hanya 4 jam. destruksor (fase
3. Klien mengatakan kompensasi )
DO : Kelemahan otot
1. Klien tampak gelisah. destruktor
2. Klien tampak lemah.
Sering Kencing
3. Wajah klien tampak malam
lesu dan pucat.
Inkontinensia urine
4. Mata klien tampak
Gangguan pola tidur
sembab karena kurang
tidur
5. TTV :
20
a. TD : 130/90
mmHg
b. N : 80 x/menit
c. P : 16 x/menit
d. S : 37oC
4. DS : Hormone estrogen Ansietas
1. Klien mengatakan
& testosteron tidak
seimbang,
merasa cemas dengan
Proliferasi abnormal
kondisinya sekarang sel stem
dan terganggu karena
Produksi stroma dan
sering terbangun pada epitel berlebihan
malam hari untuk
Prostat membesar
berkemih
TURP (pembedahan)
2. Klien mengatakan
takut jika penyakitya Kurangnya informasi
terhadap pembedahan,
tidak bisa pasien takut, bingung
disembuhkan tidak percaya diri
DO : Ansietas
1. Wajah klien tampak
pucat
2. Klien tampak khawatir
3. Klien nampak sering
bertanya kepada
perawat
4. Klien tampak tidak
tenang
5. Ekspresi wajah klien
nampak tegang
6. TTV :
e. TD : 110/60
mmHg
f. N : 80 x/menit
21
g. P : 16 x/menit
h. S : 37oC
5. DS : Hormone estrogen Nyeri akut
4. Klien mengatakan & testosteron tidak
seimbang,
nyeri pada daerah
Proliferasi abnormal
operasi sel stem
5. Klien mengatakan
Produksi stroma dan
nyeri meningkat bila epitel berlebihan
klien bergerak
Prostat membesar
6. Klien mengatakan
nyeri bila berkemih Penyempitan lumen
ureter prostatika
DO :
Penekanan
6. Ekspresi wajah
serabut-serabut saraf
meringis
Nyeri akut
7. Nyeri tekan kandung
kemih.
8. Klien tampak
memegangi daerah
kandung kemih
9. Distensi kandung
kemih
10. TTV :
e. TD : 110/60
mmHg
f. N : 80 x/menit
g. P : 16 x/menit
h. S : 37oC
6. DS : klien mengatakan Prostat membesar Resiko infeksi
kandung kemih penuh, nyeri
saat berkemih, urine keluar Penyempitan lumen
sedikit ureter prostatika
DO:
✓ Kandung kemih teraba
penuh
22
✓ Faktor resiko : Peningkatan
● Warna urine kuning resistensi leher V.u
pekat kehijauan dan daerah V.U
● Berat jenis urine >
Ketebalan otot
1.016-1.022 g/mL
destruksor (fase
● pH urine > 8 (lebih kompensasi )
basa)
● leukosit lebih dari Terbentuknya
10.000/mm3 sakula /trabekula
Kelemahan otot
destruktor
Residu urin berlebih
Media pertumbuhan
kuman
Resiko infeksi
Post operasi
23
2. DS : keluarga klien Prostat membesar Gangguan eliminasi
mengatakan kantong urin
(BPH ) urine
hanya terisi sedikit urin,
padahal klien banyak minum TURP
DO:
(pembedahan)
● Intake cairan tidak
sesuai output Pemasangan foley
● Urin keluar dari kateter chateter
hanya sedikit (<0.5
Obstruksi oleh
mL/kg/jam)
● Kandung kemih penuh jendolan darah post
op
Gangguan
eliminasi urine
24
<120/80 mmHg, Nadi Iritasi mukosa
<60/dtk} kandung kencing ,
✓ Pasien lemas, pucat
terputusnya jaringan
, trauma bekas insisi
Resiko perdarahan
J. Diagnosa Keperawatan
A. Diagnosa keperawatan
Pre Operasi :
Post Operasi :
B. Intervensi
Pre operasi :
25
1. Nyeri akut b.d Tujuan : 1. Kaji nyeri 1. Menjadi parameter dasar
agent injury Setelah dilakukan tindakan dengan untuk mengetahui sejauh
fisik (spasme keperawatan dalam waktu pendekatan mana intervensi yang
kandung 3x24 jam nyeri berkurang PQRST. diperlukan dan sebagai
kemih). atau hilang 2. Lakukan evaluasi keberhasilan dari
manajemen intervensi manajemen
Kriteria Hasil : nyeri nyeri keperawatan.
1. Klien mengatakan nyeri keperawatan : 2. Pendekatan dengan
berkurang atau hilang. a. Istirahatka menggunakan relaksasi
2. Ekspresi wajah klien n klien. dan nonfarmalogi lainnya
tenang. b. Tingkatkan telah menunjukkan
3. TTV dalam batas pengetahua keefetifan dalam
normal : n tentang mengurangi nyeri.
a. TD : 120/80 nyeri dan 3. Dengan manajemen nyeri
mmHg. 3menghub dapat mengurangi nyeri :
b. RR : 16-24x/menit. ungkan a. Istirahat akan
c. N : 80-100x/menit berapa menurunkan
d. T : 38oC lama nyeri kebutuhan O2 jaringan
akan perifer dan
berlangsun meningkatkan suplai
g. darah pada jaringan
c. Ajarkan yang mengalami
tehnik peradangan.
relaksasi b. Pengetahuan yang
pernapasan akan dirasakan
dalam. membantu mengurangi
3. Kolaborasi nyeri dan dapat
Pemberian mengembangkan
obat analgesik. kepatuhan klien
4. Jelaskan dan terhadap rencana
bantu klien terapeutik.
dengan
26
tindakan c. Meningkatkan asupan
pereda nyeri O2 sehingga akan
non menurunkan nyeri.
farmakologi 4. Analgesik membantu
dan mengurangi nyeri
non-infasif.
27
6. Dorong atas, yang dapat
masukan mempengaruhi fungsi
cairan sampai ginjal. Adanya defisit
3000 ml aliran darah ke ginjal
sehari, dalam mengganggu
toleransi kemampuannya untuk
jantung, bila memfilter dan
diindikasikan. mengkonsentrasi
7. Kolaborasi substansi
dalam 7. 4.peningkatan aliran
penggunaan cairan mempertahankan
obat perfusi ginjal dan
antikoliogenik membersihkan ginjal dan
. kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri.
28
3. Klien mampu gangguan kebutuhan tidur klien
menjelaskan faktor tidur. teratasi
penghambat tidur. 3. Berikan
prosedur
bladder
training.
4. Menggunakan
kateter jika
diperlukan
4. Ansietas b.d Tujuan : anxiety 1. Dampingi 1. Menunjukan perhatian,
perasaan takut self-control, Klien dan bina hubungan saling percaya
terhadap anxiety level, hubungan dapat membantu klien
tindakan coping. saling percaya. kooperatif terhadap
pembedahan 2. Memberikan tindakan medis.
informasi 2. Membantu pasien dalam
Setelah dilakukan asuhan
tentang memahami tujuan dari
keperawatan dalam 1x24
prosedur suatu tindakan.
jam kecemasan klien
tindakan yang 3. Memberikan kesempatan
berkurang
akan pada pasien dan konsep
dilakukan. solusi pemecahan
Kriteria Hasil :
3. Dorong pasien masalah.
1. Klien menyatakan
atau orang 4. Mengurangi rangsangan
kecemasan berkurang.
tedekat untuk eksternal yang tidak perlu.
2. Kooperatif terhadap
menyatakan
tindakan.
masaah atau
3. Wajah tenang.
perasaan.
4. Beri
lingkungan
yang tenang
dan suasana
istirahat.
29
5. Berikan obat
untuk
mengurangi
ansietas
5. Resiko ketidak Tujuan : Setelah dilakukan 1. Observasi 1. pengamatan status hidrasi,
efektifan tindakan status hidrasi dehidrasi, dan TTV
perfusi ginjal keperawatan dalam waktu 2. Observasi membantu memutuskan
b.d adanya 2 x 24 jam perfusi ginjal terhadap tindakan keperawatan yang
reflux urin ke kembali membaik dehidrasi tepat dan mengetahui
ginjal Kriteria hasil : 3. Observasi adanya kelainan
1. Tekanan sistol tanda-tanda mendadak.
diastoldalm batas cairan 2. intake dan output cairan
normal tidak ada berlebih/reste yang tidak seimbang
gangguan mental, nsi menandakan adanya
orientasi, kognitif 4. Monitoring kelainan ginjal dalam
dan kekuatan otot TTV proses penyaringan
2. Tidak ada rasa haus 5. Pertahankan 3. monitor diperlukan untuk
abnormal Hematokrit intake dan mengetahui keefektifan
3. Warna dan bau urine output cairan ginjal
normal (warna 6. Monitor gula
kuning berbau darah, arteri,
amonia/urea) serum
4. Na, K, Cl, Ca, Mg, osmolalitas,
BUN, creat, biknat elektrolit urin,
dalam batas normal HMT, ureum,
5. Intake dan output albumin total,
seimbang protein,
7. Manajemen
akses
intravena
30
6. Resiko Tujuan : setelah dilakukan 1. Cuci tangan 1. Cuci tangan dan
infeksi b.d tindakan keperawatan sebelum dan pembatasan kunjungan
pertahanan 2x24 jam diharapkan sesudah berfungsi untuk
tubuh primer infeksi tidak tindakan mencegah/
yang tidak terjadi/terkontrol. 2. Batasi meminimalisir terjadinya
adekuat : Kriteria hasil : kunjungan bila transmisi organisme
kerusakan 1. Klien bebas dari perlu 2. Untuk mengurangi
mukosa tanda dan gejala 3. Menggunakan terjadinya resiko infeksi
urogenital, infeksi. kateter 3. Membantu memutuskan
kelemahan 2. Menunjukkan intermitten intervensi lanjutan
otot perilaku hidup sehat 4. Memberikan 4. Meningkatkan
destruktor. 3. Menunjukkan fasilitas kemampuan klien
kemampuan untuk pembelajaran keluarga untuk
mencegah timbulnya kepada klien mempertahankan
penyakit dan keluarga kesehatan klien sehingga
4. Jumlah leukosit terkait infeksi. klien terhinar dari resiko
dalam batas normal. 5. Jika infeksi
ditemukan 5. Antibiotik membantu
tanda infeksi mencegah terjadinya
kolaborasi infeksi
untuk
pemeriksaan
darah, seperti
hb, dan
leukosit.
6. Kolaborasi
pemberian
antibiotik.
Post operasi :
31
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Nyeri akut b.d Tujuan : 1. Kaji nyeri dengan 1. Menjadi parameter
proses Setelah dilakukan pendekatan dasar untuk
pembedahan. tindakan PQRST. mengetahui sejauh
keperawatan dalam 2. Lakukan mana intervensi yang
waktu 3x24 jam nyeri manajemen nyeri diperlukan dan sebagai
berkurang atau hilang keperawatan : evaluasi keberhasilan
d. Istirahatkan dari intervensi
Kriteria Hasil : klien. manajemen nyeri
4. Klien mengatakan e. Tingkatkan keperawatan.
nyeri berkurang pengetahuan 2. Pendekatan dengan
atau hilang. tentang nyeri. menggunakan relaksasi
5. Ekspresi wajah f. Ajarkan tehnik dan nonfarmalogi
klien tenang. relaksasi lainnya telah
6. TTV dalam batas pernapasan menunjukkan
normal : dalam. keefetifan dalam
e. TD : 120/80 3. Kolaborasi mengurangi nyeri.
mmHg. Pemberian obat 3. Dengan manajemen
f. RR : analgesik. nyeri dapat mengurangi
16-24x/menit. 4. Jelaskan dan bantu nyeri :
g. N : klien dan kuluarga d. Istirahat akan
80-100x/menit dengan tindakan menurunkan
h. T : 38oC pereda nyeri non kebutuhan O2
farmakologi dan jaringan perifer dan
non-infasif. meningkatkan
suplai darah pada
jaringan yang
mengalami
peradangan.
32
e. Pengetahuan yang
akan dirasakan
membantu
mengurangi nyeri
dan dapat
mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
terapeutik.
f. Meningkatkan
asupan O2 sehingga
akan menurunkan
nyeri.
4. Analgesik membantu
mengurangi nyeri
33
kemih dengan
palpasi.
3. Menerapkan
kateterisasi
intermiten
4. Kolaborasi
pemberian obat
antikoagulan
34
mengurangi
ansietas
3. Resiko infeksi b.d Tujuan : setelah 1. Cuci tangan 1. Mencegah terjadinya
kerusakan dilakukan tindakan sebelum dan transmisi organisme
jaringan sebagai keperawatan 2x24 jam sesudah tindakan. 2. untuk mengetahui
efek skunder dari diharapkan infeksi 2. Inspeksi kondisi adanya tanda-tanda
prosedur tidak luka. infeksi
pembedahan terjadi/terkontrol. 3. Berikan perawatan 3. perawatan kulit
trauma efek Kriteria hasil : kulit pada area meminimalkan resiko
samping 6. Klien bebas dari luka. infeksi
pembedahan tanda dan gejala 4. Memberikan 4. Membantu
infeksi. fasilitas memutuskan
7. Jumlah leukosit pembelajaran intervensi lanjutan
dalam batas kepada klien dan 5. Antibiotik membantu
normal. keluarga terkait mencegah terjadinya
infeksi infeksi
5. Jika ditemukan
tanda infeksi
kolaborasi untuk
pemeriksaan darah,
seperti hb, dan
leukosit.
6. Kolaborasi
pemberian
antibiotik.
4. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor ketat 1. Untuk meminimalisir
perdarahan b.d asuhan keperawatan tanda-tanda syok hipovolemik
trauma efek selama 3x 8 jam pendarahan. 2. Untuk mengetahui
samping diharapkan pasien 2. Catat nilai Hb dan adanya penurunan
pembedahan tidak mengalami HT sebelum dan kondisi tubuh
35
kehilangan darah sesudah terjadinya 3. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil : pendarahan. adanya penurunan
1. tidak ada 3. Monitor TTV kondisi tubuh
hematuria dan ortostastik. 4. Membantu
hematemesis 4. Kolaborasi dalam mempertahankan
2. kehilangan darah pemberian produk kebutuhan
yang terlihat, darah (platelet atau vaskularisasi
3. tekanan darah fresh frozen 5. Membantu
dalam batas plasma). meningkatkan kondisi
normal sistole dan 5. Anjurkan pasien tubuh sehingga tubuh
diastole, untuk adekuat dan dapat
hemoglobin dan meningkatkan mempertahankan Hb
hematokrit dalam intake makanan
batas normal. yang banyak
mengandung
vitamik K.
36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh beberapa faktor, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium
uretra, dapat menyebabkan hydronefrosis (pembengkakan ginjal yang desebabkan
oleh akumulasi urin dalam ginjal dan hydrouretes (gangguan aliran urin karena
adanya penumpukan urin atau gangguan obtroksi lainnya dalam ureter). Etiologi BPH
belum diketahui secara pasti.adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH
adalah : Retensi urine, kurangnya atau lemahnya pabcara kencing, frekuensi kencing
bertambah terutamamalam hari dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang
dilakukan seperti pengobatan konsertiv dan operativ.
B. Saran
Agar terhindar dari penyakit BPH sebaiknya pria harus bisa menjaga diri
supaya bisa menghindari dan mencegah adanya penyakit BPH. Jika ada tanda-tanda
seperti yang sudah dijelaskan diatas segeralah periksakan kedokter untuk peninjuan
lebih lanjut agar penyakitnya tidak semakin parah.
37
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, Basuki. 2000. Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog Dalam
Terbitan (KTD) : Jakarta
Deters, Levi A. 2011. Benign Prostatic Hypertrophy, Dartmouth Hitchcock Medical Centre.
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview [Accessed 16
oktober 2017].
Lai KP et.,al. 2013. Targeting stromal androgen receptor suppresses prolactin-driven benign
prostatic hyperplasia (BPH). Journal of Molecular Endocrinology. 27(10): 1617−1631.
Muttaqin, A & Sari, K. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan . Jakarta:
salemba Medika
Nurarif, Amin Huda& Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta :Medi Action.
Purnomo, B. 2009. Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto, 69-83.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC
38
39