sebagai berikut :
Middle age : 45 – 59 tahun
Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun
a) Prinsip Komunikasi untuk Lansia
Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalam Brunner dan Siddarth,
1996) adalah :
1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan
telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang
tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau
keahlian.
b) Komuikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi verbal dan non verbal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan
lansia antara lain :
1. Saling mengenalkan nama dan jabat tangan, panggil klien dengan sapaan
hormat dan nama panggilan lengkap.
2. Gunakan sentuhan untuk memperkuat pesan verbal dan komunikasikan non
verbal.
3. Menjelaskan tujuan dari pertemuan, diskusikan hanya satu topik.
4. Dimulailah dengan pertanyaan yang sederhana dan gunakan bahasa yang
sering digunakan oleh klien secara singkat dan terstruktur.
5. Gunakan pertanyaan terbuka – tertutup dan ciptakan suasana yang nyaman.
6. Klarifikasi pesan secara periodik, validasikan apakah klien sudah mengerti
dengan maksud perawat.
7. Pertahankan kontak mata, tingkatkan perhatian, dan mendorong untuk
memberi informasi yang jelas.
8. Bersikaplah empati, jaga selalu privasi klien.
9. Mintalah izin sebelum menanyakan status mental, memori dan kemampuan
yang lain.
10. Tuliskan perintah atau hal – hal penting untuk diingat.
c) Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental
1. Lansia dengan Gangguan Pendengaran :
a. Berdiri dekat menghadap klien.
b. Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
c. Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
d. Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
e. Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan langsung
pada klien.
f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata – kata yeng
berbeda.
i. Membatasi kegaduhan lingkungan.
j. Gunakan tekanan suara yang sesuai.
k. Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
l. Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
m. Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.
2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :
Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi
ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :
a. Menulis pesan jika klien dapat membaca.
b. Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan, contoh
: body language.
e. Sempatkanlah waktu bersama klien.
3. Lansia dengan gangguan penglihatan :
a. Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c. Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
d. Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e. Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu,
membacakan.
f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa
yang sedang saudara kerjakan.
g. Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4. Lansia dengan Afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera atau penyakit
pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dan menulis dengan
baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar, berhitung, menyimpulkan dan
pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab afasia pertama adalah
stroke, cedera kepala, dan tumor otak (Brunner dan Siddart, 2001).
Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami pertanyaannya, sikap
tubuh, gambar, dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk
menjawab keinginannya.
d. Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.
e. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
f. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
g. Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.
5. Lansia dengan penyakit Alzheimer :
Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer
atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT) merupakan penyakit neurologis
degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba – tiba dan ditandai dengan
penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku dan efek
(Brunner dan Siddart, 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer diantaranya terjadi
keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat kehilangan
kemampuannya mengenal wajah, tempat, dan objek yang sudah dikenalnya serta
kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan kepribadian biasanya negatif.
Pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam.
Kemampuan berbicara buruk sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk
akal. Perawatan diri memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting.
Teknik komunikasi yang digunakan adalah :
a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c. Bertatap muka.
d. Mnimalkan gerakan tangan.
e. Menghargai dan pertahankan jarak.
f. Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g. Pertahankan kontak mata dengan senyum.
h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j. Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.
6. Lansia yang menunnjukkan kemarahan :
a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c. Gunakan pertanyaan terbuka.
d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7. Lansia yang mengalami kecemasan :
a. Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c. Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan ketegangan
atau keemasan.
d. Libatkan staf dan anggota keluarga.
8. Lansia yang menunjukkan penolakan :
a. Kemukakan kenyataan perlahan lahan.
b. Jangan menyokong penolakan klien.
c. Bantu klien mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya.
d. Libatkan keluaraga.
9. Lansia yang mengalami depresi :
a. Lakukan kontak sesering mungkin.
b. Beri perhatian terus – menerus.
c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d. Gunakan pertanyaan terbuka.
e. Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.
d) Hambatan Komunikasi dangan Lansia
Saat perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi
saat melakukan komunikasi. Apanila hal ini dibiarkan terus akan menghambat
kemajuan komunikasi. Hambatan tersebut antara lain :
1. Internal Distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan omunikasi misalnya lansia
mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat melakukan kmunikasi dengan
perawat.
2. Sensory Overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan Verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.
Dalam komunikasi pada anak membutuhkan pertimbangan khusus sehingga
perawat dapat mengembangkan hubungan kerja yang baik dengan anak maupun
dengan keluarga. Perawat banyak menerima informasi dari orang tua, karena
kontak antara orang tua dengan antar umum akrab, informasi yang diberikan
orang tua dapat diasumsikan dan diandalkan dengan baik.
Perawat memberikan perhatian periodik kepada bayi dan anak ketika mereka
bermain untuk membuat mereka berpartisipasi. Anak yang lebih besar dapat
secara aktif terlibat dalam komunikasi. Anak-anak umumnya responsive terhadap
pesan non verbal,gerakan yang tiba-tiba atau mengancam akan membuat mereka
takut. Perawat memasuki ruang dengan senyum yang lebar dan gerakan tangane
tertentu akan menghalangi terbentuknya hubungan. Perawat harus tetap anggun
dan tenang, membirkan anak terlebih dahulu bertindak dalam hubungan
interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin adalah yang terbaik.
Anak tidak suka dipandangi. Ketika berkomunikasi, perawat harus melakukan
kontak mata. Anak kecil sering kali merasa tidak dapat berbuat apa-apa terutama
dalam situasi yang meliputi interaksi dengan personal perawatan kesehatan(W
haley dan Wong, 1995)
Ketika diperlukan penjelasan atau petunjuk, perwat menggunakan bahasa yang
langsung dan sederhana, harus jujur, membohongi anak dengan mengatakan
bahwa prosedut yang menyakitkan tidak menyakitkan hanya akan membuat
mereka marah. Untuk meminimalkan ketakutan dan kecemasan perawat harus
selalu dengan segera mengatakan pada mereka apa yang akan terjadi.
Menggambar dan bemain adalah cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan
anak. Hal ini memberikan kesempatan bagi anak untuk berkomunikasi secara non-
verbal [membuat gambar] dan secara verbal [menjelaskan gambar]. Perawat
dapat menggunakan gambar tersebut sebagai dasar untuk memulai komunikasi.