Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Disusun oleh:
Putri Syifa Humaira
1306377700

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2017
I. Anatomi dan Fisiologi
Sistem Saraf Pusat
Sistem Saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Struktur ini dilindungi oleh kerangka
tulang keras, tiga lapis membran, cairan peredam serta sawar darah otak maupun sawar darah
medula spinalis.
1. Otak
Otak terdiri dari otak besar (cerebrum),
otak kecil (cerebellum), dan batang otak.
Otak besar (cerebrum) merupakan bagian
terbesar dari otak yang secara umum
disebut sebagai cerebral cortex dan
forebrain (otak depan).
a. Sel Glia
Sel di dalam sistem saraf pusat sebagian besar bukanlah sel saraf, nemun 90%
merupakan sel glia atau neuroglia yang berfungsi sebagai jaringan ikat sistem saraf
pusat sehingga membantu neuron baik secara fisik maupun metabolik. Sel glia terdiri
dari empat jenis
 Astroit: sebagai perekat utama sistem saraf pusat yang menyatukan neuron-neuron
dalam hubungan spatial yang sesuai. Sebagai tangga untuk membantu neuron ke
tujuan akhir. Menginduksi perubahan anatomis dan fungsional pembuluh darah
halus di otak yang berperan membentuk sawar darah-otak. Penting untuk proses
perbaikan cedera otak dan pembentukan jaringan parut saraf. Menunjang neuron
secara metabolik dan menyerap kelebihan K+ dari cairan ekstraseluler otak.
 Oligodendroit: berfungsi untuk membentuk selubung mielin yang mengelilingi
akson di sistem saraf pusat
 Sel ependimal: berfungsi untuk membatasi rongga internal sistem saraf pusat
 Mikroglia: berfungsi untuk menyingkirkan benda asing yang masuk

b. Pelindung Cerebrum
 Kranium (tengkorak)
Tulang yang sangat keras dan melindungi sistem saraf pusat. melindungi otak dan
kolumna vetrebalis mengelilingi korda spinalis.
 Meninges
Merupakan selubung atau pembungkus susunan sistem saraf pusat yang berada
diantara tulang penutup dan jaringan saraf yang mengandung zat makanan.
Meninges terdiri dari tiga lapis membran yaitu:
o Dura mater
Selaput yang tidak elastis namun kuat yang tersusun dari sua lapisan yang
saling merekat erat, namun dibagian tengah lapisan terdapat rongga berisi
darah, sinus dura, atau sinus vena
o Arachnoid
Lapisan ini lunak dan memiliki banyak pembuluh darah dan dianalogikan
seperti jaringan laba-laba
o Pia mater
Lapisan yang paling rapuh, banyak mengandung pembuluh darah serta
melekat sangat erat pada otak dan medula spinalis. Ruang antar arachnoid
dan pia mater disebut sub-arachnoid. Tonjolan-tonjolan dari jaringan
arachnoid menembus celah dura diatasnya dan menonjol ke dalam sinus
dura.
 Cerebrospinalis
Otak memiliki bantalan cairan yang dibentuk oleh pleksus koroideus yang
ada di daerah rongga ventrikel otak. Ventrikel tersebut yaitu ventrikel lateralis,
ventrikel II, III dan IV. Ventrikel lateralis dihubungkan dengan ventrikel III dan
IV yang dihubungkan dengan kanalis sentralis medula spinalis. Pleksus koroideus
tersusun dari massa jaringan pia mater dan terdapat banyak pembuluh darah yang
masuk ke dalam kantung yang dibentuk oleh sel epitel.
Cairan serebrospinal mengalir berdasarkan alur yang telah dibuat oleh sistem
ventrikel untuk masuk dan mengalir ke seluruh lapisan meninges. Cairan
serebrospinalis (CSS) yang telah terbentuk oleh pleksus koroideus akan mengalir
melalui empat ventrikel dan keluar melalui lubang kecil dari keempat ventrikel
yang ada di dasar otak untuk memasuki ruang subarachnoid yang kemudian
mengalir diantara lapisan meninges ke seluruh permukaan otak dan medula
spinalis.
c. Korteks cerebrum
Pelindung otak yaitu korteks serebrum merupakan lapisan (grey matter) yang
melapisi seluruh permukaan belahan otak. Terdiri dari badan sel yang rapat dengan
dendrit dan sel glia. Bagian ini terbagi menjadi empat lobus yaitu oksipitalis
(pengelihatan), parietal (pengolahan sensorik/sentuhan), temporalis (suara), frontalis
(mengontrol aktivitas motorik volunteer, kemampuan berbicara serta elaborasi
pikiran).
Lobus frontalis merupakan lobus terbesar dari tiga lobus lainnya. Pada lobus frontalis
terdapat tiga fungsi utama yaitu aktivitas motorik volunteer, kemampuan bicara, dan
elaborasi pikiran (Sherwood, 2001). Pada daerah frontalis, tepat di depan sulkus
sentralis, terdapat neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan kontraksi otot
rangka di sisi kanan tubuh. Dengan demikian, kerusakan di korteks motorik di sisi kiri
otak akan menimbulan paralisis di sisi kanan tubuh, dan sebaliknya (Sherwood,
2001). Daerah broka pada lobus frontalis kiri bertanggung jawab pada kemampuan
bicara (Syaiffudin, 2009). Bagian ini berkaitan erat dengan daerah motorik korteks
yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi (pengaturan suara). Kerusakan
pada daerah Broka menyebabkan kegagalan pembentukan kata meskipun telah
mengerti kata secara lisan dan tulisan, namun tidak dapat mengekspresikan diri
dengan kata-kata. Selain itu, lobus frontalis juga berfungsi sebagai pengaturan fungsi
mental yang meliputi konsentrasi, perencanaan, kreativitas, emosi, dan inhibisi
(Collaborative Ependymoma Research Network, 2014).
Pada lobus lainnya, lobus parietalis berfungsi sebagai pengaturan fungsi sensoris
seperti sentuhan, nyeri, panas, dingin, dan tekanan (sensasi somestetik), serta
merasakan kesadaran terhadap posisi tubuh (propriosepsi). Sedangkan lobus
temporalis berfungsi sebagai reseptor stimulus suara dan pengaturan memori jangka
panjang. Lobus oksipital berfungsi sebagai pengolahan pertama stimulasi visual
(Sherwood, 2001). Kemudian, pada pertemuan antara lobus oksipital, parietal, dan
temporal terdapat daerah wernicke yang memiliki fungsi berhubungan dengan
pemahaman bahasa baik tertulis maupun lsisan (Syaiffudin, 2009). Daerah wernicke
menerima masukan dari korteks visual di lobus oksipitalis dalam pemahamam
membaca dan menjelaskan suatu benda yang tampak.

d. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang
paling besar dan masih terus dapat
berkembang. Cerebrum terbagi menjadi
dua belahan yaitu hemisfer kanan dan
kiri. Kedua hemisfer dihubungkan oleh
corpus kalosum yang mengandung
sekitar 300 juta akson. Setiap hemisfer
memiliki dua lapisan yaitu lapisan luar yang tipis yang disebut dengan substansia
gricea dan lapisan yang lebih tebal yang menutupi bagian bawah yang disebut
substansia alba.
 Diensefalon
Diensefalon terletak diatas batang otak yang berada di dalam interior cerebellum.
Diensefalon memiliki dua komponen otak, yaitu :
o Hipotalamus, berfungsi untuk mengatur homeostasis dari pertahanan
stabilitas lingkungan internal
o Talamus, berfungsi untuk melakukan beberapa pengolahan sensorik
primitif.
 Sistem limbik
Sistem limbik adalah sistem yang terbentuk dari adanya kerja sama dari bagian-
bagian otak bagian dalam, seperti hipotalamus, thalamus, amygdala, hipocampus
dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi untuk menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Salah satu bagian pentingnya adalah hipotalamus yang mengatur emosional kita,
sehingga bisa dikatakan, sistem limbik lah yang mengatur tingkah laku bawaan
sejak lahir, tempatnya insting, motivasi, dan yang paling sensitif yaitu emosi.

e. Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil terletak dibagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengatur fungsi seperti sikap atau posisi tubuh,
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. otak kecil juga melakukan gerakan
otomatis seperti mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, mengunci pintu
dan lainnya. Berdasarkan fungsinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1) Vestibuloserebelum: berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
gerakan mata
2) Spinoserebelum, mengatur tonus otot dan gerakan volunteer supaya terkoordinasi
3) Serebroserebelum, mengatur perencanaan dan inisiasi aktivitas volunteer dengan
cara memberi masukankepada daerah motorik korteks
f. Batang Otak
Batang otak terbagi menjadi tiga bagian:
 Mesencephalon
Otak tengah berada diatas pons dan dibawah diensefalon. Struktur terdiri dari
korpora kuadrigemina (refleks visual dan auditori), aquaduktus serebri, fromasio
retikularis, nuklei rubra, substansia nigra serta jaras motorik desenden.
 Pons
Pons adalah bagian dari batang otak yang berada di antara mesencephalon dan
medula oblongata, sehingga bisa dikatakan pons adalah jembatan antara
mesencephalon dan medula oblongata. Salah satu fungsi dari pons ini adalah
untuk mengontrol ritme paru-paru pernafasan.
 Medula Oblongata
Berada di bawah pons, berfungsi untuk menghantarkan impuls dari tulang
belakang ke otak, mengatur gerak tidak sadar tubuh ,seperti kerja jantung, kerja
paru-paru, kerja pristaltik, bersin, menelan.

2. Medula Spinalis
Medulla spinalis tersusun dari ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang kedua
berperan dalam terjadinya gerak refleks. Pada medula spinalis atau yang lebih dikenal
dengan sumsum tulang belakang ini, terdapat dua macam akar, yaitu akar ventral dan
akar dorsal. Akar ventral adalah tempat beradanya saraf eferen (motorik) di medula
spinalis. Sedangkan, pada akar dorsal, banyak terdapat saraf aferennya (sensorik). Kedua
akar ini berfungsi untuk menghantarkan rangsangan.
Medula spinalis dibagi menjadi empat area, yaitu medula servikal, medula torakalis,
medula lumbalis dan medula sakral. Dalam medula spinalis, substansi gricea berbentuk
seperti kupu-kupu dikelilingi oleh substansi alba yang sebagian besar mengalami
mielinisasi. Substansi alba mengandung traktus asenden dan desenden yang
menghantarkan impuls saraf antara otak dan sel diluar sistem saraf pusat.
Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari divisi eferen dan devisi aferen. Devisi aferen mencakup
rangsangan sensorik dan rangsangan viseral. Sedangkan devisi eferen mencakup sistem saraf
somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf somatik mencakup neuro motorik yang
mengontrol otot rangka, sedangkan sistem saraf otonom mencakup sistem saraf simpatis dan
sistem parasimpatis yang mengatur otot polos, otot jantung, dan kelenjar.
Saraf spinal berkembang dari serangkaian radiks saraf yang berkumpul di lateral medula
spinalis. Tiap saraf spinal terdiri atas radiks dorsalis (sensori) dan radiks ventralis (motorik).
Terdapat 31 pasang
saraf spinal: 8
pasang saraf
servikal, 12 pasang
saraf torakal, 5
pasang saraf lumbal,
5 pasang saraf saraf
sakral dan 1 pasang
saraf koksigeal.
Saraf kranial berasal
dari otak terdiri atas
12 pasang.
Kebanyakan saraf kranial tersusun atas neuron motorik dan sensorik.

Tipe dan Fungsi Saraf Kranial


Nama Fungsi Tipe
I Olfaktorius Olfaksi (penghidu) Sensorik
II Optikus Pengelihatan Sensorik
III Okulomotorius Gerakan mata ekstraokuler Motorik
Pengangkatan kelopak mata
Konstriksi pupil Parasimpatis
IV Troklearis Gerakan mata ekstraokular Motorik
V Trigeminus
Bag. Oftalmikus Sensasi somatik kornea, membran mukosa Sensorik
nasal, wajah
Bag. Maksilaris Sensasi somatik wajah, rongga mulut, 2/3 Sensorik
anterior lidah, gigi
Bag. Mandibularis Sensasi somatik bagian bawah wajah, Sensorik
Mastikasi (mengunyah) Motorik
VI Abdusens Gerakan mata lateral Motorik
VII Fasialis Ekspresi wajah Motorik
VIII Vestibulokoklearis
Vestibularis Keseimbangan Sensorik
Koklearis Pendengaran Sensorik
IX Glosofaringeus Pengecap, 1/3 posterior lidah, sensasi Sensorik
faringeal Motorik
Menelan
X Vagus Sensasi laring, faring, telinga luar Sensorik
Menelan Motorik
Aktivitas saraf parasimpatis visera abdomen Parasimpatis
dan toraks
XI Asesorius Spinalis Gerakan leher dan bahu Motorik
XII Hipoglosus Gerakan lidah Motorik

Saraf Spinal

Nama saraf Tempat saraf Fungsi

Saraf serviks C1 sampai C8 Menggerakkan otot leher, kepala, dan toraks,


diafragma dan otot bisep serta

Saraf toraks T1 sampai T12 Mensuplai lengan atas dan beberapa otot
leher dan bahu

Saraf lumbal L1 sampai L5 Menginervasi kulit, otot dinding abdomen,


paha, dan genital eksternal.

Saraf sakral S1 sampai S5 Menginervasi anggota gerak bawah,


bokokng, dan regia perineal.

Saraf koksiks S5 Mensuplai regia koksiks.

Sawar Darah Otak


Sawar darah otak terdiri dari 3 sistem penting yaitu (darah-otak, darah-CSS, Otak-CSS) yang
mengatur serta mempertahankan lingkungan kimiawi yang stabil dan optimal untuk neuron.
Sawar darah otak merupakan system yang sangat selektif untuk mengatur perpindahan
kompartmen dari satu bagian SSP ke bagian yang lainnya dengan mengatur pergerakan ion
antarkompartmen. SDO sangat selektif dalam pertukaran zat. Beberapa zat yan dapat bertukar
dengan mudah adalah CO2 dan O2 dan molekul air yang kecil. Besarnya molekul bateri atau
virus tidak akan melewati SDO. Akan tetapi apabila terjadi inflamasi maka SDO akan lebih
permeabel. Adanya area yang tidak terlindungi oleh SDO akan menjadi tempat atau media
infeksi. Selain itu, Kondisi yang menyebabkan dilatasi seperti hipoksia, hipertensi, hiperkapnia,
dan asidosis dapat menggangu fungsi protektif SDO.

Suplai Darah Otak


Otak adalah organ yang sangat pentingg, sebagai organ penting yang mengatur berbagai sistem
dalam tubuh, pusat koordinasi, serta pusat berpikir. Otak memperoleh 15% dari total aliran darah
atau sekitar (750ml/ min) dan menggunakan 20 % dari total oksigen dan glukosa tubuh. Seluruh
suplai darah dari otak dan sumsum tulang belakang tergantung pada dua set cabang dari aorta
dorsal. Otak menerima darah dari dua sumber yaitu arteri karotis internal yang timbul dari dua
titik di leher dan arteri vertebralis yang membentuk gabungan menjadi arteri basiliaris. Arteri
karotis interna dan cabang-cabangnya menyediakan 2/3 di area anterior hemisper otak dan sisi
otak (frontal, temporal, parietal dan daerah otak). Sedangkan arteri vertebralis dan basiliaris
beserta cabangnya menyuplai darah di area memasok posterior daerah medial hemisfer, sebagian
besar diencephalon, batang otak, otak kecil, dan sumsum tulang. Kedua rute aliran darah ini
membentk suatu siklus yang mengaliri otak yang disebut siklus wilis.

Gambar 3: Suplai Darah Otak


Sumber: Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010)

1. Sirkulasi Arteri Karotis Interna


Arteri karotis kanan berasal dari bifurkasi dari batang brakiosefalika, sedangkan arteri
karotis kiri berasal langsung dari arkus aorta. Kedua ateri karotis ini kemudian bercabang
membentuk arteri karotid internal dan eksternal. Kemudian karotis interna naik melalui
leher, melintasi tulang temporal, dan melewati rongga sinus menembus durameter dan
akhirnya mencapai ruang subarachnoid di dasar otak. Arteri karotis interna yang telah masuk
ke area subarachnoid kemudian akan menyuplai darah di area retina dan bola mata serta
struktur di area optikus. Arteri ini disebut arteri optimikal. Selain bercabang menjadi areteri
optimikal, arteri karotis interna yang mengarah ke area superior otak akan terbagi lagi
menjadi dua cabang yaitu arteri koroid anterior dan posterior communicating artery sebagai
cabang tambahan. Cabang utama dari arteri koroid interna adalah arteri serebral anterior
(ACA) dan arteri serebral tengah (MCA). MCA berada di area fisura lateral atau sylvian
(area antara lobus frontal lateral dengan temporal).

Arteri serebral anterior (ACA) menyuplai darah di bagian medial dan superior lobus frontal
dan lobus parietal anterior. Sedangkan arteri serebral tengah (MCA) akan terbagi menjadi
dua cabang yaitu cabang superior dan inferior. Cabang superior memasok beberapa arteri
yang megalirkan darah di lobus frontal lateral, inferior dan lateral anterior pada lobus
parietal. MCA Inferior adalah cabang MCA kortikal yang mengalrkan darah ke arteri yang
memasok lobus temporal lateral termasuk tip anterior dan amigdala, beberapa area di lobus
parietalis lateral, dan sebagian besar lobus oksipital lateral.

2. Sirkulasi Arteri Vertebral- Basilar


Arteri vertebralis biasanya muncul dari arteri subklavia. Kemudian naik melalui bagian atas
foramen melintang serviks, putar medial sepanjang permukaan atas dari atlas, menembus
dura untuk memasuki ruang subarachnoid dan naik ke rongga tengkorak melalui foramen
magnum.

Arteri vertebra basilar menyuplai darah di berbagai bagian otak yaitu batang otak dan otak
kecil sebagian besar tapi tidak semua thalamus dan hipotalamus, korteks dan materi putih
yang mendalam dari lobus parietal posterior medial, dan medial dan temporal dan oksipital
rendah lobus (termasuk hipokampus posterior), posterior bagian dari corpus callosum
(splenium).
II. DEFINISI, FAKTOR RISIKO, DAN ETIOLOGI PENYAKIT
Disfungsi neurologi akut akibat gangguan aliran darah otak mendadak dengan tanda dan
gejala sesuai daerah fokal otak yang terkena(WHO, 1989).
Kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay darah kebagian otak
(Brunner & Suddarth, 2002)

KLASIFIKASI STROKE
Klasifikasi stroke menurut patologi dan gejala kliniknya:
a. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebralyang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak. Perdarahan
terjadi didalam jaringan otak atau pada tempat-tempat tertentu dalam otak, spt: ventricular,
subdural dan subarachnoid. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik dapat terjadi
akibat perdarahan dalam otak (Corwin, 2009). Di bawah ini adalah gambaran dari stroke
hemoragik.
b. Stroke non hemoragik (Iskemik)
Stroke iskemik atau “brain attack” merupakan hilangnya fungsi secara tiba-tiba akibat
gangguan suplai darah ke bagian otak. Kata-kata “brain attack” digunakan karena
stroke iskemik sama daruratnya dengan kondisi serangan jantung agar tenaga kesehatan
dan semua orang mengetahuinya (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).

Faktor risiko dari stroke iskemik dapat berupa penyakit kardiovaskular, atrial fibrilasi,
atau diabetes mellitus. Penyakit kardiovaskular dan atrial fibrilasi dapat dihubungkan
dengan peningkatan terjadinya kejadian stroke. Diabetes mellitus dapat meningkatkan
risiko terjadinya stroke, serta kesakitan dan kematian setelah terjadinya stroke. Faktor
risiko lainnya adalah hiperlipidemia, merokok, mengonsumsi alkohol berlebihan,
penggunaan kokain, dan kegemukan. Wanita usia produktif atau usia mengandung
jarang mengalami kejadian stroke, akan tetapi kontrasepsi estrogen oral dalam dosis
yang tinggi yang dikombinasikan dengan hipertensi, merokok, migrain, dan peningkatan
usia dapat meningkatkan kejadian stroke pada wanita. Penuaan dan adanya riwayat
kejadian stroke dalam keluarga juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke (Black &
Hawks, 2014).

Stroke iskemik terbagi menjadi lima jenis, yaitu large artery thrombotic strokes, small
penetrating artery thrombotic strokes, cardiogenic embolic strokes, cryptogenis strokes,
dan lain-lain.
 Large artery thrombotic strokes terjadi akibat plak arterosklerosis pada pembuluh darah
besar di otak.
 Small penetrating artery thrombotic strokes mempengaruhi satu atau lebih pembuluh
darah dan merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi.
 Small artery thrombotic strokes atau biasa disebut lacunar strokes karena rongga yang
terbentuk akibat kematian jaringan otak.
 Cardiogenic embolic strokes berhubungan dengan disritmia, biasanya fibrilasi atrial.
Stroke embolik dapat juga berhubungan dengan penyakit pada katup jantung dan
trombus pada ventrikel kiri.
 Cryptogenic strokes yang tidak diketahui penyebabnya dan stroke dari penyebab lainnya
seperti koagulopati, migrain, penggunaan obat terlarang, dan pembedahan spontan arteri
karotis atau vertebralis.
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).

Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari 4 kejadian berikut: (1) trombosis (bekuan
darah di dalam pembuluh otak atau leher); (2) embolisme serebral (bekuan darah atau material
lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain; (3) iskemia (penurunan aliran darah ke
area otak); dan (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) akibatnya adalah penghentian suplai darah ke
otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
Faktror Risiko
1. Hipertensi—faktor risiko utama
2. Penyakit kardiovaskular – embolisme serebral yang berasal dari jantung, seperti
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama, penyakit jantung kongestif.
3. Kolestrol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
6. Diabetes
7. Kontrasepsi oral yang disertai dengan hipertensi, merokok, dan kadar ekstrogen tinggi
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat, khususnya kokain dan konsumsi alkohol (Brunner & Suddarth,
2002).
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien stroke:
a. Penurunan kesadaran
b. Paralisis sementara
c. Trias peningkatan TIK: sakit kepala, papiledema, dan muntah proyektil

Defisit Neurologik Manifestasi


Defisit Lapang Penglihatan
Homonimus hemianopsia (kehilangan Tidak menyadari orang atau objek di
setengah lapang penglihatan) tempat kehilangan penglihatan
Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Kesulitan menilai jarak

Kehilangan penglihatan perifer Kesulitan melihat pada malam hari


Tidak menyadari objek atau batas objek

Diplopia Penglihatan ganda


Defisit Motorik
Hemiparesis Kelemahan wajah, tangan, dan kaki pada
sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer
yang berlawanan)

Hemiplegia Paralisis wajah, tangan, dan kaki pada sisi


yang sama (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan)

Ataksia Berjalan tidak mantap, tegak


Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas

Disartria Kesulitan dalam membentuk kata


Disfagia Kesulitan dalam menelan

Apraksia Ketidakmampuan melakukan gerakan


tertentu
Defisit sensori
Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
dari lesi) Kesulitan dalam propriosepsi

Agnosia Ketidakmampuan dalam mengenali benda


melalui indra
Defisit verbal
Afasia ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami

Afasia reseptif Tidak mampu memahami kata yang


dibicarakan; mampu bicara tapi tidak
masuk akal

Afasia global Kombinasi baik ataksia ekspresif dan


reseptif
Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang
Penurunan lapang perhatian
Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
Alasan abstrak buruk
Perubahan penilaian
Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri
Labilitas emosional
Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
Depresi
Menarik diri
Rasa takut, bermusuhan dan marah
Perasaan isolasi

IV. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
Setelah pemberian rt-PA, klien terus dimonitor untuk potensi komplikasi dari rt-PA yang dapat
meliputi perdarahan intrakranial dan perdarahan sistemik. Perdarahan intrakranial mejadi penyebab
kematian lebih besar dari 50%. Semua perdarahan intrakranial yang fatal terjadi dalam waktu 24
jam pertama setelah tindakan. Penyebaran gumpalan dari perdarahan intrakranial dapat merusak
jaringann otak. Tekanan dari gumpalan tersebut juga mengganggu aliran darah dan menyebabkan
iskemik tambahan.
b. Edema serebral
Peningkatan TIK merupakan komplikasi potensial dari stroke iskemik yang luas. Peningkatan TIK
juga merupakan komplikasi potensial untuk perdarahan intraserebral, baik merupakan kondisi
utama maupun sekunder dari terapi trombolisis.
c. Kontrol gula darah
Hiperglikemia yang berat dapat mengarah kepada hasil yang buruk dan menurunkan perfusi pada
otak selama trombolisis.
d. Stroke berulang
Risiko antikoagulasi termasuk perdarahan intrakranial, perdarahan sistemik, dan kematian. Oleh
sebab itu, penggunaan heparin pada semua klien dengan stroke iskemik akut secara umum tidak
lagi direkomendasikan. Heparin diindikasikan untuk mencegah stroke berulang pada klien yang
berisiko emboli kardiogenik.
e. Aspirasi
Klien dengan stroke akan berisiko mengalami aspirasi pneumonia yang merupakan penyebab
langsung kematian. Aspirasi paling sering terjadi pada periode awal dan dihubungkan dengan
hilangnya sensasi faringeal, hilangnya kontrol motorik orifaringeal, dan penurunan tingkat
kesadaran.
V. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
Anamnesis yang baik akan menunjang diagnosis terkait faktor risiko, riwayat keluarga, tipe
stroke yang diderita, serta perencanaan pengelolaan stroke yang tepat. Keluhan utama yang
sering dialami klien yaitu kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
a) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit saat ini: Berfokus pada penggalian data berupa alasan klien masuk
rumah sakit, kapan timbulnya, dan lamanya serangan.
b) Riwayat penyakit terdahulu: Berfokus pada penggalian data yang mengarah pada
faktor risiko antara lain adanya riwayat hipertensi, stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, dan kegemukan. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
c) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi sebelumnya.
b) Kebiasaan hidup sehari-hari
Kebiasaan atau gaya hidup merupakan faktor risiko stroke atau dapat mempercepat
proses stroke diantaranya kebiasaan merokok, pola makan tinggi lemak dan kurang
serat, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
c) Pengetahuan klien atau keluarga
Pengetahuan klien atau keluarga tentang pengertian dan penyebab, faktor risiko stroke,
tingkat pengetahuan, dan kemauan untuk belajar.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian fisik per sistem
a) B1 (Breathing): Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
b) B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik.
TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD >
200mmHg.
c) B3 (Brain):
 Tingkat kesadaran: Pemeriksaan kesadaran penderita stroke dinilai berdasarkan
Glasgow Coma Scale (GCS). Aspek penilaian GCS terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu kesadaran penderita, orientasi penderita terhadap lingkungan sekitar,
dan kemampuan penderita mengikuti perintah dokter. Penilaian GCS dilakukan
melalui sistem skoring yakni antara 3-15. Melalui penilaian GCS, penderita
dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: sadar dan orientasi terhadap
lingkungan baik serta dapat mengikuti perintah dengan baik merupakan skor
tertinggi 15, somnolen (mengantuk hingga koma) ditandai dengan skor antara 4-
14, dan koma (tidak sadarkan diri) ditandai dengan skor 3.

 Fungsi serebri
(1)Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik.
(2)Fungsi intelektual: penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun panjang serta penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
(3)Kemampuan bahasa: Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior didapatkan disfasia ekspresif, klien
mengerti namun tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
(4)Sistem motorik: Inspeksi umum didapatkan hemipeglia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Selain itu terjadi
fasikulasi pada otot-otot ekstremitas, tonus otot meningkat, dan keseimbangan
koordinasi mengalami gangguan.
(5)Sistem sensorik: Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau lebih berat, kehilangan kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh, dan kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.
d) B4 (Bladder): Setelah stroke mungkin mengalami inkontinensi urin sementara,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
e) B5 (Bowel): Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut.
f) B6 (Bone): Mengalami hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), kulit
tampak pucat karena kekurangan oksigen dan tugor kulit akan buruk karena
kekurangan cairan, kesukaran untuk beraktivitas karena lemah, dan kaji tanda-tanda
dekubitus.
Hal yang harus terkaji:
1) Tingkat Kesadaran
Dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif
 Kualitatif
- Compos Mentis (kesadaran yang normal)
- Somnolen
Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Biasa disebut
juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri
- Stupor
Kantuk yang dalam. Masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya segera menurun kembali. Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat
gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan
sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak motorik
untuk menangkis rangsang nyeri masih baik
- Koma ringan (Soporocoma)
Tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek kornea, pupil masih baik.
Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak terorganisasi.
Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan
- Koma dalam atau komplit
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
b. Kuantitatif (Skala Koma Glasgow)
- Membuka mata: spontan (4), terhadap rangsang suara (3), dengan rangsang nyeri
(2), tidak ada reaksi (1)
- Respon verbal (bicara): baik (5), kacau (4), tidak tepat (3), mengerang (2), tidak
ada respon suara (1)
- Respon motorik (gerakan): spontan (6), melokalisir nyeri (5), reaksi menghindar
(4), reaksi fleksi/dekortikasi (3), reaksi ekstensi/deserebrasi (2), tidak ada reaksi
(1).
-
2) Rangsang Selaput Otak (Meningeal)
Rangsang selaput otak (meningeal) dapat memberikan beberapa gejala, diantanya:
 Kaku Kuduk
Merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput otak. Cara
pemeriksaan: tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kepala ditekukkan (fleksi), usahakan dagu mencapai dada. Kaku kuduk +,
jika kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
 Tanda Lasegue
Cara Pemeriksaan: luruskan kedua tungkai pada pasien yang sedang berbaring, satu
tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggul, tungkai yang
lain harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Tanda lasegue +, jika timbul
rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai sudut 70 derajat, normalnya kita dapat
mencapai sudut 70 derajat tanpa rasa sakit dan tahanan, kecuali pada usila diambil
patokan 60 derajat.
 Tanda Kernig
Cara pemeriksaan: fleksikan paha pada persendian panggul sampai sudut 90 derajat
dengan posisi berbaring, tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat antara tungkai
bawah dan tungkai atas. Tanda kernig +, jika terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum
mencapai sudut ini
 Tanda Brudzinski I
Cara pemeriksaan: tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
tangan yang lain sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan, tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Brudzinski I +,
jika mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya kaji dulu apakah ada
kelumpuhan pada tungkai.
 Tanda Brudzinski II
Cara pemeriksaan: pada posisi berbaring, fleksikan satu tungkai pada persendian
panggul, tungkai yang lain berada dalam keadaan lurus (ekstensi). Brudzinski II +
Jika tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi. Sebelumnya kaji dulu apakah ada
kelumpuhan pada tungkai

3) Saraf Otak
a. Saraf otak I (Nervus Olfaktorius)
Merupakan saraf sensorik pembau. Cara pemeriksaan:
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, seperti
ingusan, polip
b. Dengan satu lubang hidung pasien disuruh untuk menghidu zat yang tidak
merangsang, seperti teh, kopi, tembakau
c. Periksa masing-masing hidung secara bergantian dengan menutup lubang hidung
yang lainnya
b. Saraf otak II (Nervus Optikus)
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II (ketajaman penglihatan dan lapangan pandang) secara kasar.
Jika ditemukan kelainan harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu
dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin neurologi. Cara
pemeriksaan:
a) Ketajaman Penglihatan. Klien diminta mengenali benda yang letaknya jauh
(misal: jam dinding dan diminta menyatakan jam berapa) dan membaca huruf
yang ada dibuku atau koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa,
maka hal ini dianggap normal.
b) Lapangan Pandang. Klien duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira-kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka
mata kiri penderita harus ditutup sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya. Pasien tetap melihat kemata kiri pemeriksa begitupun pemeriksa harus
tetap melihat mata kanan penderita. Gerakkan tangan dari satu sisi, jika pasien
sudah melihat gerakan tangan pasien hendaknya memberi tanda. Hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa apakah ia telah melihatnya
c. Saraf III, IV, VI (Nervus Okulomotorius, Troklearis dan Abdusen)
Ketiga saraf otak ini diperiksa bersama-sama, karena kesatuan fungsinya, yaitu
mengurus otot-otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata. Saraf III berfungsi mengatur
kontraksi pupil dan mengatur lensa mata. Saraf IV kerjanya menyebabkan mata dapat
melirik ke arah bawah dan nasal. Sedangkan saraf VI kerjanya menyebabkan lirik
mata kearah temporal. Cara pemeriksaaanya dengan menggunakan senter, periksa
pupil apakah miosis atau midriasis lalu minta pasien mengikuti gerakan cahaya yang
digerakkan pemeriksa sesuai dengan arah fungsi masing-masing saraf.
d. Saraf V (Nervus Trigeminus)
Trigeminus terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian motorik (mengurus otot pengunyah)
dan sensorik (mengurus sensibilitas dari muka). Cara Pemeriksaan Motorik:
a) Klien diminta untuk merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba
M. masseter dan M. temporalis.
b) Klien membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, bila ada
parese, maka rahang bawah akan berdeviasi kearah yang lumpuh
c) Nilai kekuatan otot saat menutup mulut dengan cara meminta klien menggigit
suatu benda, misalnya: tong spatel. Nilai tenaga gigitannya dengan cara menarik
tong spatel
Pemeriksaan saraf sensori dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah-
daerah yang disarafi (wajah). Cara Pemeriksaan:
a) Rasa Raba. Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain
dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Sentuhkan kearea wajah klien.
Bandingkan antara wajah kiri dan kanan
b) Rasa Nyeri. Dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti. Tusukkan
hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa nyeri bukan rasa raba
atau sentuh. Tusukkan kearea wajah lalu tanyakan apakah klien merasakannya.
c) Rasa suhu. Ada 2 macam rasa suhu yaitu panas dan dingin. Dengan menggunakan
botol yang berisi air dingin/es atau air panas. Dengan cara yang sama suruh pasien
menyebutkan apakah panas atau dingin

e. Saraf VII (Nervus Fasialis)


Terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.
Cara pemeriksaan:
1. Fungsi Motorik
 Minta klien mengangkat alis dan mengerutkan dahi, apakah hal ini dapat
dilakukan dan apakah ada asimetris
 Klien memejamkan mata. Dinilai dengan jalan mengangkat kelopak mata dengan
tangan pemeriksa sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata. Minta
pasien memejamkan mata satu persatu. Jika lumpuh berat, penderita tidak mampu
memejamkan mata.
 Minta klien menyeringai, mengembungkan pipi

2. Fungsi Pengecapan
Sebelumnya pasien diminta untuk menutup kedua matanya, kemudian pasien
menjulurkan lidah. Letakkan zat seperti gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah
bagian depan. Suruh penderita menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan
isarat, misal: 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin.
f. Saraf VIII (Nervus Akustikus)
Saraf ini terdiri atas dua bagian, yaitu saraf kokhlearis mengurus pendengaran dan
saraf vestibularis mengurus keseimbangan.
1. Ketajaman pendengaran
Klien mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan membandingkannya
dengan orang normal. Perhatikan adakah perbedaan pendengaran antara telinga kiri
dan kanan. Jika ketajaman pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan
kanan maka lakukan pemeriksaaan schwabach, rinne dan wiber
2. Kesimbangan
i. Tes Romberg yang dipertajam
Klien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki lainnya. Tumit kaki yang satu
berada didepan jari-jari kaki yang lain. Lengan dilipat pada dada dan mata
kemudian ditutup. Normalnya orang mampu berdiri selama 30 detik atau lebih
ii. Tes Melangkah di tempat
Klien berjalan ditempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan seperti berjalan biasa. Sebelumnya klien diberitahu bahwa dia harus
berusaha agar tetap ditempat selama tes ini. Tes ini dianggap abnormal bila
kedudukan akhir penderita beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau
badan berputar lebih dari 30 derajat
g. Saraf IX dan X (Nervus Glosofarengeus dan Vagus)
Kedua nervus ini diperiksa berbarengan karena berhubungan erat satu sama lain. Cara
Pemeriksaan: klien diminta membuka mulut, dan menyebut “aaaa” perhatikan
palatum molle dan faring serata lihat apakah uvula ada ditengah atau miring. Selain
itu sewaktu penderita membuka mulut kita rangsang (tekan) dinding faring atau
pangkal lidah dengan tong spatel. Rangsangan tersebut akan membangkitkan reflek
muntah.
h. Saraf XI (Nervus Aksesorius)
Cara Pemeriksaan: tempatkan tangan kita diatas bahu penderita, kemudian penderita
disuruh mengangkat bahunya, dan kita tahan maka dapat kita nilai kekuatan ototnya.
Bandingkan otot yang kiri dan kanan
i. Saraf XII (Nervus Hipoglosus)
Cara Pemeriksaan:minta klien membuka mulut dan menjulurkan lidah, lalu minta
klien untuk menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan
jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terjadi parese lidah bagian kiri,
lidah tidak dapat ditekankan kepipi sebelah kanan tetapi kesebelah kiri dapat.

4) Kekuatan Otot
Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5 (0 berarti lumpuh sama
sekali dan 5 normal). Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot/lumpuh total (0);
terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang
harus digerakkan oleh otot tersebut (1); ada gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya gravitasi (2), dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat (3); dapat
melawan gaya berat dan dapat mengatasi sedikit tahanan yang diberikan (4); tidak ada
kelumpuhan/normal (5).

Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik. Seperti:
perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.
2. CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark,
Catatan: mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan tersebut.

3. Lumbal pungsi: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli
srebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subsrakhnoid atau perdarahan intra cranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis sehubungan adanya proses inflamasi.
4. MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(MAV).
5. Ultrasonografi Dopler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem karotis,
aliran darah/ muncul plak, arterosklerotsis)
6. EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral; kalsifikasi dinding parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

VI. MASALAH KEPERAWATAN DAN DIAGNOSIS YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik
c. Kerusakan komunikasi verbal
d. Gangguan persepsi sensori
e. Defisit perawatan diri
f. Gangguan menelan
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

VII. PRIORITAS DIAGNOSIS


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik
c. Kerusakan komunikasi verbal

VIII. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


(terlampir)
IX. TREATMENT/PENGOBATAN DAN TERAPI/MEDIKASI
a. Trombolitik intravena, seperti tissue plasminogen activator (tPA), alteplase (Activase),
recombinant prourokinase (Prourokinase). Medikasi tersebut merupakan terapi untuk
stroke akut. tPA berguna untuk meminimalkan ukuran area infrk dengan membuka
pembuluh darah yang terblok.
b. Terapi tPA harus dimulai dalam 3 jam dari gejala awal untuk meningkatkan hasil. Agen ini
kontraindikasi pada hemoragi intrakranial, paska pembedahan intrakranial, trauma kepala
yang serius, dan hipertensi yang tidak terkontrol. tPA bekerja dengan menstimulasi
fibrolisis pada lesi aterosklerosis. Dosis tPA adalah 0,9 mg/kgdengan dosis maksimum 90
mg. 10% dari dosis diberikan melalui bolus dan sisanya diberikan melalui infus.
c. Antikoagulan, seperti warfarin sodium (Coumadin), heparin molekul rendah (Lovenox,
Fragmin), trombin inhibitor (Exanta/Ximlagatran), agen antipletelet (Aspirin, Ticlid,
Plavix). Terapi ini digunakan untuk meningkatkan aliran darah serebral dan mencegah
bekuan lanjutan.
d. Vasodilator perifer, seperti cyclospasmol, pavabid, vasodilan. Terapi ini dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan menurunkan vasospasme.
e. Agen neuroprotektif, seperti calcium channel blockers, excitatory amino acid ihibitor.
Agen ini dapat melindungi otak dengan menginterupsi kaskade biokimia destruktif,
misalnya influks kalsium ke sel, pelepasan neurotransmitter, penumpukan asam laktat,
untuk membatasi iskemi serebral.

Tindakan Operasi Pencegahan Stroke Iskemik


Tindakan operasi yang dilakukan pada TIA adalah endarterektomi karotis, yakni pembuangan
plak aterosklerosis atau trombus dari arteri karotis. Perawat perlu mengontrol tekanan darah
pasien segera setelah operasi selesai karena hipotensi dapat menjadi salah satu komplikasi
paska operasi yang dapat menyebabkan iskemia. Riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
juga dapat menyebabkan peningkatkan komplikasi pasca operasi berupa hematoma dan
perdarahan intraserebral.
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes.
St. Louis: Missouri Elsevier Saunders
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition. Philadelphia: Elsevier.
Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi. Terj. Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC.
Herdman, T, H., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions
& Classification, 2015–2017. (10th Ed). Oxford: Wiley Blackwel.
Moorhead, S., Johnson, M., Mar, M.L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th Edition. Philadelphia: Elsevier
Porth, Carol M. (2009). Pathopysiology – Concept of Altered Health States 8thed. Philadelphia :
Wolter Kluwer Health
Smeltzer, S. C et al., (2012), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing 12th.
Philadelphia: Lippincott
Lampiran.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


Keperawatan
Perfusi jaringan  Mempertahankan tingkat Mandiri
serebral tidak efektif kesadaran  Tentukan faktor-faktor  Mempengaruhi penetapan intervensi.
berhubungan dengan biasanya/membaik, yang berhubungan Kerusakan/kemunduran tanda/gejala
interupsi aliran darah; fungsi kognitif, dan dengan penurunan neurologis atau kegagalan memperbaikinya
gangguan oklusif; motorik/sensori. perfusi serebral dan setelah fase awal memerlukan tindakan
vasospasme serebral;  Menunjukkan tanda- potensial terjadinya pembedahan dan/atau pasien harus
edema serebral. tanda vital yang stabil peningkatan TIK. dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU)
dan tidak adanya tanda- untuk melakukan pemantauan terhadap
tanda peningkatan TIK peningkatan TIK.
 Pantau/catat status  Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran
neurologis sesering dan potensial peningkatan TIK dan
mungkin dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi
bandingkan dengan kerusakan SSP.
keadaan (1) Variasi mungkin terjadi oleh karena
normalnya/standar. tekanan/trauma serebral pada daerah
vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi
 Pantau tanda-tanda vital, postural dapat menjadi faktor pencetus.
seperti catat : Hipotensi dapat terjadi karena syok
o Adanya (kolaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan
hipertensi/hipotensi, TIK dapat terjadi (karena edema, adanya
bandingkan tekanan formasi bekuan darah). Tersumbatnya
darah yang terbaca arteri subklavia dapat dinyatakan dengan
pada kedua lengan. adanya perbedaan tekanan pada kedua
lengan.
o Frekuensi dan irama (2) Perubahan terutama adanya bradikardia
jantung; auskultasi dapat terjadi sebagai akibat adanya
adanya mur-mur. kerusakan otak. Disritmia dan mur-mur
mungkin mencerminkan adanya penyakit
o Catat pola dan irama jantung yang mungkin telah menjadi
dari pernapasan, pencetus CSV (seperti stroke setelah IM
seperti adanya periode atau penyakit katup).
apnea setelah (3) Ketidakteraturan pernapasan dapat
pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan
hiperventilasi serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan
untuk intervensi selanjutnya termasuk
kemungkinan perlunya dukungan
terhadap pernapasan.
 Evaluasi pupil, catat  Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
ukuran, bentuk, okulomotor (III) dan berguna dalam
kesamaan, dan menentukan apakah batang otak tersebut
reaksinya terhadap masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil
cahaya. ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis yang
mempersarafinya. Respon terhadap refleks
cahaya mengkombinasikan fungsi dari saraf
cranial optikus (II) dan saraf cranial
okulomotor (III).
 Catat perubahan dalam  Gangguan penglihatan yang spesifik
penglihatan, seperti mencerminkan daerah otak yang terkena,
adanya kebutaan, mengindikasikan keamanan yang harus
gangguan lapang mendapat perhatian dan mempengaruhi
pandang/ kedalaman intervensi yang akan dilakukan.
persepsi
 Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
 Kaji fungsi-fungsi yang merupakan indikator dari lokasi/derajat
lebih tinggi, seperti gangguan serebral dan mungkin
fungsi bicara jika pasien mengindikasikan penurunan/peningkatan
sadar. TIK.

 Letakkan kepala dengan  Menurunkan tekanan arteri dengan


posisi agak di tinggikan meningkatkan drainase dan meningkatkan
dan dalam posisi sirkulasi/perfusi serebral.
anatomis (lateral).

 Pertahankan keadaan  Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat


tirah baring; ciptakan meningkatkan TIK. Istirahat total dan
lingkungan yang tenang; ketenangan mungkin diperlukan untuk
batasi pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
pengunjung/aktivitas stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
pasien sesuai indikasi.
Berikan istirahat secara
periodik antara aktivitas
perawatan, batasi
lamanya setiap
prosedur.
 Cegah terjadinya
mengejan saat defekasi,  Manuver Valsava dapat meningkatkan TIK
dan pernapasan yang dan memperbesar resiko terjadinya
memaksa (batuk terus- perdarahan.
menerus).
 Kaji rigiditas nukal,  Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.
kedutan, kegelisahan Kejang dapat mencerminkan adanya
yang meningkat, peka peningkatan TIK/trauma serebral yang
rangsang dan serangan memerlukan pehatian dan intervensi
kejang. selanjutnya.

Kolaborasi
 Berikan oksigen  Menurunkan hipoksia yang dapat
sesuai indikasi. menyebabkan vasodilatasi seebral dan
tekanan meningkat/terbentuknya edema.
(1) Dapat digunakan untuk
 Berikan obat sesuai meningkatkan/memperbaiki aliran darah
indikasi : serebral dan selanjutnya dapat mencegah
o Antikoagulasi, pembekuan saat embolus/thrombus
seperti natrium merupakan faktor masalahnya.
warfarin Merupakan kontraindikasi pada pasien
(Coumadin); dengan hipertensi sebagai akibat dari
heparin, peningkatan resiko perdarahan.
antitrombosit (2) Penggunaan dengan hati-hati dalam
(ASA); dipiridamol perdarahan untuk mencegah lisis bekuan
(Persantine). yang terbentuk dan perdarahan berulang
o Antifibrolitik, yang serupa.
seperti asam (3) Hipertensi lama/kronis memerlukan
aminokaproid penangan yang hati-hati; sebab
(Amicar). penanganan yang berlebihan
o Antihipertensi meningkatkan resiko terjadinya perluasan
o Narkotik, seperti kerusakan jaringan. Hipertensi sementara
demerol/kodein. seringkali terjadi selama fase stroke akut
o Vasodilatasi perifer, dan penanggulangannya seringkali tanpa
seperti siklandelat intervensi terapeutik.
(Cyclospasmol); (4) Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi
papaverin kolateral atau menurunkan vasospasme.
(Pavabid/Vasospan); (5) Penggunaannya kontroversial dalam
isoksupresin mengendalikan edema serebral.
(Vasodilan). (6) Dapat digunakan untuk mengontrol
o Steroid, kejang dan/atau untuk aktivitas sedative.
deksametason Catatan: Fenobarbital memperkuat kerja
(Decadrone). dari antiepilepsi.
o Fenitoin (Dilantin), (7) Mencegah proses mengejan selama
fenobarbital. defekasi dan yang berhubungan dengan
o Pelunak feses. peningkatan TIK.
 Persiapkan untuk  Mungkin bermanfaat untuk mengatasi situasi.
pembedahan,  Memberikan informasi tentang keefektifan
endarterektomi, bypass pengobatan/kadar terapeutik.
mikrovaskuler.
 Pantau pemeriksan
laboratorium sesuai
indikasi, seperti masa
protrombin, kadar
Dilantin.
Gangguan mobilitas  Klien mampu Mandiri
fisik berhubungan mempertahankan posisi  Kaji kemampuan secara  Dapat memberikan informasi mengenai
dengan gangguan optimal dari fungsi yang fungsional/luasnya pemulihan
neuromuskuler: dibuktikan dengan tak kerusakan awal dan
kelemahan. adanya kontraktur, dengan cara yang teratur
footdrop.  Ubah posisi minimal  Menurunkan risiko terjadinya iskemia
 Klien mampu setiap 2 jam
mempertahankan/  Letakkan pada posisi  Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
meningkatkan kekuatan telungkup satu atau dua fungsional
dan fungsi bagian tubuh kali sehari jika klien
yang terkena/ dapat mentoleransinya
kompensasi  Mulai melakukan  Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
 Klien menunjukkan latihan rentang gerak sirkualsi, membantu mencegah kontraktur
tanda-tanda mampu aktif dan pasif pada
melakukan aktivitas semua ekstremitas saat
 Klien mampu masuk.
mempertahankan  Tempatkan bantal di  Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
integritas kulit bawah aksila untuk
melakukan abduksi pada
tangan

 Tinggikan tangan dan  Meningktkan aliran balik vena dan membantu


kepala mencegah terbentuknya edema
 Mempertahankan posisi fungsional

 Posisikan lutut dan  Mencegah rotasi eksternal pada pinggul


panggul dalam posisi
ekstensi
 Pertahankan kaki dalam  Mencegah terjadinya dekubitus
posisi netral dengan
gulungan/ bantalan
 Inspeksi kulit terutama  Mencegah terjadinya dekubitus
pada daerah-daerah
yang menonjol secara
teratur.
 Libatkan orang terdekat  Meningkatkan kemandirian
untuk berpartisipasi
dalam aktifitas/latihan
dan merubah posisi
 Anjurkan pasien untuk  Menentukan program latihan yang tepat
membantu pergerakan  Menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang
dan latihan dengan terganggu
menggunakan
ekstremitas yang tidak
sakit.

Kolaborasi
 Baerikan tempat tidur
khusus sesuai indikasi
 Konsultasikan dengan
ahli fisioterapi secara
aktif
 Berikan obat relaksasi
otot sesuai indikasi
Kerusakan  Klien menunjukkan Mandiri
komunikasi verbal pemahaman tentang  Kaji tipe/derajat  Membantu menentukan daerah dan derajat
berhubungan dengan masalah komunikasi disfungsi kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan
kerusakan sirkulasi  Klien dapat pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
serebral mengekspresikan komunikasi
kebutuhannya  Minta pasien untuk  Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
 Klien menggunakan mengikuti perintah sensorik
sumber-sumber dengan sederhana seperti buka  Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
tepat mata, tunjuk pintu motorik (klien mungkin mengenali tapi tidak
dengan kalimat yang mampu menyebutkannya)
sederhana  Mengidentifikasi adanya disartria sesuai
 Tunjukkan objek dan komponen motorik yang dapat mempengaruhi
minta pasien untuk artikulasi
menyebutkan nama  Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
benda tersebut berdasarkan keadaan/ defisit yang mendasarinya
 Minta pasien  Menurunkan kebingunan dan ansietas selama
mengucapkan suara komunikasi
sederhana  Nada suara yang tinggi memicu
 Berikan metode ketidaknyamanan dan rasa marah
komunikasi alternatif  Meningkatkan percakapan yang bermakna
seperti menulis di kertas  Menentukan terapi yang tepat
atau gambar
 Gunakan pertanyaan
terbuka dan kontak mata
 Bicara dengan nada
normal dan hindari
percakapan yang cepat.
Berikan jarak waktu
untuk klien merespon
 Diskusikan mengenai
hal-hal yang disenangi
dan dikenal pasien

Anda mungkin juga menyukai