STROKE
Disusun oleh:
Putri Syifa Humaira
1306377700
b. Pelindung Cerebrum
Kranium (tengkorak)
Tulang yang sangat keras dan melindungi sistem saraf pusat. melindungi otak dan
kolumna vetrebalis mengelilingi korda spinalis.
Meninges
Merupakan selubung atau pembungkus susunan sistem saraf pusat yang berada
diantara tulang penutup dan jaringan saraf yang mengandung zat makanan.
Meninges terdiri dari tiga lapis membran yaitu:
o Dura mater
Selaput yang tidak elastis namun kuat yang tersusun dari sua lapisan yang
saling merekat erat, namun dibagian tengah lapisan terdapat rongga berisi
darah, sinus dura, atau sinus vena
o Arachnoid
Lapisan ini lunak dan memiliki banyak pembuluh darah dan dianalogikan
seperti jaringan laba-laba
o Pia mater
Lapisan yang paling rapuh, banyak mengandung pembuluh darah serta
melekat sangat erat pada otak dan medula spinalis. Ruang antar arachnoid
dan pia mater disebut sub-arachnoid. Tonjolan-tonjolan dari jaringan
arachnoid menembus celah dura diatasnya dan menonjol ke dalam sinus
dura.
Cerebrospinalis
Otak memiliki bantalan cairan yang dibentuk oleh pleksus koroideus yang
ada di daerah rongga ventrikel otak. Ventrikel tersebut yaitu ventrikel lateralis,
ventrikel II, III dan IV. Ventrikel lateralis dihubungkan dengan ventrikel III dan
IV yang dihubungkan dengan kanalis sentralis medula spinalis. Pleksus koroideus
tersusun dari massa jaringan pia mater dan terdapat banyak pembuluh darah yang
masuk ke dalam kantung yang dibentuk oleh sel epitel.
Cairan serebrospinal mengalir berdasarkan alur yang telah dibuat oleh sistem
ventrikel untuk masuk dan mengalir ke seluruh lapisan meninges. Cairan
serebrospinalis (CSS) yang telah terbentuk oleh pleksus koroideus akan mengalir
melalui empat ventrikel dan keluar melalui lubang kecil dari keempat ventrikel
yang ada di dasar otak untuk memasuki ruang subarachnoid yang kemudian
mengalir diantara lapisan meninges ke seluruh permukaan otak dan medula
spinalis.
c. Korteks cerebrum
Pelindung otak yaitu korteks serebrum merupakan lapisan (grey matter) yang
melapisi seluruh permukaan belahan otak. Terdiri dari badan sel yang rapat dengan
dendrit dan sel glia. Bagian ini terbagi menjadi empat lobus yaitu oksipitalis
(pengelihatan), parietal (pengolahan sensorik/sentuhan), temporalis (suara), frontalis
(mengontrol aktivitas motorik volunteer, kemampuan berbicara serta elaborasi
pikiran).
Lobus frontalis merupakan lobus terbesar dari tiga lobus lainnya. Pada lobus frontalis
terdapat tiga fungsi utama yaitu aktivitas motorik volunteer, kemampuan bicara, dan
elaborasi pikiran (Sherwood, 2001). Pada daerah frontalis, tepat di depan sulkus
sentralis, terdapat neuron-neuron motorik eferen yang mencetuskan kontraksi otot
rangka di sisi kanan tubuh. Dengan demikian, kerusakan di korteks motorik di sisi kiri
otak akan menimbulan paralisis di sisi kanan tubuh, dan sebaliknya (Sherwood,
2001). Daerah broka pada lobus frontalis kiri bertanggung jawab pada kemampuan
bicara (Syaiffudin, 2009). Bagian ini berkaitan erat dengan daerah motorik korteks
yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi (pengaturan suara). Kerusakan
pada daerah Broka menyebabkan kegagalan pembentukan kata meskipun telah
mengerti kata secara lisan dan tulisan, namun tidak dapat mengekspresikan diri
dengan kata-kata. Selain itu, lobus frontalis juga berfungsi sebagai pengaturan fungsi
mental yang meliputi konsentrasi, perencanaan, kreativitas, emosi, dan inhibisi
(Collaborative Ependymoma Research Network, 2014).
Pada lobus lainnya, lobus parietalis berfungsi sebagai pengaturan fungsi sensoris
seperti sentuhan, nyeri, panas, dingin, dan tekanan (sensasi somestetik), serta
merasakan kesadaran terhadap posisi tubuh (propriosepsi). Sedangkan lobus
temporalis berfungsi sebagai reseptor stimulus suara dan pengaturan memori jangka
panjang. Lobus oksipital berfungsi sebagai pengolahan pertama stimulasi visual
(Sherwood, 2001). Kemudian, pada pertemuan antara lobus oksipital, parietal, dan
temporal terdapat daerah wernicke yang memiliki fungsi berhubungan dengan
pemahaman bahasa baik tertulis maupun lsisan (Syaiffudin, 2009). Daerah wernicke
menerima masukan dari korteks visual di lobus oksipitalis dalam pemahamam
membaca dan menjelaskan suatu benda yang tampak.
d. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang
paling besar dan masih terus dapat
berkembang. Cerebrum terbagi menjadi
dua belahan yaitu hemisfer kanan dan
kiri. Kedua hemisfer dihubungkan oleh
corpus kalosum yang mengandung
sekitar 300 juta akson. Setiap hemisfer
memiliki dua lapisan yaitu lapisan luar yang tipis yang disebut dengan substansia
gricea dan lapisan yang lebih tebal yang menutupi bagian bawah yang disebut
substansia alba.
Diensefalon
Diensefalon terletak diatas batang otak yang berada di dalam interior cerebellum.
Diensefalon memiliki dua komponen otak, yaitu :
o Hipotalamus, berfungsi untuk mengatur homeostasis dari pertahanan
stabilitas lingkungan internal
o Talamus, berfungsi untuk melakukan beberapa pengolahan sensorik
primitif.
Sistem limbik
Sistem limbik adalah sistem yang terbentuk dari adanya kerja sama dari bagian-
bagian otak bagian dalam, seperti hipotalamus, thalamus, amygdala, hipocampus
dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi untuk menghasilkan perasaan,
mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar,
dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Salah satu bagian pentingnya adalah hipotalamus yang mengatur emosional kita,
sehingga bisa dikatakan, sistem limbik lah yang mengatur tingkah laku bawaan
sejak lahir, tempatnya insting, motivasi, dan yang paling sensitif yaitu emosi.
e. Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil terletak dibagian belakang kepala, dekat dengan ujung
leher bagian atas. Cerebellum mengatur fungsi seperti sikap atau posisi tubuh,
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. otak kecil juga melakukan gerakan
otomatis seperti mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, mengunci pintu
dan lainnya. Berdasarkan fungsinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1) Vestibuloserebelum: berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
gerakan mata
2) Spinoserebelum, mengatur tonus otot dan gerakan volunteer supaya terkoordinasi
3) Serebroserebelum, mengatur perencanaan dan inisiasi aktivitas volunteer dengan
cara memberi masukankepada daerah motorik korteks
f. Batang Otak
Batang otak terbagi menjadi tiga bagian:
Mesencephalon
Otak tengah berada diatas pons dan dibawah diensefalon. Struktur terdiri dari
korpora kuadrigemina (refleks visual dan auditori), aquaduktus serebri, fromasio
retikularis, nuklei rubra, substansia nigra serta jaras motorik desenden.
Pons
Pons adalah bagian dari batang otak yang berada di antara mesencephalon dan
medula oblongata, sehingga bisa dikatakan pons adalah jembatan antara
mesencephalon dan medula oblongata. Salah satu fungsi dari pons ini adalah
untuk mengontrol ritme paru-paru pernafasan.
Medula Oblongata
Berada di bawah pons, berfungsi untuk menghantarkan impuls dari tulang
belakang ke otak, mengatur gerak tidak sadar tubuh ,seperti kerja jantung, kerja
paru-paru, kerja pristaltik, bersin, menelan.
2. Medula Spinalis
Medulla spinalis tersusun dari ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang kedua
berperan dalam terjadinya gerak refleks. Pada medula spinalis atau yang lebih dikenal
dengan sumsum tulang belakang ini, terdapat dua macam akar, yaitu akar ventral dan
akar dorsal. Akar ventral adalah tempat beradanya saraf eferen (motorik) di medula
spinalis. Sedangkan, pada akar dorsal, banyak terdapat saraf aferennya (sensorik). Kedua
akar ini berfungsi untuk menghantarkan rangsangan.
Medula spinalis dibagi menjadi empat area, yaitu medula servikal, medula torakalis,
medula lumbalis dan medula sakral. Dalam medula spinalis, substansi gricea berbentuk
seperti kupu-kupu dikelilingi oleh substansi alba yang sebagian besar mengalami
mielinisasi. Substansi alba mengandung traktus asenden dan desenden yang
menghantarkan impuls saraf antara otak dan sel diluar sistem saraf pusat.
Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari divisi eferen dan devisi aferen. Devisi aferen mencakup
rangsangan sensorik dan rangsangan viseral. Sedangkan devisi eferen mencakup sistem saraf
somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf somatik mencakup neuro motorik yang
mengontrol otot rangka, sedangkan sistem saraf otonom mencakup sistem saraf simpatis dan
sistem parasimpatis yang mengatur otot polos, otot jantung, dan kelenjar.
Saraf spinal berkembang dari serangkaian radiks saraf yang berkumpul di lateral medula
spinalis. Tiap saraf spinal terdiri atas radiks dorsalis (sensori) dan radiks ventralis (motorik).
Terdapat 31 pasang
saraf spinal: 8
pasang saraf
servikal, 12 pasang
saraf torakal, 5
pasang saraf lumbal,
5 pasang saraf saraf
sakral dan 1 pasang
saraf koksigeal.
Saraf kranial berasal
dari otak terdiri atas
12 pasang.
Kebanyakan saraf kranial tersusun atas neuron motorik dan sensorik.
Saraf Spinal
Saraf toraks T1 sampai T12 Mensuplai lengan atas dan beberapa otot
leher dan bahu
Arteri serebral anterior (ACA) menyuplai darah di bagian medial dan superior lobus frontal
dan lobus parietal anterior. Sedangkan arteri serebral tengah (MCA) akan terbagi menjadi
dua cabang yaitu cabang superior dan inferior. Cabang superior memasok beberapa arteri
yang megalirkan darah di lobus frontal lateral, inferior dan lateral anterior pada lobus
parietal. MCA Inferior adalah cabang MCA kortikal yang mengalrkan darah ke arteri yang
memasok lobus temporal lateral termasuk tip anterior dan amigdala, beberapa area di lobus
parietalis lateral, dan sebagian besar lobus oksipital lateral.
Arteri vertebra basilar menyuplai darah di berbagai bagian otak yaitu batang otak dan otak
kecil sebagian besar tapi tidak semua thalamus dan hipotalamus, korteks dan materi putih
yang mendalam dari lobus parietal posterior medial, dan medial dan temporal dan oksipital
rendah lobus (termasuk hipokampus posterior), posterior bagian dari corpus callosum
(splenium).
II. DEFINISI, FAKTOR RISIKO, DAN ETIOLOGI PENYAKIT
Disfungsi neurologi akut akibat gangguan aliran darah otak mendadak dengan tanda dan
gejala sesuai daerah fokal otak yang terkena(WHO, 1989).
Kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay darah kebagian otak
(Brunner & Suddarth, 2002)
KLASIFIKASI STROKE
Klasifikasi stroke menurut patologi dan gejala kliniknya:
a. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebralyang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak. Perdarahan
terjadi didalam jaringan otak atau pada tempat-tempat tertentu dalam otak, spt: ventricular,
subdural dan subarachnoid. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik dapat terjadi
akibat perdarahan dalam otak (Corwin, 2009). Di bawah ini adalah gambaran dari stroke
hemoragik.
b. Stroke non hemoragik (Iskemik)
Stroke iskemik atau “brain attack” merupakan hilangnya fungsi secara tiba-tiba akibat
gangguan suplai darah ke bagian otak. Kata-kata “brain attack” digunakan karena
stroke iskemik sama daruratnya dengan kondisi serangan jantung agar tenaga kesehatan
dan semua orang mengetahuinya (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).
Faktor risiko dari stroke iskemik dapat berupa penyakit kardiovaskular, atrial fibrilasi,
atau diabetes mellitus. Penyakit kardiovaskular dan atrial fibrilasi dapat dihubungkan
dengan peningkatan terjadinya kejadian stroke. Diabetes mellitus dapat meningkatkan
risiko terjadinya stroke, serta kesakitan dan kematian setelah terjadinya stroke. Faktor
risiko lainnya adalah hiperlipidemia, merokok, mengonsumsi alkohol berlebihan,
penggunaan kokain, dan kegemukan. Wanita usia produktif atau usia mengandung
jarang mengalami kejadian stroke, akan tetapi kontrasepsi estrogen oral dalam dosis
yang tinggi yang dikombinasikan dengan hipertensi, merokok, migrain, dan peningkatan
usia dapat meningkatkan kejadian stroke pada wanita. Penuaan dan adanya riwayat
kejadian stroke dalam keluarga juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke (Black &
Hawks, 2014).
Stroke iskemik terbagi menjadi lima jenis, yaitu large artery thrombotic strokes, small
penetrating artery thrombotic strokes, cardiogenic embolic strokes, cryptogenis strokes,
dan lain-lain.
Large artery thrombotic strokes terjadi akibat plak arterosklerosis pada pembuluh darah
besar di otak.
Small penetrating artery thrombotic strokes mempengaruhi satu atau lebih pembuluh
darah dan merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi.
Small artery thrombotic strokes atau biasa disebut lacunar strokes karena rongga yang
terbentuk akibat kematian jaringan otak.
Cardiogenic embolic strokes berhubungan dengan disritmia, biasanya fibrilasi atrial.
Stroke embolik dapat juga berhubungan dengan penyakit pada katup jantung dan
trombus pada ventrikel kiri.
Cryptogenic strokes yang tidak diketahui penyebabnya dan stroke dari penyebab lainnya
seperti koagulopati, migrain, penggunaan obat terlarang, dan pembedahan spontan arteri
karotis atau vertebralis.
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).
Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari 4 kejadian berikut: (1) trombosis (bekuan
darah di dalam pembuluh otak atau leher); (2) embolisme serebral (bekuan darah atau material
lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain; (3) iskemia (penurunan aliran darah ke
area otak); dan (4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) akibatnya adalah penghentian suplai darah ke
otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori,
bicara, atau sensasi.
Faktror Risiko
1. Hipertensi—faktor risiko utama
2. Penyakit kardiovaskular – embolisme serebral yang berasal dari jantung, seperti
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama, penyakit jantung kongestif.
3. Kolestrol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
6. Diabetes
7. Kontrasepsi oral yang disertai dengan hipertensi, merokok, dan kadar ekstrogen tinggi
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat, khususnya kokain dan konsumsi alkohol (Brunner & Suddarth,
2002).
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien stroke:
a. Penurunan kesadaran
b. Paralisis sementara
c. Trias peningkatan TIK: sakit kepala, papiledema, dan muntah proyektil
IV. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
Setelah pemberian rt-PA, klien terus dimonitor untuk potensi komplikasi dari rt-PA yang dapat
meliputi perdarahan intrakranial dan perdarahan sistemik. Perdarahan intrakranial mejadi penyebab
kematian lebih besar dari 50%. Semua perdarahan intrakranial yang fatal terjadi dalam waktu 24
jam pertama setelah tindakan. Penyebaran gumpalan dari perdarahan intrakranial dapat merusak
jaringann otak. Tekanan dari gumpalan tersebut juga mengganggu aliran darah dan menyebabkan
iskemik tambahan.
b. Edema serebral
Peningkatan TIK merupakan komplikasi potensial dari stroke iskemik yang luas. Peningkatan TIK
juga merupakan komplikasi potensial untuk perdarahan intraserebral, baik merupakan kondisi
utama maupun sekunder dari terapi trombolisis.
c. Kontrol gula darah
Hiperglikemia yang berat dapat mengarah kepada hasil yang buruk dan menurunkan perfusi pada
otak selama trombolisis.
d. Stroke berulang
Risiko antikoagulasi termasuk perdarahan intrakranial, perdarahan sistemik, dan kematian. Oleh
sebab itu, penggunaan heparin pada semua klien dengan stroke iskemik akut secara umum tidak
lagi direkomendasikan. Heparin diindikasikan untuk mencegah stroke berulang pada klien yang
berisiko emboli kardiogenik.
e. Aspirasi
Klien dengan stroke akan berisiko mengalami aspirasi pneumonia yang merupakan penyebab
langsung kematian. Aspirasi paling sering terjadi pada periode awal dan dihubungkan dengan
hilangnya sensasi faringeal, hilangnya kontrol motorik orifaringeal, dan penurunan tingkat
kesadaran.
V. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
Anamnesis yang baik akan menunjang diagnosis terkait faktor risiko, riwayat keluarga, tipe
stroke yang diderita, serta perencanaan pengelolaan stroke yang tepat. Keluhan utama yang
sering dialami klien yaitu kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
a) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit saat ini: Berfokus pada penggalian data berupa alasan klien masuk
rumah sakit, kapan timbulnya, dan lamanya serangan.
b) Riwayat penyakit terdahulu: Berfokus pada penggalian data yang mengarah pada
faktor risiko antara lain adanya riwayat hipertensi, stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, dan kegemukan. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
c) Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi sebelumnya.
b) Kebiasaan hidup sehari-hari
Kebiasaan atau gaya hidup merupakan faktor risiko stroke atau dapat mempercepat
proses stroke diantaranya kebiasaan merokok, pola makan tinggi lemak dan kurang
serat, penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
c) Pengetahuan klien atau keluarga
Pengetahuan klien atau keluarga tentang pengertian dan penyebab, faktor risiko stroke,
tingkat pengetahuan, dan kemauan untuk belajar.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian fisik per sistem
a) B1 (Breathing): Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
b) B2 (Blood): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik.
TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD >
200mmHg.
c) B3 (Brain):
Tingkat kesadaran: Pemeriksaan kesadaran penderita stroke dinilai berdasarkan
Glasgow Coma Scale (GCS). Aspek penilaian GCS terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu kesadaran penderita, orientasi penderita terhadap lingkungan sekitar,
dan kemampuan penderita mengikuti perintah dokter. Penilaian GCS dilakukan
melalui sistem skoring yakni antara 3-15. Melalui penilaian GCS, penderita
dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: sadar dan orientasi terhadap
lingkungan baik serta dapat mengikuti perintah dengan baik merupakan skor
tertinggi 15, somnolen (mengantuk hingga koma) ditandai dengan skor antara 4-
14, dan koma (tidak sadarkan diri) ditandai dengan skor 3.
Fungsi serebri
(1)Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik.
(2)Fungsi intelektual: penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun panjang serta penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
(3)Kemampuan bahasa: Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi pada bagian
posterior dari girus frontalis inferior didapatkan disfasia ekspresif, klien
mengerti namun tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
(4)Sistem motorik: Inspeksi umum didapatkan hemipeglia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Selain itu terjadi
fasikulasi pada otot-otot ekstremitas, tonus otot meningkat, dan keseimbangan
koordinasi mengalami gangguan.
(5)Sistem sensorik: Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau lebih berat, kehilangan kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh, dan kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.
d) B4 (Bladder): Setelah stroke mungkin mengalami inkontinensi urin sementara,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
e) B5 (Bowel): Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut.
f) B6 (Bone): Mengalami hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), kulit
tampak pucat karena kekurangan oksigen dan tugor kulit akan buruk karena
kekurangan cairan, kesukaran untuk beraktivitas karena lemah, dan kaji tanda-tanda
dekubitus.
Hal yang harus terkaji:
1) Tingkat Kesadaran
Dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif
Kualitatif
- Compos Mentis (kesadaran yang normal)
- Somnolen
Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Biasa disebut
juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri
- Stupor
Kantuk yang dalam. Masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya segera menurun kembali. Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat
gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan
sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak motorik
untuk menangkis rangsang nyeri masih baik
- Koma ringan (Soporocoma)
Tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek kornea, pupil masih baik.
Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak terorganisasi.
Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan
- Koma dalam atau komplit
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
b. Kuantitatif (Skala Koma Glasgow)
- Membuka mata: spontan (4), terhadap rangsang suara (3), dengan rangsang nyeri
(2), tidak ada reaksi (1)
- Respon verbal (bicara): baik (5), kacau (4), tidak tepat (3), mengerang (2), tidak
ada respon suara (1)
- Respon motorik (gerakan): spontan (6), melokalisir nyeri (5), reaksi menghindar
(4), reaksi fleksi/dekortikasi (3), reaksi ekstensi/deserebrasi (2), tidak ada reaksi
(1).
-
2) Rangsang Selaput Otak (Meningeal)
Rangsang selaput otak (meningeal) dapat memberikan beberapa gejala, diantanya:
Kaku Kuduk
Merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput otak. Cara
pemeriksaan: tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kepala ditekukkan (fleksi), usahakan dagu mencapai dada. Kaku kuduk +,
jika kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Tanda Lasegue
Cara Pemeriksaan: luruskan kedua tungkai pada pasien yang sedang berbaring, satu
tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggul, tungkai yang
lain harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Tanda lasegue +, jika timbul
rasa sakit dan tahanan sebelum kita mencapai sudut 70 derajat, normalnya kita dapat
mencapai sudut 70 derajat tanpa rasa sakit dan tahanan, kecuali pada usila diambil
patokan 60 derajat.
Tanda Kernig
Cara pemeriksaan: fleksikan paha pada persendian panggul sampai sudut 90 derajat
dengan posisi berbaring, tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat antara tungkai
bawah dan tungkai atas. Tanda kernig +, jika terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum
mencapai sudut ini
Tanda Brudzinski I
Cara pemeriksaan: tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
tangan yang lain sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan, tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Brudzinski I +,
jika mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebelumnya kaji dulu apakah ada
kelumpuhan pada tungkai.
Tanda Brudzinski II
Cara pemeriksaan: pada posisi berbaring, fleksikan satu tungkai pada persendian
panggul, tungkai yang lain berada dalam keadaan lurus (ekstensi). Brudzinski II +
Jika tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi. Sebelumnya kaji dulu apakah ada
kelumpuhan pada tungkai
3) Saraf Otak
a. Saraf otak I (Nervus Olfaktorius)
Merupakan saraf sensorik pembau. Cara pemeriksaan:
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, seperti
ingusan, polip
b. Dengan satu lubang hidung pasien disuruh untuk menghidu zat yang tidak
merangsang, seperti teh, kopi, tembakau
c. Periksa masing-masing hidung secara bergantian dengan menutup lubang hidung
yang lainnya
b. Saraf otak II (Nervus Optikus)
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan
pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan maka biasanya dilakukan
pemeriksaan nervus II (ketajaman penglihatan dan lapangan pandang) secara kasar.
Jika ditemukan kelainan harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu
dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin neurologi. Cara
pemeriksaan:
a) Ketajaman Penglihatan. Klien diminta mengenali benda yang letaknya jauh
(misal: jam dinding dan diminta menyatakan jam berapa) dan membaca huruf
yang ada dibuku atau koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa,
maka hal ini dianggap normal.
b) Lapangan Pandang. Klien duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira-kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka
mata kiri penderita harus ditutup sedangkan pemeriksa harus menutup mata
kanannya. Pasien tetap melihat kemata kiri pemeriksa begitupun pemeriksa harus
tetap melihat mata kanan penderita. Gerakkan tangan dari satu sisi, jika pasien
sudah melihat gerakan tangan pasien hendaknya memberi tanda. Hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa apakah ia telah melihatnya
c. Saraf III, IV, VI (Nervus Okulomotorius, Troklearis dan Abdusen)
Ketiga saraf otak ini diperiksa bersama-sama, karena kesatuan fungsinya, yaitu
mengurus otot-otot ekstrinsik dan intrinsik bola mata. Saraf III berfungsi mengatur
kontraksi pupil dan mengatur lensa mata. Saraf IV kerjanya menyebabkan mata dapat
melirik ke arah bawah dan nasal. Sedangkan saraf VI kerjanya menyebabkan lirik
mata kearah temporal. Cara pemeriksaaanya dengan menggunakan senter, periksa
pupil apakah miosis atau midriasis lalu minta pasien mengikuti gerakan cahaya yang
digerakkan pemeriksa sesuai dengan arah fungsi masing-masing saraf.
d. Saraf V (Nervus Trigeminus)
Trigeminus terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian motorik (mengurus otot pengunyah)
dan sensorik (mengurus sensibilitas dari muka). Cara Pemeriksaan Motorik:
a) Klien diminta untuk merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba
M. masseter dan M. temporalis.
b) Klien membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, bila ada
parese, maka rahang bawah akan berdeviasi kearah yang lumpuh
c) Nilai kekuatan otot saat menutup mulut dengan cara meminta klien menggigit
suatu benda, misalnya: tong spatel. Nilai tenaga gigitannya dengan cara menarik
tong spatel
Pemeriksaan saraf sensori dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah-
daerah yang disarafi (wajah). Cara Pemeriksaan:
a) Rasa Raba. Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain
dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Sentuhkan kearea wajah klien.
Bandingkan antara wajah kiri dan kanan
b) Rasa Nyeri. Dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti. Tusukkan
hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa nyeri bukan rasa raba
atau sentuh. Tusukkan kearea wajah lalu tanyakan apakah klien merasakannya.
c) Rasa suhu. Ada 2 macam rasa suhu yaitu panas dan dingin. Dengan menggunakan
botol yang berisi air dingin/es atau air panas. Dengan cara yang sama suruh pasien
menyebutkan apakah panas atau dingin
2. Fungsi Pengecapan
Sebelumnya pasien diminta untuk menutup kedua matanya, kemudian pasien
menjulurkan lidah. Letakkan zat seperti gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah
bagian depan. Suruh penderita menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan
isarat, misal: 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin.
f. Saraf VIII (Nervus Akustikus)
Saraf ini terdiri atas dua bagian, yaitu saraf kokhlearis mengurus pendengaran dan
saraf vestibularis mengurus keseimbangan.
1. Ketajaman pendengaran
Klien mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan membandingkannya
dengan orang normal. Perhatikan adakah perbedaan pendengaran antara telinga kiri
dan kanan. Jika ketajaman pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan
kanan maka lakukan pemeriksaaan schwabach, rinne dan wiber
2. Kesimbangan
i. Tes Romberg yang dipertajam
Klien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki lainnya. Tumit kaki yang satu
berada didepan jari-jari kaki yang lain. Lengan dilipat pada dada dan mata
kemudian ditutup. Normalnya orang mampu berdiri selama 30 detik atau lebih
ii. Tes Melangkah di tempat
Klien berjalan ditempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan seperti berjalan biasa. Sebelumnya klien diberitahu bahwa dia harus
berusaha agar tetap ditempat selama tes ini. Tes ini dianggap abnormal bila
kedudukan akhir penderita beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau
badan berputar lebih dari 30 derajat
g. Saraf IX dan X (Nervus Glosofarengeus dan Vagus)
Kedua nervus ini diperiksa berbarengan karena berhubungan erat satu sama lain. Cara
Pemeriksaan: klien diminta membuka mulut, dan menyebut “aaaa” perhatikan
palatum molle dan faring serata lihat apakah uvula ada ditengah atau miring. Selain
itu sewaktu penderita membuka mulut kita rangsang (tekan) dinding faring atau
pangkal lidah dengan tong spatel. Rangsangan tersebut akan membangkitkan reflek
muntah.
h. Saraf XI (Nervus Aksesorius)
Cara Pemeriksaan: tempatkan tangan kita diatas bahu penderita, kemudian penderita
disuruh mengangkat bahunya, dan kita tahan maka dapat kita nilai kekuatan ototnya.
Bandingkan otot yang kiri dan kanan
i. Saraf XII (Nervus Hipoglosus)
Cara Pemeriksaan:minta klien membuka mulut dan menjulurkan lidah, lalu minta
klien untuk menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya tekannya ini dengan
jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terjadi parese lidah bagian kiri,
lidah tidak dapat ditekankan kepipi sebelah kanan tetapi kesebelah kiri dapat.
4) Kekuatan Otot
Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5 (0 berarti lumpuh sama
sekali dan 5 normal). Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot/lumpuh total (0);
terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang
harus digerakkan oleh otot tersebut (1); ada gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya gravitasi (2), dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat (3); dapat
melawan gaya berat dan dapat mengatasi sedikit tahanan yang diberikan (4); tidak ada
kelumpuhan/normal (5).
Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik. Seperti:
perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.
2. CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark,
Catatan: mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan tersebut.
3. Lumbal pungsi: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli
srebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subsrakhnoid atau perdarahan intra cranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis sehubungan adanya proses inflamasi.
4. MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(MAV).
5. Ultrasonografi Dopler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem karotis,
aliran darah/ muncul plak, arterosklerotsis)
6. EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral; kalsifikasi dinding parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes.
St. Louis: Missouri Elsevier Saunders
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) 6th Edition. Philadelphia: Elsevier.
Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi. Terj. Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC.
Herdman, T, H., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions
& Classification, 2015–2017. (10th Ed). Oxford: Wiley Blackwel.
Moorhead, S., Johnson, M., Mar, M.L., Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC) 5th Edition. Philadelphia: Elsevier
Porth, Carol M. (2009). Pathopysiology – Concept of Altered Health States 8thed. Philadelphia :
Wolter Kluwer Health
Smeltzer, S. C et al., (2012), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing 12th.
Philadelphia: Lippincott
Lampiran.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Kolaborasi
Berikan oksigen Menurunkan hipoksia yang dapat
sesuai indikasi. menyebabkan vasodilatasi seebral dan
tekanan meningkat/terbentuknya edema.
(1) Dapat digunakan untuk
Berikan obat sesuai meningkatkan/memperbaiki aliran darah
indikasi : serebral dan selanjutnya dapat mencegah
o Antikoagulasi, pembekuan saat embolus/thrombus
seperti natrium merupakan faktor masalahnya.
warfarin Merupakan kontraindikasi pada pasien
(Coumadin); dengan hipertensi sebagai akibat dari
heparin, peningkatan resiko perdarahan.
antitrombosit (2) Penggunaan dengan hati-hati dalam
(ASA); dipiridamol perdarahan untuk mencegah lisis bekuan
(Persantine). yang terbentuk dan perdarahan berulang
o Antifibrolitik, yang serupa.
seperti asam (3) Hipertensi lama/kronis memerlukan
aminokaproid penangan yang hati-hati; sebab
(Amicar). penanganan yang berlebihan
o Antihipertensi meningkatkan resiko terjadinya perluasan
o Narkotik, seperti kerusakan jaringan. Hipertensi sementara
demerol/kodein. seringkali terjadi selama fase stroke akut
o Vasodilatasi perifer, dan penanggulangannya seringkali tanpa
seperti siklandelat intervensi terapeutik.
(Cyclospasmol); (4) Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi
papaverin kolateral atau menurunkan vasospasme.
(Pavabid/Vasospan); (5) Penggunaannya kontroversial dalam
isoksupresin mengendalikan edema serebral.
(Vasodilan). (6) Dapat digunakan untuk mengontrol
o Steroid, kejang dan/atau untuk aktivitas sedative.
deksametason Catatan: Fenobarbital memperkuat kerja
(Decadrone). dari antiepilepsi.
o Fenitoin (Dilantin), (7) Mencegah proses mengejan selama
fenobarbital. defekasi dan yang berhubungan dengan
o Pelunak feses. peningkatan TIK.
Persiapkan untuk Mungkin bermanfaat untuk mengatasi situasi.
pembedahan, Memberikan informasi tentang keefektifan
endarterektomi, bypass pengobatan/kadar terapeutik.
mikrovaskuler.
Pantau pemeriksan
laboratorium sesuai
indikasi, seperti masa
protrombin, kadar
Dilantin.
Gangguan mobilitas Klien mampu Mandiri
fisik berhubungan mempertahankan posisi Kaji kemampuan secara Dapat memberikan informasi mengenai
dengan gangguan optimal dari fungsi yang fungsional/luasnya pemulihan
neuromuskuler: dibuktikan dengan tak kerusakan awal dan
kelemahan. adanya kontraktur, dengan cara yang teratur
footdrop. Ubah posisi minimal Menurunkan risiko terjadinya iskemia
Klien mampu setiap 2 jam
mempertahankan/ Letakkan pada posisi Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
meningkatkan kekuatan telungkup satu atau dua fungsional
dan fungsi bagian tubuh kali sehari jika klien
yang terkena/ dapat mentoleransinya
kompensasi Mulai melakukan Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
Klien menunjukkan latihan rentang gerak sirkualsi, membantu mencegah kontraktur
tanda-tanda mampu aktif dan pasif pada
melakukan aktivitas semua ekstremitas saat
Klien mampu masuk.
mempertahankan Tempatkan bantal di Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
integritas kulit bawah aksila untuk
melakukan abduksi pada
tangan
Kolaborasi
Baerikan tempat tidur
khusus sesuai indikasi
Konsultasikan dengan
ahli fisioterapi secara
aktif
Berikan obat relaksasi
otot sesuai indikasi
Kerusakan Klien menunjukkan Mandiri
komunikasi verbal pemahaman tentang Kaji tipe/derajat Membantu menentukan daerah dan derajat
berhubungan dengan masalah komunikasi disfungsi kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan
kerusakan sirkulasi Klien dapat pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
serebral mengekspresikan komunikasi
kebutuhannya Minta pasien untuk Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
Klien menggunakan mengikuti perintah sensorik
sumber-sumber dengan sederhana seperti buka Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
tepat mata, tunjuk pintu motorik (klien mungkin mengenali tapi tidak
dengan kalimat yang mampu menyebutkannya)
sederhana Mengidentifikasi adanya disartria sesuai
Tunjukkan objek dan komponen motorik yang dapat mempengaruhi
minta pasien untuk artikulasi
menyebutkan nama Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
benda tersebut berdasarkan keadaan/ defisit yang mendasarinya
Minta pasien Menurunkan kebingunan dan ansietas selama
mengucapkan suara komunikasi
sederhana Nada suara yang tinggi memicu
Berikan metode ketidaknyamanan dan rasa marah
komunikasi alternatif Meningkatkan percakapan yang bermakna
seperti menulis di kertas Menentukan terapi yang tepat
atau gambar
Gunakan pertanyaan
terbuka dan kontak mata
Bicara dengan nada
normal dan hindari
percakapan yang cepat.
Berikan jarak waktu
untuk klien merespon
Diskusikan mengenai
hal-hal yang disenangi
dan dikenal pasien