Pembimbing:
disusun oleh
Citra Tanti
11-2016-373
1
Sindroma Ovarium Polikistik merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh
gangguan sistem endokrin pada wanita usia reproduksi yang ditandai dengan adanya
hiperandrogenisme dengan anovulasi kronik yang saling berhubungan dan tidak disertai dengan
kelainan pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis.
2
Jerawat/ acne terjadi akibat pengaruh androgen terhadap kelenjar sebaseus secara
langsung sehingga meningkatkan produksi sebum tetapi biasanya tidak ada peningkatan serum
androgen. Tetapi adanya jerawat ini masih bisa dijadikan sebagai indicator adanya
hiperandrogenisme pada 20-40% pasien tanpa adanya hirsutism dan siklus menstruasi yang tidak
teratur.
Alopecia merupakan salah satu manifestasi klinis yang dapat terlihat pada wanita dengan
sindroma ovarium polikistik. Tetapi manifestasi klinis ini bukan indicator yang baik untuk
menunjukkan adanya hiperandrogenism, kecuali pada wanita yang juga mengalami gangguan
siklus menstruasi.
3
Resiko Diabetes Mellitus dan Sindrom Metabolik pada Sindroma Ovarium Polikistik
Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah insulin. Adanya resistensi sel-
sel tubuh terhadap insulin menyebabkan organ tubuh tidak dapat menyimpan glukosa dalam
bentuk glikogen sehingga kadarnya meningkat di dalam darah.
Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan sebagai obesitas sentripetal, di
mana distribusi lemak ada di bagian sentral tubuh terutama di punggung dan paha. Wanita
dengan sindrom ini sangat mudah bertambah berat tubuhnya. Obesitas tipe ini berkaitan dengan
peningkatan risiko menderita hipertensi dan diabetes.
Penyebab resistensi insulin pada SOPK tidak semuanya dapat dipahami dengan baik.
Banyak mekanisme molekular yang dapat menjelaskan sumber dari resistensi insulin pada SOPK
yakni rendahnya kadar GLUT 4 yang berfungsi pada transportasi glukosa, berlebihnya fosforilasi
serin pada reseptor insulin yang akan menurunkan transduksi isyarat insulin serta deplesi dari
adenosine tingkat seluler. Penyebab hiperinsulinemia pada wanita SOPK masih belum diketahui,
dimungkinkan berhubungan dengan abnormalitas pada tingkat jalur informasi post reseptor
insulin dan/atau sekresi insulin yang abnormal. Hal ini dimungkinkan bahwa ketidaknormalan
metabolisme pada SOPK telah dimulai pada awal kehidupan, yaitu selama periode prenatal atau
prepubertal, dan pemaparan dini terhadap androgen selama masa pertumbuhan dimungkinkan
mempengaruhi distribusi lemak dan aktivitas insulin. Keterlibatan klinis pada pengamatan ini
adalah perempuan dengan SOPK cenderung mengalami resistensi insulin dan/atau
hiperinsulinemia, terutama pada mereka yang mengalami siklus anovulasi dan menderita
obesitas dengan penumpukan lemak sentral. Kriteria diagnosis untuk sindroma metabolik pada
wanita yang menderita SOPK telah diimplementasikan baru-baru ini. Definisi tersebut mencakup
tiga dari lima kriteria berikut: obesitas sentral, hipertrigliseridemia, kadar HDL yang rendah,
tekanan darah yang meningkat, dan hiperglikemia (ESHRE Consensus 2011).
Berbagai Kelainan metabolisme tersebut dikelompokkan secara bersama, memiliki
hubungan dengan resistensi insulin dan merupakan faktor risiko yang penting untuk terjadinya
penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2 di antara wanita dengan SOPK. Prevalensi
diabetes tipe 2 dilaporkan 3–4 % pada populasi umum, meningkat mencapai 10–18 % pada usia
tua. Beberapa kelompok dilakukan penilaian mengenai toleransi glukosa di antara wanita SOPK
dan semua risiko terjadinya diabetes tipe 2 ditemukan meningkat 3–7 kali. Angka prevalensi
intoleransi glukosa pada wanita SOPK jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan
4
dibandingkan dengan populasi acuan pada wanita yang sama umurnya: 31–35% terjadi gangguan
toleransi glukosa dan 7,5–10 % menderita diabetes tipe 2. Meskipun obesitas dan usia
merupakan hal penting dalam meningkatkan risiko, gangguan toleransi glukosa dan diabetes
sering terjadi bahkan pada wanita SOPK non-obese (masing-masing 10% dan 15%).
5
Endotelin 1 adalah marker untuk vaskular abnormal, di mana diyakini memberikan
kontribusi pada proses atherosklerotik. Insulin memiliki efek stimulasi pada endotelin 1 dan
dihipotesiskan bahwa antar endotelin 1 dengan resistensi insulin memainkan peranan penting
dalam perkembangan lesi atherosklerotik pada kondisi hiperinsulin. Endotelin 1 meningkat pada
pasien dengan atherosklerotik, diabetes dan obesitas. Endotelin 1 ditemukan meningkat pada
wanita dengan SOPK, yang memberi kesan adanya kerusakan vaskular dini. Peradangan kronis
menyebabkan disfungsi endotelial dan memfasilitasi awal dari proses atherosklerotik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peradangan tingkat rendah, yg tercermin
dengan peningkatan C- reactive protein(CRP) dan memberi pengaruh pada perkembangan
atherosklerotik. CRP tidak hanya sebagai pertanda inflamasi dari aterosklerotik tetapi juga
sebagai mediator pada penyakit ini karena memberikan peranan dalam patogenesis pembentukan
lesi yang berhubungan dengan endotelium, dan kemudian CRP dapat digunakan sebagai
pengukur fungsi endothelial. CRP secara mandiri dapat memprediksi diabetes tipe 2. Akan
tetapi, peranannya dalam inflamasi sebagai penyebab penyakit kardiovaskular dan penyakit
metabolik masih tetap diperdebatkan dan belum diterima secara keseluruhan.
6
Gangguan Status Mental pada Wanita dengan Sindroma Ovarium Polikistik