Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

Pitiriasis Rosea

Disusun oleh:

Citra Tanti

11-2016-373

Pembimbing: dr. Endang Soekmawati, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 14 Mei 2018 – 16 Juni 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah pitiriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun 1798
dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama pitiriasis
rosea yang berarti skuama berwarna merah muda (rosea).1,2
Pitiriasis rosea ialah penyakit eritropapuloskuamous jinak yang belum diketahui
penyebabnya, yang dimulai dengan sebuah lesi primer dengan karakteristik gambaran herald
patch berbentuk eritema dan skuama halus pada bagian punggung, perut dan dada. Dalam 1-2
minggu disusul oleh lesi yang lebih kecil dengan pola disribusi yang khas di badan, leher,
lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya sembuh dalam
waktu 6 minggu.2-4
Biasanya pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu
makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal dan lesi
dikulit. Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti pitiriasis rosea seperti
diantaranya dermatitis numularis dan sifilis sekunder. Insiden tertinggi pada usia antara 15-40
tahun. Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1,5 : 1.3-5
Diagnosis pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding pada kasus
pitiriasis rosea. Pitiriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena
itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif.5,6

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya. Dimulai
dari sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi
yang lebih kecil di badan, lengan, dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.1

2.2 Epidemiologi

Pitiriasis rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi yang dilaporkan
dari pusat dermatologi adalah 0,3-3 %. Prevalensi pitiriasis rosea pada laki-laki 0,13 % dan
pada wanita 0,14% per total penduduk dunia. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-
anak dan usia dewasa muda dengan rentang usia antara 15-40 tahun. Jarang terjadi pada bayi
dan orang lanjut usia. Pengaruh iklim memegang peranan pada penyakit ini, terbanyak pada
musim gugur dan musim semi, tetapi didaerah australia, india, dan malaysia sering terjadi
pada musim panas.6-9

2.3 Etiologi

Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran
infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus karena
merupakan penyakit self limiting disease yang umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8
minggu.9-13
Meskipun etiologi pitriasis rosea tidak jelas, namun ada beberapa faktor yang
menunjukan adanya penyebab infeksi. Pertama, wabah terjadi secara berjenjang, mewabah
dalam sekelompok orang lalu menyebar kemasyarakat. Kedua, kekambuhan pitiriasis rosea di
luar fase akut jarang terjadi,karena adanya kekebalan jangka panjang setelah infeksi. Ketiga,
sampai 69% pasien dengan pitiriasis rosea memiliki gejala prodromal sebelum munculnya
herald patch. Beberapa pasien dengan pitiriasis rosea juga menunjukkan peningkatan limfosit
B, penurunan limfosit T, dan kenaikan tingkat sedimentasi.9,10
Sementara ahli lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan
dengan timbulnya pitiriasis rosea, diantaranya:

3
 Faktor cuaca. Hal ini karena pitiriasis rosea lebih kerap ditemukan pada
musim semi dan musim gugur.
 Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat,
captopril, mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine,
isotretinoin, tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
 Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi,
dermatitis seboroik, acne vulgaris) dikarenakan pitiriasis rosea dijumpai
pada penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
acne vulgaris dan ketombe.8,10

Para ahli masih berbeda pendapat tentang fakotr-faktor penyebab timbulnya pitiriasis
rosea. Ada yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah diusulkan
sebagai penyebab erupsi. Watanabe dkk telah membuktikan apa yang menjadi anggapan atau
kepercayaan sejak dahulu bahwa pitiriasis rosea adalah suatu exanthem yang disebabkan oleh
virus, mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari “human herpes virus” (HHV 6 dan 7)
pada sel mononuklear dari lesi kulit, sekaligus juga mengidentifikasi virus dari contoh serum
pasien. Yang akhirnya diketahui bahwa virus ini didapatkan pada awal masa kanak-kanak
dan pada fase laten sebagai sel mononuklear, erupsi yang terjadi adalah reaksi sekunder yang
akhirnya menuju pada viremia.9
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga
berhubungan dengan timbulnya pitiriasis rosea, misalnya faktor penggunaan obat-obat
tertentu.

2.4 Manifestasi Klinis


Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan
munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau
gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea
didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran
pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya
lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink
salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.10,11

4
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother plaque/Medalion
seperti pada gambar 1 dibawah ini. Insidens munculnya herald patch dilaporkan sebanyak 12-
94%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya
herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk
melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan “Hanging curtain sign”.

Gambar 1. Herald Patch pada Pitriasis Rosea

Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan
mulai hilang, efloresensi lain baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun
kemunculan dan penyebaran efloresensi lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam
hingga sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak
berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Berwarna pink salmon (atau berupa
hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret dari
skuama di bagian tepinya. Umumnya ditemukan beberapa lesi berbentuk anular dengan
bagian tengahnya yang tampak lebih tenang.11,12
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana telah
mencapai puncaknya. Akan ditemukan lesi-lesi kecil pada kulit dalam stadium yang berbeda.
Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang setelah 2-4 minggu. Sumber
lainnya menyebutkan erupsi kulit akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.
Namun pada beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan. Lesi-lesi ini
muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar lipatan kulit. Tampilannya
tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree appearance) seperti pada
gambar 2 dibawah ini.

5
Gambar 2. Inverted Christmas Tree Appearnce

Hal ini membingungkan karena susunan lesi yang muncul membentuk garis yang
mengarah ke bawah dari columna vertebra bila dilihat dari belakang, namun jika dilihat dari
depan maka garisnya mengarah ke atas dari sentral abdomen. Hal ini nampak tidak sesuai
jika kita bandingkan dengan arsitektur dari pohon natal sebenarnya. Tapi bagaimanapun,
terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak
diragukan lagi herald patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.12-14
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul
berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun sesekali
bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, pangkal paha, atau aksila. Pada daerah ini
lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung, dengan tepi yang tidak rata
sehingga sangat mirip dengan tinea korporis. Gatal ringan sampai sedang terjadi pada 75%
penderita dan gatal berat pada 25% penderita. Gatal akan lebih terasa saat kulit dalam
keadaan basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat.11,14
Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak khas, dan
penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan lesi utama berupa
herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak kaki, wajah dan genitalia.
Sebagai tambahan, multiple herald patch ditemukan pada 5,5% kasus.3,15
Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak khas, contohnya ruam kulit bisa
dikelilingi oleh vesikel-vesikel. Variasi pitiriasis rosea antara lain sebagai berikut :
1. Pitriasis rosea inversa : lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal
ekstremitas, daerah fleksor seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang
terdapat di tubuh.Umumnya terjadi pada anak-anak.13,14

6
Gambar 3. Pitiriasis Rosea Inversa

2. Pitiriasis rosea unilateralis : lesinya tidak melewati garis median tubuh. 13,14

Gambar 4. Pitiriasis Rosea Unilateralis

3. Pitiriasis rosea giganta : ditemukan papul-papul atau plak yang besar.13,14


4. Pitiriasis circinata et marginata of Vidal : bila plak-plak yang besar bergabung
menjadi satu. 13,14
5. Pitiriasis rosea irritate : varian dengan lesi berupa makula dengan predileksi
tempat yang tidak khas(pergelangan tangan dan kaki), yang makin lama
mengalami perubahandermatologi akibat iritasi berat atau keringat yang
berlebih. Dapat menyerupai psoriasis gutata. 13,14
6. Papular pitiriasis rosea : umum ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun
(toddler). Terutama pada anak berkulit gelap keturunan Afrika dan wanita
hamil. Warna makula bisa terlihat lebih gelap dibanding kulit sekitarnya.
Predileksi tempatnya sama seperti bentuk umumnya atau dapat juga pada
daerah lipatan.13,14
7. Vesicular pitiriasis rosea : lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda. Menyerupai infeksi varisela.13,14

7
8. Purpuric pitiriasis rosea : hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan
dewasa sama banyak. Secara histopatologi terdapat perbedaan pada
ekstravasasi eritrosit ke stratum papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.
Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjang langer line
pada leher, tubuh dan ekstremitas proksimal. Lesinya mungkin dengan skuama
yang lebih sedikit atau didominasi oleh pustule atau purpura. Cenderung
meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi postinflamasisetelah sembuh,
terutama pada orang-orang yang memiliki banyak pigmen.13,14
9. Urticarial pitiriasis rosea : varian yang jarang ditemukan dimana menyerupai
urtikaria akut.13,14

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Sebuah spesimen biopsi dapan membantu untuk konfirmasi diagnosis walaupun tidak
memberikan gambaran spesifik, terutama dalam kasus-kasus atipik. Pemeriksaan biopsi
menunjukan adanya dermatitis perivaskular pada permukaaan. Juga terdapat parakeratosis
fokal dalam gundukan yang menyebar, hiperplasia dan spongiosis variabel (fokal) pada
epidermis. Epidermis dapat menunjukan ekskositosis limfosit,akantosis ringan dan lapisan
granular yang menipis sampai tidak ada. Dalam dermis, ekstravasasi sel darah merah adalah
temuan yang bermakna bersaman dengan infiltrate perivaskular dari limfosit, histiosit,
maupun eosinofil.14
Herald patch memiliki tampilan yang sama, namun memiliki infiltrat yang lebih
dalam dan akantosis lebih karena kronisitasnya. variasi sel diskeratorik di epidermis dengan
gambaran eosinofil homogen, multinuclear giant cell, dan disfungsi fokal akantolitik telah
diamati.penampakan ini mungkin mirip penampakan anular sentrifugum, psoriasis gutata,
eritema superfisial dan small plaque parapsoriasis. Dapat pula ditemukan oedema daripada
dermis dan proses homogenisasi dari kolagen.14
Karena lesi pada ptiriasis rosea sangat mirip dengan ruam sifilis sekunder, tes VDRL
sering diperlukan. Tes Rapid Plasma Reagen (RPR) atau tes VDRL (Veneral Disease of
Research Laboratorium) harus dilakukan pada individu yang sesuai. Harus disadari adanya
fenomena prozone yang terlihat pada sifilis sekunder dan perlunya titrasi tes RPR. Selain itu
juga diperlukan tes untuk mengetahui adanya HIV pada pasien tersebut. Tes laboratorium
lainnya biasanya menunjukan hasil yang normal sehingga hasilnya tidak begitu membantu.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya sifilis.12-14

8
Pada pemeriksaan mikroskopis dar preparat kalium hidroksida tidak menunjukan
adanya elemen jamur. Seringkali tes KOH dilakukan untuk menyingkirkan kurap (tinea
korporis).13,15

2.6 Diagnosis
Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi kulit
pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai
gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa didiapatkan. Pada
pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada
pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria di bawah ini:11,15
 Makula berbentuk oval atau sirkuler.
 Skuama menutupi hampir semua lesi.
 Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.
Sifilis stadium II gejalanya menyerupai pitiriasis rosea, harus dipikirkan kemungkinan
sifilis stadium II jika pasien masih aktif berhubungan seksual dan tidak didapatkannya
gambaran yang khas dari pitiriasis rosea. Untuk membedakannya perlu dilakukan
pemeriksaan serologis terhadap sifilis, Biopsi kulit juga mungkin bermanfaat. Evaluasi yang
tepat meliputi uji floresen antibodi langsung dari eksudat lesi, uji VDRL, atau dengan
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap.2,15

2.7 Diagnosis Banding


1. Sifilis Sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh treponema pallidum merupakan
lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre. Gejala
klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya nonpurpura, makula, papul,
pustul atau kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul
disebut makula sifilitika. Perbedaannya dengan pitiriasis rosea adalah sifilis memiliki
riwayat primary chancre(makula eritem yang berkembang menjadi papul dan pecah
sehingga mengalami ulserasi di tengah), tidak ada herald patch, limfadenopati, lesi
melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).1,3,4

9
2. Tinea Korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit trichophyton rubrum pada
daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eritema
yang berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah.
Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi,
plak tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada
pemeriksaan KOH 10%.15

3. Dermatitis Numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada orang dewasa yang ditandai
dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan dapat ditutupi oleh
krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan
Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval,
papul berukuran milier dan didominasi vesikel serta tidak berskuama.15

4. Psoriasis Gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus bagian
superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan pitiriasis rosea adalah
pada psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan garis kulit, skuama
tebal.10,15

2.8 Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
asimptomatik. Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:
 Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam tubuhnya,
penyakit ini tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang kembali.
 Colloidal bath. Satu bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak
mandi atau ember besar yang berisi 6-8 inci air hangat. Pasien diminta untuk
mandi selama 10-15 menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas
sebisanya untuk mengurangi rasa gatal yang ada.
 Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari
 Padalesi kulit.
 Antihistamin jika ada keluhan gatal.

10
 Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun
tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.14,15
Jika disertai dengan gatal hebat:
 Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4x1 tablet
selama 3 hari, kemudian 3x1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet setiap
pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
 Eritromisin 250 mg, diberikan 2xsehari selama 2 minggu, telah dicoba oleh
beberapa penulis.11
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali sehari
pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk anak-anak, dalam
waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya telah hilang. Dapson yang
diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan pitiriasis vesicular berat, dimulai
dengan dosis 100mg sebanyak 2x sehari. Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40mg i.m.
atau prednison 15- 40 mg peroral mungkin dapat mengurangi penyebaran ruam yang meluas
dengan cepat atau pada kasus yang berat.11
Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis rosea,
pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan tetapi asiklovir
yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak efektif terhadap HHV-6
dan HHV-7. Gancyclovir lah yang efektif HHV-6 dan HHV-7, namun harganya mahal dan
efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu untuk saat ini, pengobatan dengan anti virus
herpes yang ada tidak dibenarkan. Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak
memberikan dampak apa-apa.13
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat mengurangi
pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient dapat disarankan kepada
pasien.1
Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya.
Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada. Satu-satunya efek
samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun
risiko terjadinya hiperpigmentasi post infeksi dapat meningkat dengan terapi ini.15
Edukasi pasien
 Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang dan
apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan hatinya

11
dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya
dan tidak bersifat menular.
 Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap ada
setelah 3 bulan lebih dari reevaluasi dan akan bijaksana jika dipikirkan adanya
diagnosa lain.14

2.9 Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang serius yang terjadi pada pasien dengan pitiriasis rosea.
Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan eksema dan infeksi
sekunder akibat garukan. Edukasi sangat penting pada pasien-pasien ini bahwa tidak ada
komplikasi serius yang akan terjadi.

2.10 Prognosis
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illness yang akan
menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu Namun pada beberapa kasus dapat juga
bertahan hingga 3-5 bulan. Dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. Relaps dan rekuren
jarang ditemukan.14

12
BAB III

PENUTUP

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan dermatosis
papuloeritroskuamosa, sifatnya akut, self limiting disease, tidak menular. Etiologinya masih
belum diketahui, namun partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis
rosea. Lesi primernya berupa soliter makula eritem atau papul eritem. Lesi primer ini disebut
sebagai herald patch / mother plaque / medallion. Predileksi tempat yang paling banyak
ditemukan yaitu pada batang tubuh, lengan atas dan paha atas. Pitiriasis rosea memiliki
berbagai macam varian, dapat dibedakan berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi
yang dominan, contohnya pitiriasis rosea inversa,giganta, irritate, vesicular, papular dan lain
sebagainya. Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea. Diagnosa
pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002: 180-1
2. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi II. Jakarta; ECG;
2004.p.100-3
3. Rassner, steinert. Buku Ajar dan Atlas Dermatologi. Edisi keempat. Jakarta :
EGC,1995:153-4
4. Wolff K., johnson R.A. pityriasis Rosea in fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology.sixth edition.New York : Mc Graw Hill, 2009 : 118-9
5. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W.I.,Setiowulan W., editor. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 :120-1.
6. Allen R.A., Schwartz A.R.Pityriasis Rosea.available at
http://emedicine.medscape.com/article/.accesses on 22 May 2018.
7. Stulberg L.D, Wolfey J. Pityriasis Rosea. Available at
http://aafp.org/afp2004/0101/p87.html. accessed on 22 May 2018.
8. Montemayor M.M. Pityriasis Rosea.available at
http://www.doctorsofusc.com/condition/document/96735. accessed on 22 May
2018.
9. Bandyopadhyay D. Pityriasis Rosea. Available at
http://dermind.tripod.com/pr.htm. accessed on 22 May 2018.
10. Vorvick L., Zieve D. Pityriasis Rosea. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/. Accessed on 22 May 2018.
11. Brown R.G.,Burns T. Lecture Notes on Dermatology. Edisi kedelapan. Jakarta :
Erlangga,2005 :158-9
12. Schalock P.C.Pityriasis Rosea. Available at
http://www.merck.com.mmhe/sec18/ch203/ch203j.htm.accessed on 22 May 2018.
13. Schaumburg. Pityriasis Rosea. Available at
http://www.aad.org/piblic/publications/pamphlets/common_pityriasis.html.
Accessed on 22 May 2018.

14
14. Brannon H. Pityriasis. Available at
http://dermatology.about.com/od/infectionvirus/a/pityr_rosea.html. accessed on 22
May 2018.
15. Sterling J.C. Viral infections. Dalam: Roook’s textbook of dermatology. Edisi
ketujuh. 2004; 79-82.

15

Anda mungkin juga menyukai