PENDAHULUAN
1
Salah satu proses yang sangat efektif untuk menghilangkan pewarna metilen
biru dari limbah buangan industri adalah dengan proses adsorpsi. Proses adsorpsi ini
sering dilakukan untuk menghilangkan zat warna berbahaya dari air limbah buangan
industri dengan menggunakan adsorben yang cocok karena memiliki banyak
kelebihan dari proses lainnya seperti memiliki efisiensi penyerapan yang tinggi,
proses operasi yang mudah, regenerasinya mudah, stabilitas mekanik yang baik dan
biaya yang rendah. Adsorben yang pernah digunakan adalah arang aktif, silika
(Karnib et al., 2014), cangkang telur, kerang (Ahmad et al., 2010), dan khitosan
(Mohammad et al., 2015).
Khitosan merupakan salah satu polimer alami yang dapat terdegradasi sebagai
bahan adsorben untuk menghilangkan metilen biru. Khitosan memiliki sifat kimia
yang lemah karena khitosan mudah larut dalam asam organik encer seperti asam
format, asam asetat, asam propionat dan asam laktat. Kelemahan dari sifat khitosan
ini dapat diperbaiki dengan adanya ikat silang pada rantai polimer khitosan dengan
menggunakan agen pengikat silang seperti epiklorohidrin. Selain itu, kelemahan
khitosan tersebut juga dapat diatasi dengan modifikasi khitosan seperti khitosan
sulfonat. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi penyerapan pada khitosan karena
adanya gugus sulfonik. Untuk memisahkan khitosan yang telah digunakan dalam
proses adsorpsi pada medium reaksi, maka khitosan harus memiliki sifat magnetik
dengan cara menginterkalasikan Fe3O4 dalam pasir besi pada khitosan . Sehingga
khitosan mudah untuk dipisahkan dari sampel (Jayasantha et al., 2017).
Penelitian sebelumnya (Zhao et al., 2016), telah melakukan penelitian untuk
membuat adsorben khitosan magnetik yang dapat didaur ulang dan dapat diregenerasi
untuk menyerap metilen biru dari lapisan nanopartikel polietilenemin magnetik
dengan khitosan sulfonat yang diinterkalisasikan dengan Fe3O4 dan selanjutnya diikat
silang dengan glutaraldehid. Fe3O4 disini merupakan Fe3O4 komersial, sedangkan
Fe3O4 dapat juga ditemukan pada pasir besi yang keberadaannya sangat melimpah di
Indonesia khususnya di Aceh. Beberapa pantai di Aceh yang memiliki pasir besi yang
berlimpah yaitu pantai Syiah kuala (Jalil et al., 2016), pantai Anoe Hitam, pantai
2
keneke, pantai Beungkah, pantai Dakota, pantai Lerhob, pantai Monklayu, dan pantai
Ceurapi (Zulkarnain, 2000).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukannya penelitian untuk
membuat suatu adsorben magnetik yang digunakan dalam proses adsorpsi zat warna
metilen biru. Agar memperoleh adsorben magnetik yang stabil maka khitosan
disulfonasi terlebih dahulu untuk menghasilkan gugus sulfonik dengan menambahkan
HSO3Cl/dimetilformamida, kemudian diinterkalasikan dengan pasir besi yang
diperoleh dari pantai syiah kuala dan diikat silang dengan epiklorohidrin, sehingga
akan diperoleh komposit khitosan magnetik tersulfonasi sebagai adsorben metilen
biru. Pada penelitian ini akan dilakukan variasi komposisi dari
HSO3Cl/dimetilformamida, dan pasir besi agar diperoleh komposisi optimum serta
dilakukan variasi waktu kontak, konsentrasi metilen biru dan pH pada proses adsorpsi
metilen biru.
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Komposit merupakan material yang tersusun dari dua campuran atau lebih
material dengan sifat kimia dan fisika yang berbeda serta menghasilkan sebuah
material baru yang memiliki sifat berbeda dengan material penyusunnya (Kartika
dkk., 2014). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit
antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan
wetting agent (Haldorai and Shim, 2014).
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang
sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa yunani poly, yang berarti “banyak”, dan
mer yang berarti “bagian”. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan
polimer. Polimer dihubungkan dengan molekul besar atau suatu makromolekul yang
strukturnya bergantung pada monomer atau monomer monomer yang dipakai dalam
preparasi (Stevens, 2007).
Komposit polimer adalah campuran secara fisika antara dua atau lebih
molekul polimer yang berbeda (kopolimer). Kelemahan pada material polimer dapat
diatasi dengan memilih bahan clay yang sesuai dan ditambahkan ke dalam polimer
dasarnya (Tirtom et al., 2012), maka dapat juga disebut dengan komposit polimer.
Penambahan agen pengikat silang dapat mempengaruhi sifat mekanik komposit
polimer tersebut (Emami et al., 2013).
2.2. Khitosan
6
Gambar 2.1. Struktur khitosan
Khitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat,
dan asam sitrat (Victor M et al., 2016). Khitosan sangat banyak diaplikasikan
diberbagai bidang karna sifatnya yang biodegradable, diantaranya dalam bidang
industri, bidang pertanian dan pangan, serta bidang kedokteran (Raafat, 2008).
Kereaktifan khitosan disebabkan oleh adanya gugus amino yang bersifat sebagai
nukleofilik kuat dan sekaligus bersifat polielektrolit, maka khitosan digolongkan
sebagai Highly functional biopolymer polielektrolit. Gugus fungsional –OH dan –
NH2 pada khitosan memungkinkan dilakukan berbagai modifikasi kimia untuk
aplikasi tertentu. Modifikasi khitosan secara kimia menghasilkan derivat-derivat
khitosan, yaitu: O-Alkil khitosan, O-Dietil Posfat Khitosan, N-3,5-Dietilamino
Benzoil Khitosan, N-Asetil Khitosan, N-Alkil Khitosan, Khitosan Asetat, Khitosan
Palmitat, Basa Schiff, Khitosan Nitrat, N-Stearoil Khitosan, N-Ftaloly Khitosan, dan
Khitosan Sulfat (Riniati, 2013).
Modifikasi khitosan diperlukan untuk meningkatkan kinerja adsorpsinya.
Salah satu caranya adalah dengan pembentukan beads yang akan mempengaruhi
kemampuan kinerja khitosan sebagai adsorben. Dalam bentuk beads, khitosan akan
memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dan mempercepat kinetikanya
dibandingkan dengan khitosan yang berbentuk flake serta mempermudah
penyaringan (Sabaruddin dkk., 2012).
7
2.3. Pasir Besi
Pasir merupakan bahan alam yang tersedia sangat melimpah di Indonesia.
Selama ini pasir hanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, padahal pasir banyak
mengandung mineral berharga yang mengandung unsur besi, titanium dan unsur
lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk bahan industri (Afdal and Niarti, 2012). Salah
satu jenis pasir mineral yang telah dikenal adalah pasir hitam pesisir pantai, biasanya
disebut dengan "pasir besi" karena punya sifat seperti besi yang bila didekati magnet
maka akan tertarik. Pasir besi hingga saat ini hanya digunakan sebagai bahan
pendukung pada pembangunan fisik seperti gedung, jembatan, perumahan, dan jalan
raya. Menurut (Zulkarnain, 2000) pasir besi mengandung bahan magnet yang
merupakan material yang dapat diaplikasikan untuk pengembangan industri otomotif,
elektronika, komputasi sampai peralatan rumah tangga. Pasir besi juga sebagai salah
satu bahan baku utama dalam industri baja dan industri alat berat (Bilalodin, 2010).
Pasir besi merupakan bijih inconvensional yang menjadi salah satu tumpuan
harapan Indonesia untuk pengembangan industri besi baja dan material lainnya. Dinas
Pertambangan dan Energi Aceh menempatkan mineral emas, tembaga, molibdenit,
bijih besi dan pasir besi sebagai komoditi bahan galian unggulan Aceh. Khususnya
mineral pasir besi, termasuk bahan galian golongan B (galian vital) berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 tentang penggolongan bahan galian (Jalil et
al., 2016). Penyebaran pasir besi di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera, Jawa dan
sulawesi dan produksinya sedang meningkat dari 308.497 ton pada tahun 1992
menjadi 487.354 ton pacta tahun 1997 atau terjadi kenaikan sekitar 8,35% per tahun
(Zulkarnain, 2000).
Pasir besi (Fe3O4) berukuran nano memiliki sifat ferimagnetik memiliki
peluang aplikasi yang luas. Pengaplikasian pasir besi (Fe3O4) yang berukuran partikel
nano merupakan alternatif yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industri di bidang elektronik yang dalam perkembangan dan kebutuhannya kian
meningkat. Fe3O4 berukuran nano memiliki aplikasi pada bidang industri seperti;
keramik, katalis, energi storage, magnetik data storage, ferofluida, maupun dalam
diagnosis medis (Sholihah, 2010). Salah satu cara mengisolasi pasir besi dari pasir
8
yang masih bercampur dalam zat lain selain Fe3O4 yaitu dengan cara dipisahkan
menggunakan metode ekstraksi dengan magnet permanen
Gambar 2.2. Proses ekstraksi mineral magnetik dari pasir besi dengan menggunakan
magnet permanen (Bilalodin, 2010).
Struktur magnetik terdiri dari dua magnetik sublatis (disebut A dan B) yang
dipisahkan oleh oksigen. Pertukaran interaksi dimediasi oleh anion oksigen. Ketika
ini terjadi, interaksi tersebut disebut interaksi tidak langsung atau superexchange.
Krista magnetik Fe3O4 dengan struktur spinel dapat dilihat dari Gambar 2.3 . Struktur
tetrahedral: ion Fe dikelilingi oleh empat oksigen. Struktur oktahedral: ion Fe
dikelilingi oleh enam ion Oksigen
Perubahan ekstrim yang menyertai ikat silang yaitu, jika sebelumnya bersifat
dapat larut, maka polimer yang terikat silang akan tidak dapat larut lagi (kecuali
polimer ikat silang ion), polimer ikat silang kovalen juga kehilangan sifat-sifat
alirnya. Mungkin mengalami deformasi tetapi deformasi tersebut akan bersifat dapat
balik artinya polimer tersebut dapat memperlihatkan sifat-sifat elastik, namun polimer
ikat silang ion akan mengalir pada suhu tinggi. Pada polimer ikat silang kita juga
dapat mengukur rapat ikat silang, dimana makin tinggi rapat ikat silang maka polimer
yang bersangkutan makin keras. Rapat ikat silang yang semakin tinggi akan
mengakibatkan sifat magnetik polimer menjadi rapuh karena ikat silang mengurangi
gerak segmen maka pengikat silang sering dikerjakan untuk menaikkan suhu transisi
gelas (Stevens, 2007).
10
maka sifat-sifat mekanik dari larutan polimer-polimer Kristal menjadi polimer yang
bersifat amorf (Stevens, 2007).
2.5. Epiklorohidrin
Epiklorohidrin adalah salah satu jenis agen pengikat silang yang mampu
untuk meningkatkan kapasitas maupun kemampuan suatu polimer dalam proses
adsorpsi. Hal ini dikarenakan penambahan epiklorohidrin ini dapat meningkatkan
stabilitas kimianya dalam suasana asam serta membentuk pori khitosan yang lebih
besar sehingga menyebabkan kemampuan adsorpsinya semakin besar (Nisfayati,
2017). Epiklorohidrin merupakan senyawa epoksidan dan senyawa epoklorin.
Epiklorohidrin tidak berwarna tetapi berbau menyengat dan larut dengan beberapa
pelarut organik polar. Epiklorohidrin banyak digunakan dalam produksi gliserol,
plastik, lem epoksi, resin, dan elastomer (Udoetok et al. 2016). Skema reaksi khitosan
berikatan silang epiklorohidrin dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Skema reaksi khitosan berikatan silang epiklorohidrin (Laus et al. 2010)
11
Proses ikat silang dapat meningkatkan stabilitas kimia maupun fisika pada
polimer khitosan. Pada pH basa, reaksi ikat silang antara khitosan dan epiklorohidrin
terjadi pada gugus –OH khitosan yang akan berikatan dengan epiklorohidrin (Amma
et al. 2017). Epiklorohidrin adalah senyawa organoklorin dan epoksida, banyak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan epoksi, penoksi, resin-resin, dan agen
pegikat silang. Epiklorohidrin juga digunakan sebagai stabilizer pada senyawa-
senyawa yang mengandung klorin dan gugus –OH seperti karet, pestisida, dan
khitosan. Secara konvensional, epiklorohidrin disintesa dengan dehidroklorinasi alil
klorida, yang diperoleh dengan klorinasi propilen pada suhu tinggi. Namun, metode
ini memiliki kekurangan yaitu pembentukan hasil samping klorin dalam jumlah besar
dan konsumsi energi yang tinggi karena reaksi berlangsung pada suhu tinggi
(Herliati, 2017). Sintesis epiklorohidrin dari gliserol melalui dua tahap reaksi yang
diskemakan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Skema sintesa epiklorohidrin melalui jalur alil klorida dan jalur
dikloropropanol (Herliati, 2017).
2.6. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben
yang disebabkan oleh interaksi kimia, gaya tarik menarik antara molekul ataupun
12
disebabkan oleh medan gaya pada permukaan padatan yang disebut adsorben yang
menarik molekul-molekul gas, uap atau cairan. Dalam proses adsorpsi ada beberapa
istilah penting yaitu adsorbat dan adsorben. Adsorbat merupakan suatu atom, ionik
atau molekul padat, cair dan gas sedangkan adsorben merupakan penyerap adsorbat
(Monk, 2004 ). Pada proses adsorpsi terdapat beberapa gaya intermolekul yang sangat
menentukan jenis adsorpsi yang berlangsung yaitu, gaya van der waals, gaya
hidrofob, ikatan hidrogen, gaya elektrostatik, dan ikatan kovalen (Maharmani et al.,
2003).
Proses Adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimia maupun
secara fisika. Adsorpsi kimia dan fisika dibedakan oleh energi adsopsinya dan
ketebalan lapis adsorben (Adamson, 1990). Adsorpsi secara kimia diikuti dengan
perubahan kalor adsorpsi yang besar. Adsorpsi secara kimia berlangsung secara
irreversibel yang terjadi dengan adanya pembentukan ikatan kimia. Ikatan yang
terbentuk ini sulit untuk kembali lagi karena telah terbentuk senyawa yang baru.
Sedangkan pada adsorpsi secara fisika bersifat reversible yaitu antara adsorben dan
adsorbatnya mengalami interaksi yang lemah. Pada adsorpsi secara fisika ini gaya
tarik-menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorbennya mengalami gaya van
der waals sehingga cenderung lemah (Atkins, 1999).
Proses adsorpsi cenderung diikuti dengan pengamatan isoterm adsorpsi yaitu
banyaknya zat yang teradsorpsi per gram zat padat yang dialurkan terhadap tekanan
akhir fasa ruah pada temperatur tetap. Apabila sistem yang diteliti adalah sistem
padat-cair, maka grafik yang harus terjadi adalah banyaknya zat yang teradsorpsi per
gram zat padat terhadap konsentrasi akhir dari fasa ruah pada temperatur tetap (Ismail
et al., 2013). Isoterm adsorpsi ini merupakan hubungan antara banyaknya zat yang
dapat teradsopsi dengan suhu dan konsentrasi yang dapat dinyatakan dengan grafik
(Day dan Underwood, 1998). Isoterm adsorpsi juga menggambarkan hubungan
antara adsorbat dan adsorben dalam proses adsorpsi ketika mencapai kesetimbangan.
Parameter persamaan dan asumsi termodinamika yang mendasari model
keseimbangan ini sering memberikan beberapa wawasan pada kedua mekanisme
penyerapan dan sifat permukaan dan afinitas adsorben (Calagui et al. 2014). Pada
13
isoterm adsorpsi terdapat tiga pola yaitu, isoterm adsorpsi Freundlich, Langmuir, dan
BET (Brunauer, Emmet dan Teller). Akan tetapi, umumnya pada adsorpsi molekul
atau ion pada permukaan padatan terbatas pada lapisan satu molekul maka adsorpsi
tersebut mengikuti persamaan adsorpsi Freundlich dan Langmuir (Handayani, 2009).
2.6.1. Persamaan Freundlich
Adsorpsi zat terlarut dari suatu larutan pada padatan adsorben merupakan hal
yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain peghilangan warna larutan
dan proses pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Menurut
Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut pergram adsorben dan c adalah konsentrasi
zat terlarut dalam larutan. Dari konsep tersebut dapat diturunkan persamaan sebagai
berikut
Xm/m = K.Ce1/n
Log ( Xm / m ) = log k + 1 /n . log Ce ………(1)
Keterangan :
Xm = berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorben
Ce = konsentrasi zat
14
2.6.2. Persamaan Langmuir
Menurut Langmuir, isoterm adsorpsi menggunakan model sederhana berupa
padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya. Isoterm adsorpsi Langmuir ini
mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan
tunggal adsorbat di permukaan adsorben. Dimana persamaan Langmuir dituliskan
sebagai berikut
𝑎. 𝐶
Xm / m = 1+𝑏.𝑐
16
Limbah zat warna ini memiliki sifat non biodegradable karena mengandung
senyawa kompleks aromatik dan senyawa organik yang sulit diuraikan oleh mikroba
sekalipun. Selain itu zat warna bersifat karsinogen dan dapat menyebabkan kanker.
Berdasarkan data dari lingkungan hidup didapatkan bahwa disekitar limbah tekstil
banyak terjangkit penyakit kulit dan timbul nanah selain itu juga dapat menghambat
pertumbuhan tanaman (Sari dan Widiastuti 2010).
A = absorbans
𝐼0 = intensitas berkas cahaya rujukan
20
𝐼 = intensitas berkas cahaya ( absorbans senyawa pada panjang gelombang tertentu
akan bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi )
Kepekatan sampel dan panjangnya sel sampel dapat didefinisikan sebagai berikut:
𝐴
𝜀= ………(5)
𝑐𝑙
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
22
Bahan-bahan yang digunakan adalah khitosan, asam asetat, ammonia, HCl,
HSO3Cl, NAOH, H2SO4 dan dimetilformamida (DMF). Aquades, metilen biru,
epiklorohidrin, dan pasir besi yang diambil dari pantai Syiah kuala.
23
Tabel 3.2. Komposisi khitosan, HSO3Cl, dimetilformamida, pasir besi serta waktu
Kontak sulfonasi khitosan.
24
dilakukan di laboratorium FMIPA Institut Teknologi Bandung dengan pembesaran
fokus diatur 500x sampai 5000x pada 15 kV. Sampel ditempatkan pada set holder
dengan perekat ganda, dan dilapisi dengan logam emas atau palladium dalam
keadaan vakum. Kemudian sampel dimasukan dalam tempat sampel di dalam SEM.
c. X-Ray Diffraction (XRD)
Analisa menggunakan XRD (Merk Pan Analytical, Exprert Pro) pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat kristalin dari komposit khitosan
magnetik tersulfonasi. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA
UNSYIAH. Sampel disinari sinar X dengan sudut 2θ menggunakan radiasi Cu pada
40 kV dan 30 mA.
25
0,1 gram adsorben khitosan magnetik tersulfonasi dimasukan ke dalam 15 mL
larutan metilen biru 50 ppm pada erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya diaduk
menggunakan shaker dengan variasi waktu kontak yaitu 5 menit, 10 menit, 15 menit,
20 menit, 25 menit, dan 30 menit pada kecepatan 250 rpm. Kemudian dipisahkan
adsorben dengan menggunakan magnet permanen dan filtrat yang dihasilkan diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang
maksimum.
b. Penentuan pH optimum
0,1 gram adsorben khitosan magnetik tersulfonasi dimasukan ke dalam 15 mL
larutan metilen biru 50 ppm pada erlenmeyer 250 mL. Larutan metilen biru diatur
pH masing-masing sebesar 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 dengan menambahkan HCl dan
NAOH. Kemudian campuran diaduk menggunakan shaker dengan kecepatan 250
rpm pada waktu kontak optimum. Selanjutnya dipisahkan adsorben menggunakan
magnet permanen dan diukur absorbansi metilen biru menggunakan UV-Vis pada
panjang gelombang maksimum.
c. Penentuan kapasitas serapan maksimum (qmax)
0,1 gram adsorben khitosan magnetik tersulfonasi dimasukan ke dalam 15 mL
larutan metilen biru pada erlenmeyer 250 mL dengan konsentrasi metilen biru
masing-masing 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm dengan parameter
lain yang sama. Selanjutnya diaduk menggunakan shaker dengan kecepatan 250 rpm
dan dipisahkan adsorbennya menggunakan magnet permanen serta diukur absorbansi
filtrat yang dihasilkan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum. Ditentukan nilai qmaks dengan menggunakan persamaan
Langmuir.
d. Uji Regenerasi
Adsorben yang telah digunakan pada proses adsorpsi metilen biru dimasukan
ke dalam larutan H2SO4 3 M selama 90 menit kemudian dicuci menggunakan
aquades sampai netral. Selanjutnya dikeringkan dan digunakan adsorben tersebut
untuk proses adsorpsi kembali.
26
3.5. Rincian Biaya Penelitian
Tabel 3.3. Perincian dana penelitian
No Jenis Pengeluaran Unit Harga Satuan Harga Total
(Rp) (Rp)
1 Administrasi
Log Book 2 Buah 15.000 30.000
Cetak Skripsi 8 Rangkap 35.000 280.000
2 Bahan dan Peralatan
NaOH 100 gram 464 46.400
HCl 1 Liter 332.000 332.000
Asam Asetat 1 Liter 388.000 388.000
Aquades 50 Liter 3.000 150.000
Kertas Saring 5 Lembar 15.000 75.000
Khitosan 100 gram 8000 800.000
Ammonium 1 Liter 216.000 216.000
Magnet Batang 3 Buah 30.000 90.000
Metilen Biru 3 gram 62.500 187.000
Epiklorohidrin 250 mL 1.350 336.800
H2SO4 500 mL 1.700 827.500
Dimetilformamida 500 mL 2.210 1.105.000
3 Operasional Penelitian
Uji SEM 3x 250.000 750.000
Uji FT-IR 3x 75.000 225.000
Uji XRD 3x 200.000 600.000
Total Biaya (Rp) 6.438.700
27
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A.W. 1990. Physical Chemistry of Surface. John Wiley and sons, New
York.
Alauhdin, M. 2014. Sintesis dan Modifikasi Lapis Tipis Khitosan-Tripolifosfat.
Jurnal MIPA. 37(1) : 46-52.
Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika edisi kedua. Terjemahan dari Physical Chemistry,
Oleh Kartahadiprojo Irma I. Erlangga, Jakarta.
Afdal, and Lusi Niarti. 2012. “Karakterisasi Sifat Magnet Dan Kandungan Mineral
Pasir Besi Sungai Batang Kuranji Padang Sumatera Barat.” Jurnal Ilmu Fisika
(JIF) 4 (1): 24–30.
Ahmad M., Usman A. R. A., Lee S.S., Kim S.C., Joo J. H., 2010. Eggshell and Coral
Waste As Low Cost Sorbents For The Removal Of Pb2+, Cd2+, and Cu2+ From
Aqueous Solution. Journal Of Industrial and Engineering Chemistry: 198-204.
Amma, Desy, Nur Aulia, Anis Shofiyani, and Titin Anita Zaharah. 2017. “Penentuan
Stabilitas Kimia Dan Termal Membran Komposit Kitosan Tercetak Ion Logam
Pada Permukaan Karbon” 6 (4).
Bilalodin, Bilalodin. 2010. “Kajian Sifat Magnetik Dari Pasir Besi Pantai Logending
Kabupaten Kebumen.” Molekul 5 (2): 105-108
Calagui, Mary Jane C, Delia B. Senoro, Chi Chuan Kan, Jonathan W L Salvacion,
Cybelle Morales Futalan, and Meng Wei Wan. 2014. “Adsorption of indium(III)
Ions from Aqueous Solution Using Chitosan-Coated Bentonite Beads.” Journal
of Hazardous Materials 277. Elsevier B.V.: 120–26.
Callister, W. D. 1999. Material Science and Enginering An Introduction. Jhon Wiley
and Son, Inc. USA.
Day, R.A. and Underwood, A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keenam.
Terjemahan dari Quantitative Analysis, oleh Iis Sofyan, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Emami, Zahraalsadat, Mohammad Imani, and Mohammad Atai. 2013. “Kinetics of
Dextran Crosslinking by Epichlorohydrin : A Rheometry and Equilibrium
Swelling Study.” Carbohydrate Polymers 92 (2). Elsevier Ltd.: 1792–98.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Terjemahan
dari Organik Chemistry, Third Edition, oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
28
Hadayani, Lilik Wuri, Indah Riwayati, and Rita Dwi Ratnani. 2015. “Adsorpsi
Pewarna Metilen Biru Menggunakan Senyawa Xanthat Pulpa Kopi.” PhD
Proposal 11 (c): 19–23.
Haldorai, Yuvaraj, and Jae Jin Shim. 2014. “An Efficient Removal of Methyl Orange
Dye from Aqueous Solution by Adsorption onto chitosan/MgO Composite: A
Novel Reusable Adsorbent.” Applied Surface Science 292: 447–53.
Handayani, Murni, and Sulistiyono, Eko. 2009. Uji Persamaan Langmuir dan
Freundlich Pada Penyerapan Limbah Chrom (VI) Oleh Zeolit. Sains dan
Teknologi Nuklir. 129-136.
Hart, H and Leslie E. 2003. Kimia Organik. Diterjemahkan Oleh Suminar Setiati
Achmad. Erlangga. Jakarta
Herliati. 2017. "Kajian Kinetika Pembuatan Epiklorohidrin". Konversi. 6 (1): 13-18
Iordache, M. L., G. Dodi, D. Hritcu, D. Draganescu, O. Chiscan, and M. I. Popa.
2015. “Magnetic Chitosan Grafted (Alkyl Acrylate) Composite Particles:
Synthesis, Characterization and Evaluation as Adsorbents.” Arabian Journal of
Chemistry. King Saud University.
Ismail, Bushra, Syed Tajammul Hussain, and Sohaib Akram. 2013. “Adsorption of
Methylene Blue onto Spinel Magnesium Aluminate Nanoparticles: Adsorption
Isotherms, Kinetic and Thermodynamic Studies.” Chemical Engineering
Journal 219: 395–402.
Jalil, Zulkarnain, Eva Novita Sari, Ismail A B, and Erfan Handoko. 2016. “Phase
Composition and Magnetic Behaviour of Iron Sand from Syiah Kuala Beach
Prepared by Mechanical Alloying.” Indonesian Journal of Applied Physics 4 (1):
110-114
Jauris, Iuri M, Solange B Fagan, Matthew A Adebayo, and Fernando M Machado.
2016. “Adsorption of Acridine Orange and Methylene Blue Synthetic Dyes and
Anthracene on Single Wall Carbon Nanotubes : A First Principle Approach.”
Computational And Theoretical Chemistry 1076. Elsevier B.V.: 42–50.
Jayasantha Kumari, H., P. Krishnamoorthy, T. K. Arumugam, S. Radhakrishnan, and
D. Vasudevan. 2017. “An Efficient Removal of Crystal Violet Dye from Waste
Water by Adsorption onto TLAC/Chitosan Composite: A Novel Low Cost
Adsorbent.” International Journal of Biological Macromolecules.
doi:10.1016/j.ijbiomac.2016.11.077.
Karnib, M, Ahmad K, Hanafy H. and Zakia O., 2014. Heavy Metals Removal Using
Activated Carbon, Silica and Silica Activated Carbon Composite. Energy
Procedia. 50 (8): 113-120.
Kartika, M. D., Hidayah, R. 2015. "Preparasi Dan Karakterisasi Komposit Kitosan-
29
ZnO/Al2O3". Jurnal Inovasi. 10 (1): 9-18.
Keenan, Charles W., 1980. General College Chemistry. Harper & Row. Inc.
Kroschwitz, J. 1990. Polymer Characterization and Analysis. John Wiley and Sons,
Inc., Canada
Kurniasih, Mardiyah, and Dwi Kartika. 2011. “Sintesis dan Karakterisasi Fisika-
Kimia Kitosan”. Jurnal Inovasi 5 (1): 42–48.
Laus, Rogério, Thiago G Costa, Bruno Szpoganicz, and Valfredo T Fávere. 2010.
“Adsorption and Desorption of Cu ( II ), Cd ( II ) and Pb ( II ) Ions Using
Chitosan Crosslinked with Epichlorohydrin-Triphosphate as the Adsorbent”
183: 233–241.
Liu, Yi, Yian Zheng, and Aiqin Wang. 2010. “Enhanced Adsorption of Methylene
Blue from Aqueous Solution by Chitosan-G-Poly (Acrylic Acid)/vermiculite
Hydrogel Composites.” Journal of Environmental Sciences 22 (4): 486–93.
Luis A. Ramirez, Montoya, V. Hernandez, Montes, A. Miguel. 2014. Optimizing The
Preparation Of Carbonaceous Adsorbents For The Selective Removal Of Textile
Dyes By Using Taguchi Methodology. Journal Of Analytical And Applied
Pyrolysis. 9-20.
Maharmani, F., Widhi, Woro Sumarni. 2003. "Kajian Termodinamika Penyerapan
Zat Warna Indikator Metil Oranye Larutan Air Oleh Kitosan. JSKA. 5 (2): 1–19.
Mohammad, A.M., Taher A. Salah Eldin, Mohammed A. Hassan and Bahgat E. El-
Anadouli. 2015. Efficient Treatment Of Lead-Containing Waste Water By
Hydroxyapatite/chitosan Nanostructures. Arabian Journal Of Chemistry: 1878-
5352
Monk, P.M.S. 2004. Physical Chemistry: Understanding or Chemical Word.
Manchesster Metropolitan University, UK.
Nisfayati, Rahmi, Marlina. 2007. "Pengaruh Penambahan Epiklorohidrin Terhadap
Sifat Mekanik dan Daya Serap Film Khitosan Sebagai Adsorben". Rekayasa
Kimia dan Lingkungan. 12 (1): 31-36.
Permanasari, Anna, Wiwi Siswaningsih, and Irnawati Wulandari. 2010. “Uji Kinerja
Adsorben Kitosan-Bentonit Terhadap Logam Berat.” Jurnal Sains Dan
Teknologi Kimia 1 (2): 121–34.
Raafat, Dina. 2008. “Chitosan as an Antimicrobial Compound: Modes of Action and
Resistance Mechansisms,” Dissertation. Universität Bonn.
Ramadhani, Alhusnalia, Muhdarina, Linggawati, Amilia. 2015. Kapasitas Adsorpsi
Metilen Biru Oleh Lempung Cengar Teraktivasi Asam Sulfat. FMIPA. 2 (1):
30
232-238
Riniati, N., Chamidy Harita. 2013. "Pembuatan Membran Kitosan Sulfonat Untuk
Aplikasi Direct Ethanol Fuel Cell". Skripsi. Politeknik Negeri Bandung.
Sabaruddin, A, Wulandari, ERN, Sulistyrati, H. 2012. “Jurnal MIPA.” Mipa 35
(215): 157–64.
Sari, Intan Permata, and Nurul Widiastuti. 2010. “Adsorpsi Methylen Blue Dengan
Abu Dasar Pt.ipmomi Probolinggo Jawa Timur Dan Zeolit Berkarbon.”
Sholihah, Lia Lurnia. 2010. “Sintesis Dan Karakterisasi Partikel Nano Fe3O4 Yang
Berasal Dari Pasir Besi Dan Fe3o4 Bahan Komersial (Aldrich).” Institute
Teknologi Sepuluh November.
Stevens, M.P. 2007. Kimia Polimer. Terjemahan dari Polimer Chemistry : An
Indroduction, oleh Iis Sopyan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.
Teimouri, Abbas, Shima Ghanavati Nasab, Niaz Vahdatpoor, Saeed Habibollahi,
Hossein Salavati, and Alireza Najafi Chermahini. 2016. Chitosan /Zeolite
Y/Nano ZrO2 Nanocomposite as an Adsorbent for the Removal of Nitrate from
the Aqueous Solution. International Journal of Biological Macromolecules. Vol.
93.
Tirtom, Vedia Nüket, Ayşe Dinçer, Seda Becerik, Tülin Aydemir, and Ali Çelik.
2012. “Comparative Adsorption of Ni(II) and Cd(II) Ions on Epichlorohydrin
Crosslinked Chitosan-Clay Composite Beads in Aqueous Solution.” Chemical
Engineering Journal 197: 379–86.
Udoetok, Inimfon A, Raquel M Dimmick, Lee D Wilson, and John V Headley. 2016.
“Adsorption Properties of Cross-Linked Cellulose-Epichlorohydrin Polymers in
Aqueous Solution.” Carbohydrate Polymers 136. Elsevier Ltd.: 329–40.
Zhao, Weifeng, Xuelian Huang, Yilin Wang, Shudong Sun, and Changsheng Zhao.
2016. “A Recyclable and Regenerable Magnetic Chitosan Absorbent for Dye
Uptake.” Carbohydrate Polymers 150. Elsevier Ltd.: 201–8.
doi:10.1016/j.carbpol.2016.05.037.
Zulkarnain. 2000. “Kemungkinan Pemanfaatan Pasir Besi Pesisir Pantai Aceh Untuk
Fabrikasi Magnet.” Prosiding Seminar Nasional Bahan Magnet I, 59–61.
31
LAMPIRAN
Khitosan Tersulfonasi
Fe3O4
Khitosan sulfonat-Fe3O4
Pasir Besi
32
Residu Filtrat
1 gram
khitosan
ditambahkan pasir besi dan diaduk kembali selama 2 jam (Tabel. 3.2)
dimasukan campuran tersebut ke dalam syringe
diteteskan ke dalam NaOH 2 M pada pH 8
dicuci microsphere yang terbentuk hingga pH netral
ditambahkan epiklorohidrin sebanyak 1 mL dan distirrer selama 2
jam pada suhu 70°C
disaring dan dikeringkan
Hasil
3. Karakterisasi
33
Komposit
dilakukan karakterisasi strukturnya menggunakan SEM
Hasil
Hasil
Komposit
Hasil
34
7. Pembuatan Kurva Kalibrasi
8. Uji Adsorpsi
Hasil
35
c. Adsorpsi Metilen Biru dengan Variasi Konsentrasi
9. Proses Regenerasi
Adsorben
dimasukan ke dalam larutan H2SO4 3 M selama 90 menit
dicuci menggunakan aquades sampai netral
Hasil
36
Lampiran II. Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar
1. Perhitungan kadar metilen biru untuk membuat larutan stok metilen biru dengan
kosentrasi 1000 ppm
1000 𝑚𝑔 .1000 𝑚𝐿
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑡𝑖𝑙𝑒𝑛 𝑏𝑖𝑟𝑢 =
1000 𝑚𝐿
𝑉1 × 𝑀1 = 𝑉2 × 𝑀2
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
= 10 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
50 𝑚𝐿 × 80 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
1000 𝑝𝑝𝑚
= 4 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
37
50 𝑚𝐿 × 60 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
1000 𝑝𝑝𝑚
= 3 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
50 𝑚𝐿 × 40 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
1000 𝑝𝑝𝑚
= 2 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
100 𝑚𝐿 × 20 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
1000 𝑝𝑝𝑚
= 2 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
50 𝑚𝐿 × 2,3 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
20 𝑝𝑝𝑚
= 5,75 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
50 𝑚𝐿 × 1,5 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
20 𝑝𝑝𝑚
= 3,75 𝑚𝐿
38
9. Pembuatan larutan metilen biru pada konsentrasi 1 ppm
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
50 𝑚𝐿 × 1 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
20 𝑝𝑝𝑚
= 2,5 𝑚𝐿
𝑉2 × 𝑀2
𝑉1 =
𝑀1
50 𝑚𝐿 × 0,5 𝑝𝑝𝑚
𝑉1 =
20 𝑝𝑝𝑚
= 1,25 𝑚𝐿
39