Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan diberbagai bidang kehidupan terjadi sebagai akibat dari proses
industrialisasi dan modernisasi. Hal ini turut merubah pola hidup masyarakat
yang pada akhirnya berdampak pada berubahnya pola penyakit di masyarakat.
Perubahan pola penyakit ini terjadi dimana sebelumnya cenderung didominasi
oleh penyakit infeksi maka pada saat sekarang berubah menjadi penyakit
degenerative.
Pada sisi lain pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam hal
melakukan pencegahan terhadap penyakit infeksi masih minim. Di tambah lagi
dengan factor lingkungan yang kurang mendukung sehingga pada akhirnya
penyakit infeksi masih menjadi masalah dan menjadi factor yang turut
menentukan derajat kesehatan Masyarakat.
Salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di
masyarakat adalah penyakit paru-paru khususnya Tuberculosa Paru (TB Paru).
Besar dan luasnya permasalahan akibat TB Paru mengharuskan kepada semua
pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan
penanggulangan TB Paru. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan
hanya dari aspek kesehatan semata tetapi dari aspek social maupun ekonomi.
Dengan demikian TB Paru merupakan ancaman terhadap cita-cita
pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Karenanya perang terhadap TB Paru berarti perang terhadap kemiskinan,
ketidakproduktifan, dan kelemahan terhadap TB.
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000, dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun. (pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes,
Jakarta 2006)

1
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
mycobacterium tuberculosis, Pada tahun 2005 diperkirakan ada 9 juta pasien
TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada Negara-negara
berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada
kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. (Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, hal 2, Depkes,Jakarta2006.)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat
pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal. Akibat TB, maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. (Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,Depkes,Jakarta2006).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada Negara-
negara yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini, yang diakibatkan oleh :
a. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
b. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus/diagnose yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan tidak standar, dan sebagainya)
c. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnose dan panduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
d. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG
e. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada Negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan.

2
4. Dampak pandemi HIV.
Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada Negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB terbesar (high burden
countries), menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB
sebagai kedaruratan dunia (global emergency). (Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis,Depkes,Jakarta2006.)
Munculnya pandemi HIV/AIDS didunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti
TB (multidrug resistece = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang
tidak berhasil disembuhkan, keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi yang sulit ditangani. (Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis,Depkes,Jakarta2006)
Penyakit Tuberculosa Paru ini menjadi masalah yang cukup komplek,
Selain berdampak pada aspek kesehatan (angka kesakitan dan kematian) juga
berdampak pada Aspek Sosial dan Ekonomi, dan sumber daya manusia. Aspek
sosial terpengaruh karena tidak sedikit penderita TB. Paru merasa malu untuk
bersosialisasi walaupun secara langsung tidak dikucilkan oleh masyarakat
sekitarnya. Dampak pada aspek ekonomi terjadi dimana penderita akan
kehilangan waktu produktif selama 3-6 bulan sehingga diperkirakan 20 - 30 %
penghasilannya turut menghilang. Positif kuantitas sumber daya manusia. Hal
ini terjadi karena kebanyakan kasus menyerang pada usia produktif.(Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,Depkes Jakarta 2006.)
Hal ini sama dengan masalah yang terjadi di wilayah puskesmas
sukanagalih, program TB paru mulai dilaksanakan di puskesmas sukanagalih
sejak tahun 2009. Kasus banyak ditemukan di desa sukanagalih, karena lokasi
dan akses mendapatkan pelayanan lebih dekat.

B. TUJUAN
Terevaluasinya Program TB tahun 2015

3
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis dan
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.
Strategi Penemuan :
1. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dan promosi aktif, penjaringan
tersangka dilakukan di unit pelayanan kesehatan. Didukung dengan
penyuluhan secara aktif baik oleh petugas maupun oleh masyarakat.
2. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama pasien BTA positif dan
pada keluarga anak yang menderita TB.
Gejala Klinis :
Batuk berdahak 2-3 minggu atau lebih (batuk dapat diikuti dengan gejala
tambahan yaitu batuk bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, bb menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
melakukan aktifitas, demam meriang lebih dari satu bulan.
Pemeriksaan dahak mikroskopis :
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Spesimen dahak
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SPS (Sewaktu
Pagi Sewaktu).
B. Diagnosis TB
Dlakukan melalui pemeriksaan 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
SPS, pemeriksaan lain seperti foto toraks dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sesuai dengan indikasinya.
C. Klasifikasi Penyakit
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
Dibagi menjadi 2 yaitu tuberkulosis paru dan ekstra paru
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
Dibagi menjadi dua Tuberkulosis paru BTA positif dan BTA negatif

4
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan
Dibagi menjadi 6 yaitu Baru, Kambuh, Default, Gagal, Pindahan dan lain-
lain.

D. Pengobatan TB
Prinsip pengobatan :
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
2. Dilakukan pengawasan langsung oleh seorang PMO
3. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, yaitu intensif dan lanjutan.
Paduan obat yang digunakan : Kategori 1 dan 3 menggunakan FDC
Kategori 1, kategori 2 menggunakan FDC Kategori 2.

E. Evaluasi Program
1. Target Penemuan Kasus BTA +

No Desa Jmlh Pddk Sasaran Target penemuan Cakupan %


1 Sukanagalih 20660 22 15 10 45.24
2 Cibodas 10223 11 8 4 36.57
3 Gadog 9990 11 7 2 18.71
4 Luar Wilayah 4 9.15
Puskesmas 40873 44 37 20 45.73

5
100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0
Sukanagalih Cibodas Gadog Luar Wilayah Puskesmas
% 45.24 36.57 18.71 10.76 45.73

Analisa :
Berdasarkan gambaran diatas masih kurangnya cakupan penemuan kasus
TB Paru BTA (+), dikarenakan masih kurangnya penemuan suspek.

2. Penemuan Kasus BTA Neg, Kat II dan Kasus TB Anak


12

10

0
Sukanagalih Cibodas Gadog Luar Wilayah
BTA Neg 10 4 1 2
Kat Anak 10 2 0 1
Kat II 7 3 0 1

6
3. Angka Penjaringan
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk
pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun.
Jumlah suspek yang diperiksa dibagi dengan jumlah penduduk dikalikan
100.000 (105/40.873 dikali 100.000 = 256,89)
4. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
Adalah presentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh
suspek yang diperiksa dahaknya. Jumlah pasien TB positif yang ditemukan
/Jumlah seluruh suspek TB yang diperiksa dikalikan 100% (20/105
dikalikan 100 = 19,05). Angka ini terlalu besar karena penjaringan
dilakukan secara ketat.
5. Angka Kesembuhan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan presentase pasien
baru TB paru positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan,
diantara pasien baru tb paru BTA positif yang tercatat. Junlah pasien baru
TB BTA positif yang sembuh / jumlah pasien baru TB BTA positif yang
diobati dikalikan 100 (0/14 dikali 100 = 0%). Angka ini menunjukkan
masih kurangnya perhatian terhadap penyakit TB akibat dari kurangnya
pengetahuan masyarakat pentingnya menyelesaikan pengobatan dan masih
kurangnya kelengkapan fasilitas laboratorium yang masih membutuhkan
waktu untuk menunggu hasil pemeriksaan serta masih kurangnya
administrasi program TB (Pergantian pengelola program)

F. Masalah dalam pelaksanaan Program


1. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB paru
2. Masih kurangnya peran lintas sektor dalam pelaksanaan program
3. Belum adanya ruangan khusus untuk pelayanan TB paru
4. Masih terbatasnya sarana dan prasarana
5. Pelaksanaan penemuan kasus harus dilakukan secara aktif
6. Masih kurangnya peran kader PMO dalam penemuan kasus

7
8
RENCANA AKSI PENINGKATAN IPKM PROGRAM TB PARU TAHUN 2016
PENANGGUNG SUMBER
NO KEGIATAN TUJUAN WAKTU TEMPAT PElAKSANA
JAWAB DANA
1. Penyuluhan kepada pasien mengenai :
a. Fungsi obat untuk penyembuhan dan - Pasien akan sadar bahwa dirinya Pasien Kontrol Puskesmas Pet. TB Ka. PKM
pencegahan penularan. berobat untuk kesembuhan dan
mencegah penularan kepada keluarga

b. Bahaya resistensi obat - Pasien akan sadar bahwa bila Sebelum Pengobatan
tubuhnya kebal maka pengobatan akan
sangat sulit.

c. Efek samping obat - Pasien tidak akan menghentikan


minum obat hanya karena ada
perubahan akibat afek samping obat
yang diminumnya.

d. Gunanya berobat teratur - Pasien tidak akan menghentikan


pengobatan walau sudah merasa enak
/ merasa sembuh.

e. Membuat kesepakatan untuk - Pihak keluarga turutserta dalam


bertemu dengan pihak keluarga. kesinambungan pengobatan.

f. Menganalisa keluhan pasien - Lebih terfokus kepada hal-hal yang Setiap pasien Kontrol Pet. TB Ka. PKM
memberatkan bagi pasien sehingga
merasa dihargai.

g. Menganalisa situasi dan kondisi - Penyuluhan lebih terfokus kepada hal-


hal penting dan mendesak bagi pasien Setiap melaksanakan
tersebut. penyuluhan
2. Staf meeting di puskesmasa.
a. Sosialisasi Program TB - Semua petugas paham Program TB 1 x Sebulan (Februari) Aula PKM Pet. TB Ka. PKM BOK
puskesmas

9
b. Kunjungan rumah dilakukan - Untuk lebih menjamin pemantauan 1 x Sebulan (min 6 kali) Desa Pembina Desa dan Ka. PKM BOK
bekerjasama dengan Kader PMO terhadap penderita TB. Paru di Bides
dan PHN masing-masing Desa.

- Untuk mengetahui kemajuan dari 1x Sebulan Aula PKM Seluruh Staff Ka. PKM
c. Evaluasi hasil rekomendasi pasca berjalannya rencana program.
meeting sebelumnya
- Meningkatkan pengetahuan kader serta 1x Puskesmas Pet TB dan Lintas Ka. PKM BOK
d. Melaksanakan Refresing kader PMO meningkatkan penemuan kasus serta Program
dan TOMA serta TOGA meningkatkan angka kesembuhan
pasien.

3. Penyuluhan Masyarakat (Posyandu / - Meningkatkan pengetahuan 1 bulan sekali Posyandu/ Pet. TB dan Ka. PKM BOK
Pertemuan Desa) masyarakat Pertemuan Desa Promkes

10
BAB III
PENUTUP

Penyakit TB adalah penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat.


Besar dan luasnya permasalahan akibat TB Paru mengharuskan kepada semua pihak untuk
dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB Paru. Kerugian
yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi dari aspek
social maupun ekonomi. Dengan demikian TB Paru merupakan ancaman terhadap cita-cita
pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya perang
terhadap TB Paru berarti perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan
terhadap TB. Oleh karena itu Puskesmas Sukanagalih berupaya untuk melaksanakan program
TB dengan sebaik-baiknya agar masyarakat Puskesmas Sukanagalih menjadi masyarakat
sehat dan produktif.

11
LAPORAN TAHUNAN PROGRAM TB PARU TAHUN 2016
PUSKESMAS CIPANAS

PELAKSANA PROGRAM
N. NURJANAH
NIP. 196603231989032012

DINAS KESEHATAN KABUPATEN CIANJUR


PUSKESMAS CIPANAS
2016

12
13

Anda mungkin juga menyukai