Anda di halaman 1dari 31

VIII.

DASAR TEORI

2.1 Prinsip-Prinsip Pengeboran


Pengeboran produksi pada penambangan merupakan salah satu aktivitas
dalam siklus pengeboran, peledakan, pemuatan material hasil peledakan, dan
pengangkutan. Tujuan utama pengeboran produksi adalah memberikan penetrasi
maksimum terhadap batuan sehingga dari pengeboran tersebut dapat terbentuk
suatu lubang untuk pengisian bahan peledak sesuai dengan rancangan yang telah
diperhitungkan sebelumnya.
Faktor penting yang mempengaruhi laju penetrasi pengeboran adalah
karakteristik fisik dan mekanik massa batuan dan kemampuan dari alat pengeboran
yang digunakan.
1. Karakteristik fisik dan mekanik massa batuan
a) Massa batuan dengan bobot isi tinggi membutuhkan energi pengeboran
dan penggalian yang lebih besar daripada massa batuan dengan bobot isi
rendah.
b) Adanya bidang lemah pada massa batuan dapat mengurangi kebutuhan
energi penggalian akan tetapi dapat menjadi masalah pada kegiatan
pengeboran.
c) Massa batuan lunak cenderung menyerap energi pengeboran dan
peledakan.
2. Kemampuan alat pengeboran yang digunakan
a) Kemampuan untuk melakukan pengeboran secara vertikal atau
pengeboran miring.
b) Kecepatan penetrasi alat bor terhadap massa batuan dan kedalaman lubang
yang direncanakan.
c) Arah pengeboran terhadap bidang perlapisan serta struktur geologi massa
batuan.

7
2.2 Pola Pengeboran
Pola pengeboran adalah suatu pengaturan susunan letak lubang ledak yang
disesuaikan dengan ukuran burden dan spacing dari geometri peledakan yang
diterapkan. Pola pengeboran yang diterapkan pada tambang terbuka ada dua, (Lihat
gambar 2.1) yaitu :
1. Pola Pengeboran Sejajar (paralel)
Pola ini dibagi dua jenis, yaitu :
a. Square Pattern, pola ini menggunakan jarak spacing dan jarak
burden yang sama.
b. Rectangular Pattern, pada pola ini jarak spacing dalam satu baris
lebih besar dari jarak burden.
2. Pola Pengeboran Zig-zag (staggered pattern)
Pada pola ini letak baris pertama dengan baris kedua tidak sejajar tetapi
selang-seling. Penggunaan pola ini dimaksudkan untuk mendapatkan
distribusi gelombang energi peledakan yang merata. Berdasarkan gelombang
energi pada massa batuan, pola pengeboran zig zag (selang seling) dimana
tiga lubang ledak berbentuk segitiga, akan memberikan hasil fragmentasi
yang baik karena distribusi dari energi peledakan berjalan secara optimum.

Gambar 2.1 Pola Pengeboran Sejajar dan Pola Pengeboran Selang-seling.

8
2.3 Sifat Bahan Peledak
Bahan peledak diartikan sebagai suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya dapat bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi.
Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi peledakan
pada tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, bobot isi,
tekanan detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak terhadap air.
1) Kekuatan
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan
untuk mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah Ballistic Mortar Test. Kekuatan bahan peledak dapat diukur melalui tiga
cara, yaitu:
a. Weight Strength
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballastic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada berat yang sama.
b. Volume Strength
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballistic mortar yang sama dengan bahan
peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada volume yang sama.
c. Relative Weight Strength (RWS)
Kekuatan dinyatakan dalam persen (%) dengan Straight Nitroglycerin
Dynamite sebagai bahan peledak standar yang mempunyai bobot isi (spesific
grafity) sebesar 1,6 dan kecepatan detonasi (VOD) sebesar 7.700 m/det. Pada
umumnya semakin besar bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak
maka kekuatannya juga akan semakin besar.

9
2) Kecepatan Detonasi
Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui bahan
peledak yang dinyatakan dalam meter per detik atau feet per detik. Kecepatan
detonasi suatu bahan peledak tergantung dari beberapa factor, yaitu bobot isi bahan
peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari bahan
penyusunnya dan bahan-bahan yang terdapat dalam bahan peledak.
Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi
tidak terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi
dimana gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak
atau ruang terkurung lainnnya, sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung
adalah suatu kecepatan yang menunjukan kecepatan detonasi bahan peledak apabila
bahan peledak diledakkan dalam keadaan terbuka atau tidak terkurung.
Untuk peledakan pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai
kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan yang lunak dipakai bahan peledak
dengan kecepatan detonasi rendah. Ukuran butir yang semakin kecil
memungkinkan terjadinya kontak permukaan antar partikel semakin besar sehingga
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Pada umumnya, kecepatan detonasi
meningkat apabila diameter semakin besar meskipun tidak secara linear.
3) Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai
bereaksi menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Penyerapan air dan
terlapisinya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan,
sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan. Jika diameter
bahan peledak cukup besar, maka perambatan reaksinya akan lebih mudah karena
permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat pengurungan cenderung
memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian dan menghindari
penyebaran tenaga reaksi.
Berbagai pengujian dapat dilakukan untuk mengetahui kepekaan suatu bahan
peledak, misalnya pengujian kepekaan terhadap benturan, gesekan, panas, dan
pengujian kepekaan terhadap gelombang ledakan dari jarak tertentu.
10
4) Bobot Isi Bahan Peledak
Bobot isi bahan peledak merupakan salah satu sifat terpenting bahan peledak
yang dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa
cara, yaitu:
1. Berat Jenis (SG), tanpa satuan.
2. Stick Count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm
yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.
3. Loading Density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang isian
yang dinyatakan dalam kg/m.
Pada umunya bahan peledak yang mempunyai bobot isi tinggi akan
menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.
5) Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom
isian bahan peledak yang dinyatakan dalam kilobar (kb). Tekanan detonasi bahan
peledak komersial antara 5-150 kb.
Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian
tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh:
 Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD).
 Tingkat / derajat pengurungan.
 Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.
6) Sifat Gas Beracun
Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkan dua jenis gas yang saling
berbeda sifatnya yaitu smoke dan fumes. Smoke terjadi apabila di dalam bahan
peledak terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh
hydrogen akan membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk karbon
dioksida (CO2) dan nitrogen menjadi N2 bebas, dengan kata lain terjadi
keseimbangan antar oksigen dengan bahan-bahan penyusun lainnya.

11
7) Ketahanan Terhadap Air (Resistivity)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan
peledak tersebut untuk menahan rembesan air dalam waktu tertentu dan masih dapat
diledakkan dengan baik. Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini
sangat penting terutama sebagai param dalam pemilihan bahan peledak, dalam
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air di dalam lubang ledak dapat mengakibatkan panambahan unsur
H dan O sehingga memerlukan panas yang lebih banyak untuk menguapkan
menjadi uap air. Disamping itu air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan
peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.

2.4 Rancangan Peledakan


Tujuan utama peledakan adalah untuk melepaskan batuan dari batuan
induknya. Untuk hasil peledakan yang optimal perlu dipertimbangan faktor-faktor
yang mempengaruhi operasi peledakan.
2.4.1 Mekanisme Pecahnya Batuan Akibat Peledakan
Konsep yang dipakai adalah konsep pemecahan dan reaksi–reaksi mekanik
dalam batuan homogen. Sifat mekanis dalam batuan yang homogen akan berbeda
dari batuan yang mempunyai rekahan–rekahan dan heterogen seperti yang dijumpai
dalam pekerjaan peledakan.
Proses pecahnya batuan akibat dari peledakan dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading.

12
1) Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)

Sumber : Saptono S, 2006


Gambar 2.2 Proses Pemecahan Tingkat I (dynamic loading).

Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan di


daerah sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak
merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/det, akan mengakibatkan tegangan
tangensial yang menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah lubang ledak.
Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.
1) Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)

Sumber : Saptono S, 2006


Gambar 2.3 Proses Pemecahan Tingkat II (quasi-static loading)

Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meningkatkan lubang


ledak pada proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila mencapai bidang
bebas akan dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat, kemudian berubah

13
menjadi negatif dan timbul gelombang tarik. Gelombang tarik ini merambat
kembali di dalam batuan. Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap
tarikan daripada tekanan, maka akan terjadi rekahan – rekahan primer disebabkan
karena tegangan tarik dari gelombang yang dipantulkan. Apabila tegangan regang
cukup kuat akan menyebabkan slambing atau spalling pada bidang bebas. Dalam
proses pemecahan tingkat I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut adalah
menyiapkan batuan dengan sejumlah rekahan – rekahan kecil. Secara teoritis energi
gelombang kejut jumlahnya antara 5 – 15 % dari energi total bahan peledak. Jadi
gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses pemecahan tingkat
akhir.
2) Proses pemecahan tingkat III (release of loading)

Sumber : Saptono S, 2006


Gambar 2.4 Proses Pemecahan Tingkat III (release of loading).

Dibawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gas–gas hasil peledakan
maka rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh
kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian
(pneumatic wedging). Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
mempertahankan posisinya bergerak ke depan maka tegangan tekan tinggi yang
berada dalam batuan akan dilepaskan. Efek dari terlepasnya batuan adalah
menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa batuan yang akan melanjutkan
pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan tingkat II. Rekahan hasil

14
dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang – bidang lemah untuk memulai
reaksi – reaksi fragmentasi utama pada proses peledakan.
Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan
penambangan apabila (Koesnaryo, 2001):
1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).
2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang
berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor).
3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran dengan sedikit bongkah (≤ 20 % dari
batuan yang terbongkar per peledakan sesuai batas toleransi PT JRBM).
4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada over break, overhang,
retakan-retakan).
5. Aman.
6. Dampak terhadap lingkungan (flyrock, getaran, kebisingan, gas beracun, debu)
minimal.
Untuk memenuhi kriteria-kriteria diatas, diperlukan kontrol dan pengawasan
terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi peledakan.
2.4.2 Faktor Rancangan Yang Tidak Dapat Dikontrol
Adalah faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan
manusia, Hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang
termasuk faktor – faktor ini adalah:
1. Karakteristik Massa Batuan
Dalam kegiatan pengeboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan
batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas batuan, dan kecepatan
perambatan gelombang pada batuan, serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang
akan diledakkan.
a. Kekerasan Batuan
Kekerasan dianggap sebagai daya tahan dari lapisan peremukan untuk digores
benda keras. Kekerasan batuan ini dipengaruhi oleh butiran-butiran. Prinsip utama
pada kekerasan batuan adalah ketahanan yang harus diatasi selama pengeboran,
15
karena sekali mata bor bisa melakukan penetrasi, maka operasi selanjutnya akan
mudah. Klarifikasi batuan berdasarakan kekerasanbatuan yang dirumuskan oleh
friendrich von mohs (1882) ditunjukan pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kekerasan batuan dan kuat tekan uniaksial


Hardness Kekerasan (skala Kuat Tekan Uniaksial
Moh’s) (MPa)
Sangat keras >7 > 200

Keras 6–7 120 – 200

Agak keras 4,5 – 6 60 – 120

Agak lunak 3 – 4,5 30 – 60

Lunak 2–3 10 – 30

Sangat lunak 1–2 < 10

Sumber : Djordjevic , Cocker , Scott , 1980

b. Elastisitas
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk
atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut
dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat Elastis Fragile yaitu batuan dapat
dihancurkan apabila mengalami regangan yang melewati batas elastisitasnya.
c. Abrasivitas
Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang mempengaruhi
keausan (umur) dari mata bor (drill bit) yang digunakan untuk melakukan
pengeboran pada batuan tersebut. Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral
penyusun batuan tersebut. Semakin keras mineral penyusun batuan tersebut maka
tingkat abrasivitasnya akan semakin tinggi pula.

16
Gambar 2.5 Diagram Alir Rencana Peledakan

2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah struktur
rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan.
Kekar merupakan rekahan – rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau
tarikan yang disebabkan oleh gaya – gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau
pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali
tidak ada karena adanya rekahan akan mengurangi kekuatan batuan.
17
1. Joint Plane Spacing (JPS)
Joint plane spacing atau jarak antar bidang diskontinu adalah jarak tegak lurus
antar dua bidang diskontinu yang berurutan. Semakin jauh jarak antar bidang
diskontinu batuan dapat dikatakan memiliki perlapisan yang sangat tebal atau
massa batuan dapat dikatakan masif. Sedangkan bila jarak antar bidang diskontinu
kecil, maka batuan dapat dikatakan terdiri dari laminasi tipis (sedimentasi).
Klasifikasi bidang spasi kekar dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi Spasi Kekar
Pemerian Spasi kekar Keterangan
Sangat lebar >3 m Padat
Lebar 1-3 m Massif
Cukup dekat 0,3-1 m Blocky/Seamy
Dekat 50-300 cm Terpecah
Sangat dekat <50 cm Hancur/Tersebar
Sumber : Kramadibrata , 1997

Tabel 2.4 Klasifikasi Jarak Bidang Diskontinu


Diskripsi Struktur bidang lemah Jarak (mm)
Spasi sangat lebar Perlapisan sangat tebal >2000
Spasi lebar Perlapisan tebal 600-2000
Spasi moderat lebar Perlapisan tebal 200-600
Spasi dekat Perlapisan tipis 60-200
Spasi sangat dekat Perlapisan sangat tipis 20-60
Spasi ekstrim dekat Laminasi tipis <20
Sumber : Rai, 1987

Adanya struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak
akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi peledakan
yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan
terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak
terhadap batuan yang diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya bongkah
pada batuan hasil peledakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini penentuan arah
peledakan menurut Ash (1967) adalah:
a). Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain, sudut
horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar biasanya membentuk sudut tumpul

18
(mendekati 105) dan pada bagian lain akan membentuk sudut lancip
(mendekati 75).
b). Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotong bidang
kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan
pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan pada jenjang.
Peledakan selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tangan, suara peledakan
(air blast) dan batu terbang. Untuk menghindari hal tersebut peledakan
diarahkan keluar dari sudut tumpul.
c). Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak
miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara
efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat dicapai bila
peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.
Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila
lubang tembak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan
menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih
baik bila dibandingkan dengan lubang tembak yang dibuat searah dengan bidang
perlapisan. Secara teoritis bila lubang tembak arahnya berlawanan dengan arah
kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya
back break akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan
akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Arah lubang tembak
searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang terjadi
adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang rata, fragmentasi batuan tidak
seragam dan batu akan terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya
longsoran akan lebih besar.

2. Joint Plane Orientation (JPO)


Joint Plane Orientation atau orientasi bidang lemah pada umumnya
digambarkan dalam strike dan dip. Secara geometris, strike dinyatakan sebagai
garis hasil perpotongan antara bidang miring (perlapisan batuan, bidang sesar)

19
dengan bidang horizontal yang memiliki arah, dinyatakan sebagai besaran sudut,
diukur dari Utara atau Selatan. Kemiringan adalah besaran sudut yang terbentuk
oleh bidang miring dengan horizontal.

= Dip
= Strike

Sumber : Panjaitan L. E. R, 2004, ITB


Gambar 2.6 Ilustrasi Orientasi Bidang Lemah Terhadap Arah Peledakan.

3. Pengaruh Air
Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi stabilitas
kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak. Kerusakan
sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak
sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal
meledak (misfire).
2.4.3 Faktor Rancangan yang Dapat Dikontrol
Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia
dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Arah dan kemiringan lubang tembak
Arah pengeboran secara teoritis ada dua, yaitu arah pengeboran tegak dan arah
pengeboran miring (Lihat Gambar 2.7). ada peledakan jenjang posisi dari suatu
lubang ledak dapat memberikan keuntungan maupun kerugian dalam memperoleh
hasil peledakan yang baik. Biasanya perusahaan tambang yang menggunakan alat
bor dengan jenis putar-tumbuk (rotary percussive) akan menerapkan sistem
pengeboran miring, tetapi pada perusahaan tambang terbuka yang mempunyai
daerah operasi penambangan yang besar mempunyai kecenderungan menggunakan

20
sistem tegak, adapun kerugian dan keuntungan dari penggunaan kedua sistem
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keuntungan dari penggunaan lubang ledak miring adalah:
1) Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik,
ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relatif seragam.
2) Dinding jenjang yang dihasilkan relatife rata.
3) Powder factor yang digunakan untuk menghantarkan gelombang kejut
pada lantai jenjang lebih efesien.
4) Mengurangi terjadinya pecah berlebihan (backbreak) dan menjadikan
lantai jenjang lebih rata.
5) Memperkecil bahaya longsor pada jenjang, sehingga keamanan untuk
para pekerja dan alat lebih terjamin.
b. Kerugian lubang ledak miring adalah sebagai berikut:
1) Panjang lubang ledak dan waktu yang dibutuhkan menjadi lebih panjang.
2) Pada pengeboran lubang ledak dalam, sudut yang dibentuk akan semakin
besar.
3) Mengalami kesulitan pada penempatan alat bor.
4) Dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat.
5) Mengalami kesulitan dalam pengisian handak.

21
Sumber : Gregor, 1967.
Gambar 2.7 Pengeboran dengan Lubang Tegak dan Lubang Tembak Miring.

Menurut Gregor bahwa arah kemiringan lubang ledak antara 100-200 terhadap
bidang vertikal yang biasanya digunakan pada tambang terbuka telah memberikan
hasil yang baik.
Keuntungan lubang ledak tegak adalah sebagai berikut:
1. Pengeboran dapat dilakukan dengan lebih akurat.
2. Dapat melakukan pengeboran lebih dekat dengan dinding jenjang.
Kerugian lubang ledak tegak, sebagai berikut:
1. Kemungkinan timbulnya pecah belakang (backbreak) lebih besar.
2. Jenjang yang diperoleh kurang stabil.
3. Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang lebih besar.
Pada peledakan yang menerapkan lubang tembak tegak, maka gelombang
tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit, sehingga kehilangan
gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal ini dapat
menyebabkan timbulnya tonjolan (toe) pada lantai jenjang. Sedangkan pada
peledakan dengan lubang tembak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih
22
luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan kehilangan
gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil.
Pada kegiatan pengeboran, waktu pengeboran untuk membuat lubang tembak
tegak lebih cepat dan penanganannya lebih mudah bila dibandingkan dengan
lubang tembak miring. Hal ini disebabkan pada lubang tembak miring, alat bor
kesulitan untuk meletakkan posisi kemiringan yang sama setiap lubangnya,
sehingga sering terjadi kemiringan yang tidak sama antara lubang – lubang
tembaknya.
Untuk fragmentasi batuan hasil peledakan, lubang tembak miring lebih
menghasilkan fragmentasi yang seragam bila dibandingkan dengan lubang tembak
tegak. Hal ini disebabkan pada lubang tembak miring, bidang bebas yang terbentuk
lebih luas dan hilangnya energi peledakan pada lantai jenjang lebih sedikit.
2. Diameter lubang tembak
Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam
merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak
burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.
Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan
kecil. Jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga, dengan
maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitu pula
sebaliknya.
Diameter lubang tembak juga mempengaruhi terhadap panjang stemming.
Untuk menghindari getaran (vibrasi) maupun batuan terbang (flyrock), apabila
lubang tembak berdiameter besar maka stemming harus panjang sedangkan jika
lubang tembak berdiameter kecil maka stemming menjadi pendek (Lihat Gambar
2.8).
Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi
batuan hasil peledakan. Stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan
terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk menghancurkan
batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu pendek bisa
mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil.
23
Stemming Stemming
panjang
pendek

Ǿ besar Ǿ kecil

Gambar 2.8 Pengaruh diameter lubang tembak bagi tinggi


stemming.
2.5 Geometri Peledakan
2.5.1 Geometri Peledakan Menurut R.L Ash
R.L. Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan
jenjang berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh diberbagai tampat dengan
jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda. Sehingga R.L. Ash berhasil
mengajukan rumusan-rumusan empirik yang dapat digunakan sebagai pedoman
dalam rancangan awal suatu peledakan batuan (Lihat Gambar 3.6).

T
L B
H
PC

Keterangan :
B = Burden T = Stemming
S = Spacing L = Tinggi Jenjang
H = Kedalaman Lubang Ledak J = Subdrilling
PC = Panjang Isian Bahan Peledak

Sumber : Ash,1967
Gambar 2.9 Geometri Peledakan Menurut Teori R. L. Ash .
24
1) Penentuan Burden (B)
Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan
batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi yang
direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang,
bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang.
Dimensi yang pertama kali ditentukan ialah burden (B), yang diturunkan
berdasarkan diameter lubang ledak atau diameter mata bor atau diameter dodol
bahan peledak. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967) mendasarkan pada
acuan yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standart dan bahan peledak
standart. Batuan standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft, dan bahan peledak standart
memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12.000 fps.
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standart dan bahan
peledak yang dipakai ialah bahan peledak standart, maka digunakan burden ratio
(Kb) yaitu 30. Tetapi bila batuan yang akan diledakkan tidak sama dengan batuan
standart dan bahan peledak yang digunakan bukan pula bahan peledak standart,
maka harga Kb-standart itu harus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian
(adjustmennt factor).
Jika : De = Diameter lubang ledak (mm).
B = Burden (m).
Kb = Burden ratio.

B = ((KbxDe)/12) ft ......................................................................... (1)


B = ((KbxDe)/39.3) m ........................................................................ (2)

Bobot isi batuan standart (Dst) = 160 lb/cuft


Bahan peledak :
SG std = 1.2
Vestd (VODstd) = 12000 fps
Kb standart = 30

25
Maka :
Kb terkoreksi = 30 x Af1 x Af2
Af1 = {Dstd/D}1/3 ............................................................... (3)
Af2 = {(SG x Ve2)/(SGstd x Ve2std)}1/3 ................................ (4)
Keterangan :
Af1 = Adjusment factor untuk batuan yang diledakkan.
Af2 = Adjusment factor untuk bahan peledak yang dipakai.
D = Bobot isi batuan yang diledakkan.
SG = Berat jenis bahan peledak yang dipakai.
Ve = VOD bahan peledak yang dipakai.
Jadi:
B = ((Kbterkoreksi x De) /39,3) m ........................................................... (5)

2.) Spacing (S)


Spacing merupakan jarak antara lubang-lubang tembak yang dirangkai dalam
satu baris dan diukur sejajar terhadap dinding jenjang.
S = Ks. B ............................................................................................. (6)
Keterangan :
Ks = Spacing ratio (1,0 – 2,0).
B = Burden (m).
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan
hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan
menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua
lubang ledak setelah peledakan. Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman
penulisan spacing adalah sebagai berikut :
 Peledakan serentak, S = 2 B.
 Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B.
 Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B.
 Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 - 1,8 B.

26
 Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam
baris yang sama, S = 1,15 B.

3.) Stemming (T)


Stemming merupakan panjang isian lubang tembak yang tidak diisi bahan
peledak, tetapi diisi material seperti tanah liat atau material hasil pengeboran
(cutting).
Persamaan :
T = Kt . B .......................................................................................... (7)
Keterangan :
T = Stemming (m).
Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0).
B = Burden (m).
Fungsi stemming :
 Meningkatkan confinning pressure dari akumulasi gas hasil peledakan.
 Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming.

4.) Subdrilling (J)


Adalah tambahan kedalaman lubang ledak yang berada dibawah garis lantai
jenjang. Subdrilling berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling adalah sebagai
berikut :
J = Kj x B ...............................................................................................(8)
Keterangan :
B = burden (m)
J = Subdrilling (m)
Kj = Subdrilling ratio (0,2 – 0,4).

5.) Tinggi Jenjang (L)

27
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh perlatan lubang bor
dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang juga akan berpengaruh terhadap
peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, lemparan batuan dan getaran
tanah. Adapun persamaan untuk mencari tinggi jenjang adalah sebagai berikut :
L = 5 x De...............................................................................................(9)
Keterangan :
L = Tinggi jenjang (m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)

6.) Kedalaman Lubang Ledak (H)


Kedalaman lubang ledak dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
H = Kh . B ..............................................................................................(10)
Keterangan :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
B = Burden (m)

7.) Charge Length (PC)


Adalah panjang jenjang kolom isian bahan peledak
Persamaan :
PC = H – T ..............................................................................................(11)
Keterangan :
Pc = panjang kolom isian (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)

8.) Loading Density (de)


Adalah jumlah bahan peledak yang digunakan setiap lubang ledak. Persamaan
sebagai berikut :
de = 0,508 x SGe x De2 ...........................................................................(12)
28
Keterangan :
de = Loading density (lb/ft)
De = Diameter lubang ledak (inchi)

9.) Powder Factor (PF)


Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan perbandingan antara
penggunaan bahan peledak terhadap jumlah material yang diledakkan atau
dibongkar dalam kg/m³, berdasarkan jenis batuan yang akan diledakan, nilai
powder factor yang disarankan menurut Jimeno (1995) dapat dilihat pada tabel
2.8 dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
𝐸 𝑑𝑒 𝑥 𝑃𝐶 𝑥 𝑛
PF = 𝑉 = .................................................................................(13)
𝑉

Keterangan :
PF = Powder Factor (kg/m3)
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)
V = Volume batuan yang terbongkar (m3)
de = Loading density (kg/m)
PC = Charge length (m)
n = Jumlah lubang ledak
Tabel 2.4 Powder Factor Yang Disarankan Jimeno, 1995
Type of Rock UCS, (MPa) Powder Factor (kg/m3)
Batuan masif kekerasn tinggi 50 - >100 0,6 – 1,5
Batuan dengan kekerasan sedang 25 - 50 0,3 – 0,6

Batuan dengan rekahan berat, lapuk <5 - 25 0,1 – 0, 3


Sumber : Jimeno, 1995.

29
2.6 Hasil Peledakan
2.6.1 Target Produksi
Target produksi merupakan jumlah batuan yang diledakan yang dihitung
dari luas dan kedalaman lubang ledaknya. Persamaan umum yang digunakan
untuk menentukan target produksi peledakan adalah :
V = B x S x L .........................................................................................(14)
Keterangan :
V = Berat batuan yang diledakan (m3)
B = Burden (m)
S = Spacing (m)
L = Tinggi jenjang
2.6.2 Perhitungan Tingkat Fragmentasi Hasil Peledakan
Parameter pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan peledakan
berdasarkan nilai indeks peledakan, yang disusun oleh Jimeno 1995, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.5 Pembobotan Massa Batuan Untuk Peledakan


PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock Mass Description (RMD)

1.1 Powdery/Friable 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally Masive 50
2. Join Plane Spacing (JPS)
2.1 Close (Spasi < 1m) 10
2.2 Intermediate (Spasi 0,1- 1m) 20
2.3 Wide (Spasi >1m) 50
3. Joint Plane Orientation (JPO)
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip Out of Face 20
30
3.3 Strike Normal to Face 30
3.4 Dip into Face 40
4. Specific Grafity Influence (SGI)
SGI = 25 x SG - 50
5. Harnees (H) 1-10
Sumber : Jimeno, 1995

Nilai dari indeks kemampuledakan ditentukan dari penjumlahan bobot nilai


lima parameter utama dijumlahkan yaitu rock mass description (RMD), joint plane
spacing (JPS), joint plane orientation (JPO), specific gravity influence (SGI), dan
hardness (H). Hubungan antara kelima parameter tersebut dengan indeks peledakan
tertera dalam persamaan berikut:
Indeks parameter = 0,5 x (RMD + JPS + SGI +H) ............................. (15)

Faktor batuan = BI x 0,12.................................................................... .(16)

Ukuran rata-rata fragmentasi hasil peledkan, dapat diperkirakan menggunakan


persamaan Kuznetzov1973, yaitu sebagai berikut :
𝑉
X = A x [𝑄]0,8 x Q0,17 x (E/115)-063 ....................................................... .(17)

Keterangan :
X = Rata-rata ukuran fragmentasi (cm)
A = Faktor batuan (Rock factor = RF)
V = Volume batuan yang terbongkar (m3)
Q = Jumlah handak pada setiap lubang (kg)
E = Relative weight strength handak, untukANFO =100
Untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi digunakan persamaan
Cunningham yang digabungkan dengan persamaan Kuznetsov (Roger, Agne,
1983), yaitu :
R = e-(x/Xc)n ............................................................................................ (18)
𝑩 𝟏+𝑨 𝑾 𝑷𝑪
n = (2,2 – 14𝒅 )x( )2x(1- 𝑩 ) x( 𝑳 ) ..................................................... (19)
𝟐

31
Keterangan :
R = Perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan.
X = Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm).
Xc = x / (0,693)1/n.
n = Indeks keseragaman.
d = Diameter isian (mm).
B = Burden (m).
W = Standart deviasi pengeboran (m).
S = Spacing (m).
P = Panjang isian (m).
L = Tinggi jenjang (m).
Peledakan dianggap berhasil dengan melihat hasil peledakan yang berukuran
bongkahan (boulder), apabila jumlah boulder yang dihasilkan berkisar 10-20 %
(Gregor, 1967)

2.7 Pola Peledakan


Merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang ledak dalam
satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun antara lubang ledak
yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan
berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang
diharapkan.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pola peledakan serentak yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang ledak.
2. Pola peledakan beruntun yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan
waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut:

32
a) V Cut yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.
b) Box Cut yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak.
c) Corner Cut atau Square Corner yaitu pola peledakan yang arah runtuhan
batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya.

2.8 Arah Peladakan


2.8.1 Pengaruh Kekar Terhadap Arah Peladakan
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah strukutur
rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Kekar merupakan rekahan-rekahan
dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya-
gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan
dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Dengan adanya struktur rekahan
ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami penurunan
yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui
rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan
diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang akan
diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil
peledakan, bahkan batuan hanya mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur
kekar ini penentuan arah peledakan menurut R.L. Ash (1967) adalah :
a) Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain, sudut
horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya membentuk sudut
tumpul dan pada bagian lain akan mebentuk sudut lancip.
b) Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotongan bidang
kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan
pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan pada jenjang. Peledakan
selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tanah (ground vibration), ledakan

33
udara (air blast), dan batu terbang (flyrock). Untuk menghindari hal tersebut
peledakan diarahkan keluar dari sudut tumpu
c) Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak
miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara
efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat dicapai bila
peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.

sumber : Oloffson, 1997

Gambar 2.10 Arah Pengeboran Pada Bidang Perlapisan.

Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila


lubang ledak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan
menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih
baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang
perlapisan. Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan dengan arah
kemiringan bidang perlapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya
back break akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan
lebih seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah lubang
ledak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang
tejadi adalah timbul back break lebih besar, lantai jenjang rata, fragmentasi batuan
tidak seragam dan batu akan terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya
longsoran akan lebih besar.

34
2.9 Pengukuran Fragmentasi
2.9.1 Pengukuran Fragmentasi Dengan Split Dekstop V-3.1
Metode yang diterapkan untuk melakukan pengukuran fragmentasi batuan
hasil peledakan adalah dengan melakukan pengambilan data gambar/foto
dilapangan dari fragmentasi batuan hasil peledakan dan kemudian memanfaatkan
program split desktop V-3.1 untuk mengolah dan memperoleh distribusi ukuran
fragmentasi yang dihasilkan Split Desktop V-3.1 adalah program komputer untuk
menghitung distribusi ukuran fragmen-fragmen batuan dengan menganalisa
gambar yang terbaca dalam bentuk grafik. Kemudian dan yang dihasilkan Split
Dekstop V-3.1 digunakan sebagai spesifikasi tertentu. Dalam peneletian ini
spesifikasi yang digunakan adalah menggunakan batasan ukuran feed maksimal
Ore Cruser yaitu 800x800 (80x80 cm).
Untuk melakukan perhitungan distribusi ukuran fragmentasi dengan
menggunakan program komputer Split Dekstop V-3.1, secara garis besar terdiri dari
menentukan gambar, mencari partikel, memperbaiki hasil pencarian, melakukan
perhitungan ukuran dan menampilkan grafik dan hasil perhitungan. Berikut adalah
langkah-langkah perhitungan distribusi ukuran fragmentasi dengan menggunakan
split dekstop :

1. Menentukan Gambar
Yaitu langkah pertama yang harus dilakukan dalam menggunakan program
Split Desktop dan terdiri dari dua bagian yaitu menentukan batas dari gambar yang
dihitung dan menentukan skala yang digunakan oleh gambar. Berbeda dengan versi
sebelumnya, pada versi ini gambar tidak akan diubah kedalam format *.TIFF
melainkan gambar asli akan langsung bisa diolah dengan format “JPG”.
Sebelum bisa menentukan analisis distribusi ukuran sebenarnya maka
dibutuhkan skala sebagai pembanding. Skala yang digunakan merupakan hal yang
paling penting dalam menjalankan program Split Desktop. Skala pembanding yang
paling baik digunakan untuk pengambilan gambar pada hasil peledakan adalah
dengan menggunakan bola, karena bola tidak akan mengalami distorsi walaupun

35
dilihat dari sudut manapun. Penentuan skala pada gambar terdiri dari dua, yaitu
dengan menggunakan 1 dan 2 objek. Untuk masing-masing objek pada
penempatannya sebaiknya tegak lurus dengan gambar yang akan diambil.
2. Mencari Ukuran Partikel
Merupakan tahapan dimana program akan mengenali partikel-partikel
dihitung secara otomatil hasil konversi program. Hasil yang ditambilkan adalah
garis yang terbentuk sesuai dengan bentuk partikel kemudian program akan
menganalisis ukuran berdasarkan skala yang telah ditentukan.
3. Memperbaiki Hasil Pencarian
Langkah ini ditujukan untuk memperbaiki hasil ukuran yang diberikan oleh
pencarian ukuran partikel. Perbaikan ini meliputi penghapusan daerah yang tidak
dihitung seperti scale ball yang digunakan sebagai pembanding, maupun garis batas
antara partikel-partikel hasil analisis program, sehingga ukuran yang terbaca oleh
program bisa lebih akurat.
4. Melakukan Perhitungan Ukuran
Perhitungan ukuran akan secara otomatis dari program split desktop
berdasarkan skala pembanding yang ada dalam gambar, dalam hal ini scale ball.
5. Menampilkan Grafik dan Hasil
Hasil perhitungan ukuran akan ditampilkan dalam bentuk grafik yang dapat
dipilih seperti Schuman, Rosin-Ramler dan Best Fit. Grafik tersebut akan
memberikan distribusi persentase ukuran pada selang ukuran tertentu.

36
RENCANA PENELITIAN

Tabel 2.6 Rencana Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir I:

(19 Juli s/d 15 September 2016 )


KEGIATAN Minggu ke
I II III IV V VI

Studi literature

Pengumpulan data

Pengolahan data

Evaluasi tugas akhir

Pembuatan laporan tugas akhir

37

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB III Ta 1
    BAB III Ta 1
    Dokumen26 halaman
    BAB III Ta 1
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Judul
    Judul
    Dokumen6 halaman
    Judul
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • 1 Cover
    1 Cover
    Dokumen1 halaman
    1 Cover
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • 05bab1 Syam 10070109034 SKR 2015
    05bab1 Syam 10070109034 SKR 2015
    Dokumen7 halaman
    05bab1 Syam 10070109034 SKR 2015
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Table
    Daftar Table
    Dokumen1 halaman
    Daftar Table
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen13 halaman
    Bab Iii
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen1 halaman
    Cover 1
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat