Anda di halaman 1dari 26

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Prinsip-Prinsip Pengeboran


Pengeboran produksi pada penambangan merupakan salah satu aktivitas
dalam siklus pengeboran, peledakan, pemuatan material hasil peledakan, dan
pengangkutan. Tujuan utama pengeboran produksi adalah memberikan penetrasi
maksimum terhadap batuan sehingga dari pengeboran tersebut dapat terbentuk
suatu lubang untuk pengisian bahan peledak sesuai dengan rancangan yang telah
diperhitungkan sebelumnya.
Faktor penting yang mempengaruhi laju penetrasi pengeboran adalah
karakteristik fisik dan mekanik massa batuan dan kemampuan dari alat pengeboran
yang digunakan.
1. Karakteristik fisik dan mekanik massa batuan
a) Massa batuan dengan bobot isi tinggi membutuhkan energi pengeboran
dan penggalian yang lebih besar daripada massa batuan dengan bobot
isi rendah.
b) Adanya bidang lemah pada massa batuan dapat mengurangi kebutuhan
energi penggalian akan tetapi dapat menjadi masalah pada kegiatan
pengeboran.
c) Massa batuan lunak cenderung menyerap energi pengeboran dan
peledakan.
2. Kemampuan alat pengeboran yang digunakan
a) Kemampuan untuk melakukan pengeboran secara vertikal atau
pengeboran miring.
b) Kecepatan penetrasi alat bor terhadap massa batuan dan kedalaman
lubang yang direncanakan.
c) Arah pengeboran terhadap bidang perlapisan serta struktur geologi
massa batuan.

7
3.2 Pola Pengeboran
Pola pengeboran adalah suatu pengaturan susunan letak lubang ledak yang
disesuaikan dengan ukuran burden dan spacing dari geometri peledakan yang
diterapkan. Pola pengeboran yang diterapkan pada tambang terbuka ada dua, (Lihat
gambar 3.2) yaitu :
1. Pola Pengeboran Sejajar (paralel)
Pola ini dibagi dua jenis, yaitu :
a. Square Pattern, pola ini menggunakan jarak spacing dan jarak
burden yang sama.
b. Rectangular Pattern, pada pola ini jarak spacing dalam satu baris
lebih besar dari jarak burden.
2. Pola Pengeboran Zig-zag (staggered pattern)
Pada pola ini letak baris pertama dengan baris kedua tidak sejajar tetapi
selang-seling. Penggunaan pola ini dimaksudkan untuk mendapatkan
distribusi gelombang energi peledakan yang merata. Berdasarkan gelombang
energi pada massa batuan, pola pengeboran zig zag (selang seling) dimana
tiga lubang ledak berbentuk segitiga, akan memberikan hasil fragmentasi
yang baik karena distribusi dari energi peledakan berjalan secara optimum.

Gambar 2.1 Pola Pengeboran Sejajar dan Pola Pengeboran Selang-seling.


3.3 Sifat Bahan Peledak
Bahan peledak diartikan sebagai suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya dapat bereaksi dengan

8
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi.
Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi peledakan
pada tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, bobot isi,
tekanan detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak terhadap air.
1) Kekuatan
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan
untuk mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan
adalah Ballistic Mortar Test. Kekuatan bahan peledak dapat diukur melalui tiga
cara, yaitu:
a. Weight Strength
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballastic mortar yang sama dengan
bahan peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada berat yang sama.
b. Volume Strength
Menyatakan dalam persen (%) berat NG yang terdapat dalam Straight-NG
Dynamite, yang menghasilkan simpangan ballistic mortar yang sama dengan bahan
peledak yang diukur apabila keduanya diledakkan pada volume yang sama.
c. Relative Weight Strength (RWS)
Kekuatan dinyatakan dalam persen (%) dengan Straight Nitroglycerin
Dynamite sebagai bahan peledak standar yang mempunyai bobot isi (spesific
grafity) sebesar 1,6 dan kecepatan detonasi (VOD) sebesar 7.700 m/det. Pada
umumnya semakin besar bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak
maka kekuatannya juga akan semakin besar.
2) Kecepatan Detonasi
Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui
bahan peledak yang dinyatakan dalam meter per detik atau feet per detik. Kecepatan
detonasi suatu bahan peledak tergantung dari beberapa factor, yaitu bobot isi bahan
peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari bahan
penyusunnya dan bahan-bahan yang terdapat dalam bahan peledak.

9
Kecepatan detonasi dapat dinyatakan dalam kondisi terkurung dan kondisi
tidak terkurung. Kecepatan detonasi terkurung adalah ukuran kecepatan detonasi
dimana gelombang merambat melalui kolom bahan peledak di dalam lubang ledak
atau ruang terkurung lainnnya, sedangkan kecepatan detonasi tidak terkurung
adalah suatu kecepatan yang menunjukan kecepatan detonasi bahan peledak apabila
bahan peledak diledakkan dalam keadaan terbuka atau tidak terkurung.
Untuk peledakan pada batuan keras dipakai bahan peledak yang mempunyai
kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan yang lunak dipakai bahan peledak
dengan kecepatan detonasi rendah. Ukuran butir yang semakin kecil
memungkinkan terjadinya kontak permukaan antar partikel semakin besar sehingga
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Pada umumnya, kecepatan detonasi
meningkat apabila diameter semakin besar meskipun tidak secara linear.
3) Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai
bereaksi menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Penyerapan air dan
terlapisinya kristal-kristal oleh zat lilin cenderung mengurangi kepekaan,
sedangkan peningkatan temperatur dapat menyebabkan kepekaan. Jika diameter
bahan peledak cukup besar, maka perambatan reaksinya akan lebih mudah karena
permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat pengurungan cenderung
memusatkan tenaga reaksinya mengarah sepanjang isian dan menghindari
penyebaran tenaga reaksi.
Berbagai pengujian dapat dilakukan untuk mengetahui kepekaan suatu bahan
peledak, misalnya pengujian kepekaan terhadap benturan, gesekan, panas, dan
pengujian kepekaan terhadap gelombang ledakan dari jarak tertentu.
4) Bobot Isi Bahan Peledak
Bobot isi bahan peledak merupakan salah satu sifat terpenting bahan peledak
yang dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa
cara, yaitu:
1. Berat Jenis (SG), tanpa satuan.
2. Stick Count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm
yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.

10
3. Loading Density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang isian
yang dinyatakan dalam kg/m.
Pada umunya bahan peledak yang mempunyai bobot isi tinggi akan
menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.
5) Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam
kolom isian bahan peledak yang dinyatakan dalam kilobar (kb). Tekanan detonasi
bahan peledak komersial antara 5-150 kb.
Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian
tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh:
 Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD).
 Tingkat / derajat pengurungan.
 Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.
6) Sifat Gas Beracun
Bahan peledak yang meledak dapat menghasilkan dua jenis gas yang saling
berbeda sifatnya yaitu smoke dan fumes. Smoke terjadi apabila di dalam bahan
peledak terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi seluruh
hydrogen akan membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk karbon
dioksida (CO2) dan nitrogen menjadi N2 bebas, dengan kata lain terjadi
keseimbangan antar oksigen dengan bahan-bahan penyusun lainnya.
7) Ketahanan Terhadap Air (Resistivity)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan
peledak tersebut untuk menahan rembesan air dalam waktu tertentu dan masih dapat
diledakkan dengan baik. Ketahanan ini dinyatakan dalam satuan jam. Sifat ini
sangat penting terutama sebagai param dalam pemilihan bahan peledak, dalam
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air di dalam lubang ledak dapat mengakibatkan panambahan unsur
H dan O sehingga memerlukan panas yang lebih banyak untuk menguapkan
menjadi uap air. Disamping itu air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan
peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.
3.4 Geometri Peledakan

11
R.L. Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan
jenjang berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh diberbagai tampat dengan
jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda. Sehingga R.L. Ash berhasil
mengajukan rumusan-rumusan empirik yang dapat digunakan sebagai pedoman
dalam rancangan awal suatu peledakan batuan (Lihat Gambar 3.6).
Dalam pelaksanaannya nanti hasil perhitungan dengan cara R.L Ash ternyata
harus selalu dicoba di lapangan untuk memperoleh gambaran dan perubahan ke
arah geometri peledakan yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya. Percobaan
di lapangan dilakukan dengan cara trial and error sampai diperoleh geometri
peledakan yang optimum.

L B
L H
PC

Keterangan :
B = Burden T = Stemming
S = Spacing L = Tinggi Jenjang
H = Kedalaman Lubang Ledak J = Subdrilling
PC = Panjang Isian Bahan Peledak

Gambar 3.6 Geometri Peledakan Menurut Teori R.L. Ash (1967).


1) Penentuan Burden (B)
Dimensi yang pertama kali ditentukan ialah burden (B), yang diturunkan
berdasarkan diameter lubang ledak atau diameter mata bor atau diameter dodol
bahan peledak. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967) mendasarkan pada
acuan yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standart dan bahan peledak
standart. Batuan standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft, dan bahan peledak standart
memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12.000 fps.

12
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standart dan bahan
peledak yang dipakai ialah bahan peledak standart, maka digunakan burden ratio
(Kb) yaitu 30. Tetapi bila batuan yang akan diledakkan tidak sama dengan batuan
standart dan bahan peledak yang digunakan bukan pula bahan peledak standart,
maka harga Kb-standart itu harus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian
(adjustmennt factor).
Jika : De = Diameter lubang ledak (mm).
B = Burden (m).
Kb = Burden ratio.
Maka :
B = ((KbxDe)/12) ft ......................................................... (2.1)
B = ((KbxDe)/39.3) m ......................................................... (2.2)

atau
Bobot isi batuan standart (Dst) = 160 lb/cuft
Bahan peledak :
SG std = 1.2
Vestd (VODstd) = 12000 fps
Kb standart = 30
Maka :
Kb terkoreksi = 30 x Af1 x Af2
Af1 = {Dstd/D}1/3 .................................................................. (2.3)
Af2 = {(SG x Ve2)/(SGstd x Ve2std)}1/3 ................................. (2.4)

Keterangan :
Af1 = Adjusment factor untuk batuan yang diledakkan.
Af2 = Adjusment factor untuk bahan peledak yang dipakai.
D = Bobot isi batuan yang diledakkan.
SG = Berat jenis bahan peledak yang dipakai.
Ve = VOD bahan peledak yang dipakai.
Jadi:
B = ((Kbterkoreksi x De) /39,3) m .......................................... (2.5)

13
Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa menekan
batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi yang
direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang,
bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang.
2) Spacing (S)
Spacing merupakan jarak antara lubang-lubang tembak yang dirangkai dalam
satu baris dan diukur sejajar terhadap dinding jenjang.
S = Ks. B .............................................................................. (2.6)
Keterangan :
Ks = Spacing ratio (1,0 – 2,0).
B = Burden (m).
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan
hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari ketentuan akan
menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua
lubang ledak setelah peledakan. Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman
penulisan spacing adalah sebagai berikut :
 Peledakan serentak, S = 2 B.
 Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B.
 Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B.
 Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 - 1,8 B.
 Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam
baris yang sama, S = 1,15 B.
3) Stemming (T)
Stemming merupakan panjang isian lubang tembak yang tidak diisi bahan
peledak, tetapi diisi material seperti tanah liat atau material hasil pengeboran
(cutting).
Persamaan :
T = Kt . B ............................................................................ (2.7)
Keterangan :
T = Stemming (m).
Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0).

14
B = Burden (m).
Fungsi stemming :
 Meningkatkan confinning pressure dari akumulasi gas hasil peledakan.
 Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming.
4) Subdrilling (J)
Subdrilling merupakan kelebihan panjang lubang tembak pada bagian bawah
lantai jenjang. Dimaksudkan agar jenjang terbongkar tepat pada batas lantai jenjang
sehingga didapat lantai jenjang yang rata setelah peledakan. Panjang subdilling
dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan kemiringan lubang ledak.
Persamaan :
J = Kj . B ............................................................................ (2.8)

Keterangan :
J = Subdrilling (m).
Kj = Subdrilling ratio (0,2 – 0,4).
B = Burden (m).
5) Kedalaman lubang tembak (H)
Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari besarnya stemming
dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya
disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan
geoteknik.
Persamaan :
H = Kh . B ......................................................................... (2.9)
Keterangan :
H = Kedalaman lubang tembak (m).
Kh = Hole dept ratio (1,5 – 4).
B = Burden (m).
6) Charge length (PC)
Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak.
Persamaan :
PC = H – T ....................................................................... (2.10)
Keterangan :

15
PC = Panjang kolom isian (m).
H = Kedalaman lubang tembak (m).
T = Stemming (m).
7. Powder Factor (PF)
Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan perbandingan antara
penggunaan bahan peledak terhadap jumlah material yang diledakkan atau
dibongkar dalam kg/m³, berdasarkan jenis batuan yang akan diledakan, nilai
powder factor yang disarankan menurut Jimeno (1995) dapat dilihat pada tabel
3.1. dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

E de  PC  n
PF   ...

V V

Keterangan :

PF = Powder Factor (kg/m3)

E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)

V = Volume batuan yang terbongkar (m3)

de = Loading density (kg/m)

PC = Charge length (m)

n = jumlah lubang ledak

Tabel 3.1 Powder Factor Yang Disarankan (Jimeno, 1995)


Type of Rock UCS, (MPa) Powder Factor (kg/m3)
Massive high strength 50 - >100 0,6 – 1,5
rock
Medium strength rock 25 - 50 0,3 – 0,6
Highly fissured rock <5 - 25 0,1 – 0, 3

3.5 Rancangan Peledakan

16
Tujuan utama peledakan adalah untuk melepaskan batuan dari batuan
induknya. Untuk hasil peledakan yang optimal perlu dipertimbangan faktor-faktor
yang mempengaruhi operasi peledakan.

3.5.1 Mekanisme Pecahnya Batuan Akibat Peledakan


Konsep yang dipakai adalah konsep pemecahan dan reaksi–reaksi
mekanik dalam batuan homogen. Sifat mekanis dalam batuan yang homogen
akan berbeda dari batuan yang mempunyai rekahan–rekahan dan heterogen
seperti yang dijumpai dalam pekerjaan peledakan.
Proses pecahnya batuan akibat dari peledakan dibagi dalam tiga tingkatan
yaitu dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading. (Lihat
Gambar 3.3)
1) Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)

Sumber : Saptono S 2006


Gambar 2.3 Proses Pemecahan Tingkat I (dynamic loading)
Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan
di daerah sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang
ledak merambat dengan kecepatan 3000 – 5000 m/det, akan mengakibatkan
tegangan tangensial yang menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah
lubang ledak. Rekah pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.

1) Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)

17
Sumber : Saptono S 2006
Gambar 2.4 Proses Pemecahan Tingkat II (quasi-static loading)
Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meningkatkan
lubang ledak pada proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila
mencapai bidang bebas akan dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat,
kemudian berubah menjadi negatif dan timbul gelombang tarik. Gelombang
tarik ini merambat kembali di dalam batuan. Oleh karena batuan lebih kecil
ketahanannya terhadap tarikan daripada tekanan, maka akan terjadi rekahan
– rekahan primer disebabkan karena tegangan tarik dari gelombang yang
dipantulkan. Apabila tegangan regang cukup kuat akan menyebabkan
slambing atau spalling pada bidang bebas. Dalam proses pemecahan tingkat
I dan tingkat II fungsi dari gelombang kejut adalah menyiapkan batuan
dengan sejumlah rekahan – rekahan kecil. Secara teoritis energi gelombang
kejut jumlahnya antara 5 – 15 % dari energi total bahan peledak. Jadi
gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar untuk proses pemecahan
tingkat akhir.
2) Proses pemecahan tingkat III (release of loading)

Sumber : Saptono S 2006


Gambar 2.5 Proses Pemecahan Tingkat III (release of loading)

18
Dibawah pengaruh takanan yang sangat tinggi dari gas–gas hasil
peledakan maka rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara
cepat oleh kombinasi efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial
dan pembajian (pneumatic wedging). Apabila massa batuan di depan lubang
ledak gagal dalam mempertahankan posisinya bergerak ke depan maka
tegangan tekan tinggi yang berada dalam batuan akan dilepaskan. Efek dari
terlepasnya batuan adalah menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam massa
batuan yang akan melanjutkan pemecahan hasil yang telah terjadi pada
proses pemecahan tingkat II. Rekahan hasil dalam pemecahan tingkat II
menyebabkan bidang – bidang lemah untuk memulai reaksi – reaksi
fragmentasi utama pada proses peledakan.

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan


penambangan apabila (Koesnaryo, 2001):
1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).
2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan
yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder
factor).
3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah
(kurang dari 15 % dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).
4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak,
overhang, retakan-retakan).
5. Aman.
6. Dampak terhadap lingkungan (flyrock, getaran, kebisingan, gas beracun,
debu) minimal.
Untuk memenuhi kriteria-kriteria diatas, diperlukan kontrol dan
pengawasan terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi
peledakan.

3.5.2 Faktor Rancangan Yang Tidak Dapat Dikontrol

19
Adalah faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan
manusia, Hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang
termasuk faktor – faktor ini adalah:

1. Karakteristik Massa Batuan


Dalam kegiatan pengeboran dan peledakan, karakteristik massa batuan yang
perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan
batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas batuan, dan kecepatan
perambatan gelombang pada batuan, serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang
akan diledakkan.
Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan semakin sukar batuan
tersebut untuk dihancurkan (Tabel 3.1), demikian juga dengan batuan yang
memiliki kerapatan tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin berat massa suatu
batuan, maka bahan peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau
menghancurkan batuan tersebut akan lebih banyak.
Tabel 2.2 Kekerasan batuan dan kuat tekan uniaksial
Hardness Kekerasan (skala Kuat Tekan Uniaksial
Moh’s) (MPa)
Sangat keras >7 > 200
Keras 6–7 120 – 200
Agak keras 4,5 – 6 60 – 120
Agak lunak 3 – 4,5 30 – 60
Lunak 2–3 10 – 30
Sangat lunak 1 – 2 < 10

Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk
atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut
dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat Elastis Fragile yaitu batuan
dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang melewati batas
elastisitasnya. Abrasivitas batuan merupakan suatu param batuan yang
mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor yang digunakan untuk melakukan
pengeboran pada batuan tersebut. Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral

20
penyusun batuan tersebut. Semakin keras mineral penyusun batuan tersebut
maka tingkat abrasivitasnya akan semakin tinggi pula.
Batuan yang terdapat didaerah penelitian Pt. J Resources Bolaang
Mongondow di dalam pit durian mempunyai kuat tekan rata-rata 5-32 Mpa.
Kekuatan batuan semakin bertambah seiring kedalaman pemboran semakin
dalam.

Gambar 2.6 Diagram Alir Rencana Peledakan

2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah struktur
rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan.
Kekar merupakan rekahan – rekahan dalam batuan yang terjadi karena
tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya – gaya yang bekerja dalam kerak
bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap
sama sekali tidak ada. Adanya struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan
dari bahan peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas
hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga
mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan.

21
Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang diledakkan
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan
bahkan batuan hanya mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini
penentuan arah peledakan menurut R.L.Ash (1963) adalah:
a). Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain,
sudut horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya
membentuk sudut tumpul (mendekati 105) dan pada bagian lain akan
membentuk sudut lancip (mendekati 75).
b). Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotong
bidang kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan
menghasilkan pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan
pada jenjang. Peledakan selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran
tangan, suara peledakan (air blast) dan batu terbang. Untuk menghindari
hal tersebut peledakan diarahkan keluar dari sudut tumpul.
c). Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak
miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi
secara efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat
dicapai bila peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.
Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila
lubang tembak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan
menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih
baik bila dibandingkan dengan lubang tembak yang dibuat searah dengan bidang
perlapisan. Secara teoritis bila lubang tembak arahnya berlawanan dengan arah
kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan
terjadinya backbreak akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi
hasil peledakan akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Arah
lubang tembak searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka
kemungkinan yang terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang
rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan terlempar jauh serta
kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar.

3. Pengaruh Air

22
Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi
stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak.
Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi
bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian
akan gagal meledak (misfire). Misalnya ANFO yang dapat larut dalam air, tidak
dapat digunakan untuk zona peledakan yang banyak airnya. Untuk mengatasi
pengaruh air, dapat menggunakan pompa untuk mengeluarkan air tersebut dari
lubang ledak kemudian membungkus bahan peledak menggunakan plastik.
Penutupan pada lubang ledak pada saat hujan juga merupakan salah satu cara
mengurangi pengaruh air.

3.5.3 Faktor Rancangan yang Dapat Dikontrol


Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia
dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Arah dan kemiringan lubang tembak
Arah pengeboran secara teoritis ada dua, yaitu arah pengeboran tegak dan
arah pengeboran miring (Lihat Gambar 2.6). ada peledakan jenjang posisi dari
suatu lubang ledak dapat memberikan keuntungan maupun kerugian dalam
memperoleh hasil peledakan yang baik. Biasanya perusahaan tambang yang
menggunakan alat bor dengan jenis putar-tumbuk (rotary percussive) akan
menerapkan sistem pengeboran miring, tetapi pada perusahaan tambang terbuka
yang mempunyai daerah operasi penambangan yang besar mempunyai
kecenderungan menggunakan sistem tegak, adapun kerugian dan keuntungan
dari penggunaan kedua sistem tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keuntungan dari penggunaan lubang ledak miring adalah:
1) Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik,
ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relatif seragam.
2) Dinding jenjang yang dihasilkan relatife rata.
3) Powder factor yang digunakan untuk menghantarkan gelombang kejut
pada lantai jenjang lebih efesien.

23
4) Mengurangi terjadinya pecah berlebihan (backbreak) dan menjadikan
lantai jenjang lebih rata.
5) Memperkecil bahaya longsor pada jenjang, sehingga keamanan untuk
para pekerja dan alat lebih terjamin.
b. Kerugian lubang ledak miring adalah sebagai berikut:
1) Panjang lubang ledak dan waktu yang dibutuhkan menjadi lebih panjang.
2) Pada pengeboran lubang ledak dalam, sudut yang dibentuk akan semakin
besar.
3) Mengalami kesulitan pada penempatan alat bor.
4) Dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat.
5) Mengalami kesulitan dalam pengisian handak.

Sumber : ( Mc.Gregor, 1967).


Gambar 2.7 Pengeboran dengan Lubang Tegak dan Lubang Tembak Miring

Menurut Mc. Gregor bahwa arah kemiringan lubang ledak antara 100-200
terhadap bidang vertikal yang biasanya digunakan pada tambang terbuka telah
memberikan hasil yang baik.
Keuntungan lubang ledak tegak adalah sebagai berikut:
1. Pengeboran dapat dilakukan dengan lebih akurat.

24
2. Dapat melakukan pengeboran lebih dekat dengan dinding jenjang.
Kerugian lubang ledak tegak, sebagai berikut:
1. Kemungkinan timbulnya pecah belakang (backbreak) lebih besar.
2. Jenjang yang diperoleh kurang stabil.
3. Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang lebih besar.
Pada peledakan yang menerapkan lubang tembak tegak, maka gelombang
tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit, sehingga kehilangan
gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal ini dapat
menyebabkan timbulnya tonjolan (toe) pada lantai jenjang. Sedangkan pada
peledakan dengan lubang tembak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih
luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan kehilangan
gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil.
Pada kegiatan pengeboran, waktu pengeboran untuk membuat lubang tembak
tegak lebih cepat dan penanganannya lebih mudah bila dibandingkan dengan
lubang tembak miring. Hal ini disebabkan pada lubang tembak miring, alat bor
kesulitan untuk meletakkan posisi kemiringan yang sama setiap lubangnya,
sehingga sering terjadi kemiringan yang tidak sama antara lubang – lubang
tembaknya.
Untuk fragmentasi batuan hasil peledakan, lubang tembak miring lebih
menghasilkan fragmentasi yang seragam bila dibandingkan dengan lubang tembak
tegak. Hal ini disebabkan pada lubang tembak miring, bidang bebas yang terbentuk
lebih luas dan hilangnya energi peledakan pada lantai jenjang lebih sedikit.
2. Diameter lubang tembak
Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam
merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak
burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya.
Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan
kecil. Jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,
dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan.
Begitu pula sebaliknya.
Diameter lubang tembak juga mempengaruhi terhadap panjang stemming.
Untuk menghindari getaran (vibrasi) maupun batuan terbang (flyrock), apabila

25
lubang tembak berdiameter besar maka stemming harus panjang sedangkan jika
lubang tembak berdiameter kecil maka stemming menjadi pendek (Lihat
Gambar 3.5).
Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi
fragmentasi batuan hasil peledakan. Stemming yang terlalu panjang dapat
mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu
untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang
terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya
batuan menjadi lebih kecil.

Stemming Stemming
panjang
pendek

Ǿ kecil
Ǿ besar

Gambar 2.8 Pengaruh diameter lubang tembak bagi tinggi


stemming.

3.6 Pengaruh Kekar Terhadap Arah Peladakan


Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah
strukutur rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Kekar merupakan
rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang
disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan
bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada.

26
Dengan adanya struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari bahan
peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi
peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan
daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan
berdampak terhadap batuan yang akan diledakkan sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan, bahkan batuan hanya mengalami
keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini penentuan arah peledakan menurut
R.L. Ash (1967) adalah :
a) Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain,
sudut horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya membentuk
sudut tumpul dan pada bagian lain akan mebentuk sudut lancip.
b) Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotongan
bidang kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan
pecahan melebihi batas (over break) dan retakan-retakan pada jenjang. Peledakan
selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tanah (groundvibration), ledakan udara
(air blast), dan batu terbang (flyrock). Untuk menghindari hal tersebut peledakan
diarahkan keluar dari sudut tumpul.
c) Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak
miring akan memberikan keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara
efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat dicapai bila
peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.

27
Sumber : Stig O Oloffson, 1997

Gambar 3.4 Arah Pengeboran Pada Bidang Perlapisan


Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan. Apabila lubang
ledak yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan menghasilkan
fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih baik bila
dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang perlapisan.
Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan dengan arah kemiringan
bidang perlapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya backbreak
akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan lebih
seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh. Sedang jika arah lubang ledak
searah dengan arah kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang tejadi
adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang rata, fragmentasi batuan tidak
seragam dan batu akan terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya
longsoran akan lebih besar.

2.7 Pengukuruan Fragmentasi Dengan Split Dekstop V-3.1


Metode yang diterapkan untuk melakukan pengukuran fragmentasi batuan hasil
peledakan adalah dengan melakukan pengambilan data gambar/foto dilapangan
dari fragmentasi batuan hasil peledakan dan kemudian memanfaatkan program split
desktop V-3.1 untuk mengolah dan memperoleh distribusi ukuran fragmentasi yang
dihasilkan Split Desktop V-31 adalah program komputer untuk menghitung
distribusi ukuran fragmen-fragmen batuan dengan menganalisa gambar yng terbaca
dalam bentuk grafik. Kemudian dan yang dihasilkan Split Dekstop V-31 digunakan
sebagai spesifikasi tertentu. Dalam peneletian ini spesifikasi yang digunakan adalah
menggunakan batasan ukuran feed maksimal Ore Cruser yaitu 800x800 (80x80
cm).
Untuk melakukan perhitungan distribusi ukuran fragmentasi dengan
menggunakan program komputer Split Dekstop V-3.1, secara garis besar terdiri dari
menentukan gambar, mencari partikel, memperbaiki hasil pencarian, melakukan
perhitungan ukuran dan menampilkan grafik dan hasil perhitungan. Berikut adalah

28
langkah-langkah perhitungan distribusi ukuran fragmentasi dengan menggunakan
split dekstop :

1. Menentukan Gambar
Yaitu langkah pertama yang harus dilakukan dalam menggunakan
program Split Desktop dan terdiri dari dua bagian yaitu menentukan batas dari
gambar yang dihitung dan menentukan skala yang digunakan oleh gambar.
Berbeda dengan versi sebelumnya, pada versi ini gambar tidak akan diubah
kedalam format *.TIFF melainkan gambar asli akan langsung bisa diolah
dengan format “JPG”.
Sebelum bisa menentukan analisis distribusi ukuran sebenarnya maka
dibutuhkan skala sebagai pembanding. Skala yang digunakan merupakan hal
yang paling penting dalam menjalankan program Split Desktop. Skala
pembanding yang paling baik digunakan untuk pengambilan gambar pada hasil
peledakan adalah dengan menggunakan bola, karena bola tidak akan mengalami
distorsi walaupun dilihat dari sudut manapun. Penentuan skala pada gambar
terdiri dari dua, yaitu dengan menggunakan 1 dan 2 objek. Untuk masing-
masing objek pada penempatannya sebaiknya tegak lurus dengan gambar yang
akan diambil.

29
Sumber : Foto Penelitian 2016
Gambar 2.10 Fragmentasi Hasil Peledakan Pada Blok Durian Barat
2. Mencari Ukuran Partikel
Merupakan tahapan dimana program akan mengenali partikel-partikel dihitung
secara otomatil hasil konversi program. Hasil yang ditambilkan adalah garis
yang terbentuk sesuai dengan bentuk partikel kemudian program akan
menganalisis ukuran berdasarkan skala yang telah ditentukan.
3. Memperbaiki Hasil Pencarian
Langkah ini ditujukan untuk memperbaiki hasil ukuran yang diberikan oleh
pencarian ukuran partikel. Perbaikan ini meliputi penghapusan daerah yang
tidak dihitung seperti scale ball yang digunakan sebagai pembanding, maupun
garis batas antara partikel-partikel hasil analisis program, sehingga ukuran yang
terbaca oleh program bisa lebih akurat.

30
Sumber : Hasil Penelitian 2016
Gambar 2.11 Foto Yang Sudah Dilineasi
4. Melakukan Perhitungan Ukuran
Perhitungan ukuran akan secara otomatis dari program split desktop
berdasarkan skala pembanding yang ada dalam gambar, dalam hal ini scale
ball.
5. Menampilkan Grafik dan Hasil
Hasil perhitungan ukuran akan ditampilkan dalam bentuk grafik yang dapat
dipilih seperti Schuman, Rosin-Ramler dan Best Fit. Grafik tersebut akan
memberikan distribusi persentase ukuran pada selang ukuran tertentu.

31
Sumber : Hasil Penelitian 2016
Gambar 2.12 Output Anilisa Fragmentasi Percobaan pada Block Durian Barat
Dari tabel hasil analisa fragmentasi percobaan pada block durian barat
diatas dapat kita simpulan bahwa :
1) Size (mm) menujukan ukuran saringan.
2) % menunjukan tngkat presentase lolos materia.l
3) F10 menunjukan ukuran rata-rata paling kecil material, dimana pada blok
menunjukan ukuran material sebesar 0,9 cm.
4) F90 menunjukan ukuran rata-rata paling besar material, dimana pada blok
menunjukan ukuran material sebesar 25,89 cm.
5) Top Size menunjukan ukuran material yang paling besar, dimana pada blok
menunjukan ukuran material sebesar 40,98 cm.

32

Anda mungkin juga menyukai

  • Isi
    Isi
    Dokumen31 halaman
    Isi
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Judul
    Judul
    Dokumen6 halaman
    Judul
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • 1 Cover
    1 Cover
    Dokumen1 halaman
    1 Cover
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • 05bab1 Syam 10070109034 SKR 2015
    05bab1 Syam 10070109034 SKR 2015
    Dokumen7 halaman
    05bab1 Syam 10070109034 SKR 2015
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Table
    Daftar Table
    Dokumen1 halaman
    Daftar Table
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen13 halaman
    Bab Iii
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Cover 1
    Cover 1
    Dokumen1 halaman
    Cover 1
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Sidik Selalusabar
    Belum ada peringkat