Anda di halaman 1dari 18

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Diskusi Kasus

Fakultas Kedokteran Januari 2018


Universitas Halu oleo

MALARIA

Oleh :

Siti Israwati, S.Ked


(K1A1 13 055)
Tenri Nila Aprilia, S.Ked

(K1A1 12 100)

Pembimbing
dr. Hj. Musyawarah, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2018

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Rivaldi
Tanggal Lahir : 26 Maret 2003
Umur : 14 Tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Laki-Laki
Berat badan : 39kKg
Tinggi Badan : 160 cm
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Toraja
Alamat : Jln. MT Haryono, Kel. Kadia Kec. Kadia
No. RM : 51 55 31
Tanggal masuk : 27 Desember 2017
Ruangan : Mawar Anak
Cara masuk : Datang sendiri
Nama Ayah : Hendri
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Nama Ibu : Reni
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : wiraswasta

B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit diberikan oleh : Ibu Pasien
Keluhan utama : Demam hari ke 3
Anamnesis terpimpin:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan mendadak tinggi, dan terus menerus. Demam disertai sakit

2
kepala, menggigil, berkeringat namun tidak disertai kejang. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada tulang-tulangnya. Tidak ada batuk, pilek, dan sesak,
Selain itu keluhan disertai nafsu makan menurun, merasa mual, dan sempat
muntah 4 kali di rumah. BAB dan BAK kesan normal. Demam pasien sempat
turun dengan obat penurun demam namun setelah itu kembali naik.
Tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Tidak ada riwayat
perdarahan gusi atau mimisan. Tidak ada riwayat kontak dengan penderita
demam, tidak ada riwayat bepergian ke luar kota riwayat imunisasi lengkap.
C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang, Status Gizi Kurang, sadar
Antropometri : BB : 39 Kg │ PB :160 cm │LK : 45 cm │LD : 35 cm │LP
: 65 cm │LLA : 17 cm
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg P : 22x/menit
N : 96x/menit S : 38,5 0C
Pucat : (-)
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Turgor : Baik
Tonus : Baik
Busung : (-)
Kepala : Normocephal
Muka : Simetris kanan dan kiri
Rambut : Hitam, tidak mudah tercabut
Telinga : Otorhea (-), perdarahan (-)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) │Sklera ikterik (-/-)│Mata Cekung (-
)│Pupil bulat isokor
Hidung : Rinorhea (-) │cuping hidung (-)
Bibir : Kering (+), pucat (-), sianosis (-)
Lidah : Kotor (-), Tremor (-)
Mulut : sianosis(-)

3
Tenggorokan : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)

Paru :

PP : Simetris kiri dan kanan │ retraksi subcostal (-)


PR : Massa (-), nyeri tekan (-)
PK : Sonor kedua lapangan paru
PD : vesikuler│Rhonki -/-│ Wheezing -/-

Jantung :

PP : Ictus cordis tidak tampak


PR : Ictus cordis tidak teraba
PK : Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
PD : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Abdomen
PP : Datar, ikut gerak nafas
PD : Peristaltik (+), kesan normal
PK : tympani (+)
PR : Massa tumor (-), nyeri tekan epigastrium (+)

Limpa : Tidak teraba

Hati : Tidak teraba

KelenjarLimfe : Pembesaran kelenjar getah bening (-).

Alat kelamin : tidak ada kelainan

AnggotaGerak : Wasting (-) Edema pretibial (-/-), eritema palmaris


(-), Akral hangat, CRT < 2”

Kulit : ikterik (-), Peteki (+), sianosis (-)

4
Tasbeh : (-)

Col. Vertebralis : Spondilitis (-), Skoliosis (-)

Refleks Patologis : Babinski (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin (tanggal 28/12/2017)
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 6,96 [10^3/µL] (4.00 – 10.00)
RBC 4,56 [10^6/µL] (4.00 – 6.00)
HGB 12,1 [g/dL] (12.0 – 16.0)
HCT 36,9 [%] (37.0 – 48.0)
MCV 80,6 [fL] (80.0 – 97.0)
MCH 26,4 [pg] (26.5 – 33.0)
MCHC 32.8 [g/dL] (31.5 – 35.0)
PLT 251 [10^3/µL] (150 – 400)
RDW-SD 34,6 [fL] (37.0 – 54.0)
RDW-CV 12,3 [%] (10.0 – 15.0)
PDW 11,3 [fL] (10.0 – 18.0)
MPV 10 [fL] (9.0 – 13.0)
P-LCR 23,7 [%] (13.0 – 43.0)
PCT 0,36 [%] (0.17 – 0.35)
NEUT 4,86 [10^3/µL] 45.5 [%] (1.50 – 7.00) (52.0 – 75.0)
LYMPH 1,03 [10^3/µL] 46.0 [%] (1.00 – 3.70) (20.0 – 40.0)
MONO 0.50 [10^3/µL] 8.5 [%] (0.00 – 0.70) (2.0 – 8.0)
EO 0.35 [10^3/µL] [%] (0.00 – 0.40) (1.0 – 3.0)
BASO 0.04 [10^3/µL] [%] (0.00 – 0.10) (0.0 – 0.1)

b. Parasitologi
Pemeriksaan Dikke Drupple (DDR): tanggal 30/12/2017
Positif Plasmodium Vivax

5
E. RINGKASAN
An. Rivaldi 14 tahun 7 bulan datang dengan keluhan demam sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak tinggi, dan terus
menerus. Demam disertai sakit kepala, menggigil, berkeringat namun tidak
disertai kejang. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada tulang-tulangnya. Tidak
ada batuk, pilek, dan sesak, Selain itu keluhan disertai nafsu makan menurun,
merasa mual, dan sempat muntah 4 kali di rumah. BAB dan BAK kesan
normal. Demam pasien sempat turun dengan obat penurun demam namun
setelah itu kembali naik.
Tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Tidak ada riwayat
perdarahan gusi atau mimisan. Tidak ada riwayat kontak dengan penderita
demam, tidak ada riwayat bepergian ke luar kota riwayat imunisasi lengkap.
Keadaan umum pasien sakit sedang, status gizi kurang, sadar.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
96x/menit, pernapasan 22x/menit, dan suhu 38,5 0C. Pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis, peteki pada kulit dan nyeri tekan epigastrium,
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan WBC 6.96; RBC 4,56; Hb 12,1 g/dL;
HCT 36,9; MCV 80,6 fL; MCH 26,4 pg, MCHC 32,8; PLT 251. Pada
pemeriksaan DDR (apusan darah tebal ditemukan plasmodium Vivax).

F. DIAGNOSA KERJA
Malaria Tertiana

G. DIAGNOSIS BANDING
 Demam Berdarah Dengue
 Demam Tifoid

H. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tpm
- PCT 390mg/IV/8jam

6
- Ranitidin 2x1 amp/iv
- metoclopramide 1 amp/iv/extra
Non Medikamentosa
- Kompres air hangat + Tirah baring
I. FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan penyakit Intruksi pengobatan
28/12/2017 S: Demam (+), nyeri ulu hati IVFD RL 20 tpm
(+), mual (+), muntah (+), Ranitidin 2x1 amp/IV
nyeri tulang dan otot (+), sakit Metoclopramide 1 amp/iv/12jam
kepala (+) PCT 390mg/IV/8jam

O: T: 110/70 mmHg, N :
104x/menit, P: 23x/ menit
S: 39,30C
A: Febris + Gastritis akut
29/12/2017 S: Demam (+), nyeri ulu hati IVFD RL 20 tpm
(+), mual (+), muntah (+), Ranitidin 2x1 amp/IV/12jm
nyeri tulang dan otot (+), sakit Metoclopramide 1 amp/iv
kepala berkurang PCT 390mg/IV/8jam

O: T: 110/80 mmHg, N :
110x/menit, P: 24x/ menit
S: 39,50C
A: Febris + Gastritis akut
30/12/2017 S: Demam (+), mual dan IVFD RL 20 tpm
muntah berkurang, nyeri Ranitidin 2x1 amp/IV
tulang dan otot (+), sakit Metoclopramide 1 amp/iv
kepala berkurang PCT 390mg/IV/8jam
DHP 1x2 tab (3 hari)
Primaquin 1x1 tab (14 hari)

7
O: T: 110/80 mmHg, N :
104x/menit, P: 30x/ menit S:
39,30C

A: Malaria Tertiana
31/12/2017 S: Demam (+), mua dan IVFD RL 20 tpm
muntah (-), nyeri tulang dan Ranitidin 2x1 amp/IV
otot (+), sakit kepala berkurang PCT 390mg/IV/8jam
Metoclopramide 1 amp/iv
O: T: 110/80 mmHg, N : DHP 1x2 tab (3 hari)
112x/menit, P: 30x/ menit Primaquin 1x1 tab (14 hari)
S: 38,90C

A: Malaria Tertiana
01/01/2018 S: Demam bekurang, nyeri IVFD RL 20 tpm
tulang dan otot (+), sakit Ranitidin 2x1 amp/IV
kepala berkurang PCT 390mg/IV/8jam
Metoclopramide 1 amp/iv
O: T: 110/80 mmHg, N : DHP 1x2 tab (3 hari)
96x/menit, P: 22x/ menit Primaquin 1x1 tab (14 hari)
S: 37,90C

A: Malaria Tertiana
02/01/2018 S: Demam berkurang, sakit Ranitidin 2x1 amp/IV
kepala (-) PCT tab 500mg/6 jam
Primaquin 1x1 tab (14 hari)
O: T: 100/70 mmHg, N :
86x/menit, P: 20x/ menit
S: 37,20C

8
A: Malaria Tertiana
Pasien boleh pulang (rawat
jalan)

BAB II
ANALISIS KASUS

An. Rivaldi 14 tahun 7 bulan datang dengan keluhan demam sejak 3


hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak tinggi, dan terus
menerus. Demam disertai sakit kepala, menggigil, berkeringat namun tidak
disertai kejang. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada tulang-tulangnya. Tidak
ada batuk, pilek, dan sesak, Selain itu keluhan disertai nafsu makan menurun,
merasa mual, dan sempat muntah 4 kali di rumah. BAB dan BAK kesan
normal. Demam pasien sempat turun dengan obat penurun demam namun
setelah itu kembali naik.
Tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Tidak ada riwayat
perdarahan gusi atau mimisan. Tidak ada riwayat kontak dengan penderita
demam, tidak ada riwayat bepergian ke luar kota riwayat imunisasi lengkap.
Keadaan umum pasien sakit sedang, status gizi kurang, sadar.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
96x/menit, pernapasan 22x/menit, dan suhu 38,5 0C. Pemeriksaan fisik
ditemukan konjungtiva anemis, peteki pada kulit dan nyeri tekan epigastrium,
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan WBC 6.96; RBC 4,56; Hb 12,1 g/dL;
HCT 36,9; MCV 80,6 fL; MCH 26,4 pg, MCHC 32,8; PLT 251. Pada
pemeriksaan DDR (apusan darah tebal ditemukan plasmodium Vivax).
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.
Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.
Spesies plasmodium yang dapat menyerang manusia adalah plasmodium

9
falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium malariae.
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko
tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Sistem imunitas penderita sangat
mempengaruhi manifestasi klinis malaria.
A. Epidemiologi
Laporan WHO tahun 2005 menyebutkan, di seluruh dunia jumlah
kasus baru malaria berkisar 300-500 juta orang dengan kematian 2,7 juta
orang/tahun,sebagian besar anak-anak di bawah lima tahun yang
merupakan kelompok paling rentan terhadap penyakit dan kematian akibat
malaria; dengan jumlah Negara endemis malaria pada tahun 2004 sebanyak
107 negara.1
Di Indonesia yang merupakan Negara tropis, malaria tetap menjadi
salah satu penyakit menular utama khususnya di beberapa wilayah yang
dinyatakan masih endemis terutama di luar Pulau Jawa. Hal ini disebabkan
karena malaria masih merupakan penyakit menular yang dapat
menyebabkan kematian pada kelompok berisiko tinggi yaitu bayi, balita,
dan ibu hamil dan secara langsung dapat menurunkan produktivitas kerja.
Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria klinis, sedangkan
tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita
positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman
malaria) tahun 2006 sekitar 350 ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar
311 ribu kasus.2

B. Faktor resiko
Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi
antara agent (parasit plasmodium spp), host definitive (nyamuk Anopheles
spp) dan host intermediate (manusia). Karena itu, penularan malaria
dipengaruhi oleh keberadaan dan fluktuasi populasi vector (penular yaitu
nyamuk Anopheles spp), yang salah satunya dipengaruhi oleh intensitas

10
curah hujan, serta sumber parasit Plasmodium spp. atau penderita disamping
adanya host yang rentan.2
Di daerah endemis malaria tinggi, seringkali gejala klinis pada
penderita tidak muncul (tidak ada gejala klinis) meskipun parasit terus hidup
di dalam tubuhnya. Ini disebabkan adanya perubahan tingkat resistensi
manusia terhadap parasit malaria sebagai akibat tingginya frekuensi kontak
dengan parasit, bahkan di beberapa negara terjadinya kekebalan ada yang
diturunkan melalui mutasi genetik.1 Keadaan ini akan mengakibatkan
penderita carrier (pembawa penyakit) atau penderita malaria tanpa gejala
klinis (asymptomatic), setiap saat bisa menularkan parasit kepada orang
lain, sehingga kasus baru bahkan kejadian luar biasa (KLB) malaria bisa
terjadi pada waktu yang tidak terduga. Selain penularan secara alamiah,
malaria juga bisa ditularkan melalui transfusi darah atau trans transplasenta
dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.1

C. Patogenesis
Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodium intraseluler yang
ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Spesies
Plasmodium dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan memiliki siklus
hidup yang kompleks. Parasit ini dapat bertahan hidup di lingkungan seluler
yang berbeda, baik dalam tubuh manusia (fase aseksual) maupun nyamuk
(fase seksual). Replikasi Plasmodium terjadi melalui 2 tahap dalam tubuh
manusia. Fase eritrositik yang terjadi di dalam sel-sel hati dan fase
eritrositik yang terjadi di dalam sel darah merah. 5

11
Fase eksoeritrositik dimulai dengan inokulasi sporozoit ke dalam
peredaran darah oleh nyamuk Anopheles betina. Dalam hitungan menit,
sporozoit akan menginvasi sel-sel hepatosit, berkembang biak secara
aseksual dan membentuk skizon. Setelah 1-2 minggu, sel-sel hepatosit
ruptur dan mengeluarkan ribuan merozoit ke dalam sirkulasi. Skizon spesies
P. falciparum, P. Malariae, dan P. knowlesi sekali ruptur tidak akan lagi
berada di hati. Skizon spesies P. vivax dan P. ovale rupture dalam 6-9 hari
dan ruptur sekunder pada skizon yang dorman (hipnozoit) dapat terjadi
setelah beberapa minggu, bulan atau tahun sebelum mengeluarkan merozoit
dan menyebabkan relaps (malaria kronis).5
Fase eritrositik dimulai saat merozoit dari hati menginvasi sel darah
merah. Di dalam eritrosit, parasit ini bertransformasi menjadi bentuk cincin
yang kemudian membesar membentuk tropozoit. Tropozoit berkembang
biak secara aseksual yang kemudian ruptur dan mengeluarkan eritrositik
merozoit, yang secara klinis ditandai dengan demam. Beberapa dari

12
merozoit ini berkembang menjadi gametosit jantan dan gametosit betina,
sekaligus melengkapi fase siklus aseksual pada manusia. Gametosit jantan
dan gametosit betina ini dicerna oleh nyamuk Anopheles betina saat
mengisap darah dari manusia. Dalam perut nyamuk, gametosit jantan dan
betina ini bergabung untuk membentuk zigot. Zigot berkembang menjadi
ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar,
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit.
Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.5

D. Gejala Klinis
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang
merupakan petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut
dipengaruhi oleh strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit
yang menginfeksi. Gejala tersebut juga dipengaruhi oleh endemisitas tempat
infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan pengaruh pemberian
pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala P. Vivax
umumnya lebih ringan dibandingkan dengan gejala P. falciparum yang
umumnya lebih berat dan lebih akut 4
Gejala-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit
infeksi lain, yaitu adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang,
nyeri tulang dan otot, anorexia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-
kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini dapat sering terjadi pada
infeksi P. vivax dan P. ovale. Sedangkan pada P. falciparum dan P. malariae
gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak. Setelah itu
dapat terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu
menggigil, demam, berkeringat. Trias malaria ini dapat berlangsung 6-10
jam dan lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada P. falciparum
menggigil dapat berlangsung lebih berat ataupun tidak ada. Periode bebas
panas pada P. falciparum berlangsung 12 jam, pada P. vivax dan P. Ovale
berlangsung 36 jam, pada P. Malariae berlangsung 60 jam.1, 2

13
Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda dengan orang dewasa,
sehingga sering salah diintepretasikan dengan gastroenteritis akut atau
infeksi virus akut lainnya ditambah lagi pada kasus ini pasien juga sempat
mual sampai muntah.
Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang
menyebabkan malaria antara lain:

Plasmodium Manisfestasi klinis


Falciparum Gejala gastrointestinal (mual muntah), hemolisis,
anemia, ikterus, hemoglobinuria, syok, algid malaria,
gejala serebral (sakit kepala, kejang), edema paru,
hipoglikemi, gagal ginjal akut, kelainan retina, kematian
Vivax Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa
Ovale Sama dengan vivax
Malariae Splenomegali menetap, limpa jarang rupture, sindrom
nefrotik
Anak-anak yang berasal dari daerah endemis malaria (partially
immune) umumnya menunjukkan gejala minimal seperti berkurangnya
aktifitas, anoreksia atau bahkan asimptomatik; tidak harus disertai demam,
terutama bagi anak di daerah endemis. Pada anak dengan asimtomatik yang
positif parasit malaria di darah, dapat hanya menunjukkan splenomegali
sebagai temuan tunggal. Namun pada kasus, pasien tidak ada riwayat
bepergian ke luar kota (daerah endemis) dalam beberapa waktu terakhir.

E. Diagnosis
Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat
diperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Gejala klinis yang khas
antara lain demam tinggi yang dapat disertai gangguan kesadaran, ikterik,
gangguan berkemih, muntah-muntah hebat, pembesaran limpa dan trias
Malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru pertama terinfeksi malaria.
Bagi orang yang bertempat tinggal di daerah endemis biasanya penderita

14
sudah mempunyai kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga gejalanya
hanya berupa demam, sakit kepala, lemah, kadang menggigil dan
sebagainya.2
Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong
kearah malaria, diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium. Bila pada hapusan darah dan laboratorium terdapat
plasmodium dan antibody terhadap malaria maka diagnosis pasti malaria
dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan laboratorium negative, maka
pemeriksaan perlu diulangi. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan apusan
darah tebal dan apusan darah tipis. Apusan darah tebal dibuat dengan
pewarnaan Giemsa atau Field Stain, sedangkana apusan darah tipis dengan
pewarnaan Wright atau Giemsa.
Pemeriksaan apusan darah tebal bertujuan melihat jumlah eritrosit
dalam darah, sementara pemeriksaan apusan darah tipis bertujuan melihat
perubahan bentuk eritrosit, jenis Plasmodium, dan persentase eritrosit yang
terinfeksi. Pada pemeriksaan apusan darah tebal terdapat gambaran
trofozoid dengan sitoplasma yang teratur dengan bentuk gametosit seperti
pisang/bulat dengan bulr-bulir pigmen berwarna gelap, kadang-kadang
disertai balon merah. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan yang sangat
sensitive dan spesifik untuk deteksi Plasmodium seperti melalui Moleculer
Assay, ELISA dan PCR. Pemeriksaan PCR sangat berguna pada kasus-
kasus dengan derajat parasitemia yang rendah.2, 6, 8
F. Penatalaksaan
Penatalaksanaan malaria tidak berat meliputi pengobatan simptomatik dan
pengobatan antimalaria bertujuan untuk eradikasi parasit dalam tubuh dan
mencegah terjadinya komplikasi.
Lini pertama:
1. Dehidroartemisin + piperakuin (fixed dose combination)
Dosis dehidroartemisin 2-4 mg/kgBB dan piperakuin 16-32
mg/kgBB/dosis tunggal, diberikan selama 3 hari. Saat ini, rutin
digunakan di Papua dan Papua Barat. Penggunaan dehidroartemisin-

15
piperakuin pada anak lebih ditoleransi karena adverse event yang
lebih rendah dari artesunatamodiakuin.
2. Artesunat + amodiakuin (tablet 50 mg artesunat dan 153 mg
amodiakuin) Dosis artesunat 4 mg/kgBB/dosis tunggal selama 3 hari,
dan amodiakuin 10 mg- basa/ kgBB/dosis tunggal juga selama 3 hari.
Lini kedua:
1. Kina (tablet 200 mg kina fosfat/sulfat)
Dosis kina 10 mg/kgBB/dosis, diberikan 3 kali sehari selama 7 hari.
Kina harus dikombinasikan dengan doksisiklin pada P. falciparum,
dengan dosis doksisiklin: 2 mg/kgBB/dosis (usia >14 tahun),
1mg/kgBB/dosis (8-14 tahun), 2 kali sehari selama 7 hari. Pada ibu
hamil dan anak kurang dari 8 tahun direkomendasikan mengganti
doksisiklin dengan klindamisin. Kombinasi kina dan klindamisin
aman, efektif, dan memiliki adverse event lebih sedikit. Dosis
klindamisin: 20 mg basa/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7 hari.

Obat anti-malaria lini pertama dan kedua (blood schizonticidal) harus


ditambah primakuin. Primakuin bermanfaat untuk eradikasi Plasmodium
yang dorman dalam jaringan, terutama hepar (tissue schizonticidal). Untuk
P. falciparum khusus untuk anak >1 tahun, dosis primakuin: 0,75 mg-
basa/kgBB/ dosis tunggal 1 hari. Sedangkan untuk P. vivax, P. ovale dan P.
malariae dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/kgBB/dosis tunggal
selama 14 hari. Primakuin tidak boleh diberikan untuk anak usia <1 tahun,
ibu hamil, dan defisiensi G6PD.
Sebagian besar anak dengan malaria tanpa komplikasi akan
menunjukkan perbaikan dalam 48 jam setelah mulai pengobatan dan bebas
demam setelah 96 jam. Apabila malaria dapat dideteksi dini dan diberi
pengobatan yang tepat, prognosis malaria tanpa komplikasi pada anak
umumnya baik.
Pada perjalanannya, dilakukan kontrol berupa pemeriksaan
hapusan darah tebal (DDR) serial dan pemantauan tanda-tanda vital setiap

16
hari untuk mengetahui keberhasilan pengobatan. Pasien malaria dikatakan
sembuh apabila hasil pemeriksaan DDR negatif selama 3 kali berturut-turut.
Pada hari perawatan ke-7 setelah DDR serial selama 3 kali dengan hasil
negatif dan keadaan klinis yang sudah membaik, pasien dinyatakan pulih
dan dapat dipulangkan.
G. Profilaksis
Kemoprofi laksis bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi
malaria, sehingga bila terinfeksi gejala klinisnya tidak berat. Ditujukan
terutama untuk orang yang berpergian ke daerah endemis dalam waktu yang
tidak terlalu lama, seperti turis. Untuk jangka waktu lama pada anak
sebaiknya mengggunakan perlindungan diri seperti kelambu, repellent
(Diethyltoluamide/DEET 25- 35%), kawat kasa, dan lain-lain. Penggunaan
DEET 25-35% dihindari pada bayi <2 bulan dan sebaiknya dibilas
secepatnya dari kulit apabila berada di dalam ruangan yang terlindungi.
Kemoprofi laksis ditujukan terutama untuk P. falciparum karena
virulensinya tinggi. Sehubungan dengan tingginya resistensi P. falciparum
terhadap klorokuin, doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofi laksis
pada anak usia lebih dari 8 tahun.
Doksisiklin diminum 1 hari sebelum keberangkatan dengan dosis 2
mg/kgBB setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu. Pada anak yang
pada anak yang lebih kecil dapat digunakan atovaquoneproguanil dan mefl
oquine. Atovaquoneproguanil memiliki sediaan tablet anak dan lebih
ditoleransi dari mefl oquine, dimulai dari 2 hari sebelum berpergian dan
dikonsumsi setiap hari, sesuai waktu berpergian yang singkat. Untuk waktu
berpergian yang lama, dapat diberikan mefl oquine 4,6 mg basa/
kgBB/minggu, dimulai dari 2 minggu sebelum keberangkatan. Namun, mefl
oquine kurang disukai karena tidak ada sediaan untuk anak dan rasanya
pahit.6

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Laihad JL, Arbani PR. Situasi Malaria di Indonesia dan
Penanggulangannya. Dalam: Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan
CA. Malaria: dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009.
Halaman 1-16.
2. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Dalam: Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan: Epidemiologi Malaria di Indonesia.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2011, Triwulan I. Halaman 1-17.
3. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Rampengan TH.
Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2007.
Halaman 190-225.
4. Guidelines for The Treatment of Malaria. 2nd edition. Geneva:
World Health Organization; 2010
5. Figtree M, et al. Plasmodium knowlesi in Human, Indonesian
Borneo. In: Emerging Infectious Diseases. Vol. 16, No. 4, April
2011. www.cdc.gov/eid. Page 672 - 674.
6. Elyazar IRF, et al. Malaria Distribution, Prevalence, Drug
Resistance, and Control in Indonesia. In: Adv Parasitol. 2011 ; 74:
41–175
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehat
Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan
Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Bakti Husada; 2008
8. Theodorus. Obat Malaria. Dalam: Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Universitas Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi.
Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009. Halaman 185-201

18

Anda mungkin juga menyukai