Anda di halaman 1dari 23

Referat

.SYOK.

Oleh:
Beni Herlambang C11.05.0124
R.Mahesa Suryanagara C11.05.0125
Petrina Kemala Dewi C11.05.0131

Preceptor :
Bachti Alisjahbana, dr., SpPD,KPTI

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
RS Hasan Sadikin
Bandung
2006
PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan dimana sistem sirkulasi tidak dapat


memenuhi kebutuhan perfusi jaringan, sehingga mengakibatkan terjadinya
hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi gangguan
metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada jaringan
organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi
menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok obstruktif dan syok distributif.
Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan
curah jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran
darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan (otak, jantung, ginjal dan jaringan
tubuh lainnya), penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler,
penurunan volume darah yang kembali ke jantung dan akhirnya akan lebih
memperberat curah jantung.
Penanggulangan syok pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan
perfusi jaringan kembali ke keadaan normal. Untuk itu selain menemukan
penyebab syok, sangat penting menstabilkan aliran darah sehingga perfusi
jaringan dapat diperbaiki. Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada
pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga
diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh.
Dalam memberikan cairan sebagai terapi syok harus pula
dipertimbangkan tentang komposisi elektrolit yang terkandung dalam cairan
tersebut, karena tubuh memiliki sistem regulasi yang berfungsi mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi dalam mempertahankan
perfusi yang adekuat ke jaringan. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom
yang diawali oleh hiporperfusi akut, sehingga terjadi hipoksia jaringan dan
disfungsi organ vital. Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang terjadi saat
tubuh tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat. Syok membutuhkan
penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat.

2.2 Klasifikasi, Patofisiologi dan Gejala Klinis


Syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebut juga sebagai syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskular, baik karena perdarahan maupun
karena hilangnya cairan tubuh.
Penurunan volume intravaskular ini menyebabkan penurunan volume
intraventrikuler kiri pada akhir diastol yang akhirnya menyebabkan berkurangnya
kontraktilitas jantung dan menurunnya curah jantung.
Syok hipovolemik disebabkan oleh:
 Kehilangan darah, misalnya perdarahan;
 Kehilangan plasma, misalnya luka bakar
 Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan
keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah, fistula, obstruksi
usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
2.2.1.1 Syok Hipovolemik akibat Perdarahan ( Hemoragik )
Klasifikasi syok hemoragik
1. Syok ringan. Terjadi apabila pendarahan kurang dari 20% volume darah.
Timbul penurunan perfusi jaringan dan organ nonvital. Tidak terjadi
perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit
berkurang, dan mungkin (tidak selalu) terjadi asidosis metabolik.
2. Syok sedang. Sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan
terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus dan ginjal). Sudah timbul
oliguria (urin kurang dari 0,5 ml/kg berat badan/jam) dan asidosis
metabolik, tetapi kesadaran masih baik.
3. Syok berat. Perfusi di dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak
adekuat. Mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ dan jantung.
Sudah terjadi anuria dan penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma)
dan sudah ada gejala hipoksia jantung (EKG abnormal , curah jantung
turun). Perdarahan masif 50% atau lebih dari volume darah dapat
menyebabkan henti jantung. Pada stadium akhir tekanan darah cepat
menurun dan pasien jadi koma, lalu disusul nadi menjadi tidak teraba,
megap-megap dan akhirnya terjadi mati klinis (nadi tidak teraba, apneu).
Henti jantung karena syok hemoragik ialah disosiasi elektromekanik
(kompleks gelombang EKG masih ada, tetapi tidak teraba denyut nadi),
fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung.

Patofisiologi syok hemoragik


Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan vasokonstriksi
progresif pada kulit, otot dan sirkulasi viseral (dalam rongga perut) untuk
menjamin arus darah ke ginjal, jantung, dan otak. Karena ada cedera, respon
terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan denyut
jantung sebagai usaha untuk menjaga curah jantung. Pelepasan katekolamin
endogen meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer. Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi
hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang
bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok,
termasuk histamin, bardikinin, beta endorfin, dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikrosirkulasi dan
permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume
darah di dalam sistem vena, yang tidak banyak membantu memperbaiki tekanan
sistemik. Cara yang paling efektif dalam memulihkan curah jantung dan perfusi
organ adalah dengan memperbaiki volumenya.
Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak
adekuat tidak mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi
dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, dimana metabolisme ini
mengakibatkan pembentukan asam laktat dan kemudian berkembang menjadi
asidosis metabolik. Apabila syok terjadi berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak memadai, maka
membran sel tidak dapat lagi mempertahankan intergritasnya dan gradien
elektrik normal hilang. Berdasarkan klasifikasi syok hemoragik, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada organ yang dapat
bertahan lama terhadap iskemia ( kulit, lemak., otot, dan tulang). pH arteri
masih normal.
2. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang
hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus dan ginjal), dan
terjadi asidosis metabolik.
3. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak,
asidosis metabolik berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik.

Gejala klinik syok hemoragik


1. Syok ringan. Takikardia minimal. Hipotensi sedikit. Vasokonstriksi tepi
ringan: kulit dingin, pucat, basah. Urin normal/sedikit berkurang. Pasien
mengeluh merasa dingin.
2. Syok sedang. Takikardia 100-120x/menit. Hipotensi: sistolik 90-100
mmHg. Oliguria/anuria. Penderita merasa haus.
3. Syok berat. Takikardia < 120 x/menit. Hipotensi: sistolik<60 mmHg. Pucat
sekali. Anuria. Agitasi , kesadaran menurun.
Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah < 750 cc 750-1000 cc 1500-2000cc > 2000 cc
Kehilangan darah > 15% 15 – 30 % 20 – 40% > 40%
(% vol darah)
Denyut jantung < 100 > 100 > 120 > 140
Tekanan sistolik Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal / ↑ Menurun Menurun Menurun
Capillary refill Normal (+) (+) (+)
Respirasi 14-20 20 -30 30 – 40 < 35
Urin > 30 20 -30 5 – 25 Anuria
Status mental Slightly Mildly Anxious dan Confused
anxious anxious confused dan letargi
Terapi cairan Kristaloid kristaloid Kristaloid dan Kristaloid
darah dan darah

2.2.2 Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik didefinisikan sebagai kegagalan pompa jantung (pump
failure). Syok ini diakibatkan oleh terjadinya penurunan daya kerja jantung yang
berat, misalnya pada:
 Penyakit jantung iskemik, seperti infark
 Obat-obat yang mendepresi jantung
 Gangguan irama jantung

Patofisiologi syok kardiogenik :


Syok kardiogenik terjadi akibat gagal ventrikel kiri yang sangat berat,
sehingga tekanan darah turun, tekanan kapiler paru (pulmonary capillary wedge
pressure, PCWP) naik, disertai oliguria dan vasokonstriksi perifer, kesadaran
yang menurun dan asidosis metabolik. Syok kardiogenik paling sering
disebabkan oleh infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut
5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena
mempunyai mortalitas yang sangat tinggi diantara 80-90%. Dari penelitian
GUSTO didapatkan angka kematian dapat diturunkan sampai 56 %
(dibandingkan 3 % kematian pada penderita tanpa syok). Walaupun demikian
syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada
penderita infark yang dirawat di rumah sakit.
Penyebab lain syok kardiogenik ialah toksik karena obat-obatan seperti
adriamisin, infeksi seperti miokarditis, gangguan mekanik seperti tamponade,
akut mitral insufisiensi dan lain-lain.
Pengobatan dini dari infark jantung akut dapat menurunkan insidens syok
kardiogenik. Direk percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) pada
infark jantung akut juga dapat menurunkan insidensi syok.

Gejala Klinis dan Diagnosis :


Diagnosis ditegakkan bila tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg, disertai
adanya oliguria, yaitu bila diuresis kurang dari 20-30 cc/jam. Tidak ada
penyebab lain dari hipotensi, seperti perdarahan, diare, reaksi vagal, aritmia,
obat-obatan, dan dehidrasi. Biasanya penderita tampak gelisah, pucat,
extremitas dingin disertai sianosis perifer, kulit biasanya lembab dan dingin.
Kemungkinan adanya infark jantung akut didapatkan dari riwayat penyakit
adanya sakit dada yang khas, disertai perubahan gambaran EKG yang khas
dengan adanya gelombang Q patologis dan segmen ST yang meningkat dan
pemeriksaan enzim jantung, CPK, MBCK, SGOT, dan LDH menunjukkan
kenaikan.

2.2.3 Syok Obstruktif


Syok tipe ini sering terlihat pada:
 Tamponade jantung
 Pneumotoraks
 Emboli paru.

2.2.4 Syok Distributif


Syok distributif adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya tahanan
pembuluh darah perifer. Syok ini terjadi pada:
 Syok neurogenik
 Cedera medula spinalis atau batang otak
 Syok anafilaksis
 Obat-obatan
 Syok septik

2.2.4.1 Syok Septik


Syok septik biasanya ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin bakteri
gram negatif (coli, proteus, pseudomonas, enterokokus, aerobakteri), jarang
terjadi karena toksin bakteri gram positif(streptokokus, stafilokokus, Clostridium
welchii). Syok septik lebih mudah timbul pada pasien dengan trauma, diabetes
melitus, leukemia, granulositopenia berat, penyakit saluran genitourinarius, atau
yang mendapat pengobatan kostikosteroid, obat penekan kekebalan, atau
radiasi. Faktor yang mempercepat syok septik ialah pembedahan, atau
manipulasi saluran kemih, saluran empedu, dan ginekologik.

Patofisiologi syok septik


1. Pada stadium awal curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat
dan tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah
progresif dengan penurunan curah jantung, karena darah balik berkurang
(terjadi bendungan darah dalam mikrosirkulasi dan keluarnya cairan dari
ruangan intravaskular karena permeabilitas kapiler bertambah), yang
ditandai dengan turunnya tekanan vena sentral.
2. Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat
disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien
yang sudah syok paru-paru ditandai dengan gejala gagal paru-paru
progresif, PO2 arterial turun, hiperventilasi, dispneu, batuk dan asidosis.
3. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi karena pemacuan proses
pembekuan akibat kerusakan endotel kapiler oleh infeksi bakteri.

Gejala klinik syok septik


1. Demam tinggi >38.9ºC. Sering diawali dengan menggigil, kemudian suhu
turun dalam beberapa jam ( jarang hipotermi).
2. Takikardia.
3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
4. Petekia, leukositosis atau leukopenia yang bergeser ke kiri,
trombositopenia.
5. Hiperventilasi dengan hipokapnia.
6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, perirektal.
7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,
trombositopenia, atau koagulokasi intravaskular yang tidak dapat
diterangkan penyebabnya. Sedangkan pada persangkaan infeksi harus
segera dilakukan pemeriksaan biakan kuman dan uji lainnya.

2.2.4.2 Syok Anafilaktik


Syok anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik merupakan
suntikan atau cara lain. Reaksi dapat berkembang menjadi suatu kegawatan
berupa syok, gagal napas, henti jantung, dan kematian mendadak.
Patofisiologi :
Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi anafilaktik sistemik berat.
Terjadinya syok dapat berlangsung dengan cepat. Kematian terjadi pada
penderita berusia di atas 20 tahun. Sedangkan kematian pada anak biasanya
disebabkan oleh edema laring. Kematian pada usia dewasa biasanya merupakan
kombinasi syok, edema laring, dan aritmia jantung. Syok anafilaktik dapat
kambuh 2-24 jam setelah kejadian pertama.
Obat-obat yang sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan
antibiotik penisilin, ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol,
sulfanamid, kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies.
Alergi terhadap gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zat
radiodiagnostik, enzim-enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain), vitamin,
heparin, makan telur, susu, coklat, kacang, ikan laut, mangga, kentang, dll, juga
dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.

Gejala Klinis :
1. Reaksi lokal : biasanya hanya urtikaria dan edema setempat, tidak fatal.
2. Reaksi sistemik : biasanya mengenai saluran napas bagian atas, system
kardiovaskuler, gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut dapat timbul
segera atau 30 menit setelah terpapar antigen.
a. Ringan : mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal di kulit dan
mukosa, bersin-bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.
b. Sedang : gejalanya lebih berat, selain gejala di atas, dapat pula terjadi
bronkospasme, edema laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam
setelah terpapar antigen.
c. Berat : terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti
reaksi tersebut di atas hanya lebih berat yaitu bronkospasme, edema
laring, stridor, napas sesak, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeri perut,
diare, muntah-muntah, kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok, dan koma.
Kematian disebabkan oleh edema laring dan aritmia jantung.
BAB III

PENATALAKSANAAN

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan


untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan
kausal.

Prinsip Dasar Penanganan Syok


 Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan
khusus untuk:
- menstabilkan kondisi pasien,
- memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
- mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
 Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok

3.1 Terapi Syok Secara Umum


3.1.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam
jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang
harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
mengijinkan.
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi – kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi
jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan
tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan
operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cedera
intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang.
Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan
tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari “ubun-ubun sampai ke jari
kaki” sebagai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita,
sangat penting mencegah hipotermia.
5. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi
urin.
3.1.2 Akses Pembuluh Darah
Harus segera didapatkan akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16
Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Lebih baik kateter pendek
dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan
cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah
pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan
penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh sentral
(vena-vena femoralis, jugularis atau vena subclavia dengan kateter besar)
dengan menggunakan teknik Seldinger atau melakukan vena seksi pada vena
safena di kaki, tergantung tingkat ketrampilan dan pengalaman dokternya.
Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat darurat tidak dapat
dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak sepenuhnya steril, karena itu bila
keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus
diubah atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi
yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu
pneumotoraks atau hemotoraks.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus
harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang
penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat
ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis
dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan
toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri
juga harus dilakukan pada saat ini. Foto toraks harus diambil setelah
pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk
mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau
hemotoraks.
3.1.3 Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam
ruang interstitial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan
pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis
merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk
terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi
ginjalnya kurang baik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar
diramalkan pada evaluasi awal penderita. Pada tabel 1, dapat dilihat cara
menentukan jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita.
Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut
diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml
cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang
ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan sebagai hukum “3
untuk 1”. Namun, lebih penting untuk menilai respon penderita kepada resusitasi
cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya
keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Apabila pada waktu
resusitasi jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau
mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum
diketahui atau penyebab lain untuk syoknya.

3.2 Terapi Kausal


3.2.1 Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang
tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat diantaranya perdarahan dari luka, atau
hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya
perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan
di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan
lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu
berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak)
dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan
terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-
aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk
ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan
akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial.
Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan
adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit
volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih
tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum
stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan
interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah,
plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang. Infus cairan tetap menjadi
pilihan pertama dalam menangani pasien hamil. Bila telah jelas ada peningkatan
isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat
adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan
sampai terjadi kelebihan cairan.

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ


a.Umum
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang
digunakan untuk diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan
respon penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut
nadi merupakan tanda positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali
ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak memberi informasi
tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem saraf sentral dan peredaran
darah kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi
kuantitasnya sukar ditentukan.
b.Produksi Urin
Dalam batas tertentu, produksi urin dapat digunakan sebagai pemantau
aliran darah ginjal. Penggantian volume yang memadai seharusnya
menghasilkan keluaran urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/
jam pada anak-anak dan 2 ml/kg/jam untuk bayi (dibawah umur 1 tahun). Bila
kurang, atau makin turunnya produksi urin dengan berat jenis yang naik, maka ini
menandakan resusitasi yang tidak cukup. Keadaan ini menuntut ditambahnya
penggantian volume dan usaha diagnostik.
c.Keseimbangan Asam Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan
karena takhipnea. Alkalosis respiratorik seringkali disusul dengan asidosis
metabolik ringan dalam tahap syok dini dan tidak perlu diterapi. Asidosis
metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang sudah lama, atau akibat syok
berat. Asidosis metabolik terjadi karena metabolisme anaerobik akibat perfusi
jaringan yang kurang dan produksi asam laktat. Asidosis yang persisten biasanya
akibat resusitasi yang tidak adekuat atau kehilangan darah terus menerus dan
pada penderita syok normotermik harus diobati dengan cairan, darah, dan
dipertimbangkan intervensi operasi untuk mengendalikan perdarahan. Defisit
basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri dapat berguna dalam
memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut. Jangan gunakan natrium
bikarbonat secara rutin untuk mengobati asidosis metabolik sekunder pada syok
hipovolemik.

Keputusan Terapeutis Berdasarkan Respon Kepada Resusitasi Cairan Awal


Respon penderita kepada resusitasi cairan awal merupakan kunci untuk
menentukan terapi berikutnya. Setelah membuat diagnosis dan rencana
sementara berdasarkan evaluasi awal dari penderita, dokter sekarang dapat
mengubah pengelolaannya berdasarkan respon penderita pada resusitasi cairan
awal.
Adalah penting untuk membedakan hemodinamis stabil dengan
hemodinamis normal. Penderita dengan hemodinamis stabil mungkin tetap ada
takhikardi, takhipnea dan oligouri dan jelas masih tetap kurang diresusitasi dan
masih syok. Sebaliknya penderita dengan hemodinamis normal adalah yang
tidak menunjukkan tanda perfusi jaringan yang kurang memadai,
Pola respon yang potensial dapat dibahas dalam tiga kelompok : respon
cepat, respon sementara dan respon minimum atau tidak ada pada pemberian
cairan.
A. Respon cepat
Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal
dan tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan cairan
kemudian diperlambat sampai kecepatan maintanance. Penderita seperti ini
biasanya kehilangan volume darah minimum (kurang dari 20%). Untuk kelompok
ini tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut.
Jenis darahnya dan crossmatch harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan evaluasi
pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena intervensi
operatif mungkin masih diperlukan.
B. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan,
namun bila tetesan diperlambat, hemodinamik penderita menurun kembali
karena kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak
cukup. Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini harus diteruskan, demikian
pula pemberian darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penderita
mana yang memerlukan operasi segera.
C. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon,
ini menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang,
namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-hemoragik seperti
tamponade jantung atau kontusio miokard.
Kemungkinan adanya syok non-hemoragik harus selalu diingat pada
kelompok ini. Pemasangan CVP atau ekokardiografi emergensi dapat membantu
membedakan kedua kelompok ini.
Tabel 2 Respon Terhadap Pemberian Cairan Awal
Respon cepat Respon sementara Tanpa respon
Tanda Vital Kembali ke normal Perbaikan Tetap abnormal
sementara, tensi
dan nadi kembali
turun
Dugaan Minimal (10-20%) Sedang, masih ada Berat ( > 40%)
kehilangan darah (20 – 40%)
Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak
kristaloid
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera
Persiapan darah Type specific dan Type specific Emergensi
crossmatch
Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti
Kehadiran dini Perlu Perlu Perlu
ahli bedah

3.2.2 Syok Septik


Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada
pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa
jam ke rumah sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka
tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena
perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan
kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya
hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai
udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh
penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami
hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia,
vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun
dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume
intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit
hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

Penanganan medikamentosa pada syok septik


1. Terapi cairan. Pemberian cairan garam berimbang harus segera
diberikan pada saat ditegakkan diagnosis syok septik. Pemberian cairan
ini sebanyak 1-2 liter selama 30-60 menit dapat memperbaiki sirkulasi
tepi dan produksi urin. Pemberian cairan selanjutnya tergantung
pengukuran tekanan vena sentral.
2. Obat inotropik. Dopamin sebaiknya diberikan bilamana keadaan syok
tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan, tetapi tekanan vena sentral
telah kembali normal. Dopamin permulaan diberikan kurang dari 5
ug/kgbb/menit. Dengan dosis ini diharapkan aliran darah ginjal dan
mesenterik meningkat, serta memperbanyak produksi urin. Dosis
dopamin 5-10 ug/kgbb/ menit akan menimbulkan efek β-adrenergik,
sedangkan pada dosis lebih dari 10 ug/kgbb/menit, dopamin tidak efektif
dan yang menonjol ialah efek α-adrenergik.
3. Antibiotika. Pemberian dosis antibiotika harus lebih tinggi dari dosis biasa
dan diberikan secara intravena. Kombinasi pemberian dua antibiotika
spektrum luas sangat dianjurkan karena dapat terjadi efek aditif dan
sinergistik. Misalnya kombinasi pemberian Klidamisin (600 mg/6 jam)
dengan aminoglikosida ( gentamisin atau tobramisin 2 mg/kgbb/ 8 jam)
sebagai terapi permulaan sebelum mendapatkan uji kepekaan bakteri.
3.2.3 Syok kardiogenik
Semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard akut sebaiknya
dikirim segera ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas untuk kateterisasi,
angioplasti, dan operasi kardiovaskuler. Tindakan resusitasi dan suportif harus
segera diberikan bersamaan pada saat evaluasi diagnosis.
- Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
- Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
- Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan elektrolit yang
terjadi.
- Bila terjadi takiaritmia, harus segera diatasi :
- Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan
pemberian digitalis.
- Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 x / menit harus diatasi
dengan pemberian sulfas atropine.
- Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam
penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara
parenteral dengan menggunakan pedoman CVP. Jenis cairan yang
digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai
cairan salin isotonik. Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu cara
sederhana untuk menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat
dalam penanganan syok kardiogenik. Caranya :
- Bila CVP < 12 mmH2O, sulit untuk mengatakan adanya pump failure dan
sebelum penanganan lebih lanjut, volume cairan intravaskular harus
ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg. Pada keadaan ini,
diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan melalui infus dalam
waktu 5 menit. Bila ada respons, berupa peningkatan tekanan darah,
peningkatan diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti
paru tidak ada atau tidak semakin berat, maka diberikan cairan tambahan
sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit.
- Bila selanjutnya CVP tetap < 15 cmH2O, tekanan darah tetap stabil atau
meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau semakin
bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000
ml/jam sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang.
Periksa CVP, tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan CVP
meningkat sampai 15 cmH2O.
- Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai CVP awal 12-18 cmH2O,
maka diberikan infus cairan 100 ml dalam waktu 10 menit. Pemberian
cairan selanjutnya tergantung dari peningkatan CVP, perubahan tekanan
darah, dan ada tidaknya gejala klinis kongesti paru.
- Jika nilai awal CVP 20 cmH2O atau lebih, maka tidak boleh dilakukan tes
toleransi cairan intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberian
vasodilator.
- Jika nilai CVP < 5 cmH2O , infus cairan dapat diberikan walau didapatkan
edema paru akut.
- Jika pasien menunjukkan adanya edema paru dan dalam penanganan
dengan pemberian infus cairan menyebabkan peningkatan kongesti paru
serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan harus dihentikan dan
keadaan pasien dievaluasi kembali.
- Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume
intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade
jantung sebelum pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai.
Tamponade jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan volume
expansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan
perikardiosentesis segera.
- Harapan hidup jangka panjang yang buruk dari penanganan syok kardiogenik
akibat infark miokard dengan terapi medis telah mendorong dilakukannya
tindakan bedah revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil dengan
terapi farmakologis. Guyton menyimpulkan bahwa coronary-artery bypass
sugery (CABS) merupakan terapi pilihan pada semua pasien syok
kardiogenik akibat infark miokard. CABS juga dianjurkan pada pasien yang
mengalami kegagalan dengan tindakan angioplasti. Tindakan operasi
dilakukan apabila didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak
mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis.
- Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan
miokard ireversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung.

3.2.4 Syok anafilaksis


Penatalaksanaan syok anafilaktik tergantung tingkat keparahan, namun
yang terpenting harus segera dilakukan evaluasi jalan napas, jantung dan
respirasi. Bila ada henti jantung paru, lakukan resusitasi jantung paru. Terapi
awal diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
Untuk terapi awal, berikan adrenalin 1 : 1.000, 0,3 ml sampai maksimal 0,5
ml, subkutan atau im, dapat diulang 2-3 kali dengan jarak 15 menit. Pasang
torniket pada proksimal dari suntikan infiltrasi dengan 0,1 – 0,2 adrenalin 1 :
1000. Lepaskan torniket setiap 10-15 menit. Tempatkan pasien dalam posisi
terlentang dengan elevasi ekstremitas bawah (kecuali kalau pasien sesak).
Awasi jalan napas pasien, periksa tanda-tanda vital tiap 15 menit. Bila efek
terhadap adrenalin kurang, berikan difenhidramin hidroklorida, 1 mg/kg BB
sampai maksimal 50 mg im atau iv perlahan-lahan.
Bila terjadi hipotensi (tekanan sistolik < 90 mm Hg), segera berikan cairan
iv yang cukup. Bila tidak ada respon, berikan dopamin 400 µg (2 ampul) dalam
cairan infus glukosa 5 % atau Ringer laktat atau NaCL 0,9% atau dekstran, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik 90-100 mmHg.
Bila terjadi bronkospasme persisten, berikan oksigen 4-6 liter/menit. Bila
tidak terjadi hipotensi, berikan aminofilin dosis 0,5-0,9 mg/kg BB/jam. Berikan
aerosol ß-2 agonis tiap 2-4 jam, misalnya 0,3 ml metaproterenol dalam larutan
garam melalui nebulasi atau adrenalin 0,1-0,3 ml setiap 2 -4 jam.
Untuk mencegah relaps (reaksi fase lambat), berikan hidrokortison 7 – 10
mg/kg BB iv lalu lanjutkan hdrokortison suntikan 5 mg/kg BB iv tiap 6 jam sampai
48-72 jam.
Awasi adanya edema laring, jika perlu dilakukan trakeostomi. Bila kondisi
pasien stabil, berikan terapi suportif dengan cairan selama beberapa hari, pasien
harus diawasi karena kemungkinan gejala berulang minimal selama 12-24 jam.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam pertama.
BAB IV

KESIMPULAN

Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang dapat terjadi saat tubuh tidak
mendapatkan aliran darah yang adekuat. Hal ini dapat merusak banyak organ.
Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk
dengan amat cepat.
Secara klinis syok ditandai dengan pucat, dingin, berkeringat, nadi lemah,
hipotensi, bertambahnya kecepatan pernafasan dan takikardi dengan penurunan
tekanan darah sistemik dengan tekanan sistole di bawah 70 mmHg, penurunan
volume urine dan terjadinya iskemia yang mengakibatkan turunnya perfusi
jaringan
Syok dapat diklasifikasikan menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik
yang dapat disebabkan karena perdarahan dan dehidrasi, syok obstruktif, dan
syok distributif yang diantaranya terdiri dari syok anafilaktik dan syok septik.
Secara umum penatalaksanaan syok adalah dengan cara memperbaiki
perfusi jaringan, mencari penyebab, mengatasi penyebab, mengatasi komplikasi
dan mempertimbangkan terapi lanjutan.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses


Penyakit. Edisi 4. 283-295. Jakarta: EGC.
2. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeons
Committee On Trauma. First Impression. 1998.
4. Maier, Ronald V. 2001. Shock. Dalam: Harrison’s Principles of Internal
Medicine Volume I: 222-227. New York. Mc Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai