Anda di halaman 1dari 36

JURNAL READING

Recurrent Pregnancy Loss in Patients with Polycystic Ovary


Syndrome: A Case Control Study

PEMBIMBING :
dr. Hary Purwoko, SpOG, KFER

OLEH :
Isni Ayu Lestari
1610221008

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “Veteran” JAKARTA
RSUD AMBARAWA
Tujuan

Mengidentifikasi faktor biofisik & hormonal yang


berbeda yang dapat menyebabkan abortus berulang
pada wanita Saudi yang didiagnosis dengan sindrom
ovarium polikistik (SOPK)
Sindrom ovarium polikistik
Kelainan endokrin yang biasanya muncul dengan gejala klinis
yang beragam, mulai dari anovulasi kronis & hiperandrogenisme,
hingga morfologi ovarium polikistik pada ultrasound tanpa
kelainan menstruasi dan biokimia.

Kelainan ovarium yang ditandai dengan beberapa kista kecil di


dalam ovarium dan dengan produksi androgen berlebih dari
ovarium.

Kondisi serius yang memerlukan perhatian medis


kumpulan gejala dan tanda
yang terjadi akibat
hiperandrogenisme dan
gangguan ovulasi tanpa
disertai kelainan hiperplasia
adrenal kongenital,
hiperprolaktinemia atau
neoplasma yang mensekresi
androgen.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan
pemeriksaan fisik Penunjang
• Acanthosis • Tes laboratorium
Nigricans • USG
• Hirsutisme
• Acne
• Virilisasi
• Obesitas
Diagnosis dapat ditentukan dengan menggunakan klasifikasi
ESHRE/ASRM (Rotterdam 2003), bila didapatkan dua dari
tiga tanda,
• Oligo atau Anovulasi
• Tanda klinis atau biokimia hiperandrogenisme
• Polycistic ovarium pada pemeriksaan sonografi

Kriteria menurut AES,2006. Bila, didapatkan semua tanda


• Hyperandrogenism (Hirsustisme dan/atau
hiperandrogenemia)
• Disfungsi ovarium (oligo-anovulasi dan/atau polikistik
ovarium)
• Pengecualian terhadap kelebihan androgen lainnya atau
gangguan ovulasi.
Terapi Medikamentosa
• Kontrasepsi oral
• Progestin sintetis
• Antiandrogen
• Diuretik
• Metformin (Glucophage).
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan kadang-kadang dilakukan
pada kasus infertilitas akibat SOPK yang tidak
segera mengalami ovulasi setelah pemberian
terapi medikamentosa. Melalui pembedahan,
fungsi ovarium di pulihkan dengan
mengangkat sejumlah kista kecil.
• Laparoscopic ovarian drilling
Tingkat kejadian antara Sindrom Ovarium Polikistik & abortus
Berulang masih belum pasti, karena variasi yang luas dalam
penelitian yang berbeda, berkisar antara 10% dalam penelitian
baru-baru ini, dan sampai 80% di penelitian lain.
Keguguran berulang secara klasik mengacu pada terjadinya
3 atau > abortus secara berturut-turut kehamilan yang diakui
secara klinis sebelum minggu ke 20 kehamilan.

Tidak termasuk:
kehamilan ektopik, molar, dan biokimia
Faktor risiko :

1. Usia ibu lanjut


2. Anomali rahim dan perlengketan
3. Cervical insufficiency :
ke≠mampuan serviks uterus untuk mempertahankan
kehamilan pada trimester kedua, karena tidak adanya
kontraksi rahim
4. Penyakit imunologis:
sindrom antifosfolipid dan penyakit tiroid autoimun,
kelainan endokrin (DM, sindrom ovarium polikistik, dan
hiperprolaktinemia)

Meskipun dalam hampir 50% kasus, patofisiologi tetap tidak


diketahui.
Metode

• Studi case- control.


• Lokasi : the Maternity and Children Hospital (MCH),
Dammam, Provinsi Timur, Arab Saudi.

Rumah sakit bersalin utama di Provinsi Timur Arab Saudi.


Jumlah pengiriman sekitar 14.000 kelahiran setiap tahunnya.
Kriteria
INKLUSI EKSKLUSI
• Pasien Saudi yang • ♀ non-Saudi
didiagnosis dengan sindrom • ♀ lajang dengan PCOS,
ovarium polikistik, yang • ♀ menikah dengan nulipara,
diobati untuk abortus
berulang & juga memiliki • ♀ dengan anomali rahim
sindrom polikistik ovarium • Sindrom antifosfolipid
yang dievaluasi. (APS),
• ♀ dgn penyakit kronis yang
dapat menyebabkan
abortus.
Pasien diidentifikasi dengan rekam medis untuk :
• Diagnosis PCOS
• Pengukuran tubuh
• Paritas dan hasil kehamilan
• Kadar hormonal.
Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari medical records
Informasi yang digunakan :

1. Usia Kadar hormonal termasuk :


2. Tinggi badan • Prolaktin
3. Berat badan • LH
4. Indeks massa tubuh • FSH
5. Hasil paritas dan kehamilan • TSH
6. Riwayat kehamilan ektopik • Estradiol (E2),
dan molar, dan • Progesteron, dan
• Testosteron.
Analisis data

♀ yang didiagnosis PCOS dengan abortus berulang

dibandingkan dengan

kelompok kontrol ♀ dengan PCOS tanpa abortus berulang.


Hasil
148 ♀ diidentifikasi sebagai PCOS.

• 46 ♀ (31%) : riwayat abortus berulang, dan

• 102 ♀ (69%) : didiagnosis menderita PCOS namun


tanpa riwayat abortus berulang.
Tabel 1 menunjukkan data demografis 46 pasien dengan PCOS
dengan abortus berulang dan 102 kontrol.
Tabel 2 (a) membandingkan hasil paritas & kehamilan pada
kedua kasus dan kontrol.

Perbandingan abortus antara kasus dan kontrol sangat signifikan


<0,001
Tabel 2 (b) adalah subdivisi Tabel 2 (a) untuk menilai hasil dari
keberhasilan kehamilan.

Tidak ada perbedaan antara kasus dan kontrol


Tabel 3 membandingkan tingkat hormonal rata-rata antara kasus
dan kontrol.

Tingkat rata-rata estradiol kasus sedikit > rendah dari kontrol,


perbedaan signifikan secara statistik
Sagle dkk: 80% ♀ PCOS mengalami abortus kehamilan berulang

Homburg dkk. Rai et al. dan Banu dkk.


- Prevalensi abortus
kehamilan berulang Hasil:
antara ♀ PCOS dan - Prevalensi abortus
non-PCOS berulang 40% di ♀ PCOS
dibanding kontrol normal
Hasil:
- prevalensi 33% pada ♀
PCOS, dibanding 10%
pada ♀ non-PCOS
Penelitian Kami,
Prevalensi abortus berulang
antara ♀ PCOS menjadi 31%,
hampir mendekati sebagian
besar laporan.
Berdasarkan usia
Literatur melaporkan bahwa risiko ↑ signifikan setelah usia 35 tahun.

McClure dkk.
Andersen dkk, ditemukan bahwa ♀
Mempelajari hubungan tingkat
usia >35 tahun memiliki 25% risiko
serum estradiol, usia ibu, dan hasil
abortus spontan
kehamilan pada pasien PCOS.
Menemukan:
↑ usia ibu dikaitkan dengan tingkat
estradiol serum yang > rendah, yang
Penelitian kami, secara signifikan terkait dengan
Rata-rata usia ibu <35 tahun untuk abortus berulang
kedua kasus dan kontrol.
≠ ditemukan perbedaan signifikan
usia rata-rata.
Kasus 33,1 tahun : kontrol 31,9 tahun.
Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan prevalensi abortus, dan
obesitas jelas > umum terjadi pada PCOS daripada kontrol normal

Wang et al:
Tingkat abortus spontan >tinggi pada ♀ PCOS karena prevalensi obesitas yang
>tinggi
Boots dkk:
♀ gemuk >rentan mengalami abortus dibanding kontrol non-obesitas

Fakhoury dkk.
Membandingkan ♀ PCOS dengan kontrol normal pada ♀ Saudi;
Mereka menemukan kedua kelompok memiliki BMI di atas 25 kg / m2

Penelitian kami,
Kedua kelompok kasus PCOS & kontrol memiliki BMI >30 kg/m2.
≠ ada perbedaan yang signifikan BMI antar kedua kelompok
KASUS 31,4 Kg/M2 : KONTROL 31,6 Kg/M2
Obesitas

Qin et al., Naver et al.


ditemukan pasien PCOS memiliki melaporkan kejadian kelahiran
insidensi hipertensi yang diinduksi prematur dan pre-eklampsia
kehamilan, diabetes gestasional, berlipat ganda pada ♀
persalinan prematur, dan seksio hiperandrogenik PCOS dibanding
sesarea yang > tinggi dengan PCOS normo-androgenik

Penelitian kami,
Serupa dengan yang diamati oleh Naver
dkk, tingkat persalinan prematur di antara
kasus tersebut 2x lipat kontrol, 10%
dibanding 5%, masing-masing.
Multiple Gestasion
Merupakan kemungkinan komplikasi induksi ovulasi sebagai
pengobatan siklus anovulasi pada pasien PCOS

Nahuis dkk:
Melaporkan kejadian
kehamilan kembar pada
pasien PCOS dalam uji coba Penelitian kami,
secara acak sebagai 5% Tidak ditemukan ↑ yang
setelah diobati dengan signifikan dalam tingkat
elektrokauter laparoskopi, kelahiran kembar di kedua
dan 8% setelah menerima kasus atau kontrol.
FSH rekombinan
Kehamilan Ektopik

Wang et al.
Mempelajari kejadian kehamilan ektopik setelah fertilisasi in vitro
pada pasien PCOS, dan melaporkan peningkatan 3kali lipat kejadian
kehamilan ektopik pada pasien PCOS

Penelitian kami,
Prevalensi kehamilan ektopik secara keseluruhan 2,4%,
sedikit lebih tinggi dari populasi umum, 20 per 1000.
KASUS 8% : KONTROL 6%
Banyak literatur mempelajari hubungan antara endokrinopati yang
berbeda & abortus berulang pada pasien PCOS dan non-PCOS.

Sebagian besar peneliti mempelajari efek :


1. Hiperprolaktinemia,
2. Hipotiroidisme subklinis,
3. Luteinizing hormon dan Folikel stimulaiting hormon,
4. Tingkat progesteron abnormal, dan
5. Hiperandrogenisme.

Dalam penelitian kami, kami mengukur hormon ini, dan


membandingkannya antara kasus dan kontrol.
Prolaktin
Hirahara dkk,
mengevaluasi efek hiperprolaktinemia dalam patogenesis abortus
berulang.
Ditemukan:
1. Pemulihan tingkat prolaktin normal dengan bromokriptin
dikaitkan dengan ↑ signifikan dalam hasil kehamilan,
2. Kadar prolaktin yang sesuai dapat memainkan peran penting
dalam mempertahankan kehamilan dini, terutama pada kasus
abortus berulang hiperprolaktinemia

Penelitian kami,
tingkat prolaktin serum rata-rata
kasus 16,7 ng/mL : kontrol 17,7 ng/mL
dan berada dalam batas normal
Luteinizing hormone (LH) & follicle-stimulating hormone (FSH)

LH & FSH memainkan peran penting dalam sekresi hormonal, ovulasi,


dan integritas endometrium.

Sebelumnya: Namun, banyak penelitian


diperkirakan bahwa ↑ ≠ menemukan hubungan
kadar LH pada pasien yang signifikan antara
PCOS dikaitkan dgn konsentrasi LH & abortus
abortus berulang berulang

Penelitian kami,
≠ ditemukan perbedaan yang signifikan antara
kasus dan kontrol mengenai rasio LH, FSH, dan
rasio LH / FSH,
Hipotiroidisme
Jacob:
Melibatkan 1000 ♀ , dia melaporkan bahwa bahkan disfungsi tiroid
ringan dapat sangat meningkatkan risiko masalah serius.

♀ dengan disfungsi tiroid ringan 2kali lipat berrisiko keguguran,


persalinan pra-term, & berat lahir rendah dibanding kontrol normal

Penelitian kami,
≠ perbedaan yang signifikan dalam tingkat TSH antara
kasus dan kontrol
Estradiol

Gurbuz dkk. dan Trout & Seifer


Melaporkan ↑ kadar estradiol serum pada ♀ dengan abortus berulang
McClure dkk:
PCOS dengan abortus berulang memiliki tingkat estradiol serum >
rendah
Evrim dkk:
tingkat estradiol > rendah pada pasien PCOS dibanding kontrol normal
Fujimoto dkk.
Kadar estradiol >tinggi dikaitkan dengan hasil kehamilan yang >baik

Penelitian kami,
Pasien PCOS dengan abortus berulang memiliki estradiol >rendah
dibanding PCOS tanpa abortus berulang,
(signifikan secara statistik)
Selain itu, kadar estradiol berkorelasi negatif dengan kejadian abortus.
progesteron

Yan et al:
Peneliti lain :
progesteron serum tidak
♀ dengan abortus berulang
memprediksi hasil kehamilan
memiliki tingkat progesteron
berikutnya pada ♀ dengan
yang jauh > rendah dibanding
abortus berulang yang tidak
kontrol normal
dapat dijelaskan

Penelitian kami,
≠ ditemukan perbedaan yang signifikan dalam
kadar progesteron serum menjadi dua kasus dan
kontrol
testosteron

Okon dkk: ↑ testosteron dikaitkan dengan abortus berulang pada


pasien PCOS dan non-PCOS

Nardo dkk. dan Lathi dkk: ≠ menemukan hubungan antara kadar


testosteron & abortus berulang pada pasien PCOS dan non-PCOS

Penelitian kami,
kadar testosteron >tinggi pada kontrol dibanding
kasus, dan perbedaannya tidak signifikan secara
statistik.
Kesimpulan
• Pasien PCOS dengan abortus berulang ≠ mengalami ↑ yang
signifikan dalam usia, BMI, kehamilan prematur, kehamilan
multipel dan kehamilan ektopik.

• Rasio hormonal (prolaktin, LH, FSH, LH / FSH, TSH,


progesteron, testoste-rone) dapat dibandingkan antara kasus
dan kontrol, kecuali kadar estradiol serum, yang secara
signifikan >rendah pada pasien PCOS dengan abortus
berulang.
• Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai