Anda di halaman 1dari 16

TINDAKAN KHUSUS PADA KEGAWATAN SISTEM

PERNAFASAN : JALAN NAFAS BUATAN

KELOMPOK 2 :

Kuntum Khairani Syahril 1611316011 Vania Aresti Yendrial l1611316016

Azi Serandi 1611316012 Laila Maharani 1611316017

Afrilita Putri Yuza 1611316013 M Agung Akbar 1611316018

Intan Nia Soleha 1611316014 Anil Darman 1611316019

Warsiatun 1611316015 Yuli Indriyani 1611316020

Dosen Pembimbing: Ns. Elvi Oktarina, M.Kep,. Sp, MB

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada Nabi besar
kita yakninya Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari
zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan yang kita rasakan
pada saat sekarang ini.

Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat mengenai “Tindakan Khusus pada Kegawatan Sistem Pernafasan:
Jalan Nafas Buatan”. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Semoga menjadi ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Amin.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan supaya kita selalu berada di bawah lindungan
Allah SWT.

Padang, Agustus 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Gangguan Jalan Nafas ................................................................... 4
B. Tindakan Jalan Nafas Buatan ........................................................ 4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korban gawat darurat dengan kesadaran menurun mempunyai resiko
tinggi untuk gangguan jalan nafas, dan kerap kali memerlukan jalan nafas
defenitif. Pada korban gawat darurat, jalan nafas defenitif ditujukan untuk :
memberikan jalan nafas yang adekuat, memberikan oksigenasi tambahan,
membantu ventilasi dan mencegah aspirasi.

Sumbatan jalan nafas adalah suatu keadaan terdapatnya benda asing di


jalan nafas yang menyebabkan keluar dan masuknya udara terganggu
sebagian atau keseluruhan. Sumbatan jalan nafas dapat disebabkan oleh
benda asing. Benda asing tersebut dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas
sebagian (partial) atau komplit (total). Pada sumbatan jalan nafas partial
korban mungkin masih mampu melakukan pernafasan, namun kualitas
pernafasannya terganggu, sementara pada sumbatan jalan nafas total korban
biasanya tidak dapat berbicara, bernafas atau batuk.

Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama


walaupun ada kemungkinan untuk diatasi. Penolong harus dapat mengenal
tanda-tanda dan gelaja sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat
walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana tindakan khusus pada kegawatan sistem pernafasn: jalan nafas
buatan ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui tindakan khusus pada kegawatan sistem pernafasn: jalan nafas
buatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep gangguan jalan nafas
b. Untuk mengetahui tindakan jalan nafas buatan :

1
1) Penekanan krikoid (sellick manuever)
2) Penanganan jalan nafas pada korban trauma
3) Laryngeal mask airway (lma)
4) Combitube
5) Needle krikotiroidotomi
6) Trakheostomi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Gangguan Jalan Nafas


Gangguan jalan nafas dapat secara tiba-tiba dan lengkap, atau perlahan
dan parsial. Peristiwanya dapat progresif atau dan rekuren. Takipnea walaupun
dapat disebabkan nyeri atau ketakutan, namun harus selalu diingat
kemungkinan ganggunan jalan nafas yang dini. Karena itu penilaian jalan nafas
serta pernafasan sangat penting.

Korban gawat darurat dengan kesadaran menurun mempunyai resiko


tinggi untuk gangguan jalan nafas, dan kerap kali memerlukan jalan nafas
definitif. Korban gawat darurat tidak sadar, intoksikasi alkohol atau perlukan
intratoraks beresiko terganggunya pernafasan. Pada korban gawat darurat
seperti ini jalan nafas definitif ditujukan untuk: memberikan jalan nafas yang
adekuat, memberikan oksigenasi tambahan,membantu ventilasi dan mencegah
aspirasi. Menjaga oksigen serta mencegah hiperkarbia sangat penting pada
trauma kapitis.

Petugas kesetan harus mengantsipasi kemungkinann muntah pada


semua korban gawat darurat trauma. Adanya cairan lambung di orofarinks
menandakan kemungkinan aspirasi yang dapat terjadi secara mendadak.
Trauma pada wajah merupakan keadaan lain yang memerlukan perhatian
segera. Mekanisme perlakuan biasanya adalah penumpang mobil yang tanpa
sabuk pengaman dan kemudian terlempar ke kaca saat tabrakan. Trauma pada
bagian tengah wajah (mid-face) dapat menyebabkan fraktur dislokasi yang
beresiko mengganggu oro atau nasofaring.

Fraktur tulang wajah dapat menyebabkan pendarahan, sekresi yang


meningkat serta avulasi gigi yang menambah masalah pada jalan nafas. Fraktur
ramus mandibular, terutama bilateral, dpat menyebabkan lidah jatuh ke
belakang dan gangguan jalan nafas pada posisi terlentang. Korban gawat
darurat yang menolak untuk berbaring mungkin ada gangguan jalan nafas.
Perlukaan daerah leher beresiko adanya gangguan jalan nafas karena rusaknya

3
laring atau trakea atau karena pendarahan dalam jaringan lunak yang menekan
jaln nafas.

Pada saat penilaian awal (initial assessment), bila ditemukan korban


gawat darurat sadar yang dapat berbicara biasa, keadaan ini untuk sementara
menjamin adanya airway yang baik. Karena itu, tindakan yang utama
dilakukan adalah berusaha berbicara dengan korban gawat darurat. Jawaban
yang adekuat menjamin airway yang baik, pernapasan yang baik serta perfusi
ke otak yang baik. Gangguan dalam menjawab pertanyaan menunjukkan
gangguan kesadaran, gangguan jalan nafas atau gangguan pada pernapasan.

Mengenali adanya sumbatan jalan nafas

Penyebab utama jalan nafas pada korban tidak sadar adalah hilangnya
tonus otot tenggorokn sehingga pangkal lidah jatuh menyumbat faring dan
epiglottis menutup laring. Bila korban masih bernafas, berarti terjadi sumbatan
partial yang menyebabkan bunyi nafas saat inspirasi bertambah (stridor),
sianosis (pucat sebagai tanda lanjut) dan retraksi otot pernapasan tambahan.
Tanda ini akan hilang pada korban yang tidak bernapas.

Obstuksi jalan nafas komplit (total), korban biasanya tidak dapat


berbicara, bernapas, atau batuk. Biasanya korban memegang lehernya diantara
ibu jari dan jari lainya. Saturasi oksigen aka sangat cepat menurun ke otak dan
otak akan mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kehilangan
kesadaran dan kematian akan cepat terjadi jika tidak di ambil tindakan segera

B. JALAN NAFAS BUATAN


1. Pemasangan endotrakeal tube (ETT)
Pemasangan pipa endotrakeal menjamin terpeliharanya jalan nafas
dan sebaliknya dilakukan sesegera mungkin oleh penolong yang terlatih.

4
Keuntungan pemasangan pipa endotrakeal:
 Tepeliharanya jalan nafas
 Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
 Menjamin tercapainya volume tidal yang diiginkan
 Mencegah terjadinya aspirasi
 Mempermudah pengisapan lendir di trakea
 Merupakan jalur masuk obat-obatan resusitasi
Karena kesalahan letak pipa endotrakeal dapat menyebabkan kematian maka
tindakana ini dilakukan oleh penolong yang terlatih.

Indikasi pemasangan pipa endrotrakeal:

 Henti jantung
 Korban sadar tidka mampu bernapas dengan baik seperti pada kasus:
edema paru, guillan-Bare syndrom, dan sumbatan jalan nafas
 Perlindungan jalan nafas tidak memadai misalnya pada korban dengan
koma atau arefleksi
 Penolong tidak mampu memberikan bantuan nafas dengan cara
konfensional

Persiapan alat untukk pemasangan pipa endotrakeal (ETT)

a. Laringoslop, lengkap dengan handle dan bladenya


b. Pipa endotrakeal dengan ukuran:
 Perempuan : no 7,0:7,5: 8,0
 Laki-laki no: 8,0 : 8,5
 Keadaan emergensi no: 7,5
c. Stilet (mandrin)
d. Forsep margil
e. Jeli
f. Spuit 20 atau 10cc
g. Stetoskop
h. Bantal

5
i. Plester dan gunting
j. Alat penghisap lendir

Teknik pemasangan

 Cek alat-alat yang di perlukan dan pilih ETT sesuai ukuran


 Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik
 Beri pelumas dengan ujung ETT sampai daerah cuff
 Letakan bantal setinggi kurang lebih 10 cm di oksiput dan pertahan kan
kepala tetap ekstensi
 Bila perlu laukan pengisapan lendir dan faring
 Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang
laringoskop
 Masukan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan
lidah ke kiri. Masukkan bilah smapai mencapai dasar lidah atau bibir tidak
terjepit di antara bilah bibir korban.
 Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40o,
jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
 Bila pita suara sudah terlihat, masukkan ETT sambil memperhatikan
bagian proksimal dari cuff ETT melewati pita suara ± 1-2cm atau pada
orang dewasa kedalaman ETT ± 19-23 cm.
 Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
 Lakukan ventilasi dengan menggunakan bagging dan lakukan auskultasi
pertama pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil
memperhatikan pengembangan dada.
 Bila terdengar suara gargling pada lambung dan dada tidak mengembang,
lepaskan ETT dan lakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik kemudian
lakukan intubasi kembali.
 Kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan
volume secukupnya sampai tidak terdengar lagi suara kebocoran di mulut
korban saat dilakukan ventilasi.
 Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
 Pasang orofaring untuk mencegah korban menggigit ETT jika mulai sadar

6
 Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100% (aliran 10-12 liter/menit)

Gambar : Pemasangan Endotracheal Tube (ETT)

2. Penekanan Krikoid (Sellick Manuever)


Perasat ini dikerjakan saat intubasi untuk mencegah distensi
lambung, regurgitasi isi lambung dan membantu dalam proses intubasi.
Perasat ini dipertahankan sampai balon ETT sudah dikembangkan.

Cara melakukan sellick manuever


 Cara puncak tulang tiroid (adam’s apple)
 Geser jari sedikit ke kaudal sepanjang garis median sampai menemukan
lekukan kecil yaitu membran krikotiroid
 Geser lagi jari sedikit ke bawah sepanjang garis median hingga
ditemukan tonjolan kecil tulang yaitu tulang kartilago krikoid.
 Tekan tonjolan ini di antara ibu jari dan telunjuk kearah dorsokranial.
Gerakan ini akan menyebabkan esophagus terjepit di antara bagian
belakang kartilago krikoid dengan tulang belakang dan lubang trakea
/rmaglotin akan terdorong kearah dorsal sehingga lebih mudah terlihat.

Memastikan letak EET dengan menggunakan alat


Berbaga alat mekanik atau elektrnik dapat digunakan untuk tujuan
ini, misalnya detektor dan tidal CO2 dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif.

Komplikasi pemasangan EET

7
 EET masuk kedalam oesopagus yang dapat menyebabkan hipoksia
 Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi
 Gigi atah
 Laselerasi pada faring dan trakea akibat stiller
 Kerusakan pita suara
 Perforasi pada faring dan esophagus
 Muntah dan aspirasi
 Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat intubasi sehingga terjadi
hipertensi,takikardi dan aritmia
 EET masuk kedalam salah satu bronkus. Umumnya masuk ke bronkus
kanan untuk mengatasinya tarik EET 1-2 cm sambil dilakukan inspeksi
gerakan dada

3. Penanganan jalan nafas pada korban trauma


Gerakan kepala dan leher yang berlebihan pada korban cidera leher
dapat menyebabkan cedera yang lebih hebat . korban trauma muka, multiple
dan kepala harus dianggap disertai dengan cidera leher.

Langkah penanganan pada korban atau tersangka cedera leher :


 Jangan tengadahkan kepala hanya angkat rahang dan buka mulut pasien
 pertahankan kepala pada posisi netral selama memanipulasi jalan naas
 Korban fraktur basis dan tulang muka lakukan pemasangan EET dalam
keadaan tulang belakang distabilisasi
 Bila tidak dapat dilakukan intubasi krikoirodiotomi atau trikheostomi
 Bila dputuskan untuk dilakukan intubas melalui hidung (blind nasal
intubation) maka harus dilakukan oleh penolong yang berpengalaman
 Bila korban melawan, dapat diberikan obat pelemas dan penenang

Teknik tambahan untuk penanganan jalan nafas invasif dan ventilasi


Ada 2 alat bantu jalan nafas yang termasuk kelas lib, yaitu;
- Laryngeal Mask Airway (LMA)
- Esophageal Tracheal Combitube

8
4. Laryngeal Mask Airway (LMA)
LMA merupakan sebuah pipa dengan ujung distal yang
menyerupai sungkup dengan tepi yang mempunyai balon sekelilingnya.
Pada terpasang bagian sungkup ini harus berada di daerah hipofaring
sehingga saat balon dikembangkan maka bagian terbuka dari sungkup
akan menghadap ke arah lubang trakhea membentuk bagian dari jalan
nafas.

Beberapa kelebihan LMA sebagai alat bantu jalan nafas adalah :


 Dapat dipasang tanpa laringoskopi
 Atau leher sehingga menguntungkan korban dengan cedera leher atau
pada korban yang sulit dilakukan visualisasi lubang trakhea
 Karena LMA tidak perlu masuk kedalam lubang trakhea maka resiko
kesalahan intubasi dengan segala akibatnya tidak ditemukan pada LMA

Kekurangan LMA adalah tidak dapat melindungi kemungkinan


aspirasi,sebaliknya ETT dapat melindungi kemungkinan terjadinya aspirasi.

5. Combitube
Alat ini merupakan gabungan ETT dan obturator oeshopageal. Pada
alat ini terdapat 2 daerah berlubang, satu lubang di distal dan beberapa di
tengah, lubang – lubang ini dihubungkan melalui 2 saluran yang terpisah

9
dengan 2 lubang di proksimal yang merupakan interface untuk alat bantu
nafas. Selain itu terdapat 2 buah balon, satu proksimal dari lubang distal dan
satu proksimal dari deretan lubang ditengah . Ventilasi melalui trakhea
dapat dilakukan melalui lubang distal (ETT) dan tengah (obtutator). Alat ini
dimasukkan tanpa laringoskopi, dari penelitian dengan cara memasukkan
seperti ini 80% kemungkinan masuk ke eosophagus.
Setelah alat ini masuk, kedua balon dikembangkan dan dilakukan
pemompaan, mula – mula pada obtutator seraya dilakukan inspeksi dan
auskultasi apabila ternyata dari pengamatan ini tidak tampak adanya
ventilasi paru pemompaan dipindahkan pada EET dan lakukan kembali
pemeriksaan klinis. Kinerja ventilasi, oksigenisasi dan perlindungan
terhadap aspirasi alat ini sepadan dengan EET dengan keunggulan lebih
mudah dipasang dibandingkan EET.

6. Needle Krikotiroidotomi
Tindakan ini dilakukan untuk membuka jalan nafas sementara
dengan cepat, apabila cara lain sulit dilakukan. Pada teknik ini membran
krikotiroid disayat kecil vertikal, dilebarkan dan dimasukkan EET.

7. Trakheostomi
Teknik ini bukan pilihan pada keadaan darurat (life saving).
Tindakan ini sebaiknya dilakukan di kamar bedah oleh seorang yang ahli.
Ada 2 jenis yang biasa dipakai:
 Penghisap faring yang kaku, pada alat ini diperlukan tekanan negatif
yang rendah sekali
 Penghisap trakheobronkhial yang lentur, alat ini mempunyai syarat :
o Ujung harus tumpul dan sebaiknya memiliki lubang di ujung dan
di samping
o Lebih panjang dari EET
o Licin
o Steril dan sekali pakai
Cara melakukan penghisapan lendir

10
 Lakukan hiperventilasi dengan F1O2 100% selama 15-30detik
 Gunakan kateter trakheobronkial dengan diameter tidak lebih dari 1 cm
diameter dalam EET. Lama penghisapan tidak lebih dari 10 detik
 Bila setelah penghisapan selama 10 detik ternyata masih belum bersih
maka dapat dilakukan penghisapan kembali, di antara penghisapan harus
diselingi dengan ventilasi seperti di atas.
 Setelah selesai penghisapan lakukan hiperventilasi dengan F1O2 100%
selama 15-30 detik.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan jalan nafas dapat secara tiba-tiba dan lengkap, atau perlahan
dan parsial. Peristiwanya dapat progresif atau dan rekuren. Takipnea walaupun
dapat disebabkan nyeri atau ketakutan, namun harus selalu diingat
kemungkinan ganggunan jalan nafas yang dini. Karena itu penilaian jalan nafas
serta pernafasan sangat penting.
Jalan nafas buatan terdiri dari beberapa tindakan antara lain seperti
penekanan krikoid (sellick manuever), penanganan jalan nafas pada korban
trauma, laryngeal mask airway (LMA), combitube, needle krikotiroidotomi dan
trakheostomi

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber atau bahan bacaan bagi
mahasiswa khususnya dalam tindakan khusus pada kegawatan sistem
pernafasan : jalan nafas buatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sartono, Masudik dan Ade Eneh Suhaemi. 2014. Basic Trauma Cardiac Life
Support. Bekasi : GADAR Medik Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai