1.1 Definisi
IBD adalah kelompok penyakit inflamasi kronik pada usus, terdiri dari tiga tipe yaitu colitis
ulserativa,, crohn disease, dan intermediate colitis. Colitis ulserativa adalah proses inflamasi
mukosa terlokalisasi di colon, dimulai dari rectum kea rah proksimal, bersifat difus dan kontinyu.
Penyakit crohn (PC) adalah inflamasi yang dapat mengenai sepanjang traktus gastrointestinal
dimulai dari mulut hingga anus, terjadi secara segmental dan dapat diselingi jaringan sehat
diantaranya, ulserasi yang dalam (transmural), asimetris, dan sering terjadi reaksi granulomatosa
sehingga sulit dibedakan dari TB usus. Sedangkan intermediate colitis adalah penyakit inflamasi
kronik pada usus dimana inflamasi ini tidak dapat dibedakan dengan colitis ulserativa dan penyakit
crohn.
1.2 Epidemiologi
Prevalensi tertinggi terjadi di Negara-negara Amerika Utara, Eropa Utara, dan Inggris,
sementara di Asia cukup rendah. Insidens tertinggi terjadi pada decadekedua dan ketiga kehidupan,
dan puncak kedua pada usia 50-80 tahun. Tidak ada perbedaan insidens pada laki-laki dan
perempuan. Angka kejadian colitis ulserativa lebih tinggi dibandingkan penyakit crohn. Data
epidemiologi di Indonesia belum pernah dipublikasikan, namun laporan RSCM tahun 1991-1996
menyebutkan bahwa colitis ulserativa lebih tinggi kekerapannya sebesar 2,8 % pada pasien yang
dirujuk untuk kolonoskopi atau dengan kecurigaan colitis dibandingkan crohn disease sebesar
1,4%. Data juga menunjukkan bahwa 25,9% penyebab diare kronik, berdarah dan nyeri perut
adalah IBD.
Dari data di unit endoskopi pada beberapa RS di Jakarta (RSCM, RS Tebet, RS Siloam,
dan RS Jakarta) didaptkan data bahwa kasus IBD terdapat pada 12,2% dari kasus yang dikirim
dengan diare kronik, 3,9% dari kasus dengan hematochezia, 25,9% dari kasus dengan diare kronik
berdarah dan nyeri perut. Sedangan pada kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.
1.3 Etiopatogenesis
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti, maupun penjelasannya. Secara
umum penyakit ini bersifat multifactorial. Terdapat empat mekanisme utama yang mendasari:
1. Predisposisi genetic
Ratusan lokus kromosom telah diidentifikasi memiliki hubungan dengan kerentanan
terjadinya IBD, semua factor genetic terlibat dan menimbulkan disfungsi imunitas,
pengaturan mediator inflamasi, dan rekruitmen sel-sel inflamasi, yang menyebabkan
gangguan regulasi atau supresi inflamasi sehingga proses inflamasi tidak terkendali.
2. Defek pertahanan mukosa
Factor genetic juga berperan dalam disfungsi pertahanan mukosa usus, akibatnya
permeabilitas usus meningkat, hilangnya ion-ion dalam air, dan antigen eksogen serta
makromolekul dapat masuk dengan mudah.
3. Kerentanan terhadap pemicu di lingkungan
Individu-individu tertentu lebih rentan terhadap pemicu dari lingkungan seperti
enteropatogen. Salmonella, Shigella, Campylobacter, Clostridium difficile ditunjukan
dapat memicu atayu memodifikasi respon imun yang tidak terkontrol. Factor lingkungan
lain yang berpengaruh adalah merokok, atau kontrasepsi oral.
4. Bakteri komensal dalam lumen usus
Pada keadaan normal respon imun mengalami regulasi dan supresi agar menjadi toleran
terhadap flora komensal usus. Pada IBD factor pemicu di lingkungan menyebablakn
system imun berespon terhadap bakteri komensl usus secara berlebihan.
Akibat semua factor tersebut terjadi inflamasi mukosa, ulserasi, edema, perdarahan, dismotilitas,
malabsorpsi dan hilangnya ion dan cairan yang tampak secara klinis sebagai diare.
3. Radiologi
Teknik pemeriksaan kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostic pada IBD yang
saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi
striktur dan fistulasi, mukosa yang irregular, gambaran polip dan ulkus, ataupun perubahan
distensi lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangkan haustrae. Interpretasi
radiologi tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemeriksaan ini di kontraindikasikan
pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik.
Gambaran radiologi KU PC
Abnormalitas usus halus - ++
Abnormalitas ileum - ++
terminal
Colitis segmental - ++
Colitis asimetri - ++
Striktur +/- +
4. Histopatologi
KU PC
Inflamasi difus mukosa dan submukosa Inflamasi transmural, granulomatosa
Distorsi struktur kripti Dapat ditemukan fisura dan ulkus aphtoid
PF: keadaan umum, status nutrisi, nyeri tekan abdomen, gejala atau
tanda ekstraintestinal, fistula.
1.8 Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini dapat terjadi komplikasi yang dibagi menjadi
1. Komplikasi interstinal
Komplikasi colitis ulserativa adalah perdarahan, dan toksik megakolon. Toksik megakolon
adalah dilatasi kolon total atau segmental non obstruktif dengan diameter >= 6 cm
merupakan bentuk fulminant dari KU dengan adanya inflamasi transmural, ulserasi yang
dalam dan luas, serta terdapat degenerasi neuromuscular. Sedangkan komplikasi PC adalah
perforasi usus, abses, striktur, dan obstruksi, fistula, dan penyakit perianal.
2. Komplikasi ekstraintestinal
Sekitar ¼ pasien IBD memiliki komplikasi yaitu hiperkoagulabilitas, anemia, batu empedu,
batu ginjal, osteoporosis (karena oenggunaan steroid jangka panjang). Manifestasi
kutaneus seperti eritema nodosum, dan pioderma gangrenosum. Serta dapat terjadi
manifestasi ocular seperti uveitis, episkleritis, dan sklerakonjunctivitis.
1.9 Prognosis
1. Mortalitas
Pasien dengan PC memiliki risiko mortalitas sebesar 1,4-5 kali lebih besar dibandingkan populasi
normal, namun tidak demikian halnya dengan pasien KU
2.Risiko keganasan
Pasien dengan IBD memiliki risiko menderita kanker colon, terutama bila awitan gejala terjadi
pada usia dini, terdapat riwayat keganasan usus besar dalam keluarga, dan durasi IBD setelah 8
tahun dengan peningkatan risiko 0,5 -1% setiap tahunnya. Pasien dengan PC juga memiliki risiko
besar untuk terjadinya kanker usus halus
3.Kekambuhan
Angka kekambuhan pada PC lebih tinggi dibandingkan KU, 1/3 pasien dengan PC membutuhkan
operasi dalam 10 tahun.