Anda di halaman 1dari 7

Nama: Irma Darmayanti (03012132), Kinanty Sindiana (03012142)

Koass: Stase Ilmu Penyakit Dalam

Inflammatory Bowel Disease (IBD)

1.1 Definisi
IBD adalah kelompok penyakit inflamasi kronik pada usus, terdiri dari tiga tipe yaitu colitis
ulserativa,, crohn disease, dan intermediate colitis. Colitis ulserativa adalah proses inflamasi
mukosa terlokalisasi di colon, dimulai dari rectum kea rah proksimal, bersifat difus dan kontinyu.
Penyakit crohn (PC) adalah inflamasi yang dapat mengenai sepanjang traktus gastrointestinal
dimulai dari mulut hingga anus, terjadi secara segmental dan dapat diselingi jaringan sehat
diantaranya, ulserasi yang dalam (transmural), asimetris, dan sering terjadi reaksi granulomatosa
sehingga sulit dibedakan dari TB usus. Sedangkan intermediate colitis adalah penyakit inflamasi
kronik pada usus dimana inflamasi ini tidak dapat dibedakan dengan colitis ulserativa dan penyakit
crohn.

1.2 Epidemiologi
Prevalensi tertinggi terjadi di Negara-negara Amerika Utara, Eropa Utara, dan Inggris,
sementara di Asia cukup rendah. Insidens tertinggi terjadi pada decadekedua dan ketiga kehidupan,
dan puncak kedua pada usia 50-80 tahun. Tidak ada perbedaan insidens pada laki-laki dan
perempuan. Angka kejadian colitis ulserativa lebih tinggi dibandingkan penyakit crohn. Data
epidemiologi di Indonesia belum pernah dipublikasikan, namun laporan RSCM tahun 1991-1996
menyebutkan bahwa colitis ulserativa lebih tinggi kekerapannya sebesar 2,8 % pada pasien yang
dirujuk untuk kolonoskopi atau dengan kecurigaan colitis dibandingkan crohn disease sebesar
1,4%. Data juga menunjukkan bahwa 25,9% penyebab diare kronik, berdarah dan nyeri perut
adalah IBD.
Dari data di unit endoskopi pada beberapa RS di Jakarta (RSCM, RS Tebet, RS Siloam,
dan RS Jakarta) didaptkan data bahwa kasus IBD terdapat pada 12,2% dari kasus yang dikirim
dengan diare kronik, 3,9% dari kasus dengan hematochezia, 25,9% dari kasus dengan diare kronik
berdarah dan nyeri perut. Sedangan pada kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8%.
1.3 Etiopatogenesis
Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti, maupun penjelasannya. Secara
umum penyakit ini bersifat multifactorial. Terdapat empat mekanisme utama yang mendasari:
1. Predisposisi genetic
Ratusan lokus kromosom telah diidentifikasi memiliki hubungan dengan kerentanan
terjadinya IBD, semua factor genetic terlibat dan menimbulkan disfungsi imunitas,
pengaturan mediator inflamasi, dan rekruitmen sel-sel inflamasi, yang menyebabkan
gangguan regulasi atau supresi inflamasi sehingga proses inflamasi tidak terkendali.
2. Defek pertahanan mukosa
Factor genetic juga berperan dalam disfungsi pertahanan mukosa usus, akibatnya
permeabilitas usus meningkat, hilangnya ion-ion dalam air, dan antigen eksogen serta
makromolekul dapat masuk dengan mudah.
3. Kerentanan terhadap pemicu di lingkungan
Individu-individu tertentu lebih rentan terhadap pemicu dari lingkungan seperti
enteropatogen. Salmonella, Shigella, Campylobacter, Clostridium difficile ditunjukan
dapat memicu atayu memodifikasi respon imun yang tidak terkontrol. Factor lingkungan
lain yang berpengaruh adalah merokok, atau kontrasepsi oral.
4. Bakteri komensal dalam lumen usus
Pada keadaan normal respon imun mengalami regulasi dan supresi agar menjadi toleran
terhadap flora komensal usus. Pada IBD factor pemicu di lingkungan menyebablakn
system imun berespon terhadap bakteri komensl usus secara berlebihan.
Akibat semua factor tersebut terjadi inflamasi mukosa, ulserasi, edema, perdarahan, dismotilitas,
malabsorpsi dan hilangnya ion dan cairan yang tampak secara klinis sebagai diare.

1.4 Manifestasi Klinis


Gejala bergantung kepada segmen yang terlibat. Gejala utama secara umum adalah diare kronik
dengan atau tanpa disertai darah dan nyeri perut, nocturnal, dan dapat menyebabkan inkontinensia
alvi. Disisi lain proktitis ulserativa dapat menyebabkan konstipasi, tenesmus, hematoschezia, dan
urgensi. Gejala konstitusional yang menyertai seperti anoreksia, lemas, penurunan BB, keringat
malam, dan demam. Anak-anak dapat mengalami gagal tumbuh, dan pubertas yang terlambat.
Gambaran klinis Kolitis ulserativa Penyakit crohn
Diare Volume kecil yang sering Dengan malnutrisi
Darah pada feses ++ +
Mucus pada feses ++ +
Nyeri perut + ++
Massa abdomen +/- ++
Gejala sistemik + ++
Penyakit perineal - ++
Fistula - ++
Stenosis atau striktur +/- ++
Keterlibatan rectum ++ +
Keterlibatan usus halus - ++
Manifestasi ekstraintestinal + +
Respon terhadap antibiotic - ++
Rekurensi setelah bedah - ++
Toksisitas megakolon + +/-

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pucat, kakeksia, massa intrabdomen, fissure


perianal, fistula dan abses. IBD juga sering memiliki manifestasi ekstraintestinal antara lain
spondyloartritis, artritis, hiperkoagulabilitas. Manifestasi kutaneus seperti eritema nodosum.
Manifestasi ocular seperti uveitis, episkleritis, skleraconjunctivitis. Anemia terjadi sebagai
konsekuensi dan malabsorpsi, dan malnutrisi.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Adanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar hemoglobin, leukosit, LED
, dan trombosit, CRP, kadar besi serum dapat terjadi pada kasus IBD, tetapi gambara
demikian juga dapat ada pada kasus infeksi. Tidak ada parameter laboratorium yang spsifik
untuk IBD, sebagian besar hanya merupakan parameter proses inflamasi secara umum atau
dampak sistemik akibat proses inflamasi gastrointestinal yang mempengaruhi proses
digesti atau absorpsi. Juga tidak terdapat perbedaan yan spesifik antara gambaran lab KU
dan PC. Data lab lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan
dampaknya pada status nutrisi pasien. Penurnan kadar Hb, Ht, dan besi serum
menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cerna. Tingginya Led, dan CRP
yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin
mencerminkan status nutrisi yang rendah.
2. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi mempunyai peran penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan
IBD, akurasi diagnostic 89% dengan 4% kesalahan, dan 7% hasil meragukan. Adapun
gambaran endoskopinya adalah
Gambaran endoskopi Kolitis ulserativa Crohn disease
Bersifat kontinyu atau difus ++ +/-
Adanya skip area atau - ++
segmental
Rektal sparing +/- ++
Cobblestone appearance - ++
Inflamasi granulomatosa - +
Lesi mudah berdarah ++ +
Ulkus disertai mukosa ++ +/-
inflamasi
Keterlibatan ileum - ++
Keterlibatan rectum +++ +
Diameter ulkus >1cm +/- ++
Ulkus dalam (transmural) +/- ++
Ulkus longitudinal +/- ++
Aphtoid - ++

3. Radiologi
Teknik pemeriksaan kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostic pada IBD yang
saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi
striktur dan fistulasi, mukosa yang irregular, gambaran polip dan ulkus, ataupun perubahan
distensi lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangkan haustrae. Interpretasi
radiologi tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemeriksaan ini di kontraindikasikan
pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik.
Gambaran radiologi KU PC
Abnormalitas usus halus - ++
Abnormalitas ileum - ++
terminal
Colitis segmental - ++
Colitis asimetri - ++
Striktur +/- +

4. Histopatologi
KU PC
Inflamasi difus mukosa dan submukosa Inflamasi transmural, granulomatosa
Distorsi struktur kripti Dapat ditemukan fisura dan ulkus aphtoid

1.6 Alur penegakkan diagnosis


Secara praktis diagnosis IBD berdasarkan pada

Anamnesis: terdapat riwayat perjalanan penyakut yang episodikal,


aktif, remisi kronik eksaserbasi

PF: keadaan umum, status nutrisi, nyeri tekan abdomen, gejala atau
tanda ekstraintestinal, fistula.

Lab: DPL, CRP, feses

Endoskopi, patologi, radiologi  gambaran sesuai IBD

Pemantauan perjalanan klinis


1.7 Penatalaksanaan
Meningat bahwa etiologi dan pathogenesis IBd belum jelas maka pengobatan lebih ditekankan
pada penghambatan kaskade proses inflamasi.
1. Pengobatan umum
Dengan dugaan adanya factor atau agen pro inflamasi dalam bentuk bakteri intralumen
usus dan komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada
kelompok orang yang rentan, maka diusahakan untuk mengeliminasi hal tersebut dengan
cara pemberian antibiotic, dan mengatur pola diet. Antibiotic yang dapat diberikan adalah
metronidazole cukup bermanfaat diberikan pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas
penyakit. Sedangkan pada KU jarang diberikan antibiotic sebagai terapi terhadap agen
proinflamasinya. Konstituen diet yang harus dihindari yang dapat mencetuskan serangan
seperti produk peternakan, dan gandum.
2. Obat golongan kortikosteroid
Sampai saat ini golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan PC dan KU. Pada
umumnya pilihan jatuh pada prednisone, metilprednisolon (bentuk preparat per oral).
Untuk memperoleh tujuan konsenstrasi steroid yang tinggi pada dinding usus dengan efek
sistemik yang rendah saat ini telah dikembangkan obat golongan glukokortikoid non
sistemik dalam pengobatan IBD, obat yang dapat dipakai adalah budesonide baik dalam
bentuk oral maupun lepas lambat, atau enema. Dosis yang digunakan adalah 40-60 mg
prednisone yang kemudian dilakukan tapering dose setelah remisi tercapai dalam waktu 8-
12 minggu.
3. Obat golongan asam amino salisilat
Obat yang sudah lama dan sering dipakai dalam pengobatan IBD adalah preparat
sulfasalazine yang merupakan gabungan sulpiridine dan amino salisilat dalam ikatan azo.
Preparat ini akan dipecah dalam usus menjadi sulfapiridine dan 5 asetilsalisilic acid
(5ASA) dimana bekerja sebagai agen anti inflamasi. Dengan dosis rata-rata 2-4 gr/hari.
4. Obat golongan imunosupresif
Obat ini dipakai bila dengan 5ASA dan golongan kortikostreoid gagal mencapai remisi,
obat golongan ini seperti azatioprim, siklosporin, dan metotreksat
5. Pembedahan
Pembedahan ini dilakukan bila pengobatan konservatif gagal atau terjadinya komplikasi
(perdarahan, obstruksi, dan megakolon toksik).

1.8 Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini dapat terjadi komplikasi yang dibagi menjadi
1. Komplikasi interstinal
Komplikasi colitis ulserativa adalah perdarahan, dan toksik megakolon. Toksik megakolon
adalah dilatasi kolon total atau segmental non obstruktif dengan diameter >= 6 cm
merupakan bentuk fulminant dari KU dengan adanya inflamasi transmural, ulserasi yang
dalam dan luas, serta terdapat degenerasi neuromuscular. Sedangkan komplikasi PC adalah
perforasi usus, abses, striktur, dan obstruksi, fistula, dan penyakit perianal.
2. Komplikasi ekstraintestinal
Sekitar ¼ pasien IBD memiliki komplikasi yaitu hiperkoagulabilitas, anemia, batu empedu,
batu ginjal, osteoporosis (karena oenggunaan steroid jangka panjang). Manifestasi
kutaneus seperti eritema nodosum, dan pioderma gangrenosum. Serta dapat terjadi
manifestasi ocular seperti uveitis, episkleritis, dan sklerakonjunctivitis.

1.9 Prognosis
1. Mortalitas
Pasien dengan PC memiliki risiko mortalitas sebesar 1,4-5 kali lebih besar dibandingkan populasi
normal, namun tidak demikian halnya dengan pasien KU
2.Risiko keganasan
Pasien dengan IBD memiliki risiko menderita kanker colon, terutama bila awitan gejala terjadi
pada usia dini, terdapat riwayat keganasan usus besar dalam keluarga, dan durasi IBD setelah 8
tahun dengan peningkatan risiko 0,5 -1% setiap tahunnya. Pasien dengan PC juga memiliki risiko
besar untuk terjadinya kanker usus halus
3.Kekambuhan
Angka kekambuhan pada PC lebih tinggi dibandingkan KU, 1/3 pasien dengan PC membutuhkan
operasi dalam 10 tahun.

Anda mungkin juga menyukai