Anda di halaman 1dari 27

Nilai :

Tanda tangan :

Laporan Kasus
Appendisitis Akut

Nama : Viane Michelle


NIM : 11.2014.225
Pembimbing : dr. Tjatur Budi W, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA JAKARTA
PERIODE 10 OKTOBER 2016 17 DESEMBER 2016

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/tanggal presentasi kasus :

RSAU dr. Esnawan Antariksa

Nama Mahasiswa : Viane Michelle

NIM : 11.2014.225

Dr. Pembimbing/penguji : dr. Tjatur Budi W, SpB

Tanda tangan :

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Rasba Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir/Umur : 4 Maret 1970 / 46 tahun Suku Bangsa : Jawa

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : TNI AD Pendidikan : SMA

Alamat : Komplek Kopasus No RM : 159113

Tanggal masuk RS : 21 November 2016, pukul 10.30 WIB

2
B. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 November 2016 di poliklinik bedah
umum pukul 10.30 WIB.

Keluhan Utama

Nyeri perut di kanan bawah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Keluhan Tambahan

Mual, muntah, demam, nafsu makan menurun

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli bedah RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan nyeri perut
pada bagian kanan bawah sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri
dirasakan semakin lama semakin tajam. Nyeri diperberat bila pasien tidur miring, menekuk
kaki, berjalan, batuk dan bersin. Nyeri menjadi lebih ringan pada saat pasien tidur tengkurap.

Pasien juga mengeluh mual dan muntah disertai demam yang tidak terlalu tinggi,
sumeng-sumeng namun pasien tidak mengukur berapa suhu tubuhnya. Muntah sebanyak tiga
kali. Jumlah muntah banyak dan berisi makanan dan minuman. Semenjak sakit pasien
mengatakan nafsu makannya menurun. BAK pasien lancar dan tidak ada nyeri saat berkemih.
BAB tidak mencret dan terakhir BAB hari ini. Pasien mengatakan BAB-nya cukup keras.

Sebelumnya pasien datang berobat ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa 2 hari SMRS
dengan keluhan tidak nyaman di bagian ulu hati, mual, dan sedikit demam sehingga diberikan
obat maag dan obat penurun panas namun pasien tidak ingat nama obat yang diberikan. Dokter
UGD menyarankan pasien untuk kembali 3 hari lagi jika keluhan tidak membaik.

Pada saat diperiksa pasien mengatakan nyeri perutnya sudah berkurang dibandingkan
dengan hari-hari sebelumnya. Keluhan demam dan muntah juga sudah tidak dirasakan. Namun
terkadang pasien masih mengeluh mual. Nafsu makan sudah mulai membaik. BAK dan BAB
pasien dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

3
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami nyeri perut di kanan bawah sebelumnya.
Riwayat trauma disangkal. Riwayat operasi disangkal. Riwayat diabetes mellitus, penyakit
jantung dan hipertensi disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal anggota keluarga yang mengalami penyakit serupa. Riwayat


diabetes mellitus, penyakit jantung dan hipertensi keluarga juga disangkal oleh pasien.

C. STATUS GENERALIS
i. Status Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 37,8oC (axilla)
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 55 kg
BMI : 19,5 (gizi normal)

ii. Pemeriksaan Fisik


Kepala : normosefali
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter
3 mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+
Telinga : normotia, darah (-/-), pus (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret -/-
Mulut : sianosis (-), lidah tidak kotor, oral hygiene baik
Tenggorokan : T2/T2 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher :
- Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak dilakukan
- Kelenjar tiroid : tidak membesar
- Kelenjar getah bening : tidak membesar

4
Thorax :

- Paru-paru depan belakang


Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, tidak ada
bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga
Palpasi : vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan
(-), benjolan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V, linea midclavicularis
kiri
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kiri : ICS V 1/3 lateral dari linea
midclavicularis sinistra
Batas bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo


matang, benjolan (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 6x per menit
Palpasi : supel, defens muskular (-), nyeri tekan daerah
McBurney (+), Rovsings sign (-), nyeri lepas Blumberg (+), massa
(-), undulasi (-), Psoas sign (-), Obturator sign (+), nyeri ketok CVA
(-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)

Lengan Kanan Kiri

5
Otot

Tonus Normotonus Normotonus

Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa

Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)

Oedem Tidak ada Tidak ada

Tungkai & Kaki Kanan Kiri

Luka Tidak ada Tidak ada

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot

Tonus Normotonus Normotonus

Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa

Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)

Oedem Tidak ada Tidak ada

Refleks Kanan Kiri

6
Refleks tendon +2 +2

Biseps +2 +2

Triseps +2 +2

Patella +2 +2

Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks patologis Negatif Negatif

Genitalia Eksterna

Pemeriksaan rectal toucher :

Inspeksi : tidak tampak ada benjolan, abses, fissura pada anus. Warna
kulit sekitar anus tidak tampak kemerahan.
Palpasi : Tonus spinchter ani (+), mukosa rectum licin, tidak teraba
adanya massa, batas tegas, simetris, permukaan rata, ampula recti tidak kolaps,
nyeri tekan di arah jam 9. Besar prostat teraba 2 buku jari, licin, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (-). Pada sarung tangan feses (+), lendir (-), darah (-).

D. STATUS LOKALIS

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo matang,
benjolan (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 6x per menit
Palpasi : supel, defens muskular (-), nyeri tekan (+) di kuadran kanan
bawah, nyeri tekan daerah McBurney (+), Rovsings sign (-), nyeri lepas
Blumberg (+), massa (-), undulasi (-), Psoas sign (-), Obturator sign (+),
nyeri ketok CVA (-)

7
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)

(-)

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
15,4 g/dl 14,0-18,0
Hemoglobin
8,0 103/uL 5,0-10,0
Leukosit
43 % 40-52%
Hematokrit
181000 mm3 150-440 ribu/mm3
Trombosit
3 Menit 1-3 menit
Waktu Perdarahan
6 Menit 1-7 menit
Waktu Pembekuan

HITUNG JENIS
0 % 0-1
Basofil
2 % 1-3
Eosinofil
66 % 50-70
Segmen
32 % 21-40
Limfosit
4 % 2-8
Monosit

F. RESUME

8
Pasien datang ke poli bedah RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan nyeri
perut pada bagian kanan bawah sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-
tusuk. Munculnya nyeri dirasakan mendadak dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri
dirasakan semakin lama semakin tajam. Nyeri diperberat bila pasien tidur miring,
menekuk kaki, berjalan, batuk dan bersin. Nyeri menjadi lebih ringan pada saat pasien
tidur tengkurap.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah disertai demam yang tidak terlalu
tinggi, sumeng-sumeng namun pasien tidak mengukur berapa suhu tubuhnya. Muntah
sebanyak tiga kali. Jumlah muntah banyak dan berisi makanan dan minuman. Semenjak
sakit pasien mengatakan nafsu makannya menurun. BAK pasien lancar dan tidak ada
nyeri saat berkemih. BAB tidak mencret dan terakhir BAB hari ini. Pasien mengatakan
BAB-nya cukup keras.

Sebelumnya pasien datang berobat ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa 2


hari SMRS dengan keluhan tidak nyaman di bagian ulu hati, mual, dan sedikit demam
sehingga diberikan obat maag dan obat penurun panas namun pasien tidak ingat nama
obat yang diberikan. Dokter UGD menyarankan pasien untuk kembali 3 hari lagi jika
keluhan tidak membaik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,


kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84x/menit, pernafasan
18x/menit, suhu 37,8oC. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan dari kepala,
mata, hidung dan tenggorokan tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan leher tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thorax didapatkan
pada paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis regio
abdomen didapatkan :

Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo matang,
benjolan (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 6x per menit
Palpasi : supel, defens muskular (-), nyeri tekan (+) di kuadran kanan
bawah, nyeri tekan daerah McBurney (+), Rovsings sign (-), nyeri lepas
Blumberg (+), massa (-), undulasi (-), Psoas sign (+), Obturator sign (+),
nyeri ketok CVA (-)

9
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan jumlah leukosit


8.000/uL. Hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan hitung jenis dalam batas normal.

G. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis akut
Dasar diagnosa:
Menurut system skoring Alvarado, didapatkan jumlah skor yang menunjukan adanya
appendisitis dan pada pasien ini diindikasikan untuk dilakukan operasi ( 7).
Gejala Nyeri uluhati yang 1
berpindah ke abdomen
kuadran kanan bawah
Mual / muntah 1

Anoreksia 1

Nyeri pada abdomen 2


Tanda
kuadran kanan bawah
Demam , o C 1

Nyeri tekan lepas pada 1


abdomen kuadran kanan
bawah
Leukositosis ( 10.000x 2
Hasil laboratorium
109/L

Pergeseran netrofil ke kiri 1


75%

Skor 4 : eksklusi 5-6 : konservatif 7 : operasi

H. DIAGNOSIS BANDING
Kolesistitis akut
Pankreatitis

10
I. PEMERIKSAAN ANJURAN
USG abdomen
Pemeriksaan enzim amylase dan lipase
J. PENGOBATAN
Medikamentosa :
Rawat inap + pemberian analgetik + antibiotic preop
Non medikamentosa :
Edukasi kepada pasien mengenai indikasi dan kemungkinan tindakan operasi yang
harus dilakukan
Rujuk ke spesialis bedah umum agar segera dilakukan tindakan sesuai kondisi pasien

K. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

11
Tinjauan Pustaka

12
Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-
15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan
mengalami gangren.

Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks

13
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis lebih banyak terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih
sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering
terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang,
tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi.

Etiopatofisiologi
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi
kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis umumnya
terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith
ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks
meliputi:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Kadang parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa
appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien
appendicitis yaitu:

14
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Viridans streptococci Peptostreptococcus micros
Pseudomonas aeruginosa Bilophila species
Enterococcus Lactobacillus species

Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36
jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3
hari.
Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh
fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling
sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil
observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar,
yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi
appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen.
Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang
hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba,
Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendisitis juga dapat
diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan
cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis
akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat
mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama
lebih dari 200 tahun, benda asing seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya
appendisitis.

15
Apendisitis mukosa

Sembuh
Apendisitis flegmentosa
(radang akut jaringan
mukosa)

Apendisitis dengan
nekrosis setempat

Apendisitis supurativa
Perforasi
(radang dengan
pembentukan nanah)

Apendisitis gangrenosa
(kematian jaringan)

Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu
makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia
berperan penting pada diagnosis appendisitis, khususnya pada anak-anak.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam,
tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan
mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu
sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang
biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfe, terjadi
oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang
mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke
dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan
mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri
akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Nyeri jarang
timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada
appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi

16
tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic
yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada
appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien
berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu
melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa
perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko
perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak
omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang
dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik.
Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi
ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.

Gambaran Klinis
Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendisitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendisitis
jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul.
Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi
seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang
gradual seiring dengan perkembangan penyakit.
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-
anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran
kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan
nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis
retrocecal arau pelvis.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat berupa
nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi
kandung kemih.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya
nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada

17
ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri
biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendisitis. Meskipun demikian, keluhan GIT
ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan
appendisitis1.
Pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu
tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendisitis kadang-kadang
berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan
Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang
dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang1.
Anak dengan appendisitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung
untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan 1. Anak yang
menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendisitis, kecuali pada anak dengan
appendisitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.
Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut
Frekuensi
Gejala Appendicitis Akut
(%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah
50
kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Pemeriksaan Fisik
Pada Apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
Rovsings sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen
menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif tapi tidak spesifik.

18
Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot
psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau
abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang
terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.

19
Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-
masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang
atau perforasi.

Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak
retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.
Blumbergs sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri
di RLQ)

Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.


Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.
Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Dunphy sign: nyeri ketika batuk.

20
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan
hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.
Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis
akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm.
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit
menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada
pasien dengan appendicitis.

21
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi
jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang
merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari
salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi
appendix.
CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis
akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-
pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7
mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga
memberi gambaran halo.

Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin.
Pada anak-anak balita: intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama
dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal. Pada
pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis
banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala
yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.

22
Pada anak-anak usia sekolah: gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, tetapi
tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen
pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai
pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum,
dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah
Pada pria dewasa muda: Crohns disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis.
Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis.
Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya.
Pada wanita usia muda: kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease
(PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan
dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi
ruptur ataupun torsi.
Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang
sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran
reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT
Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis
sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada
abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak
berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan
pemeriksaan laboratorium.
Komplikasi
1. Appendicular infiltrat:
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix
yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan, iskemia, trauma atau
perforasi peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material masuk ke

23
dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal dialisis) tetapi
dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan
dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh
ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Gejala dan Tanda
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita
peritonitis umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada
perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
Nausea
Vomiting
Penurunan peristaltik.
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus

Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendisitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy
Perawatan appendisitis tanpa operasi

24
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna
untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi
operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang
memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post opersi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan
anaerob
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Appendectomy


A. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial.
Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada
2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis
bisa terjadi hernia cicatricalis.
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

B. Laparoscopic Appendectomy

25
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan
terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta.
Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan
abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat
mudah dengan menggunakan laparoskop.

Kesimpulan
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-
anak dan remaja
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan
tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena
gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi,
80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling
penting dalam mendiagnosis appendisitis.

DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC: Jakarta.
2. Mansjoer, Arif, dkk (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. EGC: Jakarta.
3. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Jilid II. EGC : Jakarta.
4. Sabiston, Devid C. 1994. Buku Ajar Bedah. EGC:Jakarta.
5. She Warts, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. EGC: Jakarta.
6. Brunicardi, F.C., Anderson, D.K., Billiar, T.R., Dum, D.L., Hunter, J.G., Mathews,
J.B., Podlock, R.E., 2010. The Appendix dalam Schwartz's Principles of Surgery9th Ed.
USA:The McGraw Hill Companies. p: 2043-74.
7. Grace, P.A., Borley, N.R. Apendisitis Akut dalam At A Glance. Jakarta: Erlangga;
2006. p:106.

26
8. Saputra, L. 2002. Mulut dan Gastrointestinal dalam Intisari Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Binarupa Aksara. h:380.
9. Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, A.L., 2007. Rongga Perut dan Saluran
Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC. h:660-61.
10. Tjandra, J.J., 2006. The Appendix and Meckels Diverticulum dalam Textbook of
Surgery 3rd Ed. UK: Blackwell Publishing Ltd. p:179.
11. Morris, J.A., Sawyer. J.L. 1995.Abdomen Akuta dalam Buku Ajar Bedah (Sabistons
Essential Surgery). Jakarta: EGC. h:497.

27

Anda mungkin juga menyukai