Anda di halaman 1dari 5

TETANUS

Definisi

Tetanus adalah penyakut yang ditandai adanya rigiditas otot dan spasme.Penyakit ini juga
dikenal sebagai dikenal sebagai lockjaw sebagai akibat dari pelepasan neurotoxin yang
dihasilkan oleh clostridium tetani.

Bakteriologi

Clostridium tetani adalah bakteri anaerobik obligat basilus Gram -positif ditemukan di tanah dan
pada feces hewan. C.tetani adalah Gram-positive, tetapi dari kultur lebih dari 24 jam, ia
mengalami pemudaran warna sehingga sering kali nampak sebagai gram-negative. Dia merupakan
bakteri motil, menggunakan flagella. Pada kultur terlihat seperti lapisan film dengan pinggir
berbulu- bulu pada permukaan agar. Meningkatnya konsentrasi agar akan menghambat
kemampuan bergerak bakteri tetanus. Koloni tersebut nampak datar dan tembus pandang serta
menunjukan adanya zona hemolisis.

Aktifitas biokimia C.tetani terbatas. Pada umumnya tidak memfermentasi gula, meskipun
beberapa strain akan memfermentasi gula. Gelatin terhidrolisis dengan lambat tetapi protein lain
tetapi protein lain yang digunakan untuk tes laboratori tidak tercerna. Indole terproduksi secara
perlahan, hidrogen sulfida tidak dihasilkan.

C.tetani peka terhadap antibiotik penicillin, erythromycin, clindamycin, tetracycline,


chloramphenicol dan metronidazole.

Pada tetanus neonatorum berikan juga pada ibu bayi imunisasi tetanus toksoid 0,5 mL (untuk
melindungi ibu dan bayi yang dikandung berikutnya) dan minta datang kembali satu bulan
kemudian untuk pemberian dosis kedua.

Epidemiologi

Di negara berkembang, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan perkiraan jumlah kematian
800.000-1.000.000 orang per tahun, sebagian besar pada neonatus. Kematian tetanus neonatus
diperkirakan sebesar 248.000 kematian per tahun. Di bagian Neurologi RS Hasan Sadikin
Bandung, dilaporkan 156 kasus tetanus pada tahun 1999-2000 dengan mortalitas 35,2%. Pada
sebuah penelitian retrospektif tahun 2003- Oktober 2004 di RS Sanglah didapatkan 54 kasus
tetanus dengan mortalitas 47%. Tetanus adalah penyakit yang dapat dicegah. Implementasi
imunisasi tetanus global telah menjadi target WHO sejak tahun 1974. Sayang imunitas terhadap
tetanus tidak berlangsung seumur hidup dan dibutuhkan injeksi booster jika seseorang mengalami
luka yang rentan terinfeksi tetanus. Akses program imunisasi yang buruk dilaporkan menyebabkan
tingginya prevalensi penyakit ini di negara sedang berkembang
Patogenesis

Gambaran klinis

Kebanyakan tetanus memiliki gejala sistemik tetapi dapat juga terjadi tetanus lokal. Masa
inkubasi tetanus adalah 2-14 hari tetapi juga bisa hingga berbulan-bulan setelah terluka. Pada
tetanus general gejala yang timbul berupa trismus (spasme otot maseter atau lockjaw). Nyeri
kepala, gelisah dan iritabilitas merupakan gejala awal. Sering kali diikuti pleh gejala kekakuan,
sulit mengunyaj, disfagia, dan spasme otot leher.

Opisthotonos

Diagnosis

Diagnosis biasa dilakukan atas dasar gambaran klinis dan riwayat immunisasi

Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan saat
pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan menyentuh
dinding posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif
jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah.
Laporan singkat The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji
spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94%
pasien terinfeksi menunjukkan hasil positif ). Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya
normal. Kultur C. tetani dari luka sangat sulit (hanya 30% positif ), dan hasil kultur positif
mendukung diagnosis, bukan konfirmasi.
4 Tidak ada diagnosis mikrobiologis maupun serologis. Organisme terkadangkala dapat diisolasi
melalui luka yang terinfeksi. C.tetani menghasilkan terminal spore organisme ini memiliki ciri-
ciri seperti raket tenis. b
Diagnosis banding

1. Poliomielitis
2. Rabies
3. Lain-lain: meningitis bakterial, postur deserebrasi, narcotic withdrawal, spondilitis, tetani
hipokalsemia.

Tatalaksana

Tatalaksana tetanus membutuhkan eradikasi C.tetani dan lingkungan luka yang kondusif untuk
pertumbuhan bakteri, netralisasi toxin tetanus, kontrol kejang dan respirasi, paliasi, pemberian
perawatan suportif dengan hati- hati dan pencegahan rekurensi.

1 tatalaksana luka

Meliputi eksisi luka dan debridemen untuk mengeluarkan benda asing dan devitalisasi
jaringan yang dapat menimbulkan lingkungan anaerob. Pembedahan harus dilakukan setelah
pemberian human tetanus immunoglobulin (TIG) dan antibiotik. Eksisi klem umbilikus pada
bayi dengan tetanus sudah tidak direkomendasikan.

Tetanus toxin tidak dapat di netralisasi oleh TIG jika sudah mulai naik dari axon menuju
ke medulla spinalis. TIG harus diberikan sesegera mungkin untuk menetralkan toxin yang keluar
dari luka ke sirkulasi sebelum toxin mengikat ke gugus otot yang jauh.

Dosis TIG yang optimal belum ditentukan tetapi injeksi 500 unit dapat menetralkan
tetanus sistemik namun dosis tinggi 3000-6000 unit juga direkomendasi. Infiltrasi pada luka
tidak diperlukan. Jika tidak ada TIG penggunaan human intravenous imunoglobulin mungkin
diperlukan dan mengandung TIG sebesar 4-90 units/ mL. Dosis optimal untuk pengobatan
tetanus tidak diketahui dan tidak dianjurkan.

Alternatif lainnya adalah penggunaan tetanus antitoxin (TAT) yang dibuat dari serum kuda
atau sapi. Dosis TAT adalah 50000-100000 units, dengan penggunaan separuh IM dan separuh IV,
namun 10000 units biasa sudah cukup. Hampir 15% penggunaan TAT menimbulkan serum
sickness. Ketika akan menggunakan TAT sebaiknya dicek untuk reaksi hipersensitivitas terhadap
serum kuda, desesnsitisasi mungkin diperlukan jika terjadi hipersensitivitas. TIG lebih disukai
karena memiliki masa kerja lebih panjang yaitu 30 hari dan tidak memicu reaksi hipersensitivitas.
TIG intrathecal untuk menetralkan tetanus toxin di medulla spinalis tidak efektif.

Penicillin G (100000 units/kg/day dibagi setiap 4-6 jam IV untuk 10-14 hari) tetap menjadi
antibiotik pilihan karena efektif untuk membunuh clostridium dan karena kemampuan diffusinya.
Hal ini menjadi pertimbangan karena perfusi darah pada jaringan yang rusak buruk. Metronidazole
(500mg setiap 8 jam IV untuk orang dewasa) juga efektif. Eritromisin dan tetrasiklin (untuk
usia >8tahun) adalah alternatif terhadap pasien allergi penisilin.

Setiap penderita tetanus perlu diberikan diazepam untuk relaksasi otot dan kontrol kejang.
Diazepam diberikan dengan dosis 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV
setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg per kali pemberian), dititrasi hingga maksimum 40
mg/kg/hari untuk mengontrol spasme tetanus. Kemudian dosis tersebut dipertahankan hingga 2-6
minggu sebelum tapered off.

Perawatan suportif

Pasien harus ditempatkan pada tempat yang gelap dan tenang, lebih baik adalah tempat privat.
Spasme tetanus dapat dipicu oleh stimulus kecil, oleh karena itu pasien harus disedasi dan
dihindarkan dari suaram cahaya, dan sentuhan yang tidk diperlukan. Seluruh pengobatan dan
manipulasi harus dijadwalkan dan dikoordinasi dengan baik. Intubasi harus terpasang untuk
mencegah aspirasi dan harus dilakukan sebelum timbul laryngospasm. Perlengkapan
tracheostomy harus tersedia setiap saat bagi pasien yang tidak diintubasi.

Monitor jantung dan pernapasan, suction dan penjagaan keseimbangan elektrolit, cairan serta
kebutuhan kalori adalah perawatan yang mendasar. Perawatan mulut, kulit, kandung kemih dan
fungsi pencernaan penting untuk menghindari ulserasi, infeksi dan obstipasi.

Komplikasi
Komplikasi tetanus meliputi sepsism malnutrisi, pneumonia, atelektasis, spasme asfiksia, ulkus
dekubitus, dan fraktur spinal karena kontraksi otot yang terlalu kuat. Komplikasi tersebut dapat
dicegah dengan perawatan suportif yang baik.

Prognosis

Phillips score juga memasukkan status imunisasi pasien. Phillips score <9, severitas ringan; 9-18
severitas sedang; dan >18, severitas berat. Dakar score 0-1, severitas ringan dengan mortalitas
10%; 2-3, severitas sedang dengan mortalitas 10-20%; 4, severitas berat dengan mortalitas 20-
40%; 5-6, severitas sangat berat dengan mortalitas >50%.
Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai