Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL KAWASAN TANPA ROKOK DI MEDAN

MATA KULIAH ADVOKASI DAN NEGOSIASI

Nama : Nining Fitra Handayani

Stambuk : N 201 16 071

Kelas :A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2018
Kawasan Tanpa Rokok di Medan, Antara
Ada Dan Tiada (2)

Plang KTR yang berada di depan kantor DPRD Kota Medan dan kantor wali kota Medan. Kondisinya tertutup rimbun
daun dan tidak terlalu terlihat bagi orang yang melintas di depannya.(KOMPAS.com/Mei Leandha)

MEDAN, KOMPAS.com - Tiga tahun sudah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014
tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Medan diberlakukan. Semua fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah,
angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum, sudah ditetapkan sebagai kawasan
tanpa asap rokok (KTR). Namun, realitanya masih jauh panggang dari api.

Koordinator Program Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, Oka


Syahputra Harianda, mengatakan, mengatakan, merokok telah menjadi kebiasaan
hampir di semua kelompok masyarakat Indonesia. Secara kasat mata, makin banyak
anak dan remaja yang bebas merokok. Rokok juga makin mudah didapatkan dan
harganya murah. Begitu pula di Medan. Kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) di
Medan pun tak jelas juntrungannya. Padahal, menurut Oka, pada tahun 2017, Perda
KTR Kota Medan sudah masuk tahap penegakan.

"Implementasi KTR Kota Medan terlihat seperti ada atau tidak ada. Kalau dulu waktu
kami masih support, kami kasih nilai 70 untuk upaya dan inisiatif Dinas Kesehatan.
Pada 2017 ini, kami murni tidak terlibat lagi. Tapi kami melihat malah seperti tidak
melakukan apa-apa, padahal sudah tengah tahun ini," kata Oka.

Disinggung soal data jumlah perokok, dia menggeleng. Bukan hanya dirinya, menurut
Oka, Kota Medan juga tidak punya data lokal jumlah perokok.

Baginya, ini catatan penting buat Dinas Kesehatan karena sampai hari ini tidak punya
data prevalensi perokok, baik di semua level usia atau spesifik di level perokok muda.
Belum lagi data jumlah penyakit yang diakibatkan rokok dan catatan rekam medis
pasien.

"Lemahnya di Medan, tidak punya data lokal. Sudah adanya sebenarnya, tinggal minta
saja dari semua Puskesmas, tidak susah tapi tak dilakukan. Terus pakai data nasional,
data terkecilnya level provinsi," ungkapnya.

Kerja tim pemantau KTR, lanjut dia, juga harus dievaluasi sebab punya tugas
mengawasi dan menegakkan perda supaya terimplementasi.

Soal siapa yang paling bertanggung jawab, Oka mengatakan, pemerintah daerah.
Alasannya, perda adalah marwah dan produk wali kota.

"Kalau ini serius dilakukan, masyarakat akan melihat konsistensi pemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakannya," ungkapnya.

Oka menilai, pemerintah Indonesia lamban memberikan perlindungan kesehatan


kepada masyarakat akibat konsumsi rokok. Buktinya, menurut dia, hingga saat ini,
Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi Framework
Convention Tobaco Control (FCTC).
Padahal, lanjut Oka, FCTC bertujuan melindungi generasi sekarang dan mendatang
terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena
konsumsi tembakau dan paparan asap, serta tidak membunuh petani tembakau.

"Korban pertama dari rokok adalah perempuan dan anak, mulai dari perokok pasif dan
eksploitasi industri rokok. Indonesia belum meratifikasi penggunaan tembakau
berbentuk rokok, kita jauh tertinggal soal pengendalian tembakau,” ungkapnya.

Pokok-pokok FCTC meliputi adanya KTR, kemasan dan pelabelan, harga dan cukai,
larangan iklan, promisi dan sponsor, rokok ilegal dan yang terakhir soal bantuan kepada
petani dan pekerja rokok. Sasarannya, membentuk agenda global bagi regulasi
tembakau dengan tujuan mengurangi perluasan penggunaan tembakau dan
mendorong penghentiannya.

Tempat khusus merokok

Berdasarkan perda, tempat khusus merokok (TKM) pun wajib ada di semua tempat
kerja dan fasilitas umum. Dananya bisa diambil dari dana bagi hasil cukai hasil
tembakau (DBHCHT).

Pada rapat pembahasan RAPBD 2017 bersama Komisi B DPRD Medan


pada Desember 2016, Dinkes Medan menganggarkan Rp 600 juta untuk membangun
20 TKM di fasilitas umum dan beberapa mal.

"Penandaan KTR dan penyediaan tempat khusus merokok adalah tanggung jawab
pengelola. TKM hanya ada di tempat kerja dan tempat umum seperti plaza, syarat dan
ketentuannya tinggal berkonsultasi dengan dinas kesehatannya. TKM itu tidak boleh
ruang tertutup dan di dalam gedung utama," kata Oka.

Menurut dia, Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan membangun TKM dengan
menggunakan dana cukai rokok. Bentuk awalnya ruangan kaca di dalam gedung
utama. Setelah disidak, rencananya mau dipindahkan ke luar gedung.

TKM di kantor Camat Medan Petisah, lanjut Oka, sepengetahuannya yang paling baik
sehingga mendapat penghargaan dan dijadikan percontohan.
Sementara itu, paling ketat dan tegas penegakan KTR-nya adalah RS Malahayati
Medan. Katanya, di halaman parkir saja tidak boleh ada asap, harus di luar pagar atau
trotoar rumah sakit.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kawasan Tanpa Rokok di Medan,
Antara Ada dan Tiada
(2)", https://regional.kompas.com/read/2017/07/05/22324901/kawasan.tanpa.rokok.di.m
edan.antara.ada.dan.tiada2..
Penulis : Kontributor Medan, Mei Leandha

Anda mungkin juga menyukai