Anda di halaman 1dari 9

KELOMPOK 3:

1. Indri Wahyuni
2. Ahmad Fatoni
3. Vivi Nurafni S
4. Mirna
5. Sahrul Hardiyanto
6. Hendrawan

PEMERIKSAAN TANDA APPENDICITIS

A. Definisi appendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun .
B. Tanda Apendisitis Akut Dalam Pemeriksaan Fisik :

1. Inspeksi.
Dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan gambaran spesifik. Kadangn kembung sering
terlihat pada komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa
atau abses periapendikuler. Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
tekan lepas. Terdapat defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
3. Perkusi.
Pada perkusi terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonotos, pekak hati ini
hilang karena bocoran usus maka udara bocor)
4. Auskultasi.
Pada auskultasi sering normal. Peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut. Bising usus
tidak ada (karena peritonitis)
5. Rectal Toucher.
Pemeriksaan tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan pada daerah
jam 09.00-12.00, terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses)., pada
apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
6. Uji Psoas.
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks.
8. Alvarado Score.
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi
3 symptom, 3 sign dan 2 laboratorium Alvarado Score:
Appendicitis point pain : 2
Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (.>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +
Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
C. Manuver-Manuver Khusus Untuk Pemeriksaan Apendisitis
1. Mc Burney’s sign

Melakukan penekanan terhadap titik McBurney (McBurney's point) yang terdapat di


2/3 antara umbilikus dan anteriot superior iliac spine (ASIS).
(+) : terdapat nyeri tekan pada McBurney's point.
(–) : tidak ada nyeri tekan.

2. Rovsing's sign

Melakukan penekanan di beberapa titik dari mulai regio iliaca kiri hingga regio iliaca
kanan dengan arah berlawanan jarum jam.
(+) : terdapat nyeri tekan pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga
daerah kuadran kanan bawah (kuadran disekitar apendiks).
(–) : tidak ada nyeri tekan.
3. Blumberg's sign
Blumberg's sign biasa disebut juga dengan nyeri rebound atau nyeri lepas. Melakukan
penekanan perlahan, lalu melepaskan penekanan tersebut secara tiba-tiba. Penekanan
dilakukan secara tegak lurus di empat kuadran abdomen.
(+) : terdapat nyeri lepas pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga
daerah kuadran kanan bawah (kuadran disekitar apendiks); menandakan adanya
apendisitis atau peritonitis.
(–) : tidak ada nyeri lepas.

4. Psoas sign

Melakukan penarikan otot psoas dengan cara melakukan ekstensi pada paha.
Pemeriksaan ini disebut juga Cope's psoas test atau Obraztsova's sign.

a) Posisikan pasien untuk miring ke kiri (left lateral decubitus)


b) Tahan bokong pasien dengan tangan kiri
c) Tarik kaki pasien ke arah pemeriksa dengan menggunakan tangan kanan.
(+) : timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : tidak ada nyeri saat melakukan manuver.
5. Obturator sign

Melakukan penarikan otot obturator internus dengan cara melakukan rotasi internal
pada caput tulang femur.

a. kaki pasien diangkat dan lutunya di flexikan 90 derajat tegak lurus


b. tarik kaki pasien ke arah pemeriksa untuk memberikan efek rotasi internal pada
femur.
(+) : timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : tidak ada nyeri saat melakukan manuver.

6. Dunphy's sign

Menyuruh pasien untuk batuk.

(+) : akan muncul nyeri di wilayah abdomen saat pasien batuk.

(–) : tidak ada nyeri di wilayah abdomen saat pasien batuk.


7. Aaron's sign

Pemeriksaan ini bisa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan McBurney's sign.


Melakukan penekanan pada titik McBurney (McBurney's point) yang terdapat di 2/3
antara umbilikus dan anteriot superior iliac spine (ASIS).

(+) : akan muncul nyeri di daerah epigastrium saat titik McBurney ditekan.

(–) : tidak ada nyeri di daerah epigastrium saat titik McBurney ditekan.

8. Aure-Rozanova's sign

Melakukan palpasi ringan dengan menggunakan jari pada segitiga petit (petit triangle)

(+) : terasa nyeri pada wilayah yang di palpasi

(–) : tidak terasa nyeri

D. Pemeriksaan Appendicogram Untuk Diagnosis Appendisitis

Apendikografi atau appendicogram merupakan salah satu jenis pemeriksaan


radiografi yang umum digunakan di Indonesia sebagai pemeriksaan penunjang dalam
menegakkan diagnosis apendisitis. Pemeriksaan ini menggunakan BaSO4 (barium sulfat)
yang diencerkan dengan air menjadi suspensi barium dan dimasukkan secara oral. Selain
secara oral, barium juga dapat dimasukkan melalui anus (barium enema).
Hasil dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan anatomi fisiologis dari apendiks
dan kelainan pada apendiks berupa sumbatan pada pangkal apendiks. Hasil pemeriksaan
apendikografi dibagi menjadi tiga, yakni:

1. filling atau positive appendicogram: keseluruhan lumen apendiks terisi penuh oleh
barium sulfat. Gambaran ini menandakan bahwa tidak ada obstruksi pada pangkal
apendiks sehingga suspensi barium sulfat yang diminum oleh pasien dapat mengisi
lumen apendiks hingga penuh.
2. partial filling: suspensi barium sulfat hanya mengisi sebagian lumen apendiks dan tidak
merata.
3. non filling atau negative appendicogram: barium sulfat tidak dapat mengisi lumen
apendiks. Ada beberapa kemungkinan penyebab dari gambaran negatif appendicogram
yakni adanya obstruksi pada pangkal apendiks (dapat berupa inflamasi) yang
mengindikasikan apendisitis atau suspensi barium sulfat belum mencapai apendiks
karena perhitungan waktu yang tidak tepat (false negative appendicogram).
Pemeriksaan ini pada masa lalu dilaporkan memiliki tingkat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi, sebesar 83 dan 96 persen. Walau demikian, pemeriksaan ini
memiliki banyak keterbatasan yang mempengaruhi akurasinya, seperti kesulitan untuk
mendiagnosa apendisitis distal, tingkat nonvisualisasi yang tinggi (23%) pada orang
normal/ Hasil positif pada appendicogram juga bukan merupakan hasil yang spesifik
pada apendisitis dan bisa ditemukan pada kondisi lain. Hal ini ditambah dengan efek
samping dan risiko pemeriksaan yang cukup tinggi membuat pemeriksaan ini tidak lagi
digunakan di negara maju dan digantikan dengan ultrasonografi untuk diagnosis lini
pertama.
Efek Samping dan Risiko Appendicogram:
Pemeriksaan appendicogram merupakan pemeriksaan invasif yang membutuhkan
waktu lama (setidaknya 12 jam), tidak nyaman bagi pasien, dan mengekspos pasien terhadap
paparan radiasi yang tinggi. Selain itu, pemeriksaan ini juga memiliki risiko sebagai berikut:

1. Reaksi alergi terhadap barium

2. Obstruksi traktus gastrointestinal

3. Inflamasi jaringan sekitar kolon

4. Perforasi kolon
5. Peningkatan risiko operasi apendektomi

pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis


apendisitis adalah USG, CT scan, dan MRI. Pemeriksaan laboratorium dan urine juga
dapat bermanfaat untuk diagnosis apendisitis. Kelebihan utama dari pemeriksaan-
pemeriksaan ini dibandingkan dengan appendicogram adalah bermanfaat juga untuk
diagnosis banding keluhan pasien.
a. Pemeriksaan Laboratorium dan Urine
Tes laboratorium tidak spesifik untuk appendicitis. Walau demikian, tes laboratorium
tetap diperlukan untuk konfirmasi diagnosis, apabila gambaran klinis apendisitis tidak
jelas dan meragukan. Tes laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
leukosit dan C-reactive protein.
Tes urine juga dapat bermanfaat untuk tes kehamilan dan melihat ada leukosit
pada urine. Walau demikian, dokter perlu mengingat bahwa hasil tes kehamilan positif
tidak menyingkirkan kemungkinan apendisitis.
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat tergantung oleh operator (operator dependent) dan dipengaruhi
oleh bentuk tubuh. Pada pasien obesitas, akurasi hasil akan menurun. Di sisi lain,
pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi dengan biaya yang relatif murah sehingga
menjadi pilihan metode diagnosis utama untuk diagnosis apendisitis.
c. CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi untuk
mendiagnosis apendisitis. Walau demikian risiko paparan radiasi dan kontras, serta
biaya yang cukup tinggi membuat pemeriksaan ini disarankan pada kondisi klinis yang
meragukan dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan USG yang tidak konklusif.
d. MRI
Pemeriksaan MRI juga memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi serta tidak memiliki
risiko radiasi. Walau demikian, keterbatasan biaya dan ketersediaan alat membuat
pemeriksaan ini tidak digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang seperti
Indonesia.

Penggunaan Apendikogram di Indonesia:

USG merupakan pemeriksaan yang sangat tergantung operator sehingga pada


layanan kesehatan dengan kemampuan operator yang terbatas, apendikogram masih menjadi
pilihan. USG dan CT scan juga memiliki biaya yang relatif lebih mahal dibandingkan
dengan appendicogram serta memiliki keterbatasan dalam ketersediaannya sehingga di banyak
tempat, pemeriksaan appendicogram masih umum digunakan.

Dokter juga dapat mempertimbangkan untuk tidak melakukan pemeriksaan penunjang


dan langsung melakukan apendektomi. Walau demikian, dokter perlu mempertimbangkan
risiko bedah dan anestesi pasien, serta tingkat mortalitas/morbiditas dari tim bedah di
layanan kesehatan tempat dokter bertugas. Dokter dapat melakukan apendektomi tanpa
melakukan appendicogram jika dirasa risiko operasi akan lebih kecil dibandingkan
risiko appendicogram.

DAFTAR PUSTAKA

https://dokterairlangga.com/2016/04/02/8-tanda-apendisitis-akut-dalam-pemeriksaan-fisik/

http://www.argaaditya.com/2016/08/manuver-manuver-khusus-untuk.html

https://www.alomedika.com/pemeriksaan-appendicogram-untuk-diagnosis-appendisitis

Anda mungkin juga menyukai