Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus

1. Anatomi dan Fisologi Pankreas

Pankreas terdiri atas, kepala, badan dan ekor bagian yang paling

lebar adalah kepala pankreas terletak di sebalah kanan ringga abdiomen

dan di dalam lelukan duodenim dan yang praktis melingkarinya (Batticaca

(2009).

Anatomi pankreas berkaitan erat dengan beberapa organ lain dari

sistem pencernaan, dimana pencernaan makanan biasanya terjadi. Contoh

organ-organ ini adalah hati, usus, perut dan kerongkongan. Terletak di

belakang lambung dan di bagian belakang perut, pankreas adalah sekitar 6

inci (15,24 cm) panjangnya. Ini berbentuk seperti ikan atau tabung, dan

memiliki kepala, badan, dan ekor. Kepalanya meluas ke sisi kanan tubuh

dan terletak di samping duodenum, atau bagian pertama dari usus kecil.

Ekor sempit meluas ke kiri, dan tubuh pankreas terletak di antara dua

bagian ini. Ada kelompok sel yang berbeda, juga disebut sebagai pulau

Langerhans, yang terkandung dalam anatomi pankreas. Ini termasuk sel-

sel beta, sel-sel gamma, sel-sel alfa, dan sel-sel delta. Masing-masing ini

memiliki fungsi tertentu dalam tubuh

7
8

2. Fisilogi Pankreas

a. Fungsi eksokrin dilaksanakan oleh sel sel retori lobularnya yang

membentuk getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit. Isi

enzim dalam getah pankreas adalah enzim pencerna yaitu: Amilase,

mencerna karbohidrat. Lipase, memecah lemak menjadi gliserin dan

asam lemak dan Tripsin, mencerna protein.

b. Fungsi endokrin yang menghasilkan hormon insulin, glukagon,

somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk

mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari

karbohidrat, lemak dan protein

3. Pengertian Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik atau kelainan

metabolik dimana karakteristik glukosa di dalam darah berkadar tinggi

(hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik

(Mansjoer 2009; Soegondo 2011; dan Umar 2012)


9

Berdasarkan uraian tersebut, diabetes merupakan suatu penyakit

dimana kadar gula darah yang tinggi sebagai akibat gangguan dari

hormonal dalam mensekresi insulin

4. Klasifikasi Diabeten Melitus

Klasifikasi diabetes menurut Soegondo (2011) dibagi menjadi tiga (3) tipe,

yaitu:

a. Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes melitus yang disebabkan oleh

oleh kurangnya produksi hormon insulin oleh organ pankreas

b. Diabetes melitus tipe 2, yakni diabetes melitus yang disebabkan oleh

kurangnya respon tubuh terhadap insulin sehingga penggunaan

hormon tersebut menjadi tidak efektif

c. Diabetes gestasional, yakni penyakit diabetes yang sebabkan tubuh

tidak bisa merespon hormon insulin karena adanya hormon

penghambat respon yang dihasilkan oleh plasenta selama proses

kehamilan.

5. Penyebab Diabetes Melitus

Menurut Margareth (2012) penyebab dari diabetes melitus diantaranya:

a. Penyebab Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 ini terjadi karena ketidakmampuan organ pankreas

didalam memproduksi hormon insulin. Ketidakmampuan produksi

insulin ini umumnya terjadi karena adanya kerusakan pada organ

pankreas. Ada beberapa etiologi dari diabetes melitus tergantung

insulin diantaranya:
10

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah

terjadinya diabetes tipe I. pada Riwayat diaetes, organ pankreas

rusak karena sistem imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang

dan merusak sel-sel pankreas. Terjadi kesalahan pesan dari sistem

imun yang terjadi secara genetik atau faktor turunan. Jadi bila ada

keluarga inti terkena diabetes maka, ada kemungkinan untuk

berpotensi teridap penyakit diabetes.

2) Infeksi Virus Tertentu

Adanya infeksi virus tertentu pada pankreas sangat berpotensi

untuk rusaknya sel-sel pankreas. Akibatnya produksi insulin

menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali.

b. Penyebab Penyakit Diabetes Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 terjadi sebagai akibat dari tidak

mampunya tubuh untuk memanfaatkan hormon insulin karena telah

terjadi resistensi tubuh terhadap hormon tersebut. Organ pankreas pada

penderita diabetes tipe 2 ini masih berfungsi normal didalam

memproduksi hormon insulin namun hormon yang dihasilkan tidak

bisa dimanfaatkan oleh tubuh sehingga gula tidak bisa masuk ke dalam

sel dan menumpuk dalam darah. Penyebab diabetes tipe 2 ini karena

kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan.


11

1) Faktor Genetik Atau Turunan

Banyak penderita diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang

juga mengidap penyakit diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain

yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang

tinggi, hipertensi, atau obesitas. Untuk faktor genetik memang

sangat sulit untuk dihilangkan. Yang bisa kita lakukan adalah

dengan kita mengendalikan faktor lingkungan sebagai faktor

perangsang untuk bangkitnya faktor genetik.

2) Faktor Lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas.

Virus dan toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

dapat menimbulkan destruksi sel pancreas (Margareth, 2012).

Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi untuk seseorang

berpotensial terserang penyakit diabetes adalah pola makan dan

pola hidup yang jelek. Pola makan yang terbiasa dengan makanan

yang banyak mengandung lemak dan kalori tinggi sangat

berpotensi untuk meningkatkan resiko diabetes. Adapan

pola hidup jelek adalah pola hidup yang tidak teratur dan penuh

tekanan kejiwaan seperti stres yang berkepanjangan, perasaan

khawatir dan takut yang berlebihan dan jauh dari nilai-nilai

spiritual diyakini sebagai faktor terbesar untuk seseorang gampang

terserang penyakit berat baik diabetes maupun penyakit berat


12

lainnya. Disamping itu aktifitas fisik yang rendah juga berpotensi

untuk seseorang terjangkit penyakit diabetes.

3) Penyebab Diabetes Melitus Tipe 3

Karena tipe ini merupakan gabungan dari tipe 1 dan tipe 3 maka

penjelasan akan penyebabnya pun tidak jauh dari penjelasan akan

penyebab diabetes tipe 1 dan 2.

6. Gejala Diabetes melitus

Beberapa gejala awal untuk seseorang bisa dicurigai lagi terkena

penyakit diabetes (Riyadi, 2008). Diantaranya:

a. Poliuri

Yaitu penderita sering buang air kecil dalam jumlah banyak.

Kejadiaanya biasanya terjadi pada malam hari. Hal ini terjadi karena

kadar gula dalam darah sangat tinggi dan tidak bisa ditoleransi oleh

organ ginjal. Akhirnya kadar gula dalam air seni pun jadi pekat dan

untuk selanjutnya memaksa ginjal untuk menarik air dalam jumlah

banyak dari tubuh agar air seni atau air kencing tidak terlalu pekat.

b. Polidipsi

Yaitu penderita sering merasa haus yang hebat. Hal ini terjadi karena

sedang berlangsung penarikan cairang yang banyak oleh ginjal. Maka

penderita cepat merasa haus dan ingin minum terus.

c. Polifagi

Yaitu penderita sering merasa cepat lelah dan lemas. Hal ini terjadi

karena sel-sel tubuh kekurangan energi akibat tidak bisa masuknya


13

gula ke dalam sel. Akhirnya sel tubuh kekurangan energi dan tubuh

pun merasa lemas dan lelah.

Disaat yang sama, otak akan merespon bahwa penderita ini kurang

makan sehingga akan terasa sering lapar dan merangsang untuk terus

makan. Inilah akhirnya yang semakin memperparah keadaan jika rasa

laparnya dituruti dengan banyak makan. Di dalam darah semakin

terjadi penumpukan kadar gula.

d. Rasa lelah

Lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien

diabetes lama, ketabolisme protein dan otot dan ketiakmampuan

sebagian besar sel menggunakan glukosa. Kelemahan tubuh terjdai

akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel

melaluio proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.

e. Kelainan ginekologis

Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida

f. Impotensi

Pada laki-laki dapat mengakibatkan gangguan seksual atau impotensi.

Ejakulasi dan dorongan seksual banyak dipengaruhi oleh peningkatan

hormon testosteron. Pada kondisi optimal maka scara otomatis

meningkatkan dorongan seksual. Penderita diabetes mengalami

penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan

sistem yang berperan.


14

7. Komplikasi Diabetes melitus

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko

ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan

retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf dan

pembuluh darah yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan

risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi, bila

kontrol kadar gula darah buruk. Komplikasi berarti beberapa organ dan

fungsi tubuh terganggu sekaligus. Menurut Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemkes RI tahun 2012,

penderita diabetes dapat mengalami komplikasi sebagai berikut: 50.9

persen mengalami penurunan fungsi seksual, 30.6 persen refleks tubuhnya

terganggu, 29.3 persen retinanya terganggu (retinopati diabetik), 16.3

persen mengalami katarak awal (lebih cepat terjadi dari umur seharusnya).

50 persen penderita diabetes akan meninggal, karena penyakit

kardiovaskuler (Herman, 2014).

8. Perubahan fisik pada penderita diabetes

Para penderita diabetes memiliki kondisi fisik tertentu

dibandingkan dengan orang yang normal. Keadaan fisik tersebut tentunya

bisa juga dijadikan untuk mendiagnosa atau bahkan mengukur tingkat

keparahan serangan diabetes. Berikut adalah ciri-ciri fisik penderita

diabetes:
15

a. Menurunnya berat badan secara drastis.

Penderita diabetes keturunan atau tipe I mengalami kerusakan

pada pancreas mereka karena berhenti membuat insulin yang

disebabkan oleh serangan virus pada sel-sel pancreas sehingga

menyebabkan dalam pemenuhan makan, minum maupun konsumsi

suplemen dan obat. Hal ini bisa dikatakan sebagai respon autoimun.

Karena tubuh kesulitan dalam mencari sumber energi akibat tidak

memperoleh glukosa. Jaringan lemak dan otot pun terpecah dan

terjadilah penyusutan berat badan secara drastis. Sedangkan untuk

diabetes tipe II penurunan berat badan terjadi secara bertahap.

Penurunan berat badan ini adalah ciri-ciri fisik penderita diabetes yang

paling mudah untuk diketahui.

b. Lemas dan Mudah Lelah

Ini merupakan salah satu gejala awal yang harus sangat

diperhatikan. Produksi glukosa yang terhambat membuat tubuh

mengalami hambatan dalam memproduksi energi dan hal ini membuat

tubuh menjadi cepat lelah dan lemas.

c. Penyembuhan Luka Luar Membutuhkan Waktu Lama

Penderita diabetes sering memiliki luka luar yang sembuhnya

lebih lama dari orang lain. Ini juga merupakan ciri-ciri fisik penderita

diabetes. Semisal mereka digigit nyamuk, karena terus digaruk-garuk,

akhirnya menjadi luka dan akan sulit atau lama untuk bisa mengering.

Bahkan beberapa bekasnya tidak bisa hilang karena kondisi tubuhnya.


16

Hal ini disebabkan oleh kurangnya cairan didalam tubuh karena sering

dikeluarkan oleh urin untuk mengurangi kepekatan urin.

Menurut Livistona (2014) kondisi fisik penderita diabetes melitus

adalah sebagai berikut :

a. Keadaan Rambut, Telinga, dan Mata Penderita Diabetes

Pada penderita diabetes yang sudah tahunan biasanya akan

memiliki rambut yang tipis karena diabetes bisa menyerang akar

rambut sampai mudah mengalami kerontokan. Penderita diabetes juga

mudah sekali mengalami gangguan telinga dan apabila tidak segera

diobati maka dampak terburuknya akan mengakibatkan ketulian.

Penyakit diabetes dapat menyebabkan lensa mata menjadi

cembung (terutama ketika kadar gula dalam darah menaik),

penglihatan menjadi kabur, dan adanya gangguan pada mata atau yang

sering disebut dengan retinopati diabetic yang mana akan terjadi

penyempitan pembuluh darah kapiler yang disertai dengan perdarahan

pada bagian retina.

b. Keadaan Rongga Mulut

Lidah penderita diabetes kerap membesar dan terasa tebal

sehingga mudah sekali terjadi gangguan pengecapan. Penderita

diabetes kerap mengalami apa yang disebut dengan xerostomia

diabetic yakni ludah yang mengental sehingga mulut terasa kering.

Penderita diabetes biasanya memiliki gigi yang mudah goyah dan


17

lepas yang diakibatkan oleh mudah rusaknya jaringan yang mengikat

gigi pada rahang (periodontium).

c. Keadaan Organ Hati, Paru-Paru, dan Jantung

Penderita diabetes akan mudah mengidap radang hati disebabkan

oleh virus Hepatitis B dan C dibandingkan dengan orang yang tidak

menderita diabetes. Orang yang menderita diabetes akan mudah sekali

terserang penyakit lainnya (terutama yang berkaitan dengan paru-paru)

seperti TBC paru-paru. Penderita diabetes mudah sekali terserang

penyakit jantung koroner atau infark miokard dimana otot jantung

menjadi lemah akibat kurangnya suplai oksigen.

d. Keadaan Alat Pencernaan

Para penderita diabetes akan mudah mengeluh dengan apa yang

disebut dengan obstipasi diabetic atau sukar buang air besar (BAB).

Lambung penderita diabetes akan menggelembung yang menyebabkan

proses pengosongan lambung terganggu. Hal tersebut diakibatkan oleh

adanya kerusakan urat saraf pemelihara lambung.

e. Keadaan Ginjal dan Kandung Kemih

Penderita diabetes berpotensi mengalami gangguan fungsi ginjal

akibat adanya faktor infeksi secara berulang yang disebabkan oleh

diabetes melitus. Penderita diabetes juga mudah sekali mengalami

infeksi saluran kemih yang berulang dan mudah rusaknya urat saraf

yang memelihara kandung kemih sehingga dinding kandung kemihnya

menjadi lemah.
18

Keadaan tersebut mengakibatkan penderita sering ngompol atau

bahkan air seninya keluar sendiri tanpa disadari. Hal itu sering disebut

dengan inkontinesia urine.

9. Perubahan psikologis pada penderita diabetes

Menurut Carpenito (2007) munculnya gangguan psikologis pada

seseorang dapat disebabkan karena keadaan seseorang ketika mengalami

atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor

internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidak adekuatan

sumber-sumber seperti fisik, psikologis, perilaku dan atau kognitif.

Gangguan psikologis pada penderita diabetes meliputi sikap

menyangkal, obsesif, marah, dan takut. Semuanya tampak negatif, tetapi

sebenarnya tidak selalu demikian. Bersikap emosional menghadapi

penyakit serius memang wajar, dan pada beberapa keadaan tertentu sikap

ini bahkan dapat membantu atau bersifat protektif.

a. Sikap Menyangkal

Banyak orang yang menyangkal sewaktu mengetahui dirinya

menyandang diabetes, dan tidak mau menerima kenyataan bahwa ia

harus menjalani kehidupan sebagai penyandang diabetes. Bahkan ada

penyandang diabetes yang memerlukan beberapa tahun sampai ia mau

mengubah cara hidupnya. Mereka tidak mau tahu bahwa banyaknya

makanan dan kelebihan berat badan sangat berhubungan dengan

tingginya kadar glukosa darah, dan juga berhubungan dengan gejala-

gekala diabetes seperti mudah lelah, mudah infeksi dan lain-lain.


19

b. Obsesi

Obsesi adalah kebalikan dari sikap penyangkalan terhadap diabetes.

Pasien yang terobsesi biasanya sangat memperhatikan setiap hal

mengenai diabetesnya. Ia akan melakukan semua hal sesempurna

mungkin, karena yakin bahwa dengan demikian diabetesnya dapat

dikendalikan dengan sempurna. Tetapi sayangnya manajemen diabetes

bukan suatu hal yang sempurna. Sifat selalu ingin sempurna mungkin

tidak akan berlangsung lama, sedangkan pengendalian diabetes harus

berlangsung seumur hidup. Suatu ketika sikap obsesif ini mungkin

akan menyebabkan kelelahan dan kekecewaan, dan merasa bahwa

diabetes telah membatasi segala segi kehidupan.

c. Marah

Keadaan emosional yang sering didapatkan pada penyandang diabetes

adalah marah. Mereka marah karena merasa hidupnya

terganggu/tertekan. Mereka merasa dicabut kebebasannya karena

banyak “larangan” dan “keharusan” menyangkut kehidupannya

sebagai penyandang diabetes. Mereka tak dapat lagi makan makanan

kesukaannya, harus minum obat secara teratur, lengannya harus

ditusuk jarum suntik secara rutin untuk pemeriksaan darah atau suntik

insulin. Kemarahan ini sering dipicu oleh sikap lingkungannya yang

tidak mendukung, misalnya keluarga/teman bersikap seperti polisi

yang selalu mengawasi makanannya, latihan jasmaninya atau kadar


20

glukosa darahnya. Ia merasa seperti tahanan yang dikelilinngi oleh

para penjaga, bukan sebagai orang yang disayangi

d. Frustasi

diabetes sering merasa frustasi karena setiap hari harus selalu

memikirkan diabetesnya. Mereka merasa kebebasannya terganggu.

Kadang-kadang glukosa darah tinggi walaupun ia merasa sduah

melakukan segala sesuatu dengan benar. Mereka tak dapat

memperkirakan apa yang akan terjadi dikemudian hari akibat

diabetesnya.

e. Takut

Banyak hal yang menimbulkan ketakutan pada penyandang diabetes.

Penyandang diabetes akan lebih sering memikirkan kematian bila ada

keluarganya yang meninggal akibat komplikasi diabetes. Penyandang

diabetes lainnya takut disuntik insulin atau takut akan mengalami

komplikasi diabetes. Sebenarnya rasa takut tersebut wajar saja, bahkan

dapat memperkuat motivasi untuk mengendalikan diabetes dengan

baik.

Kadang-kadang penyandang diabetes mengalami stress yang

menimbulkan gangguan emosi yang berat, misalnya depresi,

anxietas/kecemasan, dan gangguan makan. Gangguan ini dapat

berlangsung lama, terasa makin berat, dan sering berulang. Keadaan

ini akan menyebabkan pengendalian diabetes menjadi lebih sulit.


21

f. Depresi

Adanya diabetes akan meningkatkan risiko timbulnya depresi.

penyandang diabetes terutama yang mengalami komplikasi,

mempunyai risiko depresi 3 kali lipat dibandingkan masyarakat umum.

Komplikasi diabetes dapat menyebabkan kehidupan sehari-hari yang

lebih sulit sehingga menimbulkan kesedihan berkepanjangan.

Diagnosis depresi dapat ditegakkan bila terdapat 5 atau lebih gejala

khas berikut ini, selama 2 minggu atau lebih :

1) Perasaan sedih (depressed mood) sepanjang hari, dan terjadi

hampir setiap hari.

2) Sulit tidur atau tidur terlalu banyak yang terjadi hampir setiap hari.

3) Merasa lesu, lelah tidak bertenaga, hampir setiap hari.

4) Perasaan murung dan hilang rasa senang setiap hari.

5) Tidak ada perhatian/minat terhadap semua aktivitas sehari-hari,

hampir setiap hari.

6) Merasa hidup ini tidak berharga, tidak berguna, merasa bersalah

tanpa alasan, serta kehilangan rasa percaya diri, hampir setiap hari.

7) Pandangan suram dan pesimistik terhadap masa depan.

8) Tidak dapat berfikir/berkonsentrasi/mengambil keputusan, hampir

setiap hari.

9) Terus menerus memikirkan kematian, ingin mati, atau ingin bunuh

diri.
22

B. Konsep Dasar Koping

1. Pengertian

Koping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk

mengelola jarak yang ada antara tuntutan (baik tuntutan yang berasal dari

individu maupun yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber

daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stress ful (Lazarus,

1193 dalam Smet 2011)

Mekanisme koping diartikan sebagai tindakan yang dilakukan

sebagai tujuan untuk penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian

masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk

melindungi diri (Stuart, 2006)

Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan oleh individu

dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,

respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya individu ini dapat berupa

kognitif, perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang bertujuan

untuk menyelesaikan stress yang dihadapi. Kemampuan koping diperlukan

manusia untuk mampu bertahan hidup di lingkungannya yang selalu

berubah dengan cepat. Koping merupakan pemecahan masalah dimana

seseorang menggunakannya untuk mengelola kondisi stress.

Dengan adanya penyebab stress / stressor maka orang akan sadar dan

tidak sadar untuk bereaksi untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam

keperawatan konsep koping sangat perlu karena semua pasien mengalami

stress, sehingga sangat perlu kemampuan untuk mengatasinya dan


23

kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stress yang merupakan faktor

penentu yang terpenting dalam kesejahteraan manusia (Keliat, 2007)

Mekanisme koping merupakan perilaku tidak sadar yang

memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang

menegangkan. Mekanisme ini digunakan seseorang untuk membantu

melindungi terhadap perasaan yang tidak berdaya dan ansietas, kadang

mekanisme pertahanan diri menyimpang dan tidak lagi mampu untuk

membantu seseorang seseorang dalam menghadapi stressor (Patricia dan

Anne, 2005)

Mekanisme pertahanan ego adalah reaksi individu untuk

memperlunak kegagalan, menghilangkan kecemasan, mengurangi

perasaan yang menyakitkan karena pengalaman yang tidak enak dan juga

untuk mempertahankan perasaan layak serta harga diri (Maramis. 2005)

Koping dimaknai sebagai sebagai apa yang dilakukan oleh individu

untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan atau luka

atau kehilangan atau ancaman. Sedangkan menurut (Suparyanto, 2011)

Koping merupakan semua aktivitas kognitif dan motorik yang di lakukan

oleh orang sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya,

memulihkan fungsi tubuh yang rusak dan membatasi kerusakan yang tidak

bisa di pulihkan (Siswanto, 2007)

2. Metode Koping

Metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi

masalah psikologis yaitu: metode koping jangka panjang dan metode


24

koping jangka pendek. Metode koping jangka panjang bersifat konstruktif

dan merupakan cara yang efektif dan realitas dalam menangani masalah

psikologis untuk kurun waktu yang lama, hal ini seperti; berbicara dengan

orang lain, teman, keluarga atau profesi tentang masalah yang sedang

dihadapi, mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah

yang sedang dihadapi, menghubungkan situasi atau masalah yang sedang

dihadapi dalam kekuatan supra natural, melakukan latihan fisik untuk

mengurangi ketegangan/masalah, membuat berbagai alternatif tindakan

untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran dari peristiwa atau

pengalaman masalalu.

Metode koping jangka pendek digunakan untuk mengurangi

stres/ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara,

tetapi tidak efektif jika digunakan dalam jangka panjang contohnya adalah;

mengunakan alkohol, melamun fantasi, mencoba melihat aspek humor dari

situasi yang tidak menyenangkan, tidak ragu, dan merasa yakin bahwa

semua akan kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok, menangis,

beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.

Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi

masalah seperti yang di kemukakan oleh Cubbin (1979, dalam Rasmun,

2004) adalah mencari dukungan sosial seperti minta bantuan keluarga,

tetangga, teman, atau keluarga jauh, reframing yaitu mengkaji ulang

kejadian masa lalu agar lebih dapat menanganinya dan menerima,

menggunakan pengalaman masa lalu untuk mengurangi stres/kecemasa,


25

mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif

pada pertemuan ibadah, menggerakkan keluarga untuk mencari dan

menerima bantuan, penilaian secara pasive terhadap peristiwa yang di

alami dengan cara menonton tv, atau diam saja.

Strategi koping menurut Smet (2011) dapat berupa konfontrasi,

mencari dukungan sosial, merencakakan pemecahan masalah dikaitkan

dengan promlem focused coping. Strategi koping lainnya lebih

memfokuskan pada pengaturan emosi, kontrol disi, membuat jarak,

penilaian kembali secara positif, menghindari masalah.

Perlu diketahui bahwa tidak ada satupun metode yang dapat

dighunakan untuk semua situasi stres. Tidak ada strategi koping yang

paling berhasil. Strategi koping yang paling efektif adalah strategi yang

sesuai dengan jenis stress dan situasi.

3. Mekanisme dan Strategi Koping

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta

respon terhadap situasi yang mengancam. Mekanisme koping terbentuk

melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya

stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan

belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang

berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi

juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor

tersebut (Keliat, 1999, dalam Sulistyawati. 2010),


26

Mekanisme koping bersumber dari ego, sering di sebut sebagai

mekanisme pertahanan mental, yaitu yang terdiri dari; denial

(menyangkal) menghindarkan realitas ketidak setujuan dengan

mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya, projeksi yaitu

mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada

objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada org lain,

regresi yaitu menghindarkan stres terhadap karakteristik perilaku dari

tahap perkembangan yang lebih awal, displacement (mengisar) yaitu

mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan pada orang atau benda

tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan.

Mencari dukungan sosial seperti keluarga mencari dukungan atau

bantuan dari kelurga, tetangga, teman atau keluarga jauh, reframing yaitu

mengkaji ulang kejadian stres agar lebih dapat menanganinya dan

menerimanya, mencari dukungan spiritual seperti mencari dan berusaha

secara spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif pada

pertemuan ibadah, dan yang terakhir adalah menggerakkan keluarga untuk

dapat menerima bantuan, keluarga berusaha mencari sumber-sumber

komunitas dan menerima bantuan orang lain (Sulistyawati 2010).

Mekanisme koping yang berorientasi pada tugas di gunakan untuk

menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan

dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu; prilaku

menyerang (Fight), prilaku menarik diri (withdrawl), dan kompromi.


27

Menurut Nasir dan Muhith (2011) prilaku menarik diri adalah

perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang

lain, jadi secara physik dan psikologis individu secara sadar pergi

meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya;

individu melarikan diri dari sumber stres, menjauhi sumber beracun,

polusi dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu

menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak

berminat yang menetap pada individu.

Selain mekanisme koping, juga di kenal istilah strategi koping.

Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan

atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan/dihadapi.

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2

(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Nasir, 2011) yaitu:

a. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang mendukung

fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan.

Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah

secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas

konstruktif (kecemasan yang dianggap sebagai sinyal peringatan dan

individu menerima peringatan dan individu menerima kecemasan itu

sebagai tantangan untuk di selesaikan).


28

b. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme yang menghambat

fungsi integrasi, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai

lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan,

bekerja berlebihan, menghindar dan aktivitas destruktif (mencegah

suatu konflik dengan melakukan pengelakan terhadap solusi).

Smet (2011) menggolongkan dua strategi koping yang biasanya

digunakan oleh individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana

individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk

menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres; dan emotion-

focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur

emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil

penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut

untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang

lingkup kehidupan sehari-hari.

Mekanisme koping pada penderita diabetes dapat berupa

penanaganan sebagai gangguan fisik maupun psikis. Mekanisme koping

dalam menghadapi gangguan fisik umumnya penderita dapat melakukan

kegiatan positif seperti mandi, menggosok gigi, berpakaian, dan lain-lain,

melakukan gaya hidup sehat seperti olah raga setiap hari, mengkonsumsi

makanan yang sehat dan sesuai dengan anjuran petugas kesehatan,


29

berbicara pada diri sendiri untuk mengurangi kecemasan, memecahkan

masalah, meningkatkan kondisi (kesehatan) untuk mengantisipasi

kebutuhan masa depan, aktivitas olahraga ringan (jalan santai, gerak badan

ringan), melakukan teknik kontrol napas dalam (Suparyanto, 2011).

Selain itu, dalam menghadapi gangguan psikologis, penderita

diabetes dapat merubah hal-hal yang negatif menjadi positif dalam

menghadapi masalah (seperti latihan imajinasi, pikiran dan lain-lain) untuk

mengurangi kecemasan/stress, mencari informasi tentang masalah yang

dihadapi, berdoa dan mempertahankan hubungan personal dengan Tuhan,

menekan atau menghindari emosi, menjauhi sifat mengeluh dan frustasi,

mengembangkan kekuatan emosional oleh karena itu mempersiapkan diri

untuk masa depan yang lebih baik, merubah pola berpikir dalam

menghadapi masalah mengungkapkan perasaan dengan percaya diri

(Suparyanto, 2011).

4. Faktor yang Mempengaruhi Strategi koping

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi koping, yaitu (Lazarus

dan Folkman, 1984 dalam Nasir dan Muhith, 2011) :

a. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha

mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang

cukup besar.
30

b. Keyakinan (spiritual) atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,

seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang

mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness)

yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe problem-

solving focused coping.

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan

alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan

pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat.

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial

yang berlaku dimasyarakat.

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota

keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.


31

Menurut Ratna (2012) mengatakan dukungan keluarga merupakan

salah satu sumber untuk pengelolaan stress. Dukungan tersebut dapat

berupa perhatian secara emosi, bantuan instrumental, pemberian

informasi, dukungan penilaian.

Anda mungkin juga menyukai