Anda di halaman 1dari 12

Identifikasi Kandungan Fitokimia, Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Dari

Ekstrak Etanol Asparagus suaveolens

Sukaina Adibi1, Agus Sundaryono2, Dewi Handayani3


123
Pendidikan Kimia, Jurusan PMIPA, Universitas Bengkulu

Abstrak
Asparagus suaveolens merupakan tanaman obat tradisional yang digunakan
untuk mengobati infeksi epilepsi, infeksi gonore, dan dapat meningkatkan sekresi susu
pada wanita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan
fitokimia, aktivitas antioksidan dan antibakteri dari ekstrak etanol Asparagus
suaveolens. Tanaman Asparagus suaveolens diekstraksi secara maserasi kemudian
dilanjutkan dengan fraksinasi dengan menggunakan pelarut n-heksana, kloroform dan n-
butanol. Ketiga ekstrak dilakukan uji antioksidannya menggunakan metode DPPH, dan
hydrogen peroksida. Sedangkan uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan
menggunakan metode mikro dilusi terhadap bakteri Neisseria gonorrhoea. Hasil uji
fitokimia menunjukkan bahwa Asparagus suaveolens mengandung alkaloid, glikosida,
terpenoid dan steroid. Aktivitas antioksidan menunjukkan fraksi kloroform, n-heksana
dan butan-1-ol memiliki nilai Inhibiton Concentration (IC 50) terhadap DPPH dan
Hidrogen Peroksida berturut-turut sebesar (IC50 =0,3 mg/mL,

I.PENDAHULUAN

II. METODE PENELITIAN


2.1 Penyiapan Sampel
Sampel tanaman Asparagus suaveolens dikumpulkan pada tanggal 6 November
2013 dari desa Bolahlakgomo Provinsi Limpopo, Afrika Selatan. Kemudian tanaman
tersebut disortir atau dipilih dengan kualitas yang baik. Lalu dipotong kecil-kecil
selanjutnya dikeringkan pada suhu kamar selama dua bulan. Sampel tanaman yang telah
dikeringkan selanjutnya ditumbuk hingga menjadi bubuk halus dan kemudian disimpan
pada tempat yang gelap sampai jangka waktu penggunaan.
2.2 Isolasi senyawa tanaman Asparagus suaveolens
Sebanyak 500 gram bubuk halus tanaman Asparagus suaveolens dimaserasi
dalam pelarut etanol 5000 mL dengan perbandingan 1:10 pada suhu kamar selama 24
jam. Dalam proses maserasi ini digunakan shaker pada 150 rpm selanjutnya dilakukan
pengulangan dengan menggunakan volume dan bahan yang sama dari pelarut etanol.
Kemudian setelah 24 jam campuran disaring menggunakan kertas saring Whattman No
1. Filtrat yang diperoleh kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator
pada tekanan rendah dan suhu 20oC sampai 40oC. Selanjutnya filtrat tersebut
dipindahkan ke dalam beaker tared dan diuapkan sampai kering.
2.3 Fraksinasi Senyawa Tanaman Asparagus suaveolens
Dalam proses fraksinasi tanaman Asparagus suaveolens, Ekstrak etanol yang
telah diperoleh pada proses maserasi dilarutkan ke dalam campuran metanol dan air
dengan perbandingan 9: 1. Selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan corong pisah,
kemudian adapun pelarut yang digunakan untuk fraksinasi ialah n-heksana, kloroform
dan butan-1-ol. Dalam proses fraksinasi ini dilalkukan beberapa kali pengulangan
hingga benar-benar yakin bahwa 90% sampai 95% dari komponen kimia yang larut
telah diekstraksi. Setelah itu, pelarut fraksinasi diuapkan menggunakan rotary
evaporator pada tekanan rendah dan suhu 20oC sampai 40oC. Kemudian setelah fraksi
ekstrak telah kering, fraksi tersebut disimpan pada tempat yang gelap sampai jangka
waktu penggunaan.
2.4 Uji Kandungan Fitokimia Tanaman Asparagus suaveolens
Analisis fitokimia pada tanaman dilakukan untuk mengetahui kandungan
senyawa metabolit sekunder pada suatu tanaman khususnya dalam penelitian ini ialah
tanaman Asparagus suaveolens. Ketiga fraksi diidentifikasi kandungan senyawa
metabolit sekundernya untuk mendeteksi senyawa berikut : alkaloid, tanin, saponin,
flavonoids, glikosida, antrakuinon, terpenoid, steroid, karbohidrat, mengurangi gula,
protein dan kumarin.
2.5 Uji Aktivitas Antioksidan Tanaman Asparagus suaveolens
Aktivitas antioksidan dari ketiga fraksi tanaman Asparagus suaveolens yaitu
fraksi n-heksana, kloroform dan butan-1-ol ditentukan dengan menggunakan DPPH,
dan hidrogen peroksida. Adapun ujinya sebagai berikut :
2.5.1 Uji Aktivitas Antioksidan Terhadap DPPH
Dalam uji antioksidan ketiga fraksi terhadap DPPH ini dilakukan dengan cara
mencampurankan masing-masing fraksi dengan DPPH. Kemudian campuran dikocok
hingga homogen dan disimpan dalam ruangan gelap selama 30 menit. Selanjutnya
absorbansi masing-masing fraksi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 517 nm. Dalam penentuan uji antioksidan ini digunakan Asam
askorbat dan BHT sebagai larutan standar atau blanko. Persentase aktivitas antioksidan
terhadap radikal bebas DPPH dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

% DPPH radical scavenging activity = 1- Asample x 100


Acontrol

Dimana Asample merupakan absorbansi dari ketiga sampel (fraksi) dan Acontrol adalah
absorbansi dari larutan standar yaitu Asam askorbat dan BHT.
2.5.2 Uji Aktivitas Antioksidan Terhadap Hidrogen Peroksida
Dalam uji antioksidan ketiga fraksi terhadap Hidrogen Peroksida ini dilakukan
dengan cara membuat larutan hidrogen peroksida 20 mM. Selanjutnya disiapkan larutan
dari ketiga fraksi dengan variasi konsentrasi yaitu 0,5 , 1, 1,5 , 2 dan 2,5 mg / mL dalam
air. Kemudian dicampurkan 2 mL hidrogen peroksida dengan 1 mL larutan dari masing-
masing fraksi. Selanjutnya diinkubasi selama 10 menit dalam incubator. Lalu absorbansi
masing-masing fraksi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 230 nm. Persentase aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas Hidrogen
Peroksida dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
% Of H2O2 Inhibition = Acontrol - Asample x 100
Acontrol

Dimana Asample merupakan absorbansi dari ketiga sampel (fraksi) dan Acontrol adalah
absorbansi dari larutan PBS (phosphate buffer saline).

2.6 Uji Aktivitas Antibakteri Dengan Penentuan MIC dan MBC

Dalam pengujian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak tanaman Asparagus suaveolens. Hasil uji fitokimia
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak tanaman Asparagus suaveolens

Test H. F C. F B. F

Alkaloids ++ + −
Tannins − − +
Saponins − − +++
Flavonoids − + ++
Glycosides + + ++
Anthraquinones − + −
Terpenoids ++ + −
Steroids ++ − +
Carbohydrates − − −
Reducing sugar − + ++
Proteins + − +++
Coumarins − − +
+++, strong presence; ++, moderate presence; +, weak presence; −, absence.
Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid dan
terpenoids hanya ada di fraksi n-heksana dan fraksi kloroform. Sementara itu senyawa
glikosida terdapat di semua tiga fraksi (n-heksana, kloroform dan fraksi butan-1-ol).
Adapun senyawa Tanin, saponin dan kumarin hanya terdapat pada fraksi butan-1-ol.
Selanjutnya senyawa Flavonoid dan reducing gula juga hanya terdapat di kedua fraksi
kloroform dan fraksi butan-1-ol. Kemudian senyawa Anthraquinones hanya terdapat
pada fraksi kloroform. Adapun senyawa stereoid terdapat di kedua fraksi heksana dan
butan-1-ol.

3.2 Uji Antioksidan


Uji antioksidan dilakukan untuk mengetahui kemampuan ketiga fraksi dari
tanaman Asparagus suaveolens dalam menangkal radikal bebas. Adapun radikal bebas
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu DPPH dan Hidrogen Peroksida. Hasil uji
antioksidan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji antioksidan fraksi tanaman Asparagus suaveolens


fraksi dan standar DPPH Hidrogen peroksida
(IC50) (IC50)
HF >2,5 >2,5
C. F 0,3 2.16
B. F 0,4 1,15
asam askorbat (Std) 0,2 0.40
BHT (Std) 0,2 0,32
Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa aktivitas antioksidan dari fraksi heksana terhadap
DPPH dan Hidrogen peroksida adalah kecil. Hal tersebut dikarenakan nilai inhibition
concentration (IC50)nya lebih besar dari 2,5 mg/mL. Adapun fraksi kloroform memiliki
aktivitas antioksidan sebesar 0,3 mg/ml dan 2,16 mg/mL terhadap DPPH dan Hidrogen
Peroksida. Dan aktivitas antioksidan pada fraksi butan-1-ol terhadap DPPH dan
Hidrogen Peroksida ialah berturut-turut sebesar 0,4 mg/mL dan 1,15 mg/mL. Dari tabel
juga dapat diidentifikasikan bahwa nilai aktivitas antioksidan atau kemampuan
antioksidan dalam menangkal radikal bebas dari ketiga ekstrak lebih kecil dari pada
nilai aktivitas antioksidan larutan standar.

3.3 Uji Antibakteri


Uji Antibakteri dilakukan untuk mengetahui kemampuan ketiga fraksi dari
tanaman Asparagus suaveolens dalam menghambat pertumbuhan bakteri Neisheria
gonorhoea.

Hasil uji antioksidan disajikan pada Tabel 3.


Tabel 3. Hasil uji antibakteri fraksi tanaman Asparagus suaveolens

KESIMPULAN

Tabel 1. Perlakuan untuk tiap kelompok mencit


Ekstrak daun
Aspirin Jumlah
Kelompok tanaman Betadin
(mg/kgbb) (ekor)
(mg/kgbb)
Kontrol (P0) 0 5
Kontrol positip (P1) 84 0 5
Perlakuan 1 (P2) 84 0,028 5
Perlakuan 2 (P3) 84 0,056 5
Perlakuan 3 (P4) 84 0,084 5

Pengambilan sampel darah pada perhitungan trombosit, diambil dari ekor.


Pengamatan sel trombosit menggunakan alat hemositometer, terdiri dari kamar hitung,
kaca penutupnya dan dua macam pipet thoma (pipet eritrosit dan pipet leukosit).
Gambar 1. Alat Hemositometer, Pipet Eritrosit dan Pipet Leukosit

Ekor mencit dilukai dengan pisau steril sehingga mengeluarkan darah, tetesan
darah pertama dibuang,kemudian dihisap dengan pipet eritrositsampai garis tanda“0,5”.
Hisap larutan pengencer (larutan Rees Ecker: natrium sitrat 3,8 g; larutan formaldehida
40% 2 mL; brilliantcresylblue 30 mg, aquades 100 mL) sampai angka “101”.
Segeradikocok selama 3 menit sampai homogen. Kamar hitung dan kaca penutup
dibersihkan. Selanjutnya letakkan kamar hitung yang bersih benar dengan kaca
penutupnya terpasang mendatar di atas meja. Buanglah cairan yang ada di dalam pipet
eritrosit (3 atau 4 tetes) dan segeralah sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30 o pada
permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar
hitung terisi cairan perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya sendiri. Kemudian
biarkan kamar hitung selama 2 atau 3 menit supaya trombosit dapat mengendap.
Hitung semua trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah-tengah (1 mm 2)
memakai lensa-lensa objektif besar. Bidang besar tersebut dibagi menjadi 25 “bidang
sedang” dan tiap bidang dibagi lagi menjadi 16 “bidang kecil”. Dengan demikian
jumlah kotak hitung trombosit/ bidang kecil seluruhnya 400 buah, masing-masing
luasnya 1/20 x 1/20 mm2. Trombosit yang menyinggung garis-batas sebelah kiri atau
garis-atas haruslah dihitung. Sebaliknya trombosit yang menyinggung garis-batas
sebelah kanan atau garis-bawah tidak boleh dihitung. Selanjutnya jumlah trombosit
yang diperoleh dari hasil perhitungan tersebut dikali 2000 menghasilkan jumlah
trombosit per mm3 darah (Gandasoebrata, 2007).

HASIL DAN LUARAN

Indonesia dikenal oleh masyarakat dunia sebagai negara yang memiliki


keanekaragaman hayati luar biasa, sebanyak 40.000 spesies flora yang tumbuh di dunia,
ternyata 30.000 spesies tumbuh di Indonesia. Sebanyak 1.260 spesies dinyatakan kasiat
obat. Pada saat ini, baru sekitar 180 spesies telah digunakan untuk obat herbal dan baru
beberapa spesies yang dibudidayakan secara intensif (Supriadi, 2001).
Pemanfaatan tanaman baik untuk pengobatan maupun penanggulangan
gangguan kesehatan telah ada sejak nenek moyang. Pengetahuan dasar yang
berhubungan dengan tanaman obat diwariskan oleh nenek moyang secara turun
temurun, melalui pengalaman empirik. Perkembangan IPTEK, menuntut pemanfaatan
tanaman obat harus didukung dengan penelitian. Penelitian tanaman obat diperlukan
dalam memperoleh informasi tentang benarnya manfaat, efektif dalam menyembuhkan
dan aman digunakan. Tanaman obat digunakan sebagai alternatif, dalam
perkembangan terakhir banyak ditemukan khasiat tanaman obat. Kemajuan teknologi
ternyata tidak menghilangkan peranan tanaman obat sebagai salah satu obat alternatif,
yang sekarang banyak diminati dan meningkatkan penggunaannya di kalangan
Masyarakat (Yuharmen, 2002).
Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman obat mempunyai
peranan penting dalam pengobatan. Penelitian-penelitian yang aktif dilakukan
memberikan data bahwa metabolit sekunder pada tanaman obat secara klinis bermanfaat
bagi kesehatan. Penelitian sistematis untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder
atau senyawa aktif lainnya telah dilakukan meskipun dibutuhkan biaya yang mahal.
Penelitian terhadap Jatropa multifida dan povidone iodine 10% telah dilakukan
ternyata antara tanaman J. multifida dan iodine 10% mempunyai kesetaraan efektif
dalam mempercepat penyembuhan luka (Ryan, et al. 2007). Pemberian berbagai
konsentrasi getah batang J. multifida diketahui mampu mengagulasi darah dengan
kecepatan yang berbeda, pada konsentrasi konsentrasi 70% merupakan konsentrasi
paling efektif menggumpalkan darah dengan rata-rata waktu 2,72 detik (Atoillah, 2007).
Aktivitas antibakteri (Salmonella typhi) ekstrak etanol batang J. multifida ditandai
dengan adanya pembentukan zona bening (Pasaribu et al., 2008).

Gambar 2. Tanaman Betadin.dan bijinya


Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak tanaman Betadin. Hasil uji fitokimia disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak tanaman Betadin
Senyawa
metabolit Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin Steroid Terpenoid Fenolik
sekunder
Hasil Uji + + + + - - +
Keterangan = (-) tidak terdeteksi dan (+) terdeteksi
Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder pada
daun tanaman Betadin adalah flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan fenolik. Hal ini
didukung oleh penelitian Hariana (2006) dan Passaribu et al (2008).
Tabel 4. Jumlah trombosit mencit pada pemberian ekstrak tanaman Betadin
dan ekstrak daun jambu biji

Kelompok Ulangan X ± SD
P0 (aquades) 3 240± 31,79 a
P1 (minyak sawit) 3 325,67± 44,19 ab
P2 (daun jambu biji 0,028 g/kg bb) 3 465 ± 59,08 c
P3 (batang tanaman betadin 0,028 g/kg bb) 3 543 ± 22,89 d
P4 (batang tanaman betadin (0,056 g/kg bb) 3 813 ± 15,87 e
(Ruyani, et al., 2010)

Daun jambu biji oleh masyarakat juga sering digunakan sebagai obat penyakit DBD
dalam meningkatkan jumlah trombosit. Perbandingan pengaruh pemberian ekstrak
batang Betadin dan ekstrak daun jambu biji dapat dilihat pada Tabel 4. Angkak juga
banyak digunakan oleh masyarakat untuk mendukung dalam meningkatkan jumlah
trombosit pada penderita DBD. Perbandingan pemberian Angkak dan ekstrak tanaman
Betadin dalam meningkatkan jumlah trombosit disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengukuran jumlah trombosit mencit pada pemberian batang


tanaman betadin dan angkak

Perlakuan Ulangan X ± SD
P0 (Aquades) 5 345 ± 42,68a
P1 (Minyak) 5 395 ± 43,92b
P2 (Angkak 0, 44 g/Kgbb) 5 599 ± 22,63c
P3 batang tanaman betadin 0,028 g/Kgbb 5 555 ± 48,62c
P4 batang tanaman betadin 0,056 g/Kgbb 5 820 ± 17,79d
(Yunitasari, et al., 2011)

Ekstrak batang tanaman Betadin pada dosis 0,028 g/Kgbb mampu meningkatkan jumlah
trombosit pada mencit normal yang hampir sama dibanding ekstrak Angkak pada dosis
yang lebih besar yaitu 0, 44 g/Kgbb, sedangkan ekstrak batang tanaman Betadin pada
dosis 0,056 g/Kg bb mampu meningkatkan jumlah trombosit pada mencit normal yang
lebih baik dibandingkan Angkak.
Penelitian berikutnya trombosit mencit diturunkan lebih dahulu dengan
memberikan secara oral dengan aspirin, pemberian aspirin akan menurunkan jumlah
trombosit pada mencit, kondisi jumlah trombosit turun sampai di bawah kondisi normal
sering disebut dengan kondisi trombositopenia. Selanjutnya dalam kondisi trombosit
turun tersebut mncit diberi perlakuan dengan ekstrak batang tanaman Betadin, hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengukuran jumlah trombosit M.musculus trombositopenia pada
pemberian ekstrak batang tanaman Betadin

Kelompok Perlakuan Ulangan Trombosit


(n) rata-rata ± SD
103/mm3
P(0) minyak wijen 5 234 ± 5,831b
P(1) aspirin dosis 84 mg/Kgbb 5 60,8 ± 16,162a
P(2) asam aspirin 84 mg/Kgbb + ekstrak batang
5 236,4 ± 72,752b
tanaman Betadin dosis 0,028 g/Kgbb
P(3) asam aspirin 84 mg/Kgbb + ekstrak batang
5 258,8 ± 112,157b
tanaman Betadin dosis 0,056 g/Kgbb
P(4) asam aspirin 84 mg/Kgbb + ekstrak batang
5 237,2 ± 26,743b
tanaman Betadin dosis 0,084 g/Kgbb
(Sundaryono, et. al., 2013)
Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat diperoleh informasi bahwa pemberian
aspirin pada kelompok perlakuan P1 dapat menurunkan jumlah rata-rata trombosit M.
musculus jantan di bawah kondisi trombosit normal (< rata-rata 100.000/ mm3).
Informasi yang dapat diambil berdasarkan data Tabel 4 s.d 6 adalah sebagai berikut:
ekstrak batang tanaman Betadin disamping dapat digunakan sebagai obat luka baru,
secara praklinik dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah trombosit pada mencit
normal maupun mencit dalam kondisi trombositopenia.
Isolasi senyawa flavonoid pada tanaman Betadin dimaksudkan untuk
mengetahui jenis dan stuktur flavonoid yang terkandung dalam daun tanaman Betadin.
Berdasarkan data pada Tabel 3. diketahui bahwa di dalam fraksi etil asetat terkandung
flavonoid lebih kuat, oleh karenanya pemisahan dan pemurnian senyawa flavonoid
menggunakan TLC dan kromatografi kolom dilakukan terhadap fraksi etil asetat. Isolasi
didahului dengan langkah pemilihan eluen yang digunakan dilakukan dengan bantuan
TLC. Pemilihan eluen dengan TLC dilakukan dengan metode trial and error, fraksi etil
asetat ditotolkan pada TLC kemudian dielusi dengan pelarut n-heksana : etil asetat (v/v)
pada variasi perbandingan 10:0, 8:2, 6:4, 4:6, 2:8 dan 0:10, dilanjutkan dengan pelarut
etil asetat : etanol (v/v) pada variasi perbandingan yang sama. Pola pemisahan noda
hasil elusi diamati menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Eluen
yang menghasilkan jumlah noda yang terbanyak dengan jarak antar noda terpisah
dengan baik digunakan sebagai dasar dalam memurnikan senyawa (Suirta et al., 2007).
Hasil pemisahan pada perbandingan eluen etil asetat : etanol (6:4) terdapat 6 noda, eluen
ini ditetapkan untuk digunakan dalam pemurnian flavonoid melalui kromatografi
kolom.
Penyiapan kolom kromatografi dilakukan dengan mengisi kolom dengan fasa diam
silika gel 60 sampai diperoleh kolom berisi silika gel yang kompak. Sebanyak 1,0 g
ekstrak tanaman Betadin dalam fraksi etil asetat ditempatkan pada permukaan silika gel,
kemudian dielusikan dengan pelarut n-heksana dilanjutkan dengan campuran pelarut n-
heksana dan etil asetat pada tingkat kepolaran yang berbeda dan diakhiri etil asetat 100
%, selanjutnya diteruskan elusi menggunakan campuran pelarut etil asetat dan etanol
pada tingkat kepolaran yang berbeda dan diakhiri dengan etanol 100 %. Eluat yang
keluar dari kolom ditampung dalam botol, setiap eluat dalam botol diamati pola
pemisahannya dengan TLC menggunakan campuran eluen etil asetat : etanol (6:4).
Berdasarkan pola pemisahan pada TLC diperoleh empat kelompok yaitu A, B, C dan D.
Uji fitokimia dilakukan kembali khususnya uji golongan flavonoid, hasil pengujian
menunjukkan kelompok C positif mengandung flavonoid, sehingga kelompok ini
ditetapkan untuk dikarakterisasi menggunakan FTIR (spesifikasi IR Prestige-21
Shimadzu) dan 1H-NMR (JNM ECA-500).
Hasil interpretasi data FTIR dan 1H NMR yang diperoleh disajikan dalam Tabel 7
dan Tabel 8

Tabel 7. Interpretasi gugus fungsional pada fraksi etil asetat daun J. multifida L

vmaks (cm-1) Bentuk Intensitas Analisa gugus


Sampel Pustaka pita fungsi
[Gibson]
3429,43 ; 3700-3100 lebar sedang v O-H free
3331,07 ; 3275,13
2931,80 3000-2720 tajam sedang v C-H aliphatic
1656,85; 1649,14 1650 + 1600 tajam kuat v R2C=CR’2
and 1585,15 (conjugation with
C=O lowers C=C
frequencies by
about 30 cm-1,
raises )
1508,33 1600-1500 tajam sedang C=C Aromatic
1267,23 and 1260-1000 lebar lemah O-H
1222,87
1124,50 and 1260-1030 tajam sedang C-O
1037,70
831,32 840-790 tajam lemah R2C=CR-H

Tabel 8. Interpretasi jenis proton pada fraksi etil asetat daun J. multifida L

Pergeseran kimia δH (ppm) Jenis proton (Markham, 1988)


0,8853-0,8944; 1,1629-1,1901; 1,2200- δH (ppm) = 1,0 ppm merupakan proton
12455; 1,2771 dan 1,3225 C-CH3 ramnosa (doblet lebar)
1,9646 dan 2,0138 proton C-CH3 aromatik
3,3485; 3,4925-3,5379; dan 3,5781- merupakan proton ramnoglukosil
3,6663
4,0736-4,1164 merupakan proton ramnosil H-1
6,6665-6,900 dan 6,9013-7,0154 adanya proton cincin A dan B

Berdasarkan analisis spektra FTIR dan 1H-NMR diinterpretasi bahwa senyawa hasil
isolasi adalah flavonol glikosida lihat struktur pada Gambar 3. untuk menentukan
struktur yang lebih akurat masih perlu dilakukan identifikasi lanjut dengan
menggunakan spektrofotometer 13C-NMR, NMR 2D dan spektrofotometer massa.

Gambar 3. Flavonol glikosida senyawa hasil isolasi (Sundaryono, et. al., 2015)

KESIMPULAN

1. Ekstrak tanaman Betadin pada dosis 0,028 g/Kgbb, 0,056 g/Kgbb, dan dosis
0,084 g/Kgbb mampu meningkatkan jumlah trombosit mencit dalam keadaan
trombositopenia (trombositopenia akibat induksi aspirin) sampai pada jumlah trombosit
dalam keadaan normal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ekstrak batang tanaman
betadin dapat dikembangkan sebagai obat peningkat jumlah trombosit penderita DBD.
2. Hasil isolasi metabolit sekunder daun tanaman betadin fraksi etil asetat adalah
flavnol glikosida
DAFTAR PUSTAKA

Yuharmen, Eryanti, Y., dan Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri
dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galang). Jurnal Natur. Vol 4(2),
Universitas Riau
Kristina, I. dan Wulandari, L. 2004. Demam Berdarah Dengue.
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm [01
Oktober 2011]
Yunitasari, Ruyani, A., dan Sundaryono, A., 2011. Isolasi dan Uji Senyawa Aktif batang
Jatropha multifida L terhadap Peningkatan Jumlah Trombosit Mus musculus
Jantan dan Pengembangan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar Kimia.
Program Pascasarjana S2 pendidikan IPA FKIP Universitas Bengkulu,
Bengkulu
Ruyani, A., Sundaryono, A., dan Heryanto, H., 2011.. Pengembangan batang tanaman
betadin (Jatropa mulitifida l ) untuk meningkatkan jumlah trombosit penderita
penyakit DBD melalui uji teratogenesis pada Mus musculus, Laporan
penelitian unggulan universitas, Lemlit, Universitas Bengkulu
Sundaryono, A, dan Ruyani, A, 2013. Peluang pengembangan Jatropa mulitifida L.
sebagai obat herbal untuk meningkatkan trombosit dan eritrosit pada penderita
demam berdarah dan malaria serta menurunkan leukosit. Laporan penelitian
hibah pasca, Lemlit Universitas Bengkulu.
Supriadi. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia (Penggunaan dan Khasiatnya). Pustaka
Popular Obor : Jakarta.
Ryan, A., Husin, W., dan Ratnawati, H. 2007. Pengaruh Getah Jarak Cina (Jatropha
multifida L.) Terhadap Waktu Penyembuhan Luka. Bandung: FK Universitas
Maranatha. Karya Tulis Ilmiah
Atoillah, Ahmad, Ibnu. 2007. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Getah
Batang Yodium (Jatropha multifida L.) Terhadap Lama Waktu Koagulasi
Darah Secara in Vitro (Studi Kasus Lama Waktu Koagulasi Golongan Darah
B). Malang : FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.
Pasaribu, Subur S., Marliana, Eva dan Napitupulu, B Sulistiyo. 2008. Uji Fitokimia,
Toksisitas dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Batang Jarak Cina
(Jatropha multifida L.). Jurnal Kimia. Vol 5(2), Universitas Mulawarman
Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri pertama. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya
Raaman, N. 2006. Phytochemical Techniques. New India Publishing Agency: Pitam
Pura
Ayoola, GA., Coker, HAB., Adesegun, SA., Adepoju-Bello, AA., Obaweya, K.,
Ezennia, EC., and Atangbayila, TO. 2008. Phytochemical Screening and
Antioxidant Activities of Some Selected Medicinal Plants Used for Malaria
Therapy in Southwestern Nigeria. Trop J Pharm Res, September 2008; 7(3):
1019-1024, University of Benin
Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat : Jakarta.
Suirta, I W., Puspawati, N. M., dan Gumiati, N. K. 2007. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Aktif Larvasida dari Biji Mimba (Azadirachta indika A. Juss)
terhadap Larva Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti).Jurnal Kimia. 1
(1): 47-54

Anda mungkin juga menyukai