Disusun oleh :
15/04/2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Saat ini hampir seluruh aktivitas bisnis, baik bagi perusahaan berskala kecil maupun
skala besar tidak dapat terlepas dari peran sistem informasi, baik melalui jaringan kabel
maupun nirkabel (wireless). Pengguna sistem informasi dan teknologi digital umumnya
hanya memiliki pengetahuan dasar mengenai dasar-dasar cara pengoperasian teknologi.
Sebaliknya, cara pengamanan sistem infromasi dan teknologi masih sangat sedikit yang
mengetahuinya, sehingga terdapat sangat banyak celah bagi peretas (hacker) dalam
memanfaatkan celah tersebut demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Tidak sedikit kasus pemindahan dana dalam rekening secara legal (pencurian),
penipuan, dan identity theft atau disebut sebagai cybercrime yang terjadi dalam dunia
perbankan (e-banking) maupun perdagangan online (e-business dan e-commerce). Dengan
perkembangan kebutuhan alat bayar yang lebih efisien, mudah dan nyaman untuk
digunakan, masyarakat mulai beralih menggunakan kartu kredit maupun e-money dalam
bertransaksi. Nasabah pemakai kartu kredit juga semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Bank Indonesia (LSPPU
BI) tahun 2009 jumlah pemegangkartu kredit di Indonesia sudah mencapai lebih dari 12 juta
kartu yang beredardari total 20 penerbit (issuer) di Indonesia. Jumlah tersebut semakin
bertambah hingga tahun 2014.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam
hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui
sistem elektronik. Carding merupakan bagian dari cyber crime dalam transaksi perbankan
yang menggunakan sarana internet sebagai basis transaksi khususnya sistem layanan
perbankan online (online banking). Terjadinya carding oleh pelaku (carder) dengan cara
memperoleh data kartu kredit secara tidak sah dengan memanfaatkan teknologi informasi
(Internet) dengan cara menggunakan nomor kartu kredit orang lain untuk melakukan
pemesanan barang secara online. Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk
menanyakan kondisi barang dan melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku
memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya. Hal tersebut tentu
saja tidak disadari bahkan tidak diketahui oleh pemilik asli kartu kredit.
Salah satu contoh kasus terjadi pada Mei 2008, Albert Gonzales (28) segera
ditangkap polisi dengan barang bukti dua perangkat komputer, uang sebesar $ 22.000, dan
senjata Glock 9. Albert Gonzales adalah seorang hacker kartu kredit buronan polisi yang
dikenal dengan nama "soupnazi" di internet. Gonzalez dituduh membobol sistem komputer
jaringan bisnis dan mencuri kartu kredit serta kartu debit. Gonzales pernah menjadi
informan untuk U.S. Secret Service. Sebanyak 170 juta akun kartu kredit berhasil dia bobol.
Atas sepak terjangnya ini Gonzales dijuluki hacker kartu kredit terbesar sepanjang dekade.
Jika terbukti bersalah, Gonzales akan dipenjara seumur hidup. Saat ini dia masih menunggu
proses pengadilan di New York, Massachusetts, serta New Jersey.
Kasus kedua terjadi pada September 2014, perusahaan retail AS The Home Depot
mengumumkan telah jadi korban aksi peretasan. Peristiwa itu membuat 53 juta alamat email
serta 56 juta informasi kartu kredit dan kartu debit pelanggan bocor. Peretas The Home
Depot telah masuk ke dalam sistem komputer perusahaan sejak April. Dia masuk ke dalam
komputer internal perusahaan dengan memanfaatkan informasi yang dicuri dari vendor
pihak ketiga lalu. Baru lima bulan kemudian perusahaan itu mengetahui sistem
keamanannya telah disusupi secara ilegal.
Di Indonesia pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui
komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua
orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp.
372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari
teknologi komputer adalah berupa computer network yang kemudian melahirkan suatu ruang
komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet. Pada kasus tersebut, modus
kasus ini adalah murni kriminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya
sebagai sarana kejahatan. Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang
pada bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan
undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362
KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang dilakukannya.
Kasus selanjutnya terjadi pada Pada tanggal 13 Februari 2009, Mabes Polri berhasil
menangkap tersangka Andre Christian Brail (Usia 28 thn) dan Khayrunisa (Usia 44 thn)
yang diketahuitelah melakukan kejahatan ini sejak tahun 2000. Modus kejahatan carding
memanfaatkan PIN dan nomor kartu kredit nasabah yang masih bisa digunakan untuk
otorisasi secara ilegal. Selanjutnya, kartu kredit kosong dicetak melalui perangkat komputer
dan mesin cetak canggih. Setelah itu kartu kredit bisa digunakan untuk transaksi seperti
belanja di merchant (toko), menginap di hotel serta melakukan transaksi tarik tunai. Dari
tangan para carder tersebut, Polisi berhasil mengumpulkan berbagai barang bukti yakni, 27
lembar kartu kredit palsu, delapan buah ponsel, sebuah mesin cetak embosser, sebuah
skimmer merek MSR 2006, dua buah laptop, sebuah alat pembaca (umron) dansebuah hard
disk.
Dengan mengambil studi kasus mengenai tindakan carding yang sangat merugikan
masyarakat, maka perlu adanya tindak lanjut melalui aspek penguatan hukum cybercrime
dan aspek sistem keamanan jaringan yang dapat melindungi privasi, data penting dan
rahasia, serta melindungi hak karya cipta yang saat ini sangat marak terjadi pembajakan.
Pentingnya pengetahuan dan kesadaran diri bagi tiap individu sangat diperlukan untuk terus
menekan angka cybercrime sekaligus memproteksi diri agar terhindar dari kejahatan serupa.
Hukum yang salah satu fungsinya menjamin kelancaran proses pembangunan
nasional sekaligus mengamankan hasil-hasil yang telah dicapai harus dapat melindungi hak
para pemakai jasa internet sekaligus menindak tegas para pelaku cybercrime. Maka, penting
bagi pemerintah untuk memberlakukan kembali UU ITE (Informasi dan Transaksi
Elektronik) No.11 Tahun 2008, melakukan pengawasan, memblokir situs-situs fraud, dan
merancang sistem yang baik untuk melindungi nasabah pemilik kartu kredit dari ancaman
cybercrime.
3. Bagaimana cara penanggulangan carding demi melindungi identitas dan pin kartu kredit
nasabah?
1.3 Tujuan Penulisan
LANDASAN TEORI
Carding merupakan salah satu bentuk pencurian informasi kartu kredit milik
orang lain untuk kemudian dimanfaatkan pelaku dalam melakukan transaksi pembelian
barang atau jasa maupun pencairan nominal saldo yang terdapat pada kartu kredit ke
dalam rekening pelaku melalui online payment gateway (Wahid dan Labib, 2009)
1. Virtual Companies
Bank sebagai institusi yang membangun cabangnya secara virtual dan tidak
memerlukan fasilitas atau alamat kantor perusahaan secara fisik dan hanya
melayani jasa perbankan melalui internet saja.
2. Hybrid Model
Sebagai bank yang sudah mapan sebelumnya dan kemudian membangun situs
web sebagai jasa pemasaran dan saluran distribusi tambahan dari pelayanan jasa
tradisionalnya.
3. Strategic Partnership
Bank-bank atau jasa keuangan yang secara individual atau membangun
konsorsium dengan perusahaan perangkat lunak terkemuka seperti Microsoft,
untuk membangun perangkat lunak aplikasi keuangan yang terintegrasi dengan
sistem keuangan di perusahaan tersebut untuk melayani kebutuhan pengelolaan
keuangan pribadi atau perusahaan. Internet Banking, juga dikenal sebagai
Cyberbanking, Virtual Banking, Online Banking dan Home Banking, melakukan
berbagai macam aktivitas perbankan dari rumah, dalam perjalanan daripada
datang ke tempat fisik bank. Konsumen dapat menggunakan Internet Banking
untuk membayar tagihan online atau melakukan pinjaman secara elektronik
(Windara dan Ketut, 2013)
BAB 3
PEMBAHASAN
Sebelum membahas lebih jauh, istilah carding (credit card fraud) dalam
cybercrime menurut Wahid dan Labib (2009), merupakan kejahatan yang dilakukan
seseorang untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam
transaksi perdagangan di internet. Hal tersebut tentu saja ilegal, tidak sah, dan melanggar
Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 yang berbunyi,
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer
dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access).
Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)".
1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing
2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.
3. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan
Jasa Internet.
4. Mengambil dan memanipulasi data di Internet.
5. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat
pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, HL, TNT, dsb).
Penulis telah menyebarkan tiga puluh angket kepada 30 orang responden yang
bertugassebagai penyidik di lingkungan unit tugas Serse POLDA Sumatera Utara.
Seluruhresponden mengaku telah mengetahui tentang cybercrime dan yakin bahwa
cybercrime telah terjadi di Sumatera Utara, namun para responden masih menganggap
lemahnyaperaturan perundang-undangan yang dapat diterapkan terhadap pelaku
cybercrime, sedangkan penggunaan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHP seringkali
masihcukup meragukan bagi penyidik.
Kemampuan penyidik
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hacker dan cyber criminal sudah ada sejak lama. Cybercrime ada karena dampak
negative dari perkembangan teknologi. Di jaman sekarang, orang – orang hampir setiap menit
terhubung dengan internet. Jika tidak berhati – hati menggunakannya, maka kita bisa menjadi
korban cybercrime . Carding adalah jenis cybercrime dengan membobol informasi kartu kredit
agar dipakai oleh orang yang bukan pemilik kartu kredit itu. Sifat kejahatan carding adalah non-
violence dan kekacauan yang ditimbulkan tidak terlihat secara langsung, tapi dampak yang
ditimbulkan bisa sangat besar.
4.2 Saran
Cybercrime dan hacking tidak akan pernah hilang. Dari kasus tentang cybercrime di
dunia yang pernah ada, kita bisa mempelajarinya dan menggunakan informasi itu untuk
mencegah cybercrime di masa yang akan datang. Cyberlaw adalah peraturan yang dipakai suatu
negara untuk memerangi cybercrime. Cyberlaw harus diubah dan dikembangkan secepat atau
lebih cepat dari hacker agar dapat mengontrol cybercrime. Progammer juga harus lebih pintar
untuk membuat encrypt demi meningkatkan keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi. 2007. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana
Collin, Barry C. 1996. The Future of CyberTerrorism, Proceedings of 11th Annual International
Symposium on Criminal Justice Issues. The University of Illinois at Chicago, dikutip dari
makalah Vladimir Golubev, cyber-crime and legal problems of usage network the INTERNET
Hadri, Kusuma dan Dwi Susilowati. 2007. Determinan Pengadosian Layanan Internet Banking
:Perspektif Konsumen Perbankan Daerah Istimewa Yogyakarta. JAAI. Vol. 11 No. 2
Manap, Nazura Abdul. Cyber-crimes: Problems and Solutions Under Malaysian Law. Makalah
pada seminar nasional Money Laundering dan Cybercrime dalam Perspektif Penegakan Hukum
di Indonesia. Diselenggarakan oleh Lab. Hukum Pidana FH Univ. Surabaya. 24 Februari 2001
Muladi, 22 Agustus 2002. Kebijakan Kriminal terhadap Cybercrime. Media HukumVol. 1 No. 3,
Persatuan Jaksa Republik Indonesia
Natalie D Voss, Copyright © 1994-1999 Jones International and Jones Digital Century,
“Crime on The Internet”, Jones Telecommunications & Multimedia Encyclopedia, hal. 1-2,
http://www.digitalcentury.com/encyclo/update/articles.html
Raharjo, Agus. 2002. Cybercrime (cetakan pertama). Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Team of UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime). 2013. Draft : Comprehensive
Studies on Crime. New York : UN
Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2009. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung:
Refika Aditama
WEBSITE
http://dictionary.cambridge.org
http://www.bartleby.com.
Bruce Sterling, 1990, The Hacker Crackdown, Law and Disorder on the electronic Frontier,
Massmarket Paperback, electronic version available at http://www.lysator.liu.se/etexts/hacker.
PENELITIAN SEBELUMNYA
1. Panjaitan, Leo T. 2011. Analisis Penanganan Carding dan Perlindungan Nasabah dalam
Kaitannya dengan UU ITE no.11 Tahun 2008. Jurnal Teknik Elektro Universitas Mercu
Buana.
2. Windara, I Made Agus & AA. Ketut S. 2013. Kendala dalam Penanggulangan
Cybercrime sebagai Suatu Tindak Pidana Khusus. Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Udayana.