Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika sebagai ilmu dasar merupakan ilmu universal yang berperan

penting dalam perkembangan tekonologi. Karena dalam perkembangan teknologi

modern yang digunakan pada saat ini, sangat dipengaruhi oleh perkembangan

matematika. Oleh karena itu, agar dapat menciptakan bahkan mengembangkan

teknologi, dibutuhkan pemahaman matematika yang baik. Selain itu, matematika

juga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu.

Untuk menguasai matematika, langkah awal yang harus dilakukan oleh siswa

adalah menguasai konsep yang terkandung di dalamnya. Ketika siswa sudah

menguasai konsep, maka konsep tersebut akan dapat diaplikasikan untuk

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ditemukan. Oleh karena itu untuk

memahami dan menguasai matematika diperlukan peningkatan kemampuan kognitif

tertentu yang dinamakan kemampuan pemahaman konsep matematika. Menurut

Wiharno (Ompusunggu, 2014:94) kemampuan pemahaman matematika merupakan

suatu kekuatan yang harus diperhatikan dan diperlakukan secara fungsional dalam

proses dan tujuan pembelajaran matematika, terlebih lagi sense memperoleh

1
2

pemahaman matematik pada saat pembelajaran, hal tersebut hanya bisa dilakukan

melalui pembelajaran dengan pemahaman.

Dalam matematika bidang kajian yang dikaji terdiri dari trigonometri,

geometri, aljabar, kalkulus, dan statistika. Salah satu pokok bahasan yang dipelajari

dalam aljabar di SMA yang menekankan pada pemahaman konsep adalah pokok

bahasan matriks. Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2014:161)

matriks adalah bentuk lain sebuah sistem persamaan linear, artinya setiap sistem

persamaan linear dapat disajikan dalam bentuk matriks. Pengenalan materi matriks di

kelas X berisi konsep matriks, konsep ordo matriks, konsep transpos matriks, konsep

kesamaan dua matriks, konsep penjumlahan matriks, konsep pengurangan matriks,

konsep perkalian skalar matriks, dan konsep perkalian matriks. Sedangkan materi

lanjutannya akan dipelajari di kelas XI. Sekarang banyak software matematika

(seperti: Microsoft Excel, Matlab, Maple) yang menerapkan konsep matriks untuk

menyelesaikan masalah nyata terkait matriks.

Fakta dilapangan, berdasarkan hasil wawancara secara terbuka peneliti

dengan salah seorang guru matematika di SMA N 10 Kota Jambi, ternyata siswa

seringkali mengaplikasikan konsep yang salah dalam materi matriks. Contohnya,

mereka menggunakan konsep penjumlahan matriks pada perkalian matriks, sehingga

tentunya hasil yang diperoleh pun akan salah.

Menurut Rusefendi (Ompusunggu, 2014:95) salah satu jenis pemahaman

adalah pemahaman interpretasi. Dalam matematika pemahaman interpretasi berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam menentukan konsep yang tepat untuk digunakan.
3

Berdasarkan fakta yang terjadi di sekolah tersebut, maka dapat diketahui bahwa salah

satu penyebab kesalahan siswa adalah kurangnya kemampuan pemahaman konsep

siswa. Hal ini sesuai dengan indikator kemampuan pemahaman konsep siswa

menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004

(Wardhani, 2008:10) yaitu menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur

atau operasi tertentu.

Salah satu penyebab kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep operasi

hitung dikarenakan siswa hanya menghafal tanpa memahami konsepnya. Pada

umumnya, siswa hanya berusaha untuk menghafal setiap konsep yang di ajarkan oleh

guru tanpa memahami konsep tersebut. Akibatnya mereka terjebak dalam paradigma

bahwa belajar adalah menghafal.

Faktanya, ketika menghafal maka akan sulit menjelaskan ide, konsep, ataupun

suatu materi dengan bahasa sendiri. Selain itu, ketika hanya mengandalkan hafalan,

sangat sulit untuk mengaplikasikan ide atau ilmu dalam kehidupan sehari-hari, namun

ketika sudah paham maka mengaplikasikan ide ataupun ilmu tersebut bisa dilakukan

dengan sangat mudah. Kesimpulannya, ketika menghafal belum tentu memahami,

namun ketika memahami sangat mudah untuk menghafal. Hal ini sejalan dengan

tujuan pembelajaran matematika yang pertama, yaitu memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma

secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah (Hendriana &

Soemarmo, 2014:7).
4

Menurut seorang ahli psikologi, Ausebel, belajar dengan memahami akan

jauh lebih baik daripada hanya dengan menghafal tanpa pengertian penyajian

(Setiawan, 2014). Semua materi bisa saja dihafal, namun yang lebih penting adalah

apakah materi tersebut dapat dipahami atau hanya sekedar dihafal saja.

Untuk mencapai kemampuan pemahaman konsep tersebut dibutuhkan suatu

model pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir siswa. Salah satu model

yang sesuai adalah model pembelajaran CORE (Coneccting, Organizing, Reflecting,

Extending) (Yuniarti, 2013:2).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyawan (2013:110) yang menyatakan

bahwa model CORE dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa. Merujuk pada Suyatno (Artasari, dkk, 2013:3), keempat aspek

model pembelajaran CORE yaitu, Coneccting (C) merupakan mengoneksikan

informasi lama dan informasi baru diantara konsep, Organizing (O) merupakan

kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi, Reflecting (R)

merupakan kegiatan untuk memikirkan kembali, mendalami dan menggali informasi

yang sudah didapat, dan Extending (E) merupakan kegiatan untuk mengembangkan,

memperluas, menggunakan, dan menemukan.

Namun, selama ini guru matematika di SMA N 10 Kota Jambi belum

menerapkan model CORE di dalam proses pembelajaran. Model yang sering

digunakan adalah model pembelajaran langsung (direct instructional). Menurut

Widyantini (2012:4) model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran

yang berpusat pada guru atau guru mendominasi kegiatan pembelajaran dan
5

komunikasi terjadi satu arah. Ini berarti siswa tidak mengkonstruktivis

pengetahuannya sendiri untuk memahami suatu konsep. Siswa hanya menerima

konsep yang diberikan oleh guru, sehingga yang dilakukan siswa hanya menghafal

konsep namun tidak memahami konsep tersebut.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model CORE dalam

Pembelajaran Matriks terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa di Kelas X

SMA N 10 Kota Jambi”.

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang dalam penelitian ini, maka rumusan

masalahnya adalah:

a. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan model CORE dalam

pembelajaran matriks terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas X

SMA N 10 Kota Jambi?

b. Bagaimana pengaruh penerapan model CORE dalam pembelajaran matriks

terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas X SMA N 10 Kota

Jambi?
6

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada penerapan

model CORE dalam pembelajaran matriks terhadap kemampuan pemahaman

konsep siswa di kelas X SMA N 10 Kota Jambi.

b. Untuk mendeskripsikan pengaruh penerapan model CORE dalam pembelajaran

matriks terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas X SMA N 10

Kota Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan bermanfaat:

1. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama yang terkait dengan

pengaruh penerapan model pembelajaran CORE dalam pembelajaran matriks

terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa.

2. Bagi guru, sebagai salah satu alternatif dalam merencanakan pembelajaran

matriks menggunakan model pembelajaran CORE untuk meningkatkan

kemampuan pemahaman konsep siswa.

3. Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan

pembelajaran matriks dengan menggunakan model pembelajaran CORE.

4. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika

dalam pembelajaran matriks melalui model pembelajaran CORE.

5. Bahan pertimbangan bagi penelitian sejenis.


7

1.5 Batasan Masalah

Agar penulisan proposal penelitian ini tidak menyimpang dan mengambang

dari tujuan yang semula direncanakan, maka peneliti menetapkan batasan-batasan

sebagai berikut:

1. Untuk melihat pengaruh model pembelajaran CORE terhadap kemampuan

pemahaman konsep siswa, maka akan dibandingkan dengan model Direct

Instructional.

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pemahaman konsep siswa

seperti intelegensia, kemampuan berbahasa, pelatihan, atau pengalaman tidak

dikontrol.

3. Pemahaman konsep siswa akan dilihat melalui proses pembelajaran matriks

1.6 Definisi Operasional

Agar tidak menimbulkan salah pengertian, maka defini operasional pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Model CORE adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada proses

berpikir siswa, dimana siswa mengkontruksi pengetahuannya sendiri, dengan

cara menghubungkan (connecting) dan mengorganisasikan (organizing)

pengetahuan baru dengan pengetahuan lama, kemudian memikirkan konsep yang

sedang dipelajari (reflecting), serta diharapkan siswa dapat memperluas

pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar berlangsung (extending).


8

2. Kemampuan pemahaman konsep adalah kemampuan menyerap arti dari suatu

ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengelompokkan sesuatu objek yang

dipelajari melalui kegiatan mengenal, menjelaskan, dan menarik kesimpulan.

Indikator kemampuan pemahaman konsep matematika yang diacu pada

penelitian ini yakni menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor

506/C/Kep/PP/2004 (Wardhani, 2008:10), yaitu menyatakan ulang sebuah

konsep, mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan

konsepnya, memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep, menyajikan

konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, mengembangkan syarat

perlu atau syarat cukup dari suatu konsep, menggunakan dan memanfaatkan,

serta memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma pada pemecahan masalah.

Anda mungkin juga menyukai