Anda di halaman 1dari 20

Makalah Telaah Kurikulum

STRATEGI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5
HEDIA RIZKI

(A1C212014)

LOLITA LARAS AYU

(A1C212021)

VITA RIA SYAFITRI

(A1C212023)

ANIFARUZKI AMALIA

(A1C212037)

AZMI SAPUTRI S

(RSA1C212011)

AGNES TERESA PANJAITAN

(RSA1C212012)

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014-2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul Strategi Implementasi Kurkulum 2013. Meskipun banyak hambatan yang kami
alami dalam proses pengerjaan, tapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini

Jambi, 25 Augustus 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI..

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.

LATAR
BELAKANG..

1.2.

RUMUSAN
MASALAH..

1.3.

1
2
2

TUJUAN..
.

BAB II PEMBAHASAN
2.1.

PENGERTIAN IMPLEMENTASI
KURIKULUM.

2.2.

STRATEGI IMPLEMENTASI
KURIKULUM

3
9
16
1
7

BAB III PENUTUP


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pendidikan dalam kegiatan pembelajaran atau dalam kelas akan bisa
berjalan dengan lancar, kondusif, interaktif, dan lain sebagainya apabila dilandasi oleh
dasar kurikulum yang baik dan benar. Pendidikan bisa dijalankan dengan baik ketika
kurikulum menjadi penyangga utama dalam proses belajar mengajar. Kurikulum
mengandung sekian banyak unsur konstruktif supaya pembelajaran terlaksana dengan
optimal.
Sejumlah pakar kurikulum berpendapat bahwa jantung pendidikan berada pada
kurikulum. Untuk itu kurikulum yang digunakan selalu mengalami perbaikan dan
penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan dunia pendidikan di Indonesia guna
menghadapi tantangan globalisasi. Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan
pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan
KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara
terpadu.
Lahirnya kurikulum 2013 tidak terlepas dari kenyataan bahwa mutu pendidikan di
Indonesia masih relatif rendah dibanding beberapa negara lain. Berdasarkan data The
Learning Curve Pearson, sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia,
memaparkan jika mutu pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah pada tahun 2012,
bersama dengan Meksiko dan Brasil. PISA (Program for Internasional Student
Assessment) melakukan penelitian secara berkala untuk siswa SMP dan SMA dalam
reading literacy, mathematic literacy dan scientific literacy, dalam ketiga hal tersebut
Indonesia berada pada kelompok bawah, demikian juga penelitian yang dilakukan
TIMMS (Trends In International Mathematic And Science Study) menunjukkan hal yang
sama bahwa Indonesia menduduki posisi bawah bahkan secara relatif menunjukkan
penurunan.
Kondisi ini jelas menimbulkan keprihatinan dan sekaligus dorongan untuk terus
berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan
upaya untuk memperbaiki proses pendidikan atau pembelajaran pada jalur pendidikan
formal, namun demikian implementasinya jelas tidak sederhana, banyak hal yang harus
dicermati dan dipersiapkan, yang apabila tidak dilakukan, maka kurikulum 2013 hanya
akan menjadi teks tanpa dampak signifikan bagi peningkatan mutu pendidikan di
Indonesia. Oleh sebab itu diperlukan strategi-strategi untuk mengimplementasikan
kurikulum 2013 ini, sehingga penulis menyusun makalah yang berjudul Strategi
Implementasi Kurikulum 2013, disamping untuk memenuhi tugas mata kuliah Telaah

Kurikulum, penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi wawasan
kepada pembaca tentang kurikulum 2013.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
strategi implementasi kurikulum 2013?
1.3 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana strategi
implementasi kurikulum 2013 di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Implementasi Kurikulum


Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaaan sudah dianggap optimal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan
dan diterapkan adalah kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian
dijalankan sepenuhnya.
Kemendikbud mengeluarkan suatu peraturan mengenai implementasi Kurikulum 2013
dalam peraturan Menteri pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013, ( Salinan
peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a tahun
2013 tentang implementasi kurikulum), yaitu:
Pasal 2
Implementasi kurikulum pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
menggunakan pedoman implementasi kurikulum yang mencangkup:
a) Pedoman penyusunan dan pengelolaan kurikulum
Penyusunan kurikulum harus memperhatikan prinsip berikut:
1. Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian
peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun agar semua mata pelajaran dapat
menunjang peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
2. Kebutuhan Kompetensi Masa Depan
Kemampuan peserta didik yang diperlukan yaitu antara lain kemampuan
berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan mempertimbangkan nilai dan
moral Pancasila agar menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab, toleran dalam kebergaman, mampu hidup dalam masyarakat
global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan
untuk bekerja,
kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan.
Kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini sehingga perlu
mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dalam proses pembelajaran.

3. Peningkatan
Potensi,
Kecerdasan,
dan Minat
Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik

sesuai

dengan

Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat


manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun
dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, dan kecerdasan
murid.
4. Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah dan Lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan
karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang
sesuai dengan karakteristik daerah
dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan
lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu
media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong
partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk
itu, kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah
dan nasional.
5. Tuntutan Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh
kembangnya
pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan
hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan
hidup
untuk
membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting
terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik
yang
tidak
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa
masyarakat berbasis pengetahuan
dimana IPTEKS sangat berperan sebagai
penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus
melakukan
adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan
kontekstual dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan
secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Dinamika Perkembangan Global
Kurikulum menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa,
yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan

antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu
bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku
dan bangsa lain.

8. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan


Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan
dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan
sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa
dalam wilayah NKRI.
9. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkan terlebih dahulu
sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
b) Pedoman pengembangan muatan lokal
1. Satuan pendidikan yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran
muatan lokal. Apabila satuan pendidikan belum mampu mengembangkan
standar kompetensi dan
kompetensi dasar beserta silabusnya,
maka
satuan pendidikan dapat
melaksanakan muatan
lokal
berdasarkan
kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh satuan pendidikan, atau dapat
meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat yang masih dalam satu
daerahnya. Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah
yang
belum mampu mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang
kurikulum daerah atau meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) di propinsinya.
2. Bahan kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang
mencakup
perkembangan pengetahuan dan
cara berpikir, emosional,
dan sosial peserta didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta
didik dan tidak mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu,
pelaksanaan muatan lokal dihindarkan dari penugasan pekerjaan rumah (PR).
3. Program pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan
peserta didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis.
Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal
dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan
8

kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna


informasi sesuai dengan usia peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu
disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret
ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui;
(3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana
ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan
kajian/pelajaran
diharapkan
bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bahan kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru
dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara
sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat
mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di
lingkungan satuan pendidikan, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun
satuan pendidikan, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia
usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru
diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta
didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun
sosial.
5. Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti
mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna
kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu
tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai
dengan kelas VI, atau dari kelas VII sampai dengan kelas IX, atau dari kelas
X sampai dengan kelas XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan
diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester, atau satu
tahun ajaran.
6. Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu
memperhatikan jumlah hari/minggu dan minggu efektif untuk mata
pelajaran muatan lokal pada setiap semester.

c)

Pedoman kegiatan ekstrakurikuler


Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan
sebagai berikut:

dikembangkan

dengan

prinsip

1. Bersifat individual, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai


dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik masing-masing.
2. Bersifat pilihan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan
minat dan diikuti oleh peserta didik secara sukarela.

3. Keterlibatan aktif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler menuntut keikutsertaan


peserta didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing.
4. Menyenangkan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana
yang menggembirakan bagi peserta didik.
5. Membangun etos kerja, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan
dilaksanakan denganprinsip membangun semangat peserta didik untuk berusaha dan
bekerja dengan baik dan giat.
6. Kemanfaatan sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan
dilaksanakan dengan tidak melupakan kepentingan masyarakat.
d)

Pedoman umum pembelajaran


Pedoman ini mencakup substansi sebagai berikut:
1. Konsep dan strategi pembelajaran sebagai dasar dan kerangka pengembangan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaa pembelajaran dalam
berbagai modus, strategi, dan model.
2. Konsep dan strategi penerapan Sistem Kredit Semester sebagai landasan bagi satuan
pendidikan dalam merintis atau melanjutkan pengelolaan kurikulum dengan
menerapkan sistem kredit semester.
3. Konsep dan strategi penilaian sebagai
dasar dan kerangka pengembangan
teknik dan instrumen penilaian hasil belajar dengan pendekatan otentik.
4. Konsep dan strategi pembimbingan dan konsultasi agar peserta didik mampu
mengenali potensi diri dan akademik sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat.

e)

Pedoman evaluasi kurikulum


Aspek evaluasi kurikulum mencakup:
1. Evaluasi reflektif dilakukan dalam suatu proses diskusi intensif dalam kelompok
pengembang kurikulum (tim pengarah dan tim teknis) dan tim nara sumber secara
internal. Evaluasi reflektif tersebut dilaksanakan melalui diskusi mengenai landasan
filosofi, teoritik, dan model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum.
2. Evaluasi dokumen kurikulum mencakup kegiatan penilaian terhadap:
a. Dokumen kurikulum setiap satuan pendidikan
(kerangka dasar dan struktur kurikulum);

atau

program pedidikan

b. Dokumen kurikulum setiap mata pelajaran (silabus);


c. Pedoman implementasi kurikulum (pedoman penyusunan dan pengelolaan ktsp,
pedoman umum pembelajaran, pedoman pengembangan muatan
lokal,
dan
pedoman kegiatan ekstrakurikuler);
d. Buku teks pelajaran;
e. Buku panduan guru; dan
10

f. Dokumen kurikulum lainnya.


Evaluasi dilakukan untuk mengkaji ketersediaan, keterpahaman, dan kemanfaatan dari
dokumen tersebut dilihat dari sisi/kelompok pengguna.
3. Evaluasi implementasi kurikulum dilakukan untuk mengkaji keterlaksanaan dan
dampak dari penerapan kurikulum pada tingkat nasional, daerah, dan satuan
pendidikan. Pada tingkat nasional mencakup penilaian implementasi kurikulum
secara nasional. Pada tingkat daerah penilaian implementasi kurikulum mencakup
kajianpelaksanaan pengembangan dan pengelolaan muatan lokal oleh pemerintah
daerah. Sedangkan pada tingkat satuan pendidikan evaluasi dilakukan pada tingkat
satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum pada tingkat nasional mencakup kajian kebijakan
dalam penyiapan dan
distribusi dokumen, penyiapan dan peningkatan
kemampuan sumber daya yang diperlukan, dan pelaksanaan kurikulum, serta
dampak kebijakan terhadap pengelolaan kurikulum pada tingkat daerah dan tingkat
satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum pada tingkat daerah mencakup kajian kebijakan
dalam penyiapan dan distribusi dokumen muatan lokal, penyiapan dan peningkatan
kemampuan sumber daya yang diperlukan, dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal
serta keterlaksanaannya pada tingkat satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum pada tingkat satuan pendidikan mencakup kajian
penyusunan dan pengelolaan KTSP, penyiapan dan peningkatan kemampuan
pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan, dan pelaksanaan pembelajaran
secara umum serta muatan lokal, dan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.

4. Evaluasi hasil implementasi kurikulum merupakan evaluasi ketercapaian standar


kompetensi lulusan pada setiap peserta didik pada satuan pendidikan. Capaian
standar kompetensi lulusan setiap peserta didik dikaji melalui:
a. Hasil penilaian individual yang bersifat otentik;
b. Hasil ujian sekolah; dan
c. Hasil ujian yang bersifat nasional.
Dalam rangka pengimplementasian kurikulum dibutuhkan usaha bersama antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota,
dimana pemerintah:
1. Bertanggung jawab dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan
kurikulum.
2. Bertanggungjawab dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional.

11

3. Pemerintah provinsi bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap


pelaksanaan kurikulum di propinsi terkait.
4. Pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam memberikan bantuan profesional
kepada guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota
terkait.

2.2 Strategi Implementasi Kurikulum 2013


Salah satu faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum 2013 adalah
strategi yang digunakan untuk pengimplementasiannya. Menurut Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
(BPSDMPK dan PMP) ada beberapa strategi implementasi kurikulum 2013, yaitu:
1. Pelaksanaan Kurikulum di Seluruh Sekolah dan Jenjang Pendidikan
Kurikulum 2013 dillaksanakan secara bertahap, dimulai dari:
Juli 2013
Menurut Kemendikbud, kurikulum 2013 diterapkan di Kelas I, IV terbatas pada
sejumlah SD/MI , di kelas VII (SMP/MTs), dan di kelas X (SMA/MA, SMK/MAK).
Dari 148.695 sekolah dasar seluruh Indonesia, sebanyak 44.609 diantaranya akan
gunakan kurikulum 2013 di tahun ajaran 2013/2014, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) sebanyak 36.434 sekolah dengan jumlah siswa kelas VII sebanyak 3.250.717,
dan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 11.535 sekolah dengan
jumlah siswa kelas X sebanyak 1.420.933. Sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) sebanyak 9.875 sekolah dengan jumlah siswa kelas X sebanyak 1.131.549. Ini
adalah tahun pertama implementasi dan dilakukan di seluruh wilayah NKRI.
Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kemdikbud, Ibrahim
Bafadal, di kantor Kemdikbud. pemilihan sekolah-sekolah tersebut, berbasis pada data
pokok pendidikan (Dapodik), yang memenuhi kriteria. Kriteria pertama yaitu
akreditasi, dimana ada dua level akreditasi yang digunakan untuk tahap pertama ini,
yakni akreditasi A dan B.
Kedua, ketenagaan dan sumber daya manusia di sekolah tersebut harus lengkap. Di
SD, ada enam guru kelas, satu kepala sekolah, guru agama, dan guru pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes). Dan ketiga, kriteria sarana dan prasarana. Sekolah
harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Sekolah tidak harus mewah,
tapi sarana dan prasarananya memadai, baik gurunya maupun sarana dan
prasarananya, terang Ibrahim.
(http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/1095).
Juli 2014
Kurikulum 2013 diterapkan di Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI. Tahun 2014
adalah tahun kedua implementasi. Pada tahun kedua implementasi kurikulum
dilaksanakan di seluruh SD di wilayah NKRI. Pada tahun kedua ini, hanya kelas
III dan VI SD, serta kelas terakhir SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK yang belum
melaksanakan kurikulum.
12

Juli 2015
Seluruh kelas dan seluruh sekolah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK
telah melaksanakan sepenuhnya Kurikulum 2013.
2. Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dari Tahun 2013-2015
Pelatihan PTK adalah bagian dari pengembangan kurikulum. Strategi pelatihan
tahun ini dimulai dengan melatih calon Narasumber Nasional yang terdiri dari empat
unsur, yakni guru, dosen LPTK, Widyaiswara, dan pihak yang dianggap ahli, seperti
tim pengembang kurikulum di Kemdikbud. Pelatihan dilaksanakan di Jakarta selama
7 hari dengan paparan oleh Mendikbud dan Tim Pengarah. Adapun kriterianya adalah
sebagai berikut:

Latar Belakang Pendidikan minimal S1 program studi yang relevan

Untuk Dosen diutamakan memiliki NIA (Nomor Induk Asesor) sertifikasi guru
pada bidang studi yang relevan

Untuk Pengawas, Kepala Sekolah, dan Guru harus sudah memiliki sertifikat
pendidik pada bidang studi yang relevan

Untuk Widya Iswara telah mengikuti pelatihan kurikulum 2013 dengan mata
pelajaran yang relevan

Direkrut secara proporsional dari provinsi dan dilaksanakan di Jakarta

Dilakukan Pre dan Post Test

Kelulusan berbasis PAP

Selanjutnya Narasumber Nasional melatih calon Instruktur Nasional yang terdiri


atas beberapa unsur, yaitu dinas pendidikan, dosen, widyaiswara, guru inti nasional,
pengawas dan kepala sekolah berprestasi selama 7 hari di Jakarta. Dengan kriteria
sebagai berikut:

Guru Bersertifikat Pendidik

Guru Berprestasi

Skor UKG tinggi

Pelatih Nasional Binaan USAID, JICA, AUSAID

National/Provincial Core Team Bermutu

Tim Pengembang Kurikulum Provinsi dan Kabupaten

Ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota


13

Peserta direkrut dari provinsi

Dilatih oleh Narasumber Nasional

Pre dan Post Test

Kelulusan berbasis PAP

Langkah terakhir adalah melatih guru sasaran yang teridir dari semua guru kelas
dan guru mata pelajaran di tingkat SD, SMP dan SMA/SMK selama 5 hari. Struktur
program pelatihan pendidik dan tenaga pendidik terdiri dari konsep kurikulum 2013,
analisis materi ajar, perancangan model belajar, praktek pembelajaran terbimbing, dan
evaluasi peserta. Pelatihan ini diharapkan akan menghasilkan guru yang:
1)
2)
3)
4)
5)

Mampu menerapkan pembelajaran tematik terintegrasi dan kontekstual


Memahami pendekatan scientific
Mampu menerapkan kemampuan berfikir tingkat tinggi
Membangun kultur pembelajaran yang aktif, menantang, dan menyenangkan
Mampu menunjukkan keteladanan khususnya tentang kejujuran, disiplin,
kebersihan, dan tanggung jawab

Pelatihan dan atau penyegaran terhadap Narasumber Nasional sudah dilakukan


pada April yang lalu. Kemudian, pada April - Mei 2013 Narasumber Nasional melatih
Instruktur Nasional (IN). Dan pada bulan Juni 2014 Instruktur Nasional (IN) melatih
Guru Sasaran.
3. Pengembangan Buku Siswa dan Buku Pegangan Guru dari Tahun 2013-2015
Sejalan dengan strategi implementasi, penulisan dan percetakan serta
distribusi buku babon akan seluruhnya selesai pada awal tahun terakhir implementasi
kurikulum atau sebelumnya. Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan
Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud), Ramon Mohandas mengungkapkan, setelah selesai disusun, buku
Kurikulum 2013 diserahkan kepada sejumlah ahli untuk dilakukan review. Hal ini
dilakukan agar pihaknya mendapat masukan dan perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan pada buku yang telah disusun tersebut. Sebagai contoh, untuk buku sejarah
akan diserahkan dahulu kepada ahli sejarah dan budayawan seperti Taufik Abdullah
dan Anhar Gonggong, sementara buku Bahasa Indonesia akan diberikan kepada ahli
bahasa, misalnya Gunawan Muhammad dan Taufik Ismail.
Sekolah sebagai bakal tempat kurikulum 2013 diimplementasikan juga harus
melakukan persiapan. Kemendikbud telah menginstruksikan persiapan yang harus
dilakukan sekolah adalah mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
untuk membeli dan penggandaan buku. Hal itu sesuai isyarat Surat Kemendikbud
Nomor 36250/WMP/KR/2014 tanggal 24 Maret 2014 yang menyatakan bahwa Buku
siswa dan buku guru untuk semester I diadakan melalui BOS ditambah Bansos Buku
(untuk SD dan SMP).....
14

Musliar menyebutkan, dana BOS SD dan SMP sebanyak Rp 580 ribu dan Rp 710
ribu, jika digunakan untuk membeli buku mencapai Rp 70 ribu, sedangkan BOS SMA
cukup besar yaitu Rp 1 juta. "Kita transfer lebih kurang Rp 800 miliar untuk beli buku
khusus buku SD dan SMP, yang bosnya kecil, tetapi kalau SMA kan BOS-nya besar,"
ujarnya.
4. Pengembangan Manajemen, Kepemimpinan, dan Pengembangan Budaya Sekolah
(Budaya Kerja Guru) dimulai dari Bulan Januari Desember 2013.
Implementasi Kurikulum 2013 mensyaratkan penataan administrasi, manajemen,
kepemimpinan dan budaya kerja guru yang baru. Oleh karena itu dalam persiapan
implementasi Kurikulum 2013, pelatihan juga berkenaan dengan tata kerja baru para
guru dan kepemimpinan kepala sekolah.Dengan penerapan pelatihan ini maka
implementasi Kurikulum tidak hanya berkenaan dengan upaya realisasi ide dan
rancangan kurikulum tetapi juga pembenahan pada pelaksanaan pendidikan di satuan
pendidikan.
i. Pengembangan Manajemen
Manajemen pengembangan adalah proses pengelolaan sumber daya untuk membawa
keadaan sekarang menuju keadaan baru yang diharapkan, sesuai dengan kurikulum tahun
2013.
Berdasarkan tingkat kedalaman pengembangan dan metodenya maka jenis
pengembangan yang dihadapi meliputi pengembangan rutin, darurat, mutu radikal dan
kondisi makro.
Keberhasilan mengembangkan budaya sekolah ditentukan dengan efektivitas
komunikasi dan interaksi kepala sekolah dengan pemangku kepentingan sehingga
membangkitkan kepatuhan, disiplin, dan motif berpartisipasi untuk mewujudkan
keunggulan.
Dengan adanya kurikulum 2013, maka pengembangan yang utama adalah merubah
model kepemimpinan dari model konvensional, berubah menjadi kepemimpinan
pengembangan.Kepala sekolah harus menjadi agen pengembangan di sekolah, mampu
merubah pola pikir pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah yang
dipimpinnya, memberi motivasi sehingga menjadi daya dorong untuk melaksanakan
pengembangan.Sebagai pimpinan, kepala sekolah juga harus berperan sebagai manajer
yang berfungsi mengelola pengembangan melalui pelaksnakan fungsi-fungsi manajemen
sekolah dalam rangka pengembangan sekolah.
Dengan pengembangan kurikulum sekolah dari kurikulum 2006 menjadi kurikulum
2013, maka elemen pengembangan di kelas yang inti adalah proses pembelajaran. Pada
kurikulum sebelumnya proses pembelajaran menekankan pada "guru memberi tahu" maka
proses pembelajaran berubah menjadi model pembelajaran "siswa mencari tahu".
Proses pelatihan menggunakan pendekatan saintifik dan metode action learning dan
learning based project. Metode action learning (belajar berbasis karya) untuk membangun
dan mengimplementasikan ide inovatif dalam pengembangan keunggulan sekolah
15

berdasarkan fakta empiris.Metode pembelajaran berbasis proyek untuk menghasilkan


rancangan model penerapan manajemen pengembangan.
ii. Pengembangan Kepemimpinan
Kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan kepala sekolah yang mengarah
pada terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadinya peningkatan mutu
pengelolaan internal sekolah sehingga memungkinkan terselenggaranya proses
pembelajaran yang merangsang para siswa untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.
Pemimpin pembelajar yang efektif terlibat dalam masalah-masalah kurikuler dan
pembelajaran, yang kesemuanya itu mempengaruhi prestasi belajar siswa (Cotton, 2003).
Tujuan kepemimpinan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi pembelajaran agar
terjadi peningkatan prestasi belajar, kepuasan belajar, motivasi belajar, keingintahuan,
kreativitas, inovasi, jiwa kewirausahaan, dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat karena ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni berkembang dengan pesat.
Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena mampu:
(1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) mendorong dan
mengarahkan warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa; (3) memfokuskan
kegiatan-kegiatan warga sekolah untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah;
dan (4) membangun komunitas belajar warga dan bahkan mampu menjadikan sekolahnya
sebagai sekolah pembelajar (learning school).
Kepala sekolah memiliki tanggung jawab menjamin seluruh siswa belajar dan guru
melaksanakan tugas pendidik dalam mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi siswa.Strategi pembelajaran berkembang sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, ekonomi yang semakin cepat.Fokus belajar
menguatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa secara berimbang.Teknik
pembelajaran makin efektif seiring dengan penggunaan teknologi sesuai kebutuhan siswa
bersaing pada konteks lokal, nasional, dan global.Pengaruh kepala sekolah dalam
kepemimpinan pembelajaran dipengaruhi dari integritas diri, disiplin dan cerdas dalam
pengambian keputusan.
Dengan adanya kurikulum 2013, maka pengembangan yang utama adalah merubah
model kepemimpinan dari model konvensional, berubah menjadi kepemimpinan
pengembangan.Kepala sekolah harus menjadi agen pengembangan di sekolah, mampu
merubah pola pikir pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah yang
dipimpinnya, memberi motivasi sehingga menjadi daya dorong untuk melaksanakan
pengembangan.Sebagai pimpinan, kepala sekolah juga harus berperan sebagai manajer
yang berfungsi mengelola pengembangan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
sekolah dalam rangka perbahan sekolah.
iii. Pengembangan Budaya Sekolah
Tantangan utama kepala sekolah dalam mengembangkan budaya sekolah adalah
membangun suasana sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan
interaksi yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik, pendidik, staf, orang tua
siswa, masyarakat, dan pemerintah.Komunikasi dan interaksi yang sehat memilki dua

16

indikator yaitu intensitas dan kedalaman materi yang dibahas.Di samping itu, kepala
sekolah perlu mengembangkan komunikasi multi arah untuk mengintegrasikan seluruh
sumber daya secara optimal.
Dalam menunjang pengembangan budaya sekolah kepala sekolah hendaknya
menegakkan lima prinsip sebagai berikut:
1. selalu berorientasi pada pencapain tujuan; mengembangkan visi misi dengan jelas
2. menerapkan kepemimpinan partisipatif dengan memperluas peran pendidik dalam
pengambilan keputusan.
3. berperan sebagai kepala sekolah yang inovatif dengan meningkatkan keyakinan
bahwa pendidik dapat mengembangkan prilaku yang mendukung pengembangan.
4. memerankan kepemimpinan yang meyakinkan pendidik sehingga mereka
berpndapat bahwa kepala sekolahnya benar menunjang efektivitas mereka bekerja.
mengembangkan kerja sama yang baik antar pendidik dalam interaksi formal maupun
informal.
Keberhasilan mengembangkan budaya sekolah ditentukan dengan efektivitas
komunikasi dan interaksi kepala sekolah dengan pemangku kepentingan sehingga
membangkitkan kepatuhan, disiplin, dan motif berpartisipasi untuk mewujudkan
keunggulan.Keberhasilan mengembangkan budaya sekolah ditentukan dengan efektivitas
komunikasi dan interaksi kepala sekolah dengan pemangku kepentingan sehinga
membangkitkan kepatuhan, disiplin, dan motif berpartisipasi untuk mewujudkan
keunggulan.
5. Pendampingan Dalam Bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk Menemukan Kesulitan
dan Masalah Implementasi serta Upaya Penanggulangannya, dari Juli 2013 2016
Monitoring dan evaluasi tidak sama, tetapi keduanya memerlukan berbagai unsur dan
alat yang sama, antara lain adanya sasaran-sasaran program yang jelas, target dan
indikator, serta basis data yang mengandung data mutakhir. Sasaran (output, outcome,
impact) perlu ditetapkan sejak awal (pada saat perencanaan), begitu pula dengan
indikator dan sasaran utama. Monitoring dapat mempermudah kita dalam mengamati
terus-menerus trend dan masalah, dan bila perlu melakukan penyesuaian dalam
rencana implementasi atau proses pengelolaan secara tepat waktu. Bila dikaitkan
dengan sistem monitoring yang kokoh, evaluasi tidak hanya dapat mengidentifikasi
hasil-hasil program, tetapi juga dapat menyediakan informasi mengenai kapan,
mengapa, dan bagaimana implementasi program meleset dari rencana semula dan
kemudian menyajikan rekomendasi untuk mengatasi masalah itu monitoring dan
evaluasi dapat dipakai mengidentifikasi dan mengatasi masalah. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan melakukan monitoring dan
evaluasi (Monev) pelaksanaan Kurikulum 2013 yang telah dilakukan mulai Tahun
Pelajaran Baru 2013/2014 pada 15 Juli. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh.

17

Kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan kurikulum


Dimaksudkan untuk mengetahui sampai di mana kurikulum baru itu telah
dilaksanakan di sekolah-sekolah dan persoalan-persoalan apa yang dirasakan di
dalam melaksanakan kurikulum tersebut.Cara pelaksanaan pemantauan
(monitoring) terhadap kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara
langsung yang dilaksanakan oleh Tim yang ditugasi oleh Direktorat Pendidikan
Dasar dan tidak langsung yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui
laporan-laporan yang dibuat pimpinan pemantau.
evaluasi kurikulum
Evaluasi Kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat,
kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Evaluasi
pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh penerapan
kurikulum berstandar nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum di daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum
dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
dianalisa oleh peserta didik.
Jenis-Jenis Evaluasi Kurikulum 2013
1. Formatif
Evaluasi formatif atau jangka pendek dilaksanakan apabila kegiatan evaluasi
diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu dari kurikulum yang sedang
dikembangkan. Artinya evaluasi formatif dilakukan secara bertahap contohnya
ketika pelaksanaan kurikulum selesai ditahun pertama Dan selanjutnya ketika
selesainya pelaksanaan kurikulum di tahun kedua(2014)
2. Sumatif
evaluasi Sumatif adalah evaluasi jangka panjang dilaksanakan apabila kurikulum
telah dianggap selesai pengembangannya (evaluasi terhadap hasil kurikulum)
kegiatan monitoring dan evaluasi kurikulum difokuskan untuk mengetahui
keterlaksanaan implementasi Kurikulum 2013 yang meliputi enam komponen utama yaitu
buku guru dan buku siswa, pelaksanaan pelatihan, proses pembelajaran, proses penilaian,
manajemen pembelajaran serta layanan kesiswaan. Hasil yang diharapkan tercapai pada
kegiatan monitoring dan evaluasi implementasi Kurikulum 2013 yaitu terciptanya dokumen
yang memberikan informasi dan pertimbangan yang berkenaan dengan perbaikan Kurikulum
2013 secara nasional, terindentifikasinya faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
implementasi Kurikulum 2013 di sekolah sasaran serta dinas pendidikan terkait, Terumusnya
langkah-langkah tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi pada implementasi Kurikulum
2013.

18

BAB III
PENUTUP
Kurikulum 2013 dibuat untuk meningkatkan efektivitas pendidikan, sehingga mampu
memberikan bekal yang cukup bagi generasi masa depan. Kurikulum ini diharapkan dapat
menjawab tantangan dari perkembangan dunia. Dengan modal yang cukup kuat, kita akan
memperoleh bonus demografi pada tahun 2045, sehingga kita perlu mempersiapkan generasigenerasi emas. Memang tidak ada yang benar-benar sempurna, maka dalam implementasi
kurikulum 2013 harus dilaksanakan dengan maksimal. Kurikulum 2013 yang telah dirancang
sedemikian bagus, tidak akan memenuhi tujuan pendidikan jika pengimplementasiannya
tidak berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan sistem kerjasama yang baik di antara semua
pihak. Selain itu evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum 2013 juga harus dilakukan, agar
kualitas pendidikan di Indonesia semakin bagus.

DAFTAR PUSTAKA

19

E. Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Hidayati, Wiji. 2012. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Pedagogia
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/08/21/permendikbud-no-81a2013-tentangimplementasi-kurikulum/
http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/1095
http://kurikulum2013indonesia.blogspot.com/2013/12/implementasi-kurikulum-2013.html
http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id
http://www.jpnn.com/read/2014/07/19/247081/Kurikulum-2013-Jalan-Terus-Meski-SaratMasalah/
http://www.setkab.go.id/berita-9818-akhir-agustus-kemdikbud-evaluasi-pelaksanaankurikulum-2013.html

20

Anda mungkin juga menyukai