Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN HASIL ANALISIS KURIKULUM DAN

PERANGKAT PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

DISUSUN OLEH :

NUR AZZA AMIN

105061108422

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, dan Taufik serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan baik meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Ucapan terima kasih
yang penuh kesungguhan penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan kami sumbangsih, khususnya kepada Dr. Nasrun, S.Pd., M.Pd selaku
dosen pengampu dari mata kuliah Kajian dan Pengembangan Kurikulum dan Bahan
Ajar Sekolah.
Kami sangat berharap Laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
pengetahuan dan wawasan kita. Kami juga menyadari bahwa di dalam laporan ini
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan.
Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Dan kami
memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan bagi pembaca.

Makassar, 15 Januari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan pendidikan Indonesia menunjukkan bahwa sejak dahulu


pendidikan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan pendidikan negara-negara
Eropa dan beberapa negara Asia. Hal ini sejalan dengan pandangan A. Abdullah (2007)
yang mengatakanbahwa perjalanan pendidikan Indonesia dalam rekaman sejarah tidak
mengalami kemajuan yang berarti, bahkan dapat dikatakan pendidikan Indonesia
lemah dalam visi dan misi global, dan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Republik
ini hanyalah pergantian kurikulum dan uji coba kurikulum sesuai dengan kepentingan
politik penguasa. Setelah Indonesia merdeka, pendidikan Indonesia mulai dibangun,
dari zaman orde lama, orde baru dan sampai orde reformasi dengan segala perubahan
kebijakannya. Namun, kualitas pendidikan Indonesia masih tetap saja kurang
maksimal.
Dalam perjalan Indonesia menapaki tiap orde, pendidikan telah mengalami
beberapa perubahan yang mengarah pada sutau kemajuan. Misalnya, lahirnya Undang-
Undang Sistem Pendidikan nasional pada tahun 1950 (Zulkarnain, 2017), ahirnya
program wajib belajar (1950, 1984, 1994, dan 2015), program beasiswa kepada
masyarakat kurang mampu dan program-program lain yang mengupayakan
peningkatan kualitas pendidikan. Namun, dari semua perubahan kebijakan itu, terlihat
bahwa fokusnya selalu pada tataran sistem pelaksanaan pendidikan, bukan pada tataran
perubahan kualitas sumber daya manusinya. Bagaimanapun bagusnya sistem yang
telah dirancang, jika manusianya tidak mampu melaksanakan sistem itu maka sistem
itu akan sia-sia juga. Karena itu, yang sangat perlu diperhatikan adalah bagaimana
sumber daya manusia yang ada itu dapat melakukan seluruh rangkain kegiatan yang
ada dalam sistem yang telah diprogramkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan R.
Mahmud dalam Kompasiana (2017) bahwa sumber daya manusia dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan sangatlah penting karena dapat tidaknya maju dan
berkembang pendidikan sangat tergantung dari dukungan sumber daya manusianya.
Pada dasarnya sistem itu dibuat dengan harapan jika dijalankan dengan benar
maka tujuan akan tercapai. Dalam hal ini dibutuhkan manusia-manusia yang dapat
menjalankan sistem tersebut secara benar. Karena itu, pada setiap lahir sistem perlu
penganalisaan terhadap manusia-manusia yang sejatinya menjadi pelaksana utama
sistem itu, yaitu mengenai kesiapan mereka dalam melaksanakan sistem tersebut secara
benar. Dalam sistem pendidikan, guru merupakan tonggak utama yang diharapkan
dapat melaksanakan seluruh kebijakan pendidikan yang ada. Hal ini sesuai pandangan
W. Sharuji & N. Nordin (2017) yang mengatakan bahwa guru merupakan tonggak
utama dalam penerapan program pengajaran dan pembelajaran di sekolah. Di masa
sekarang ini, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yaitu
oleh Bapak Nadiem Makarim, lahir suatu program pendidikan yang dikenal dengan
nama program “Merdeka Belajar”. Dalam program tersebut terdapat banyak kegiatan
yang sejatinya dapat dilaksanakan oleh seluruh civitas pendidikan di sekolah, terutama
oleh guru. Program itu meliputi: KIP Sekolah, Digitalisasi Sekolah, Prestasi dan
Penguatan Karakter, Guru Penggerak, Kurikulum Baru, Revitalisasi Pendidikan
Vokasi, Kampus/Sekolah Merdeka, serta Pemajuan Kebudayaan dan Bahasa. Program
Merdeka Belajar di atas tentulah sangat menunjang kemajuan pendidikan jika dapat
dijalankan dengan baik.
Dengan kata lain, program ini dapat menjadi salah satu jalan dalam
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia di satu sisi dan mutu manusia Indonesia
secara luas di sisi yang lain. Karena program ini sangat tergantung dari para guru
sebagai tonggak utama pendidikan maka perlu melihat sejauh mana para guru itu telah
mengimplementasikan program-program tersebut. Salah satu mata pelajaran atau tema
pelajaran di SD adalah IPA dimana pelajaran atau tema ini oleh sebagian besar siswa
dianggapnya sulit. Adanya program Merdeka Belajar di atas, diharapkan pelajaran atau
tema IPA khususnya semakin dirasa mudah oleh para siswa karena adanya berbagai
inovasi dari para guru yang mengimplementasikan program-program Merdeka Belajar
tersebut.
Kurikulum adalah suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu yang pada dasarnya itu ditujukan kepada anak
didik pada tingkatan pendidikan untuk berperilaku dan memiliki intelektual yang
diharapkan membawa mereka menjadi masyarakat yang berguna bagi bangsa dan
Negara. Dalam aktivitas belajar mengajar, kududukan kurikulum ini sangat krusial
karena kurikulum digunakan sebagai pedoman pada aktivitas belajar mengajar yang
dituangkan dalam perangkat pembelajaran. Karena begitu penting kurikulum ini, maka
diperlukan pendidik yang mampu menyusun kurikulum dengan memperhatikan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum melalui bimbingan dan pelatihan supaya
terbentuk sikap dan ketrampilan sebagai calon guru yang profesional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Laporan Analisis Kurikulum dan Perangkat Pembelajaran

Profil Sekolah
Nama sekolah : SDIT AL Izzah Makassar
Kelas/Semester : 1 (Satu) / 2 (Dua)
Alamat : BTP. Jl. Laniang Ruko Pelangi No.5-7

Kurikulum yang diterapkan di SDIT Al Izzah adalah IKM atau Implementasi


Kurikulum Merdeka. Dengan adanya kurikulum merdeka menjadi pembaharuan dari
K13 sebelumnya, adapun perangkat pembelajaran dari kurikulum merdeka khususnya
di kelas 1 (satu) SDIT Al Izzah terdiri dari modul ajar (RPP) , ATP (Alur Tujuan
Pembelajaran), media, bahan pembelajaran, pemetaan, penilaian, dan projek penguatan
profil pelajar Pancasila.
Hal-hal esensial kurikulum merdeka di jenjang sd yang diterapkan di SDIT Al
Izzah Makassar salah satunya yaitu mata pelajaran IPA dan IPS digabungkan menjadi
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS), dengan harapan dapat
memicu anak untuk dapat mengelola lingkungan alam dan sosial dalam satu kesatuan.
Selain itu, terdapat Pembelajaran Berbasis Proyek untuk penguatan Profil Pelajar
Pancasila yang dilakukan minimal 2 kali dalam satu tahun ajaran.
Hal-hal esensial kurikulum merdeka di SDIT Al Izzah sebagai berikut:
1. Penguatan kompetensi yang mendasar dan pemahaman logistik.

• Untuk memahami lingkungan sekitar, mata pelajaran IPA dan IPS digabungkan
sebagai mata pelajaran Imlu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS).

• Integrasi computational thinking dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,


Matematika dan IPAS.

• Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran pilihan.


2. Pembelajaran berbasis projek untuk penguatan Profil Pelajar Pancasila dilakukan
minimal 2 kali dalam satu tahun ajaran.
Fase kurikulum merdeka SD/sederajat terdiri dari:

• Fase A (umumnya setara dengan kelas I dan II SD)

• Fase B (umumnya setara dengan kelas III dan IV SD)

• Fase C (umumnya setara dengan kelas V dan VI SD)

Fase A merupakan periode pengembangan dan penguatan kemampuan literasi


dan numerasi dasar. Oleh karena itu, jumlah mata pelajaran dasar yang perlu diajarkan
di Fase A tidak sebanyak di Fase B dan Fase Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS)
belum menjadi mata pelajaran wajib di Fase A. Muatan mata pelajaran tersebut mulai
menjadi wajib untuk diajarkan sejak masuk di awal Fase B (Kelas III). Mata Pelajaran
IPAS merupakan mata pelajaran yang ditujukan untuk membangun kemampuan dasar
untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan (Sains), baik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
maupun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Struktur kurikulum merdeka SDIT Al Izzah dibagi menjadi dua kegiatan
pembelajaran utama, yaitu pembelajaran reguler atau rutin yang merupakan kegiatan
intrakurikuler dan projek penguatan profil pelajar Pancasila. Pembelajaran kurikulum
merdeka SD akan menguatkan pembelajaran terdiferensiasi sesuai tahap capaian
peserta didik. Pembelajaran intrakurikuler akan dilakukan sekitar 70-80 persen dari jam
pelajaran dan kokurikuler melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila sekitar 20-
30 persen jam pelajaran. Untuk penilain setiap siswa, tidak ada pemisahan antara
penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

B. Hal-hal yang Perlu Dikembangkan


Hadirnya kurikulum Merdeka tentu akan membawa dampak baik bagi
kegiatan pembelajaran di SDIT Al Izzah salah satunya untuk mengatasi learning
loss. Dalam pelaksanaannya, ada beberapa hal yang perlu dikembangkan untuk
memaksimalkan tujuan pembelajaran. Adapun hal-hal yang perlu dikembangkan
yaitu, kepala sekolah memiliki peran yang cukup banyak dan sangat penting. Oleh
sebab itu, kepala sekolah harus mulai memprioritaskan energi dan waktunya untuk
memandu perencanaan, pendampingan, serta refleksi proses pembelajaran pada
siswa, guru maupun orang tua siswa. Untuk memaksimalkan Implementasi
Kurikulum Merdeka, sekolah diharapkan sudah merencanakan program
kolaboratif bagi kepala sekolah, guru, dan siswa. Sekolah bisa melibatkan guru
dari antarmapel dan antarkelas untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi
pada kebutuhan siswa.
Ada banyak hal baru yang harus mulai dicoba dengan Kurikulum Merdeka
mulai dari kolaborasi antar mata pelajaran pembelajaran berbasis proyek,
pengaturan jam pelajaran, capaian pembelajaran sesuai Profil Pelajar Pancasila
dan lain sebagainya. Banyaknya perubahan ini tentu membutuhkan adaptasi agar
pelaksanaannya bisa berjalan matang. Tak menutup kemungkinan sekolah dan
guru juga akan mendapatkan tantangan di setiap prosesnya sehingga diperlukan
kebiasaan untuk refleksi agar tidak langsung menyerah, menyalahkan keadaan,
atau sulit beradaptasi. Refleksi dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran dan
kepemimpinan.
Karena ada banyak perubahan dari Kurikulum Merdeka, guru dan sekolah
harus mulai belajar lagi untuk meningkatkan kompetensi. Salah satu cara untuk
meningkatkan kompetensi, yaitu dengan mengikuti pelatihan yang sesuai
kebutuhan. Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dan sekolah dapat
dilakukan secara daring atau luring.

C. Pengembangan Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya


sebagai disiplin, disiplin ilmu, sebagai sistem dan sebagai proses. Sebagai disiplin,
desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta
proses pengembangan pembelajaran pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain
pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan,
pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas
layanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mahasiswa
pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran
merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya
termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.
Ada berbagai bentuk desain pembelajaran yang dapat dikembangkan di
dalam kelas, sejalan dengan salah tujuan Kurikulum Merdeka salah satu model
desain pembelajaran yan dapat dikembangkan yaitu model Hanafin dan Peck.
Model Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain
pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model
desain pembelajaran utuk menghasilkan suatu produk, biasanya media
pembelajaran (Afandi dan Badarudin, 2011:22).
Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model desain
pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase Analisis
Keperluan), Design (Fase Desain), dan Develop/Implement (Fase Pengembangan
dan Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan dilakukan penilaian dan
pengulangan.
Fase pertama dari model Hanafim dan Peck adalah analisis kebutuhan
(Need Assessment). Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan
kurikulum menurut John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008:91) ialah : ‘the process by
which one defines educational needs and decides what their priorities are’.
Artinya, bahwa analisis kebutuhan merupakan sebuah proses yang didefinisikan
sebagai sebuah kebutuhan pendidikan dan ditentukan sesuai dengan prioritasnya.
Jadi pada intinya, proses ini merupakan proses untuk menentukan hal utama dari
apa yang dibutuhkan dalam pendidikan.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesain pembelajaran
yang akan dilaksanakan. Tidak mudah mengidentifikasi apa yang dibutuhkan
dalam pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam fase analisis kebutuhan,
Glasgow dalam Wina Sanjaya (2008:93) mengemukakan secara detail langkah-
langkah need assessment yakni :
1. Tahapan Pengumpulan Informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu
memahami terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa, siapa
memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang dihadapi dan
lain sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan bermanfat dalam
menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang terkumpul digunakan
sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran. Model Hanafin dan Peck ini
berorintasi pada produk sehingga informasi yang dibutuhkan mislnya bagaimana
cara pembuatan media pembelajaran dengan bahan yang ada.
2. Tahapan Identifikasi Kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina
Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling berkaitan
yakni Input, Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi kondisi yang
tersedi saat ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan, guru, pelajar,
kebutuhan. Komponen proses, meliputi perencanaan, metode, pembelajaran
individu, dan kurikulum. Komponen produk, meliputi penyelesaian pendidikan,
keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki. Komonen output, meliputi
ijazah kelulusan, keterampilan prasyarat, lisensi. Komponen Outcome, meliputi
kecukupan dan kontribusi individu atau kelompok saat ini dan masa depan.
Dari analisis diatas dapat digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap
komponen yakni Input, proses, produk dan Output.
3. Analisis Performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap ini
sorang guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi kesenjangan
yang ada, kemudian mencari cara untuk memecahkan kesenjangan tersebut. Baik
dengan perencanaan pembelajaran atau dengan cara lain, seperti melalui kebijakan
pengelolaan baru, penentuan struktur organsasi yang lebih baik, atau mungkin
melalui pengembangan bahan dan alat-alat. Jika dilihat dari orientasi model
Hanafin dan Peck yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance
msalah yang mungkin bisa diselesaikan adalah tentng pengembangan bahan da n
alat-alat.
4. Mengidentifikasi Kendala Beserta Sumber-sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi berbagai
kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita harus
mengantisipsi kendala yang mungkin akan muncul. Kendala dapat berupa waktu,
fasilitas, bahan, personal dan lain sebginya. Dan sumbernya bisa berasal dari orang
yang terlibat (guru atau siswa), berasal dari fasilitas yang mendukung atau tidak,
dan jumlah pendanaan beserta pengaturannya.
5. Identifikasi Krakteristik Siswa
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi
karakteristik siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama sehingga
penangan dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda pula.
Identifikasi karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level pendidikan, gaya
belajar dan lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut dapat bermanfaat ketika
kita menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan dan penggunaan strategi
embelajaran yang dianggap cocok.
6. Identifikasi Tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam dalam
need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin dicapai,
namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi tujuan agar
dapat segera dipecahkan sesuai kondisi.
7. Menentukan Permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman dalam
penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan Peck
berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah tentang media
pembelajaran.
Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah tes atau
penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui
ada atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal
ini justru akan menjadikan msalah baru di masa yang akan datang.
Fase kedua dari Hanfin dan Peck adalah fase desain (Design). Hanafin dan
Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) menytakan fase desain bertujuan untuk
mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk
mencapai tujuan pembuatan media tersebut. Dokumen tersebut dapat berupa story
board. Jadi, hasil dari need assessment kemudian dituangkan ke dalam sebuah
papan dan caranya dengan mengikuti aktifitas yang sudah dianalisis dalam need
assessment sebelumnya. Dokumen ini nantiya akan memudahkan kita dalam
menentukan tujuan pembuatan media pembelajaran, karena merupakan sebuah
papan.
Dalam fase kedua ini, tidak lupa dilakukan tes atau penilaian sebelum
dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi. Hanafin dan Peck telah
menggambarkan (gambr 1) bahwa harus ada timbal blik dari setiap fase, hal ini
mungkin membuat kita mudah megetahui kesalahan yang kita buat dan menjadi
pembelajaran untuk kita.
Fase terakhir dari model Hanafin dan Peck adalah pengembangan dan
implementasi. Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011) mengatakan
aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian,
serta penilain formatif dan sumatif. Penilaian formatif ialah penialain yang
dijalankan saat proses pengembangan media berlangsung, sedangkan penilaian
sumatif dijalankan pada akhir proses. Pada fase ini media dikembangkan dan
pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah dibuat berdasarkan
analisis kebutuhan dan desain yang telah dijalankan.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kurikulum dan perangkat pembelajaran di SDIT
Al Izzah dapat disimpulkan bahwa, implementasi kurikulum merdeka sudah
berjalan dengan baik dan sesuai dengan modul ajar dan pemetaan yang disiapan
oleh guru. Namun, masih ada beberapa yang perlu dikembangkan dalam
penyesuaian implementasi kurikulum merdeka, guru-guru masih membutuhkan
pelatihan agar lebih terampil dalam proses pembelajaran kerena idealnya pada
materi pelajaran itu harus relevan dengan kebutuhan siswanya dan sesuai
perkembangan anak, sehingga nantinya dapat menghasilkan peserta didik yang
berkarakter yang mulia, memiliki ketrampilan yang relevan pada kondisi saat ini.

B. Saran
Sebaiknya guru dan seluruh staf sekolah lebih aktif dan giat dalam
mengikuti pelatihan implementasi kurikulum merdeka, guru juga sebaiknya dapat
menerapkan media pembelajaran yang menarik agar peserta didik aktif dalam
pembelajaran.
LAMPIRAN
Contoh Modul Ajar (RPP)

Anda mungkin juga menyukai