A. Sejarah Kurikulum KTSP, K-13, dan Kurikulum Merdeka
1. Sejarah Kurikulum KTSP Awal Pengembangan KTSP (2004-2006): Pada awal 2000-an, pemerintah Indonesia merasa perlu untuk melakukan reformasi pendidikan. Salah satu langkah awalnya adalah mengganti Kurikulum 1994 dengan yang lebih baru dan relevan. Proses pengembangan KTSP dimulai sekitar tahun 2004 sebagai bagian dari reformasi ini. Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006: Pada tahun 2006, Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 secara resmi mengesahkan KTSP sebagai kurikulum yang digunakan di tingkat satuan pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP dan SMA). KTSP dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan kebebasan kepada sekolah-sekolah dalam merancang kurikulum mereka sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Kurikulum ini menekankan pada pendekatan tematik, pembelajaran kontekstual, dan pengembangan karakter siswa. Menurut Manurung L (2019), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kurikulum ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Isi (SI) yang pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolah masing-masing. Komponen KTSP terdiri dari beberapa komponen, termasuk Standar Isi, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), serta penilaian dan evaluasi. Ini memberikan kerangka kerja bagi sekolah untuk merancang dan mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan karakteristik mereka sendiri. KTSP digunakan oleh berbagai tingkat pendidikan di Indonesia, termasuk SD, SMP, dan SMA, dan mencakup berbagai mata pelajaran. Sekolah memiliki kewajiban untuk mengadaptasi KTSP sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka, sehingga setiap sekolah bisa memiliki ciri khasnya sendiri dalam pengajaran. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki empat karakteristik yakni (1) berorientasi pada disiplin ilmu, (2) berorientasi pada pengembangan individu, (3) mengakses kepentingan daerah, dan (4) merupakan kurikulum teknologis. Menurut Sanjaya (2008: 130- 131) menjelaskan bahwa KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut. a. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari struktur program yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari sistem kelulusan yang ditentukan oleh standar minimal penguasaan isi pelajaran. b. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembanangan individu. Hal ini dapat dilihat dari prinsip pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan, dan juga kurikulum ini menekankan kepada aspek pengembangan minat dan bakat siswa. c. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah, hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Dengan demikian, maka KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh daerah. d. KTSP merupakan kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilaian.
2. Sejarah Kurikulum 2013
Menurut Priantini, dkk (2022), sesuai dengan perkembangan sistem pendidikan berbenah dan pembaharuan terhadap kurikulum dengan cara pergantian Kurikulum sesuai dengan penyempurnaan dan pembaharuan kurikulum yang baru di Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), selanjutnya yang diaplikasikan dalam satuan pendidikan di Indonesia adalah kurikulum 2013. Meskipun KTSP memberikan lebih banyak otonomi kepada sekolah, ada juga kritik terhadap kurikulum ini, seperti ketidak konsistenan antar sekolah dan kurangnya penekanan pada keterampilan abad ke-21. Oleh karena itu, pada tahun 2013, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menggantikan KTSP dengan Kurikulum 2013 (K- 13) yang memiliki pendekatan yang lebih terstruktur dan berorientasi pada kompetensi. Sebelum diperkenalkannya K-13, Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum sejak kemerdekaan pada tahun 1945. Kurikulum sebelumnya seperti KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) mengalami berbagai kendala dan kritik, termasuk ketidaksesuaian dengan kebutuhan dunia kerja dan kurangnya penekanan pada pembangunan karakter siswa. Proses pengembangan Kurikulum 2013 dimulai sekitar tahun 2010. Tim ahli pendidikan, guru, dan pemerintah bekerja sama untuk merancang kurikulum yang lebih modern dan relevan. K-13 dikembangkan dengan mengacu pada prinsip-prinsip seperti pemahaman konsep, penerapan pengetahuan dalam konteks nyata, dan pengembangan karakter. Peraturan Menteri Pendidikan No. 65 Tahun 2013: Pada tahun 2013, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 Tahun 2013 yang secara resmi mengesahkan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum nasional. Kurikulum ini diperkenalkan untuk jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) dan menengah (SMA/SMK). Menurut Manurung L (2019), kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis karakter yang menekankan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Pada kurikulum ini dalam proses pembelajarannya bukan lagi berpusat kepada guru melainkan berpusat kepada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator saja. Agar terbentuk generasi yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, kurikulum ini mendorong siswa untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antar personal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan factor yang meliputi arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan ditingkat internasional. Oleh karena itu kurikulum ini bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Menurut Ibnu (2013: 43) karakteristik kurikulum 2013 adalah sebagai berikut : a) berpusat pada peserta didik, b) memberikan pengalaman langsung, c) tidak terjadi pemisah materi pembelajaran secara jelas, d) menyajikan konsep dari berbagai materi pembelajaran, e) bersifat fleksibel, f) hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, g) menggunakan prinsip belajar sambal bermain, h) mengembangkan komunikasi peserta didik, i) mengembangkan kemampuan metakognisi, j) lebih menekankan proses daripada hasil. Menurut Kemdikbud (2016), Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi disekolah dan masyarakat; 2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari disekolah kemasyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) Kompetensi Dasar. Semua Kompetensi Dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam Kompetensi Inti; 6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif,saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertical).
3. Sejarah Kurikulum Merdeka
Menurut Cholilah, dkk (2023), Pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia telah sampai pada pengembangan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini merupakan pengembangan dan penerapan kurikulum darurat yang digagas sebagai respon terhadap dampak pandemi Covid-19. Prinsip dari kurikulum baru ini adalah pembelajaran yang berpusat sepenuhnya pada peserta didik dengan mencanangkan istilah Merdeka Belajar. Istilah tersebut didefinisikan sebagai metode yang memungkinkan peserta didik bisa memilih pelajaran yang menarik bagi mereka. Sekolah berhak dan bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan dan karakteristik masing-masing. Kebijakan pemilihan kurikulum diharapkan dapat mempercepat proses pentahapan reformasi kurikulum nasional. Dapat dikatakan bahwa kebijakan memberikan pilihan kurikulum sekolah merupakan salah satu upaya manajemen perubahan. Hakikat dari Kurikulum Merdeka adalah pendidikan yang didasarkan pada kodrat alam dan zaman, dimana setiap peserta didik memiliki bakat dan minat masing- masing. Tujuan merdeka belajar adalah untuk secara efektif mengurangi keterlambatan belajar selama pandemi Covid-19. Walaupun Kurikulum 2013 saat ini masih tersedia, akan tetapi pihak sekolah masih dapat mempersiapkan diri untuk menerapkan kurikulum merdeka. Sehingga setiap satuan pendidikan dapat memutuskan waktu yang tepat untuk mulai melaksanakan dan menerapkan kurikulum baru secara mandiri sesuai dengan kesiapannya. Ide dari esensi merdeka belajar ini adalah untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan tanpa merasa terbebani untuk mencapai nilai tertentu (Sudaryanto et al., 2020). Oleh karena itu, sebelum sekolah menerapkan kurikulum yang baru, perlu diadakan analisis dalam mengambil langkah-langkah aktif. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut diharapkan sekolah dapat lebih memahami Kurikulum Merdeka dengan lebih baik, mulai dari persiapan, penerapan hingga evaluasi pembelajarannya (Cholilah, dkk, 2023). Menurut Rosita, dkk (2022), kurikulum merdeka dimaknai sebagai desain pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan tenang, santai, menyenangkan, bebas stres dan bebas tekanan, untuk menunjukkan bakat alaminya. Merdeka belajar berfokus pada kebebasan dan pemikiran kreatif. Dengan adanya kurikulum merdeka merupakan penataan ulang dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia yang mana (Yamin & Syahrir, 2020) “mengemukakan bahwa pernyataan tersebut dalam rangka menyongsong perubahan dan kemajuan bangsa agar dapat menyesuaikan perubahan zaman”. Begitu juga apa yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim bahwa “reformasi pendidikan tidak bisa dilakukan semata-mata menggunakan administrasi approach, melainkan harus melakukan culture transformation” (Satriawan et al., 2021). Sejalan juga dengan pendapat bahwa “konsep merdeka belajar ini kemudian dapat diterima mengingat visi misi Pendidikan Indonesia kedepan demi terciptanya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di berbagai bidang kehidupan” (Sibagariang et al., 2021). Dengan adanya kurikulum merdeka diharapkan siswa dapat berkembang sesuai potensi dan kemampuan yang dimiliki karena dengan kurikulum merdeka mendapatkan pembelajaran yang kritis, berkualitas, ekspresif, aplikatif, variative dan progresif. “Serta adanya perubahan kurikulum baru ini diperlukan kerjasama, komitmen yang kuat, kesungguhan dan implementasi nyata dari semua pihak, sehingga profil pelajar pancasila dapat tertanam pada peserta didik” (Fetra Bonita Sari, Risda Amini, 2020). Menurut Idhartono, A. R. (2023), Karakteristik utama dari kurikulum merdeka belajar sebagai berikut (1) pembelajaran berbasis projek sebagai pengembangan soft skill dan sesuai dengan karakter pelajar Pancasila, (2) fokus pada materi esensial agar terdapat waktu yang cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi dan (3) fleksibilitas untuk guru melakukan pembelajaran yang berdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks muatan lokal.
B. Persamaan Kurikulum KTSP, K-13, dan Kurikulum Merdeka
Menurut Andrianti, dkk (2023), Kurikulum 2013, kurikulum sebelumnya (KTSP), kurikulum darurat hingga perkembangan kurikulum merdeka, sama-sama bermuara pada standar kompetensi lulusan sesuai dengan yang semestinya yaitu sebagai acuan tentang kualifikasi kualitas lulusan yang terdiri atas:sikap,kemudian pengetahuan dan/serta keterampilan. Tujuan Pendidikan: Ketiga kurikulum ini memiliki tujuan utama yang sama, yaitu meningkatkan mutu pendidikan dan menghasilkan lulusan yang kompeten, berdaya saing, dan siap menghadapi tuntutan masyarakat dan dunia kerja. Pentingnya Kompetensi Dasar: Semua kurikulum ini menekankan pentingnya pencapaian kompetensi dasar dalam pembelajaran, meskipun pendekatan dan penilaian dapat bervariasi. Ketiga kurikulum juga menekankan pengembangan karakter, nilai, dan sikap positif pada siswa, seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kerjasama. KTSP, K13, dan Kurikulum Merdeka semuanya memberikan tingkat fleksibilitas kepada sekolah dan guru dalam mengadaptasi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lokal dan siswa. C. Perbedaan Kurikulum KTSP, K-13, dan Kurikulum Merdeka 1. Struktur Kurikulum KTSP memiliki struktur kurikulum yang fleksibel karena dibuat berdasarkan kebutuhan dan kondisi setiap sekolah. Sementara itu, K13 memiliki struktur kurikulum yang lebih terstruktur dengan kompetensi dasar dan inti yang telah ditetapkan secara nasional. Sedangkan Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada sekolah dan peserta didik untuk menentukan struktur kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi masing-masing. 2. Pendekatan Pembelajaran KTSP cenderung lebih terpusat pada pembelajaran konvensional dengan pendekatan pengajaran yang lebih tradisional. K13 mendorong pendekatan saintifik dan berfokus pada pembelajaran yang aktif, kolaboratif, dan inovatif. Sedangkan Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran yang mandiri, di mana siswa lebih banyak terlibat dalam mengatur pembelajaran mereka sendiri. 3. Penilaian KTSP: Penilaian dalam KTSP cenderung bersifat holistik dan lebih terfokus pada pemahaman konsep. K13 menggunakan penilaian berbasis kompetensi yang lebih terstruktur dan terukur. Kurikulum Merdeka dapat menggunakan berbagai metode penilaian, termasuk penilaian berbasis proyek dan pengalaman. 4. Konten Pendidikan KTSP dan K13 sama-sama mengajarkan mata pelajaran yang sama dan memiliki standar kompetensi yang telah ditetapkan. Sementara itu, Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada sekolah untuk mengambil konten pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi masing-masing peserta didik. 5. Implementasi Implementasi KTSP dan K13 di Indonesia mengalami berbagai kendala, seperti keterbatasan waktu, sumber daya dan fasilitas, serta pengawasan yang tidak efektif. Sedangkan Kurikulum Merdeka memiliki prinsip untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dengan memberikan kebebasan kepada sekolah dan peserta didik dalam mengatur pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing. REFERENSI Cholilah, M., Tatuwo, A. G. P., Rosdiana, S. P., & Fatirul, A. N. (2023). Pengembangan Kurikulum Merdeka Dalam Satuan Pendidikan Serta Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Pembelajaran Abad 21. Sanskara Pendidikan dan Pengajaran, 1(02), 56-67. Hajar, Ibnu. (2013). Panduan lengkap kurikulum tematik untuk SD/MI. Yogyakarta: Divapress. Idhartono, A. R. (2023). Literasi digital pada Kurikulum Merdeka belajar bagi anak. Devosi: Jurnal Teknologi Pembelajaran, 12(2), 91-96. Kemdikbud (2016). Modul pelatihan-kebijakan dan dinamika perkembangan kurikulum. Jakarta: KementerianPendidikan dan Kebudayaan. Kristiani, E., Andrianti, P., Enjelie, E., Norjanah, N., & Bulandari, B. (2023). Komparatif Epistemologi-Aksiologis Kurikulum K13 dengan Kurikulum Merdeka. Jurnal Pengajaran Sekolah Dasar, 2(1), 76-92. Manurung, L. (2019). Sejarah Kurikulum di Indonesia. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 5(2), 88-95. Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini, P. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Penggerak. Jurnal basicedu, 6(4), 6313-6319. Sanjaya, Wina. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Priantini, D. A. M. M. O., Suarni, N. K., & Adnyana, I. K. S. (2022). Analisis kurikulum merdeka dan platform merdeka belajar untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Jurnal Penjaminan Mutu, 8(02), 238-244.