Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013


DALAM KONTEKS FILSAFAH IDEALISME DAN
PRAGMATISME PENDIDIKAN
Disusun dalam rangka tugas mata kuliah :
Teori, Proses dan Konteks Social Budaya pendidikan
Dosen pengampu : Dr. Syarif Hidayatullah, M.Pd.

PENYUSUN
KELOMPOK VI
Endri Setiawan Ali S
Iqbal Fahri
Tjahyani
Wardah
Sukardiyono

20147270216
20147270254
20147270173
20147070167
20147270205

PROGRAM PASCA SARJANA


SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2014/2015
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
JAKARTA 2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum
membahas mengenai pengembangan kurikulum. Sebab, dengan pemahaman yang jelas atas kedua
konsep tersebut diharapkan para pengelola pendidikan, terutama pelaksana kurikulum, mampu

melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan dua keping uang,
antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tak bisa terpisahkan.
Secara kodrati, manusia sejak lahir telah mempunyai potensi dasar (fit}rah) yang
harus ditumbuhkembangkan agar fungsional bagi kehidupannya di kemudian hari. Untuk
itu, aktualisasi terhadap potensi tersebut dapat dilakukan usaha-usaha yang disengaja dan secara sadar
agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
Pendidikan, sebagai usaha dan kegiatan manusia dewasa terhadap manusia yang belum dewasa,
bertujuan untuk menggali potensi-potensi tersebut agar menjadi aktual dan dapat dikembangkan.
Dengan begitu, pendidikan adalah alat untuk memberikan rangsangan agar potensi manusia tersebut
berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan berkembangnya potensi-potensi
itulah manusia akan menjadi manusia dalam arti yang sebenaruya. Di sinilah, pendidikan sering
diartikan sebagai upaya manusia untuk memanusiakanmanusia. Sehingga mampu memenuhi tugasnya
sebagai manusia dan menjadi warga negara yang berarti bagi suatu negara dan bangsa.
Pendidikan dapat terjadi melalui interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun sosial. Proses interaksi tersebut akan berlangsung dan dialami manusia selama hidupnya.
Interaksi manusia dalam lingkungan sosialnya menempatkan manusia sebagai mahluk sosial. Yakni,
makhluk yang saling memerlukan, saling bergantung, dan saling membutuhkan satu sama lain, termasuk
ketergantungan dalam hal pendidikan. Di samping itu, manusia sebagaimakhluk sosial terikat dengan sistem
sosial yang lebih luas.
Sekolah, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tidak dapat dipisahkan dari sistem kehidupan
sosial yang lebih luas. Artinya, sekolah itu harus mampu mendukung terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia yang lebih baik. Dalam pendidikan sekolah, pelaksanaan pendidikan diatur secara bertahap
atau mempunyai tingkatan tertentu. Dalam sistem pendidikan nasional, jenjang pendidikan dibagi menjadi
pendidikan dasar, pendidikan menengah, danpendidikan tinggi. Masing-masing tingkatan itu mempunyai
tujuan yang dikenal dengan tujuan institusional atau tujuan kelembagaan, yakni tujuan yang harus
dicapai oleh setiap jenjang lembaga pendidikan sekolah. Semua tujuan institusi tersebut merupakan
penunjang terhadap tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Saat ini pemerintah melalui Kemendikbud mengamanatkan kepada seluruh institusional
kelembagaan pendidikan untuk mentrapkan pendidikan berbasis karakter. Dewasa ini berkembang
tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun karakter
bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan
moral anak-anak atau generasi muda.
Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum pendidikan yang berbasis karakter; dalam arti
kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta
didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent),
bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan
mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik, guna
meminimalisir tingkat kriminallitas yang tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang tergolong
masih remaja. Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang munculnya Kurikulum 2013 (k 13)
yang saat ini masih menjadi bahan perbincangan public akan kelayakan dan pelaksanaan kurikulum
tersebut.

B. Permasalahaan
Dengan adanya deskripsi diatas, muncul beberapa hal yang menjadi focus perhatian pada
makalah ini:
1.
2.
3.
4.

Bagaimana implikasi k 13 dilapangan;


Bagaimana tinjauan k 13 menurut filsafah idealisme pendidikan;
Bagaimana tinjauan k 13 menurut filsafah pragmatism pendidikan;
Bagaimana mensukseskan k 13 di sekolah.

C. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang diajukan, makalah ini bertujuan untuk:
1.
2.
3.
4.

Mengungkap bagaimana pelaksanaan k 13 di lapangan;


Meninjau k 13 dari filsafah idealisme pendidikan;
Meninjau k 13 dari filsafah pragmatism pendidikan;
Merumuskan kiat kiat mensukseskan k 13 di sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kurikulum
Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa pergantian.
Pergantian kurikulum dilakukan karena berbagai alasan, mulai dari factor internal pendidikan
sampai factor luar yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan pendidikan.
Pertumbuhan penduduk, social ekonomi masyarakat dan tantangan pasar bebas merupakan
beberapa factor yang dapat mempengaruhi perubahan kurikulum. Dalam tiga puluh tahun

terakhir setidaknya telah mengalami 5 kali pergantian kurikulum, mulai dari CBSA sampai
kurikulum tahun 2013 (K13).
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan
proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Activ Student Learning (SAL).
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses, Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran,
lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004. Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi
apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur
kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan
ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik
atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi
dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam
sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun
dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses,
(3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana
dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian
pendidikan.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses,
maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan. Kurikulum
ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil
belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus
memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya
menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar
Kompetensi Lulusan.
B. Kurikulum 2013
Pendidikan mencoba untuk menyikapi dinamika kehidupan yang kompleks, kemudian
mengemasnya dalam sebuah konsep perubahan kurikulum. Isu-isu perubahan, fakta dan realita
kehidupan masyarakat serta isu-isu tantangan zaman dikemas sedemikian rupa sebagai dasar
untuk mengembangkan sebuah kurikulum baru yang mencoba untuk menjawab tantangan

zaman tersebut. Hal inilah yang coba dilakukan pemerintah melalui pengembangan kurikulum
2013. Adapun isu-isu penting yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah tersebut adalah
sebagai berikut.
Pergantian kurikulum 2013 tentunya tidak terlepas dari factor yang mendasarinya,
diantaranya factor internal yaitu: a) Tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan)
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. b) Perkembangan
penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Jumlah penduduk usia
produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai
70%. Oleh sebab itu, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar
sumber daya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumber
daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi
beban (Kemendikbud, 2013).
Sedangkan factor eksternal yang mendasari pergantian kurikulum diantaranya: a)
Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA; b) Masalah lingkungan hidup; c)
Kemajuan teknologi informasi; d) Konvergensi ilmu dan teknologi; e) Ekonomi berbasis
pengetahuan; f) Kebangkitan industri kreatif dan budaya; g) Pergeseran kekuatan ekonomi
dunia; h) Pengaruh dan imbas teknosains; i) Mutu, investasi dan transformasi pada sektor
pendidikan; j) Hasil survei Trends in International Math and Science (TIMSS)" oleh Global
Institute pada tahun 2007 yaitu hanya 5 persen siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal
berkategori tinggi yang memerlukan penalaran; k) Programme for International Student
Assessment (PISA) yang di tahun 2009 yang menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar
negara paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi siswa
Indonesia terbelakang (Kemendikbud, 2013).
Selain alasan diatas, kemudian pemerintah juga mengkaji ulang kurikulum 2006 atau
sering kita kenal dengan kurikulum KTSP. Berdasarkan hasil kajian tersebut ditemukanlah
beberapa permasalahan didalam kurikulum KTSP yang harus diperbaiki melalui pengembangan
kurikulum 2013. Permasalahan-permasalahan tersebut (dalam kemendikbud, 2012) diantaranya
yaitu.
1. Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya matapelajaran dan
banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan
usia anak.
2. Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan
tujuan pendidikan nasional.
3. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
4. Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,
kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum.

5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat
lokal, nasional, maupun global.
6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci
sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada
pembelajaran yang berpusat pada guru.
7. Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan
hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
8. Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi
tafsir.
Beberapa alasan perlunya pengembangan Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut.
1. Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan
proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan
penambahan jam pelajaran;
2. Kecenderungan banyak negara menambah jam pelajaran; dan
3. Perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia dengan
Negara lain relatif lebih singkat.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara,dan peradaban dunia.
Karakteristik Kurikulm 2013
Setiap kurikulum tentunya memiliki karakteristik yang hendak ditampilkan, agar dapat
membedakannya dengan kurikulum yang ada sebelumnya. Karakteristik ini juga akan
menggambarkan berbagai hal yang hendak diwujudkan melalui pelaksanaan kurikulum ini
termasuk strategi yang digunakan untuk mewujudkannya. Kurikulum 2013 dirancang dengan
karakteristik sebagai berikut:
1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa
ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke
masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk

mengembangkan

berbagai

sikap,

pengetahuan, dan keterampilan;


5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam
kompetensi dasar mata pelajaran;
6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi
dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk
mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
(reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).
Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013

1. Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata
pelajaran hanya sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi
2. Didasarkan pada standar kompentensi lulusan yang ditetapkan untuk satu satuan
pendidikan, jenjang pendidikan dan program pendidikan
3. Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi
Adapun prinsip Pengembangan Kurikulum 2013 lain yang dilaksanakan atas dasar beberapa
prinsip utama sebagai berikut:
a. Pertama, standar kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan.
b. Kedua, standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan melalui kompetensi inti
c.

yang bebas mata pelajaran.


Ketiga, semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap,

keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.


d. Keempat, mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai.
e. Kelima, semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti.
f. Keenam, keselarasan tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses pembelajaran, dan
penilaian.
Perangkat Kurikulum 2013
1. Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005.
2. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah sesuai dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaa Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013.
3. Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013.
4. Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013.
5. Standar Penilaian Pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013.
6. Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 68
Tahun 2013.
7. Buku Teks Pelajaran Dan Buku Panduan Guru Untuk Pendidikan Dasar Dan Menengah
sesuai dengan
8. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2013.
C. Landasan pengembangan k 13
Pengembangan kurikulum 2013 berlandaskan pada beberapa aspek

diantaranya

landasan filosofis, teoritis, Psikopedagogis, yuridis. Landasan filosofi merupakan landasan


terpenting dalam pengembangan kurikulum. Landasan filosofis sebagai dasar penentuan
kualitas peserta didik yang akan dicapai dalam kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses
pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar serta hubungan peserta didik dengan
masyarakat dan lingkungan. Landasan filosofis dari kurikulum 2013 ini menekankan pada
pengembangan seluruh potensi peserta didik untuk menjadi manusia berkualitas sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan uraian diatas, kurikulum 2013 (dalam kemendikbud,
2013) dikembangkan dengan landasan filosofis sebagai berikut.

Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa
kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan
berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan
masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik dimasa depan.
Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian
kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk
mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa.
Dengan demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama
suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik,
Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan
masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai
pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa
masa kini. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi
ini, prestasi bangsa diberbagai bidang kehidupan dimasa lampau adalah sesuatu yang harus
termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu
proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya
menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna
terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna
yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta
kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan
cemerlang dalam akademik, Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut
dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan
pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa
kini. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan
akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah
disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini
mewajibkan kurikulum memiliki nama Mata pelajaran yang sama dengan nama disiplin ilmu,
selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik.
Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa
lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial,
kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih
baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan filosofi ini, Kurikulum 2013
bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir
reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan
masyarakat demokratis yang lebih baik.
Agar proses perkembangannya optimal, anak memerlukan berbagai kegiatan dan latihan
yang sesuai dengan keberadaannya dan sesuai dengan kebutuhan psikologisnya. Kegiatan dan
latihan dapat diperoleh anak melalui proses pendidikan. Namun yang perlu diperhatikan dalam
mendidik yaitu setiap kegiatan dan tugas yang dibebankan kepada anak sebagai siswa harus
sesuai dengan tingkat kemampuannya. Jika hal tersebut terabaikan, maka ketidakberhasilan

peserta didik dalam mencapai tugas-tugas di sekolah akan terjadi. Berdasarkan uraian diatas,
maka landasan psikopedagogis (dalam Kemendikbud, 2013) adalah sebagai berikut:
a. Relevansi
Kesesuaian program pembelajaran dengan tingkat perkembangan kemampuan anak,
tingkat unsur mentalnya (aspek kesesuaian) dan tingkat kebutuhan anak (aspek
kecukupan).
b. Model Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pembelajaran yang dikembangkan berbasis kompetensi (sikap, keterampilan dan
c.

pengetahuan) sehingga dapat memenuhi aspek kesesuaian dan kecukupan.


Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran berorientasi pada karakteristik kompetensi sikap (Krathwohl):
(Menerima+Menjalankan+Menghargai+Menghayati+

Mengamalkan),

keterampilan

(Dyers) : (Mengamati + Menanya + Mencoba + Menalar + Menyaji + Mencipta), dan


pengetahuan (Bloom & Anderson): (Mengetahui + Memahami + Menerapkan +
Menganalisa + Mengevaluasi +Mencipta). Aktivitas Belajar: menggunakan pendekatan
saintifik, karakteristik kompetensi sesuai Jenjang (SD: Tematik Terpadu, SMP: Temati,
Terpadu-IPA & IPS- dan Mapel, SMA : Tematik dan Mapel). Output Belajar:
keseimbangan sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam diri peserta didik. Outcomes
Belajar: soft skill dan hard skill.
d. Penilaian
(1) Authentic Asessment : pada input, proses dan output.
(2) Kesesuaian teknik penilaian pada 3 ranah kompetensi : sikap, pengetahuan dan
keterampilan (tes dan portofolio).
D. Implementasi Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 lebih menekankan pada tiga ranah yang perlu dinilai, ketiga ranah
tersebut yang digarisbawahi maka Ujian Nasional sudah bukan lagi acuan kelulusan. Kurikulum
2013 lebih menekankan penilaian pada sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sikap menjadi
penilaian paling utama sebelum menilai kedua hal setelah itu. Dalam Kurikulum 2013 sikap
tertuang dalam Kompetensi Inti (KI) satu sampai empat, dan termuat juga dalam Kompetensi
Dasar (KD) satu dan dua. Pengetahuan baru dimulai pdaa KD tiga dan keterampilan di KD
empat.
Dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan pendekatan scientific. Pendekatan ini lebih
menekankan pada pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Pendekatan ini paling tidak
dilaksanakan dengan melibatkan tiga model pembelajaran, di antaranya problem based learning,
project based learning dan discovery learning. Ketiga model ini akan menunjang how to do yang
dielu-elukan dalam Kurikulum 2013.
Berdasarkan pengamatan di lapangan secara langsung, ada beberapa hal yang
menjadi kendala dalam pelaksanaan implementasi kurikulum 2013.
1. Dalam proses pembelajaran di kelas dimana kurikulum 2013 sekarang menekankan
pendekatan saintifik, proses mengukur keterlaksanaan ini sulit ditentukan karena
keterbatasan waktu untuk mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru di
dalam kelas.

2. Kurangnya sarana dan sumber belajar, proses belajar saintifik perlu di rangsang dengan
sarana dan sumber belajar yang lengkap dan memadai.
3. Ribet dan rumitnya cara menilai secara autentik,

tingkat

pemahaman

dan

keterlaksanaan proses penilaian autentik ini bisa dilihat dari daftar nilai yang dibuat
oleh guru. Dalam satu kegiatan, masing-masing anak harus dinilai rinci, melibatkan
beberapa aspek. Waktu guru hanya akan habis untuk mengamati anak dan menilai aspekaspek tersebut.
4. Mind seting guru sudah terbiasa pada gaya lama, yaitu berorientasi pada konten untuk
menyelesaikan materi. Sementara pada kurikulum 2013, orientasi guru adalah mengarahkan
siswa berpikir kritis dan analitis.
E. Filsafat Idealisme dan pragmatisme dalam pendidikan
Secara epistemologi, istilah Idealisme berasal dari kata idea yang artinya adalah sesuatu
yang hadir dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan
merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala
psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.
Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat tradisional yang paling tua. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita)
dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa
yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya
dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia
idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat
murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak
berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh.
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain
daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak
di luarnya. Dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak
lengkap, karena dunia adalah tiruan belaka, sifatnya hanya maya (bayangan) yang menyimpang
dari kenyataan sebenarnya.
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, buruk, cantik,
tidak cantik, benar, salah, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada
hakikatnya nilai itu tetap tidak diciptakan oleh manusia melainkan bagian dari manusia. Plato
mengatakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, maka mereka
tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral. Plato mengatakan bahwa
kehidupan yang baik hanya dapat terwujud dalam masyarakat yang ideal yang diperintah oleh
The Philosopher Kings yaitu kaum intelektual, para ilmuan atau para cendikiawan (Sadulloh,

10

2011). Oleh karena itu diperlukan banyak lembaga pendidikan untuk melahirkan pemimpin yang
baik
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberikan sumbangan yang besar
terhadap teori perkembangan pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme
diturunkan dari filsafat metafisik yang menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya
bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai
potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan
bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian batin antara anak dan alam
semesta. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal.
Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus
memandang anak sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Menurut filsafat idealisme
pendidikan harus tetap terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia
dalam memenuhi kebutuhan spiritual dan tidak sekedar kebutuhan alam semesta. Filsafat
idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan
lembaga kemanusiaan sebagai ekspresi realitas spiritual. Bagi aliran idealisme, anak didik
merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual.

Sedangkan pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis.2 Aliran ini bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat
praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan
demikian, patokan pragmatisme adalah manfaat bagi hidup praktis.
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka
maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian
pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu

ialah,

apakah

sesuatu

itu

memiliki

kegunaan

bagi

kehidupan

nyata.

Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti
berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang
kedua. Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun
berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran

11

pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3)
meremehkan logika formal.
Di dalam bukunya (William James 1910) The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,
yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita
berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah,
karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran
(artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang
setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Seiring dengan perkembangan, dunia pendidikan berupaya menyelaraskan antara
eksplorasi pikiran manusia dengan solusi tindakan bersama perangkatnya untuk mencapai
puncak temuan. Tekanan utama pragmatisme dalam pendidikan selalu dilandaskan bahwa subjek
didik bukanlah objek, melainkan subjek yang memiliki pengalaman. Setiap subjek didik tidak lain
adalah individu yang mengalami sehingga mereka berkembang, serta memiliki insiatif dalam
mengatasi problem-problem hidup yang mereka miliki.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik saat
belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di
sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan
untuk menjalani hidup. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman
saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan
penuh dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan
dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide
gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasilan
F.

Tinjauan k 13 dalam filsafah idealisme dan pragmatisme


Jika ditinjau dari factor factor yang melatar belakangi diberlakukanya k 13, baik secara
internal eksternal, serta harapan masyarakat terhadap dunia pendidikan, maka pemberlakuan k
13 sesuai dan sejalan dengan tuntutan dan perkembangan jaman. Perkembangan jaman yang
memaksa pendidikan sebagai alat dan tujuan untuk melahirkan generasi yang unggul pada
zamannya bukan generasi yang tertindas oleh perkembangan zaman. Sebagaimana aliran filsuf
pragmatisme William James 1910 dalam The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran (pengetahuan) yang mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. K 13
menyiapkan siswa agar mampu berkompetisi di era globalisasi, tantangan perkembangan yang
akan datang merupakan sesuatu yang harus dihadapi, bukan dihindari.
Ditinjau dari tujuan yang akan dicapai dalam kurikulum 13 yang akan mengembangkan
keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja
sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Bertolak belakang dengan kurikulum
sebelumnya yang menonjolkan aspek kognitif semata. Tinjauan ini tentunya sejalan dengan
filsafat idealisme yang menitik beratkan pada pembentukan karakter, kejiwaan siswa yang akan
terjun ke masyarakat. Sebagaimana pandangan para filsut aliran idealisme yang menitik

12

beratkan pengetahuan pada pembentukan karakter dan kejiwaan manusia. Penekatan ini terlihat
pada ditambahkanya jumlah jam pelajaran untuk matapelajaran agama dan PKn.
Pembelajaran tematik yang dilakukan pada struktur kurikulum SD, jika dilihat dari guru
sebagai pendidik maka guru tidak bisa bertindak idealisme dalam menjunjung tinggi keilmuanya.
Dalam pembelajaran SD dikenal dengan istilah tema yang di dalamnya berisi tentang, bahasa,
sains dan matematika. Menurut Uyoh Sadulloh dalam filsafat pendidikan Guru dalam sistem
pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari
kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan
daripada siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah
menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para
muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk
belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajin beribadah, sehingga
menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi
yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan
ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para
siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah
bersikap demokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar,
bagaimana pun keadaannya. Selain itu, jika ditinjau dari kedudukan peserta didik, dalam aliran
idealisme siswa bebas mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya atau bakatnya.
Pada pembelajaran tematik tentunya sangat bergantung pada ide guru dalam
merangcang pembelajaran. Akan tetapi menjadi kendala bagi seorang guru ketika guru harus
menguasai dari berbagai disiplin ilmu, tentunya hal ini bertentangan dengan filsafat pendidikan
idealisme.
G. Kiat sukses k 13
Tujuan, strategi fungsional, pengaturan struktural, dan faktor-faktor manusia sangat
penting diperhatikan dalam implementasi Kurikulum 2013. Meskipun banyak ahli telah
menekankan faktor manusia dalam mengimplementasikan Kurikulum, namun tidak satupun yang
melakukannya lebih populer serta lebih memperhatikan pentingnya faktor manusia dan sistem
sosial . Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa implementasi kurikulum yang efektif merupakan
hasil dari interaksi antara srategi implementasi, struktur kurikulum, tujuan pendidikan, sistem,
profesionalitas guru, kompetensi tenaga kependidikan, dan kepemimpinan kepala sekolah. Oleh
karena itu, untuk untuk mengoptimalkan implementasi Kurikulum 2013 diperlukan suatu upaya
strategis untuk mensinegikan komponen-komponen tersebut, terutama guru dan kepala sekolah
dalam membudayakan kurikulum.
Membudayakan kurikulum dapt dimaknai bahwa implementasi kurikulum tersebut masuk
dalam budaya sekolah, yang merefleksikan nilai-nilai dominan, norma-norma dan keyakinan
semua warga sekolah, baik peserta didik, gur, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan
lain. Budaya sekolah nampak sebagai gaya sebuah sekolah dalam mempertahankan integritas
struktur sosialnya, sebagaimana organisasi sosial dan sebagai sebuah pola kepribadian individu.
Pada umumnya pandangan ini merupakan konsep budaya sebagai sistem sosial yang
membawa pesan dengan memberikan makna terhadap pengalaman anggotanya.

13

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif merupakan komponen penting untuk


menyukseskan implementasi Kurikulum 2013. Dalam hal ini dorongan diarahkan oleh visi, misi
dan nilai-nilai, serta tindakan yang memungkinkan untuk mencapai tujuan yang tertera dalam
kurikulum. Sejalan dengan konsep total quality management (TQM) , kepemimpinan kepala
sekolah harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan implementasi
kurikulum, serta membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan, untuk mendorong sekolah
dalam mencapai tujuan, serta mewujudkan visi, dan misinya.
faktor lain yang akan menentukan keberhasilan kurikulum 2013 seperti buku dan sumber
belajar lainnya, media pembelajaran, ruang kelas yang memadai, laboratorium dan peralatan
praktek, perpustakaan ataupun sarana prasarana lainnya. Namun hampir semua elemen
pendidikan sepakat bahwa faktor penentunya adalah guru. Dapat dikatakan semua usaha dalam
memperbaiki pendidikan dan pembelajaran akan bergantung pada guru.

14

Anda mungkin juga menyukai