Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

“INTEGRASI ILMU AGAMA DENGAN ILMU PENGETAHUAN


UMUM (ISLAMISASI ILMU)”

Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan

Disusun Oleh :

Nurul Yuliani 11171040000021

Lintang Vidya Adhinugrahaesti 11171040000005

Kelas : A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Ciputat, 8 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................2

BAB I .........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN ..............................................................................................................4

Latar Belakang............................................................................................................4

Rumusan Masalah ......................................................................................................6

Tujuan dan Manfaat ....................................................................................................6

BAB II ........................................................................................................................................7

PEMBAHASAN ................................................................................................................7

Pengertian integrasi ilmu ............................................................................................7

Model-model integrasi ilmu .......................................................................................8

Manfaat integrasi ilmu ..............................................................................................14

BAB III .....................................................................................................................................15

PENUTUP ........................................................................................................................15

Kesimpulan ...............................................................................................................15

Penutup .....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Integrasi ilmu merupakan salah satu tipologi hubungan ilmu dan agama
sebagaimana tiga tipologi yang lain, yaitu tipologi konflik, independensi dan dialog.
Integrasi memiliki dua makna. Pertama, bahwa integrasi mengandung makna implisit
reintegrasi, yaitu menyatukan kembali ilmu dan agama setelah keduanya terpisah.
Kedua, integrasi mengandung makna unity, yaitu bahwa ilmu dan agama merupakan
kesatuan primordial.

Makna yang pertama populer di Barat karena kenyataan sejarah menunjukan


keterpisahan itu. Berawal dari temuan Copernicus (1473-1543) yang kemudian
diperkuat oleh Galileo Galilei (1564-1642) tentang struktur alam semesta yang
heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya) berhadapan dengan gereja yang
geosentris (bumi sebagai pusat tata surya), telah melahirkan ketegangan antara ilmu
dan agama. Penerimaan atas kebenaran ilmu dan agama (gereja) menjadi satu pilihan
yang dilematis.

Adapun makna kedua lebih banyak berkembang di dunia Islam karena secara
ontologis di yakini bahwa kebenaran ilmu dan agama adalah satu, perbedaannya pada
ruang lingkup pembahasan, yang satu pengkajian dimulai dari pembacaan Al-Qur’an,
yang satu dimulai dari pembacaan alam. Kebenaran keduanya saling mendukung dan
tidak saling bertentangan.

Revolusi terhadap ilmu-ilmu sekuler ini (integrasi ilmu dan agama), baik dalam
makna reintegrasi maupun unity adalah suatu keniscayaan, karena jika itu tidak
dilakukan maka akan mendorong terjadinya malapetaka sebagaimana digambarkan
dalam al-Qur’an Surah al-Rūm (30): 41 yang artinya, “Telah tampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tang manusia supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagai dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)”.

Hal ini perlu karena perkembangan ilmu pengetahuan yang dipelopori Barat sejak
lima ratus tahun terakhir, dengan semangat modernisme dan sekulerisme telah
menimbulkan pengkotak-kotakan (comparmentalization) ilmu dan mereduksi ilmu
pada bagian tertentu saja. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya proses dehumanisasi
dan pendangkalan iman manusia. Untuk menyatukan ilmu pengetahuan, harus
berangkat dari pemahaman yang benar tentang sebab terjadinya dikotomi ilmu dibarat
dan bagaimana paradigma yang diberikan Islam tentang ilmu pengetahuan.
Pendidikan yang berlangsung dizaman modern ini lebih menekankan pada
pengembangan disiplin ilmu dengan spesialisasi secara ketat, sehingga integrasi dan
interkoneksi antar disiplin keilmuan menjadi hilang dan melahirkan dikotomi ilmu-
ilmu agama di satu pihak dan kelompok ilmu-ilmu umum dipihak lain. Dikotomi ini
menyebabkan terbentuknya perbedaan sikap di kalangan masyarakat.

Dari tahun ke tahun ilmu pengetahuan terus mengalami perkembangan yang


sangat pesat. Dari tahapan yang paling mitis, pemikiran manusia terus berkembang
hingga sampai pada pemikiran yang supra rasional. Atau kalau meminjam terminologi
Peursen, dari yang mitis, ontologis hingga fungsional. Sementara menurut Comte, dari
yang teologis, metafisik hingga positif. Perkembangan industri di abad 18 yang telah
menimbulkan berbagai implikasi sosial dan politik telah melahirkan cabang ilmu yang
disebut sosiologi. Penggunaan senjata nuklir sebagaimana pada abad 20 telah
melahirkan ilmu baru yang disebut dengan polemologi dan seterusnya entah apa lagi
nanti namanya. Bagi orang Islam, pengetahuan bukan merupakan tindakan atau
pikiran yang terpencil dan abstrak, melainkan merupakan bagian yang paling dasar
dari kemaujudan dan pandangan dunianya (world-view). Oleh sebab itu tidaklah
mengherankan jika ilmu memiliki arti yang demikian penting bagi kaum muslimin
pada masa awalnya, sehingga tidak terhitung banyaknya pemikir Islam yang larut
dalam upaya mengungkap konsep ini. Konseptualisasi ilmu yang mereka
lakukan nampak dalam upaya mendefinisikan ilmu yang tiada habis-habisnya,
dengan kepercayaan bahwa ilmu tak lebih dari perwujudan "memahami tanda-tanda
kekuasaan Tuhan", seperti juga membangun sebuah peradaban yang membutuhkan
suatu pencarian pengetahuan yang komperehensif. Sebagaimana kata Rosentall,
sebuah peradaban Muslim tanpa hal itu tak akan terbayangkan oleh orang-orang Islam
abad pertengahan sendiri, lebih-lebih pada masa sebelumnya. Reorientasi intelektual
umat Islam harus dimulai dengan suatu pemahaman yang benar dan kritis atas
epistemologinya. Dengan begitu, sebuah reorientasi seharusnya bukan merupakan
suatu pengalaman yang baru bagi kita, melainkan sekadar sebuah proses memperoleh
kembali warisan kita yang hilang. Jika umat Islam tidak ingin tertinggal maju dengan
dunia Barat, maka sudah saatnya untuk menghidupkan kembali (revitalisasi) warisan
intelektual Islam yang selama ini terabaikan, dan jika perlu mendefinisikan kembali
ilmu dengan dasar epistemologi yang diderivasi dari wahyu (baca: Al-Qur'an dan al-
Hadis). Seperti kata Anees, pembaruan-pembaruan pendidikan di seluruh dunia Islam
saat ini lebih dipacu untuk membangun tiruan-tiruan tonggak intelektual Barat
daripada membentuk kembali sumber akalnya sendiri.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian integrasi ilmu?

2. Bagaimana model-model integrasi ilmu?

3. Apa saja manfaat integrasi ilmu?

Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui pengertian integrasi ilmu.

2. Untuk mengetahui apa saja model-model integrasi ilmu.

3. Untuk mengetahui manfaat integrasi ilmu.


BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian integrasi ilmu

Integrasi adalah konsep yang menegaskan bahwa integrasi keilmuan yang disasar
bukanlah model melting-pot integration, di mana integrasi hanya difahami hanya dari
perspektif ruang tanpa subtansi. Integrasi yang dimaksud adalah model penyatuan
yang antara satu dengan lainnya memiliki keterkaitan yang kuat sehingga tampil
dalam satu kesatuan yang utuh. Integrasi ilmu merupakan salah satu tipologi
hubungan ilmu dan agama sebagaimana tiga tipologi yang lain, yaitu tipologi
konflik, independensi dan dialog. Integrasi memiliki dua makna. Pertama, bahwa
integrasi mengandung makna implisit reintegrasi, yaitu menyatukan kembali ilmu
dan agama setelah keduanya terpisah. Kedua, integrasi mengandung makna unity,
yaitu bahwa ilmu dan agama merupakan kesatuan primordial.

Integrasi aspek epistemologi dimaksudkan adalah hubungan fungsional, interelasi,


dan interaksi antara berbagai metode penelitian dan kajian yang terdapat dalam
berbagai displin ilmu (Nata, Abuddin, 2018). Pengetahuan semakna dengan kata
knowledge yang berarti sejumlah informasi yang diperoleh manusia melalui
pengamatan, pengalaman dan penalaran. Sedang ilmu (science) lebih menitikberatkan
pada aspek teoritisasi dan verifikasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan
dimiliki manusia, sementara pengetahuan tidak mensyaratkan teoritisasi dan
pengujian tersebut. Meskipun begitu, pengetahuan adalah menjadi landasan awal
bagi lahirnya ilmu. Tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak
mungkin ada.

Dengan demikian, ilmu dalam arti science dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti
knowledge. The Liang Gie mendefinisikan ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaahan untuk mencari penjelasan, atau suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional-empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan
keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin
dimengerti manusia. Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok yaitu:

1. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan).

2. Sistematis (mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur).


3. Obyektif (bebas dari prasangka perseorangan).

4. Analitis (berusaha membedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang


terperinci).
5. Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga) (Mufid, Fathul,
2013)
Model adalah contoh,misal, bentuk, dan ukuran yang sudah baku dan tetap yang
selanjutnya digunakan sebagai rujukan atau pola dalam membentuk sesuatu. Integarsi
ilmu adalah suatu upaya untuk mencari titik persamaan pada wilayah sumber
(ontologi), cara (epistemologi), dan manfaat (aksiologi) dari ilmu tersebut. Titik-titik
persamaan inilah yang selanjutnya dijadikan jembatan untuk mengintegrasikan.

Model-model integrasi ilmu

1. Integrasi ilmu melalui model purifikasi/islamisasi ilmu (Al-Faruqi dan Muhammad


Naquib al-Atas)
Ada dua tokoh yang sering disebut sebagai penggagas integrasi ilmu melalui proses
model purifikasi atau islamisasi ilmu, yaitu Ismail Faruqi dan Muhammad Naquib al-
Attas. Bagi al-Faruqi sebagaimana dikemukakan Muhaimin bahwa ruh khazanah
pengetahuan barat dalam kerangka islam yang dalam praktiknya “tak lebih” dari
usaha penulisan kembali buku-buku teks dalam berbagai disiplin ilmu dengan
wawasan ajaran islam. Menurut al-Faruqi bahwa hal ini dapat ditempuh dengan empat
langkah:
1) Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan muslim.
2) Penguasaan khaanah ilmu pengetahuan masa kini.
3) Identifikasi kekurangan-kekurangan ilmu pengetahuan itu dalam kaitannya
dengan ideal islam.
4) Merokunstruksikan ilmu-ilmu tersebut sehingga mejadi suatu paduan yang
selaras dengan wawasan dan ideal islam.
Muhammad Naquib al-Attas yang sealiran dalam konsep integrasi ilmu dengan al-
Faruqi, yakni purifikasi atau islamisasi ilmu mengatakan bahwa tantangan terbesar
yang secara diam-diam dihadapi umat islam pada zaman ini adalah tantangan
pengetahuan, bukan dalam bentuk kebodohan, tetapi pengetahuan yang dipahamkan
dan disebarkan ke seluruh dunia oleh peradaban barat. Langkah-langkah yang harus
ditempuh menurt al-Attas adalah dengan:
1) Pengetahuan dari barat harus dibersihkan dahulu dari unsur-unsur asing bagi
ajaran islam.
2) Merumuskan serta memandukan unsur-unsur islam yang esensial ke dalam
konsep-konsep kunci.
3) Menghasilkan suatu komposisi yang merangkum pengetahuan inti (Muhaimin,
2010).
Selain itu, purifikasi dan islamisasi ilmu menurut Muhammad Naquib al-Attas juga
dilakukan dengan cara menghilangkan unsur mitos dari ilmu pengetahuan, yakni
keyakinan pada sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak dapat didasarkan pada bukti-
bukti yang meyakinkan; menghilangkan unsur khurafat, bid’ah dan takhayul
sebagaimana yang dimiliki masyarakat primitif; atau merupakan penjelmaan dari
sebuah kekuatan misterius yang harus disantuni. Dengan cara demikian, maka ilmu
pengetahuan akan diisi dengan tauhid, yakni sebuah keyakinan bahwa alam jagat raya
dan segala isinya yang menjadi objek ilmu pengetahuan adalah ayat-ayat Allah SWT
atau bukti kekuasaan-Nya. Dengan demikian, purifikasi atau islamisasi ilmu
pengetahuan dapat dipahami sebagai upaya membangun kembali semangat umat
islam dalam berilmu pengetahuan, mengembangkannya melalui kebebasan penalaran
intelektual dan kajian rasional empirik atau semangat pengembangan ilmiah
(scientific inquiry) dan filosofis yang merupakan perwujudan dari sikap concern, loyal
dan komitmen terhadap doktrin-doktrin dan nilai-nilai mendasar yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Integrasi ilmu melalui model modernisasi islam


Integrasi ilmu melalui model modernisasi islam berangkat dari kepedulian akan
keterbelakangan umat islam di dunia sekarang yang disebabbkan oleh kepicikan
berpikir, kebodohan dan ketertutupan dalam memahami ajaran agamanya sendiri
sehingga sistem pendidikan islam dan ilmu pengetahuan tertinggal terhadap kemajuan
yang dicapai barat. Makna islamisasi pengetahuan yang ditawarkan oleh model
modernisasi islam adalah membangun semangat islam untuk selalu modern, maju,
progresif terus menerus mengusahakan perbaikan-perbaikan bagi diri dan
masyarakatnya agar terhindar dari keterbelakangan dan ketertinggalan iptek.
Islamisasi pengetahuan bagi kaum modernis berarti membangun semangat ilmuwan
muslim untuk bersikap lentur, terbuka, ilmiah, rasional, dinamis, dan progresif dalam
mengembangkan iptek tanpa segan-segan untuk melakukan transformasi, akomodasi,
atau bahka adopsi terhadap pemikiran dan temuan-temuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta sistem pendidikan modern yang berasal non-muslim dalam rangka
mengejar ketertinggalan serta mencapai kemajuan islam itu sendiri dengan tanpa
meninggalkan sikap kritis terhadap unsur-unsur negatif dari proses modernisasi
(Muhaimin, 2010).

3. Integrasi ilmu melalui model neo-modernisme


Integrasi ilmu atau islamisasi ilmu melalui model neo modernisme adalah bertolak
dari landasan metodologi sebagai berikut:
1) Persoalan-persoalan kontemporer umat harus dai cari penjelasannya dari
tradisi dari hasil ijtihad para ulama terdahulu hingga sunnah yang merupakan
hasil penfasiran terhadap al-Qur’an.
2) Bila dalam tradisi tidak ditemukan jawabannya yang sesuai demgan tuntutan
masyarakat kontemporer maka selanjutnya menelaah konteks sosio-historis dari
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan sasaran ijtihad ulama tersebut.
3) Melaui telaah historis akan terungkap pesan moral al-Qur’an yang sebenarnya
yang merupakan etika sosial al-Qur;an.
4) Dari etika sosial al-qur’an itu kemudian diturukan dalam konteks umat
sekarang dengan banyuan hasil-hasil studi yang cermat dari ilmu pengetahuan
atas persoalan yang dihadapi umat tersebut.
5) Fungsi al-qur’an disini bersifar evaluatif, legitimatif hingga memberi
pendasaran dan arahan moral terhadap persoalan yang akan ditanggulangi
(Muhaimin, 2010).

4. Integrasi imu melalui Model Fazlur Rahman


Integrasi ilmu melalui Fazlur Rahman tampak lebih ditekankan pada aspek
asiologis atau penggunaan ilmu pengetahuan, bukan pada aspek ontologi dan
epistemologi, atau pada aspek batin, spiritual, transendental, dan moralitasnya,
melainkan pada orang yang menggunakannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan:
sebenarnya yang harus kita katakan, bahwa dunia modern telah salah dalam
menggunakan ilmu pengetahuan. Maksudnya, ilmu pengetahuan tidak salah, yang
salah adalah penggunaannya. Ilmu tentang atom, misalnya, telah ditemukan para
saintis Barat, namun sebelum mereka memanfaatkan energi hasil reaksi intin yang
bisa ditransformasikan menjadi energi linstrik dari penemuan itu. Kini pembuatan
bom atom masih terus dilakukan bahkan menjadi perlombaan. Para saintis kemudian
dengan cerdas mencari jalan untuk menghentikan pembuatan senjata dahsyat itu.
Contoh lain, manusia sudah mulai menjelajah ruang angkasa, namun masalah yang
ada di bumi masih tetap tak terpecahkan. Di samping itu, namun dorongan untuk
memecahkan masalah-masalah etika tak juga bertambah (Rahman, Fazlur, 2000).

5. Model Amin Abdullah (Interkoneksitas Fungsional)


Pada bagian tengah Al-Qur’an dan Hadis yang ditopang oleh ilmu bahasa,
metodologi dan basic science mendorong untuk dilakukan kajian terhadap
kadungannya yang menghasilkan rumpun ilmu agam islam dalam bentuk Ulum
al;Din, al-Fikr, al-Islamy dan Dirasah Islamiyah (Islamic Studies), yang selanjutnya
mendorong penelitian dan pengembangan ilmu-ilmu alam yang selanjutnyadipadukan
dengan teknik yang menghasilkan teknologi yang berguna untuk mendukung
pelaksaan ajaran agama dan Al-Qur’an dan as-Sunnah juga mendorong
memperhatikan fenomena alam yang menghasilkan ilmu-ilmu sosial ini juga
diperhatikan untuk menjelaskan masalah agama. Al-Qur’an dan Hadis juga
mendorong digunakannya akal yang menghasilkan filsafat, dan mendorong
digunakannya hati nurani dan intuisi yang menghasilkan ilmu tasauf (Abdullah, M.
Amin , 2009).

6. Model Imam Suprayogo (Pohon Ilmu)


Akar yang kukuh menghunjam ke bumi, digunakan untuk menggambarkan ilmu
alat yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris, logika, pengantar ilmu alam, dan ilmu
sosial. Batang pohon yang kuat itu digunakan untuk menggambarkan bahan dari
sumber bahan ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an, al-Hadis, pemikiran Islam, sirah
nabawiyah, dan sejarah Islam. Adapun dahan yang jumlahnya cukup banyak digunkan
untuk menggambarkan sejumlah ilmu pada umumnya dengan berbagai cabangnya,
seperti ilmu-ilmu alam, ilmu sosial dan humaniora. Sebegai sebuah pohon, ia harus
tumbuh di atas tanah yang subur. Tanah subur, dimana pohon itu tumbuh, digunakan
untuk menggambarkan adanya keharusan menumbuhkembangkan kultur
kehidupanyang berwajah islami, seperti kehidupan yang dipenuhi oleh suasana iman,
akhlak yang mulia, dan kegiatan spiritual. Adapun pohon itu sendiri menggambarkan
bangunan akademik yang akan mengasilkan buah yang sehat dan segar. Buah yang
dihasilkan pohon digunakan untuk menggambarkan produk pendidik islam, yaitu
iman, amal saleh, dan akhlakul karimah (Suprayogo, Imam, 2009).

7. Model Nanat Fatah Nasir (Metafora Roda)


Dengan mengacu pada AlQur’an surah Ali Imran 190-191 : “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat
Allah sambil berlari atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa api neraka”. berdasarkan ayat tersebut diatas, Nanat
Fatah Nasir mengembangkan model integrasi ilmu dengan mengambil model roda.
Roda adalah simbol dinamika dunia ilmu yang memiliki daya berputar pada porosnya
dan berjalan melewati relung permukaan bumi. Roda adalah bagian yang esensial dari
sebuah makna kekuatan yang berfungsi penopang beban dari suatu kendaraan yang
bergerak dinamis (Nasir, Nanat Fatah, 2009).

8. Model Mulyadhi Kartanega (Tauhid pada Wilayah Ontologi, Epistemologi, dan


Aksiolog)
Mulyadhi Kartanega menggunakan konsep tauhid sebagaimana yang
dikemukakan kalangan falsafi, bukan teologi, sebagai basis integrasi ilmu. Selain di
bidang objek, sumber dan metode, konsep tauhid falsafi dalam bentuk wahdat al-
wujud ini juga dapat menjadi basis klasifikasi ilmu-ilmu filosofis (rasional). Betapa
tidak, objek-objek yang bersifat fisik, matematik, dan metafisik, tentu memerlukan
disiplin ilmu tertentu yang cocok untuk berbagai jenis wujud, tetapi yang menurut
jaran wahdat al-wujud adalah sama dan satu hakikatnya.misalnya, objek fisik tertentu
memerlukan cabang-cabang ilmu tertentu yang cocok dengan objek-objek tertentu,
seperti mineralogi untuk benda-benda mineral, botani untuk benda-benda tumbuhan,
zoologi untuk hewan-hewan, dan lain-lain. Adapun objek-objek yang nonfisik seperti
konsep-konsep yang abstrak dari benda-benda fisik juga memerlukan bidang-bidang
ilmu khusus, yaitu matematika, seperti aritmetika, aljabar, kalkulus geometri,
trigonomerti, musik dan astronomi. Adapun objek-objek immaterial yang disebut oleh
para filsuf sebagai ma’qulat (the intellegible) memerlukan bidang ilmu khusus yang
disebut metafisika meliputi kajian ilmu tentang wujud, yang disebut ontologi atau
filsafat yang pertama, tentang stuktur alamyang disebut kosmologi. Semua ilmu
tersebut pada hakikatnya satu kesatuan yang bermuara pada tauhid. Selain itu, wahdat
al-wujud juga dapat menjadi basis integrasi bagi berbagai jenis pengalaman manusia,
baik yang bersifat indriawi, intelektual, mental, mistikal, dan spiritual.
Jika ketujuh gagasan tentang integrasi ilmu tersebut dihubungkan antara satu dan
lainnya, maka terdapat catatan sebagai berikut.
1) Semangat untuk mengintegrasikan ilmu dikalangan para intelektual muslim
cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan besarnya perhatian dan tanggung jawab moral
yang mereka miliki.
2) Bahwa konsep yang mereka tawarkan terdapat unsur persamaan, yaitu perlunya
landasan moral, etika, spiritual, dan nilai-nilai luhur yang dibangun atas dasar
keimanan kepada Allah SWT, serta berlandaskan pada ajaran-Nya yang
terkandung di dalam Al-Qur’an serta Sunnah Rasulullah SAW.
3) Bahwa berbagai gagasan dan pemikiran yang berbeda diantara mereka antara lain
terjai karena perbedaan dalam memandang ilmu pengetahuan. Sebagian
memandang ilmu pengetahuan sama, yaitu sebagai scientific knowledge yang
berbasis pada hukum alam yang melahirkan ilmu-ilmu alam. Pada ilmu alam ini
islamisasi ilmu bisa dilakukan pada aspek aksiologinya saja, sebagaimana yang
digagas Fazlur Rahman. Adapun pada ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu sosial,
tasauf, filsafat dan bahkan ilmu agama, muatan islamiyah bisa dimasukkan pada
aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya.
4) Bahwa gagasan-gagasan integrasi ilmu tersebut sangat canggih, namun realisasi
atau hasil konkret dari penerapan gagasan dan langkah-langkah integrasi dan
islamisasi ilmu tersebut hingga saat ini belum tampak. Adanya gejala yang
menguat tentang ekonomi syariah, penggunaan hijab, munculah jamaah yang
mengedepankan ritualitas, tahfidz Al-Qur’an gerakan tarbiyah, dan sebagainya
belum dapat dikatakan sebagai hasil dari islamisasi atau integrasi atau islamisasi
ilmu pengetahuan.
5) Integrasi ilmu seharusnya dilakukan dengan langkah-langkah yang lebih konkret,
antara lain dengan memasukkannya ke dalam desain kurikulum yang dari segi
tujuan, muatan, proses belajar mengajar dan evaluasinya harus berdasarkan
integrasi ilmu, misalnya dengan memasukkan mata pelajaran agama dan umum
yang berimbang, dalam menuliskan buku ajar bidang umum harus dimasukkan
wawasan agamanya. Dan ketika menuliskan buku-buku agama harus dimasukkan
wawasan umumnya. Selanjutnya dalam proses pembelajaran harus memandukan
unsur bayani, burhabi, jadali dan irfani dari segi tenaga pengajarannya selain
mencerminkan seseorang yang intelek juga seseorang yang ulama, dan dapat
ditempuh dengan cara tema teaching. Demikian pula dalam hal lingkngan, pola
komunikasi, budaya sekolah, pelayanan administrasi, evaluasi dan sebagainya
harus didasarkan pada perpaduan nilai-nilai agama dan ilmu pengetahuan.
Hasilnya adalah lulusan pendidikan yang memiliki kecerdasan intelektual,
kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, kecerdasan moral, kecerdasan
vokasional, dan kecerdasan spiritual secara seimbang. Hal ini sejalan dengan
ajaran Islam yang menuntut keseimbangan (Kartanegara, Mulyadhi. 2005)

Manfaat integrasi ilmu

Integrasi ilmu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, karena beberapa alasan
sebagai berikut.
1. Untuk mengatasi kebudayaan yang pincang. Kalangan islam cenderung
mengutamakan agama, sedangkan kalangan umum cenderung mengutamakan
ilmu umum, akibatnya sama-sama pincang. Untuk memajukan secara seimbang,
maka dilakukan integrasi ilmu.
2. Dengan integrasi ilmu, seseorang ilmuan tidak hanya akan maju secara
intelektual dam sosial, melainkan juga maju secara moral, spiritual, kultural dan
sebagainya.
3. Dengan integrasi ilmu berbagai kekuatan yang berserakan dapat dipersatukan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Integrasi adalah konsep yang menegaskan bahwa integrasi keilmuan yang disasar
bukanlah model melting-pot integration, di mana integrasi hanya difahami hanya dari
perspektif ruang tanpa subtansi. Model-model integrasi ilmu ada 8 yang bisa di
terapkan dan integrasi ilmu sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Penutup

Demikian yang dapat kami sampaikan di makalah ini. Semoga apa yang dapat kami
sampaikan bermanfaat bagi semua pembaca. Tentunya masih banyak sekali
kekurangan dalam makalah ini karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
referensi yang ada. Kami sebagai penyusun mengharap kritik dan saran dari para
pembaca, agar laporan praktikum kami yang selanjutnya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin. 2009. Mempertautkan ulum al-din, al-fikr al-islamy dan dirasat
islamiyah: sumbangan keilmuan islam untuk peradaban global. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Integrasi ilmu sebuah rekonstruksi holistik. Jakarta:


UIN Jakarta Press.

Mufid, Fathul. 2013. Integrasi ilmu-ilmu islam. STAIN Kudus. Vol 1, No 1

Muhaimin. 2010. Arah baru pengembangan pendidikan islam, pemberdayaan,


pengembangan kurikulum hingga redefinisi islamisasi pengetahuan. Bandung:
Nuansa

Nasir, Nanat Fatah. 2009. Pengembangan pendidikan berbasis paradigma wahyu


memandu ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rah,man, Fazlur. Islamisasi ilmu, sebuah respon. 2000. Jakarta: IIIT, LSAF, Iris,
Cidesindo.

Suprayogo, Imam. 2009. Keberagaman di era global dalam reformulasi bangunan


keilmuan di perguruan tinggi islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Zainuddin. 2013. Menuju integrasi ilmu dan agama. di akses https://www.uin-


malang.ac.id/r/131101/uin-menuju-integrasi-ilmu-dan-agama.ht ml pada tanggal 9
Juni 2019 pukul 09.27 WIB.

Anda mungkin juga menyukai