Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

STASE KEPERAWATAN JIWA


A. PENGERTIAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008
dalam Keliat, 2009). Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak
diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah
yang dihadapi (Captain, 2008 dalam Keliat, 2009).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah
dapat mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung
mencakup aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu
menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri
tak langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang
potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya
menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006). Menurut
Shives (2008) dalam Kusumawati (2010) mengemukakan rentang harapan
putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif.

Adaptif maladaptif

Peningkatan Pengambilan resiko Perilaku Pencederaan


bunuh diri yang meningkatkan destruktif diri diri
pertumbuhan langsung
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma norma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :

1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis


Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis
akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan
individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya
dapat berakhir dengan bunuh diri.
a. Depresi Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri
terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Stuart Gw, 2005).
B. ETIOLOGI
Menurut Keliat (2009) banyak penyebab tentang alasan seseorang
melakukan bunuh diri:
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Stuart Gw (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan
E. PATOPSIKOLOGI
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang
tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda
tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh
diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang
berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya (Stuart
& Sundeen, 2006).
Proses perilaku bunuh diri

Peningkatan verbal/non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi tentang kematian kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri

Bunuh diri
F. TANDA DAN GEJALA
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan
terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan
depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan berat
badan, berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
Adapun petunjuk psikiatrik antara lain: upaya bunuh diri sebelumnya,
kelainan afektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan
tindakan dan depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan
mental pada lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah,
bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan
pekerjaan baru dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif, rasa
bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif, keputusasaan, harga diri
rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial (Yosep, 2009).
G. POHON MASALAH
Resiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif kegagalan perpisahan

H. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada keluarga/pasien apakah pasien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah mengalami atau melakukan
penganiayaan fisik, seksual, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan
kriminal.
4. Aspek fisik
Tanda-tanda vital, keluhan fisik yang dirasakan
5. Status mental
Meliputi pembicaraan klien, aktivitas motorik, interaksi terhadap
lawan bicara, tingkat kesadaran, tingkat konsentrasi

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko bunuh diri
b. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Harga diri rendah
J. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
c. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain-lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
mvenyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan umum: Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif setiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum:
Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
1. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
2. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
a. Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b. Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
c. Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e. Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., 2009, Proses Keperawatan Jiwa, ECG, Jakarta.

Kusumawati, F., 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Merdika, Jakarta.

Stuart dan Sundeen, 2006, Buku Saku Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta .

Stuart, G. W, 2005, Keperwatan psikitrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5.


EGC, Jakarta.

Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Refika Adi, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai