Anda di halaman 1dari 22

SPONDILITIS

A. PENGERTIAN
Spondylosis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan
degeneratif yang dapat menyebabkan hilanganya struktur dan fungsi
normal tulang belakang. Meskipun penuaan adalah penyebab utama, lokasi
dan tingkat degenerasi merupakan individual. Proses degeneratif dapat
mengenai daerah cervical, thoracal, dan/atau lumbal dari tulang belakang
mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet joints.

B. JENIS- JENIS SPONDILITIS


Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa
infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu
mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra .
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat
kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu
merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh.
Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan
deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit Pott.
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi
atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB
biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus
vertebra
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai
tulang belakang.
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis
tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik
destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan
tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal.
Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling
sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra
lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada
vertebra C1-2. (1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena
hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru
memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis.

C. ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama
beberapa tahun
.
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama
dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat
(subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad.
1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada
atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin
memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski

2
bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang
bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal,
dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang
lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk
akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia,
paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di
antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah
disebutkan di atas.
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di
daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan
akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan
mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama
gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai
kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.

E. PATOFISIOLOGI
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang
sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara
hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran
hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi
TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi
lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan
yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC
akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat
menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan
posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih
resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh
karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian
anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.

3
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah
Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan
tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan
granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut
disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau
perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan
penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan

4
ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif
dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema
tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke
otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat

2) Uji mantoux (+) TB

3) Uji kultur : biakan batkeri

4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional

5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel

B. Pemeriksaan Radiologis

a) Foto toraks / X – ray

b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras

c) Foto polos vertebra

d) Pemeriksaan mielografi

e) CT scan atau CT dengan mielografi

f) MRI

5
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit
serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :

1. Terapi konservatif berupa:


 Tirah baring (bed rest)
 Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra
/membatasi gerak vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru


adalah :

1. Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+),


diberikan dalam 2 tahap :
 Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300
mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap
hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
 Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali
seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
2. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang
diberikan dalam 2 tahap yaitu :

6
 Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg,
Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg.
Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan
pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
 Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan
Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan
menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang
serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada
vertebra.

2. Terapi operatif

Indikasi operasi yaitu:

• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau


malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara


terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.

• Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun


pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi


penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold
abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

7
Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh


karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik.
Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara
menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.


Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,.


Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-
anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi
radikal.

Operasi PSSW

Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan


pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment. Metode ini

8
mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya
sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya,
penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil,
tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan
kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam
masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.

I. DAMPAK MASALAH

a) Terhadap Individu.

Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan


mengalami suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual
yang akan selalu menimbulkan dampak yang di karenakan baik itu
oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh karena
adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi
kesehatan antara lain :

1. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi


lemah dan anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh
semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada
status nutrisinya.

2. Pola aktifitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung


menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya
kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.

3. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu


terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.

9
b) Dampak terhadap keluarga.

Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit,


maka yang lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi
atau merubah segala kondisi aktivitas rutin dalam keluarga itu.

10
PROSES KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan


pelayanan asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan
praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi :
pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi
dan evaluasi.
a) Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien,
agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian
dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan
yaitu : pengumpulan data, pengelompokan data, perumusan diagnosa
keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik
pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan
fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,


status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat,
tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri


pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat
kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang
mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada
malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan
tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa

11
mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-
sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada


klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit
tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu


penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan
penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada
lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular
tersebut.

5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita,


sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka
penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga
emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola - pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan


mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri ,
yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan
penyakitnya.Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam
pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya

12
riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi
klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya


menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme
tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami
gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)

c. Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang


semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada
punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan
imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat
tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien
tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.

d. Pola aktivitas.

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada


punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan
menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya
kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau


dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam
pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran.

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan


peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya,

13
baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut
berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu


terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali


bila terjadi komplikasi paraplegi.

i. Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan


akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit.
Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari
pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak
terganggu atau dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti


penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas
yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang
penyakitnya untuk mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat


menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan
ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah
bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan
percaya pada tuhannya.

14
7) Pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi.

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat,


dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.

b. Palpasi.

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang


terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.

c. Perkusi.

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. Auskultasi.

Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan


kelainan.

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.

a. Radiologi

- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,


sangat jarang menyerang area posterior.

- Terdapat penyempitan diskus.

- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

b. Laboratorium

- Laju endap darah meningkat

c. Tes tuberkulin.

15
- Reaksi tuberkulin biasanya positif.

b. Analisa.

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data


subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi
atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan,
observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun
laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di
alami oleh klien. ( Mi Ja Kim,et al 1994 ).

c. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah


klien yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah
dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang
perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17
).

Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa


adalah:

a. Gangguan mobilitas fisik

b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

c. Perubahan konsep diri : Body image.

d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )

d. Perencanaan Keperawatan.

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan


keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah

16
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan
tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.

( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).

Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :

a. Diagnosa Perawatan I

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


muskuloskeletal dan nyeri.

1. Tujuan

Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

2. Kriteria hasil

a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan

b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan

c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

3. Rencana tindakan

a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan


kerusakan.

b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai


toleransi.

c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

1) mattress

17
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa
yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.

d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;

1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar


pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara
mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas
bawah secara bersamaan.

2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.

3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas


pernapasan.

e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.

f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan


atau lecet – lecet.

g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada


kontra indikasi.

h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi


terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau
diare.

4. Rasional

a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.

18
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot
paraspinal.

e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.

f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.

g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.

h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan


dan dapat menimbulkan efek samping.

b. Diagnosa Keperawatan II

Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan


dengan adanya peradangan sendi.

1) Tujuan

a. Rasa nyaman terpenuhi

b. Nyeri berkurang / hilang

2) Kriteria hasil

a. klien melaporkan penurunan nyeri

b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks

c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari


dengan peningkatan keberhasilan.

3) Rencana tindakan

a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap


kemajuan nyeri ke daerah yang baru.

19
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya
terhadap nyeri.

c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan


demikian.

d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering


untuk meningkatkan rasa nyaman.

e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

4) Rasional.

a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan


oleh klien sendiri.

b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan


bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.

c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.

d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme
dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.

e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat


menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien
sehingga nyeri berkurang.

c. Diagnosa Keperawatan III

Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.

1) Tujuan

Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan


koping yang adaptif.

20
2) Kriteria hasil

Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan


menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi
perubahan citra.

3) Rencana tindakan

a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.


Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.

b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.

c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien


keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan
permainan guna mengatasi perubahan body image.

4) Rasional

a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling


percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu
penerimaan diri.

b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya


diri klien.

c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya


secara positif dan tidak merasa rendah diri.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/spondilitis.html

http://kamuskesehatan.com/arti/spondilitis/

http://fonetspot.blogspot.com/2011/06/spondylosis.html

http://www.scribd.com/doc/54135314/Spondylosis

22

Anda mungkin juga menyukai