A. PENGERTIAN
Spondylosis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan
degeneratif yang dapat menyebabkan hilanganya struktur dan fungsi
normal tulang belakang. Meskipun penuaan adalah penyebab utama, lokasi
dan tingkat degenerasi merupakan individual. Proses degeneratif dapat
mengenai daerah cervical, thoracal, dan/atau lumbal dari tulang belakang
mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet joints.
C. ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama
beberapa tahun
.
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama
dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat
(subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad.
1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada
atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin
memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski
2
bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang
bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal,
dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang
lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk
akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia,
paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di
antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah
paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah
disebutkan di atas.
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di
daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan
akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan
mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama
gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai
kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.
E. PATOFISIOLOGI
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang
sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara
hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran
hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi
TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi
lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan
yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC
akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat
menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan
posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih
resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh
karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian
anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
3
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah
Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan
tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan
granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut
disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau
perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan
penyebab paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan
4
ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif
dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema
tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke
otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan laboratorium
B. Pemeriksaan Radiologis
d) Pemeriksaan mielografi
f) MRI
5
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit
serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
6
Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg,
Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg.
Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan
pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan
Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu
(intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan
menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang
serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada
vertebra.
2. Terapi operatif
7
Abses Dingin (Cold Abses)
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
Operasi kifosis
Operasi PSSW
8
mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya
sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya,
penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil,
tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan
kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam
masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.
I. DAMPAK MASALAH
a) Terhadap Individu.
2. Pola aktifitas.
9
b) Dampak terhadap keluarga.
10
PROSES KEPERAWATAN
11
mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-
sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
5) Riwayat psikososial
12
riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi
klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
c. Pola eliminasi.
d. Pola aktivitas.
13
baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut
berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
14
7) Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
b. Palpasi.
c. Perkusi.
d. Auskultasi.
a. Radiologi
b. Laboratorium
c. Tes tuberkulin.
15
- Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa.
c. Diagnosa Keperawatan.
d. Perencanaan Keperawatan.
16
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan
tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
a. Diagnosa Perawatan I
1. Tujuan
2. Kriteria hasil
3. Rencana tindakan
1) mattress
17
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa
yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
4. Rasional
18
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot
paraspinal.
b. Diagnosa Keperawatan II
1) Tujuan
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
19
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya
terhadap nyeri.
4) Rasional.
d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme
dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
1) Tujuan
20
2) Kriteria hasil
3) Rencana tindakan
4) Rasional
21
DAFTAR PUSTAKA
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/spondilitis.html
http://kamuskesehatan.com/arti/spondilitis/
http://fonetspot.blogspot.com/2011/06/spondylosis.html
http://www.scribd.com/doc/54135314/Spondylosis
22