Anda di halaman 1dari 28

Long Case

HALAMAN JUDUL
KATARAK SENILIS MATUR OKULI DEXTRA + KATARAK SENILIS
IMATUR OKULI SINISTRA

Oleh:
Kevin Ariel Tiopan S., S. Ked 04084821719193
Hasna Mujahidah, S. Ked 04084821719190
Nur Ilmi Sofiah, S. Ked 04054821820039
Alvinnata, S. Ked 04054821820018
Cornellia Agatha, S. Ked 04054821820034
Rulitia Nairiza, S. Ked 04084821820092

Pembimbing:
dr. Linda Trisna, Sp.M (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Long Case:


KATARAK SENILIS MATUR OKULI DEXTRA + KATARAK SENILIS
IMATUR OKULI SINISTRA

Oleh:
Kevin Ariel Tiopan S., S. Ked 04084821719193
Hasna Mujahidah, S. Ked 04084821719190
Nur Ilmi Sofiah, S. Ked 04054821820039
Alvinnata, S. Ked 04054821820018
Cornellia Agatha, S. Ked 04054821820034
Rulitia Nairiza, S. Ked 04084821820092

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 26 Maret—30 April 2018.

Palembang, 11 April 2018


Pembimbing

dr. Linda Trisna, Sp.M (K)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Katarak Senilis Matur Okuli Dextra + Katarak Senilis Imatur Okuli Sinistra”
sebagai salah satu tugas dalam sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khusunya
di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Linda Trisna, Sp.M (K),
selaku pembimbing yang telah banyak membimbing dalam penulisan dan
penyusunan tugas ilmiah ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya tugas ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ilmiah ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan tugas ilmiah di masa mendatang. Semoga tugas ilmiah ini bermanfaat
bagi pembaca.

Palembang, 11 April 2018

Tim Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................2
2.1 Identitas Pasien.................................................................................2
2.2 Anamnesis........................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang....................................................................4
2.5 Diagnosis Banding...........................................................................5
2.6 Diagnosis Kerja................................................................................5
2.7 Tatalaksana.......................................................................................5
2.8 Prognosis..........................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................6
3.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa...........................................................6
3.2 Katarak.............................................................................................7
3.2.1 Definisi....................................................................................7
3.2.2 Klasifikasi...............................................................................8
3.2.3 Etiologi....................................................................................9
3.2.4 Patofisiologi..........................................................................10
3.2.5 Manifestasi Klinis.................................................................11
3.2.6 Penatalaksanaan....................................................................11
3.2.7 Komplikasi............................................................................13
3.3 Katarak Senilis...............................................................................13
3.3.1 Definisi..................................................................................13
3.3.2 Etiologi..................................................................................13
3.3.3 Patogenesis............................................................................14

4
3.3.4 Gejala Klinis.........................................................................14
3.3.5 Stadium.................................................................................15
3.3.6 Klasifikasi.............................................................................16
3.3.7 Penatalaksanaan....................................................................19
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

5
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif atau dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. 2 Katarak
umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, trauma, kelainan metabolik, atau merokok.2
Katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 40
tahun.10 Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun
dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kekeruhan lensa ini
mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga mengganggu fungsi
penglihatan.5,10
Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang berusia >40 tahun menderita
katarak pada satu atau kedua matanya, dan 6,1 juta di antaranya sudah melakukan
operasi pengangkatan lensa. Total penderita katarak diperkirakan akan meningkat
hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun 2020. Katarak senilis terus menjadi
penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia. Dalam studi terbaru
yang dilakukan di Cina, Kanada, Jepang, Denmark, Argentina, dan India, katarak
diidentifikasi sebagai penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan,
dengan statistik mulai dari 33,3% (Denmark) hingga tertinggi 82,6% (India). Data
yang dipublikasikan memperkirakan bahwa 1,2% dari seluruh populasi Afrika
buta, dimana 36% kasus disebabkan oleh katarak.5
Katarak merupakan salah satu penyakit degeneratif yang perlu untuk
didiagnosis dengan tepat oleh layanan primer, oleh sebab itu diperlukan
pembelajaran tentang katarak senilis.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. H
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Dusun I Pemulutan
Tanggal Pemeriksaan : 6 April 2018

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pandangan mata kanan dan kiri makin kabur sejak 4 bulan yang lalu.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengeluh pandangan kabur sejak 3 tahun yang lalu pada kedua
mata. Kabur dirasakan semakin lama semakin bertambah. Sejak 4 bulan
yang lalu, pasien merasa kedua mata semakin kabur. Mata merah (-),
pandangan kabur seperti melihat asap (+), Pasien mengaku sering
merasa silau (+) ketika melihat, terutama melihat lampu sehingga lebih
nyaman jika melihat pada sore hari atau di tempat yang gelap, mata
berair (+). Keluhan melihat seperti di dalam terowongan (-), pandangan
ganda (-). Pasien mengeluh pandangan mata kanan lebih kabur
dibandingkan mata sebelah kiri.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)

2
- Riwayat memakai kacamata (-)
- Riwayat trauma pada mata (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat konsumsi obat dalam waktu lama (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat menggunakan obat dalam jangka waktu lama (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Status gizi : Gizi Baik

b. Status Oftalmologis

3
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/60 ph (-) 5/60 ph (-)
Tekanan
18,5 mmHg 18,5 mmHg
intraocular

KBM Ortoforia

GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik

Bulat, Central, Refleks Cahaya Bulat, Central, Refleks cahaya


Pupil
(+), diameter 3 mm (+), diameter 3 mm

Lensa Keruh, ST (-) Keruh, ST (+)


Segmen Posterior
Refleks
RFOD (-) RFOS (+)
Fundus
Bulat, batas tegas, warna merah
Papil Tidak tembus
normal, c/d 0,3, a/v 2/3
Makula Tidak tembus Refleks Fovea (+)
Retina Tidak tembus Kontur pembuluh darah baik

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan slit lamp
 Pro Pemeriksaan USG

4
2.5 Diagnosis
Katarak Senilis Matur OD + Katarak Senilis Imatur OS

2.6 Tatalaksana
KIE
 Menjelaskan pada pasien bahwa keluhan mata kabur pada pasien
disebabkan oleh katarak yang timbul dipengaruhi oleh faktor usia.
 Menjelaskan rencana terapi yang akan dilakukan yaitu akan dilakukan
terapi pembedahan berupa ektraksi lensa dan akan dipasang lensa baru.
Rujuk Dokter Spesialis Mata
 Pro ekstraksi lensa + IOL

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

5
LAMPIRAN

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm.
Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula yang menghubungkan dengan
korpus ciliaris. Di anterior lensa terdapat humor aquaeus; disebelah
posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah membran yang semipermeabel
(sedikit lebih permiabel dari pada kapiler) yang menyebabkan air dan
elektrolit masuk. Didepan lensa terdapat selapis tipis epitel supkapsuler.
Nucleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia
laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar
dan kehilangan elastisitas.4,9

Gambar 1. Lensa

Lensa dapat membiaskan cahaya karena indeks bias - biasanya


sekitar 1,4 pada sentral dan 1,36 pada perifer-hal ini berbeda dari dengan
aqueous dan vitreus yang mengelilinginya. Pada tahap tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sekitar 15-20 dioptri (D) dari
sekitar 60 D kekuatan konvergen bias mata manusia rata-rata4. Lensa

7
terdiri dari 65% air dan 35% protein (tertinggi kandungan nya di antara
seluruh tubuh) dan sedikit sekali mineral. Kandungan kalium lebih tinggi
pada lensa dibanding area tubuh lainnya. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah, atau saraf pada lensa.9
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh m. ciliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukuran terkecil; dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya akan terfokus pada retina. Sementara
untuk cahaya yang berjarak dekat m.ciliaris berkontrasi sehingga tegangan
zonula berkurang, artinya lensa yang elastis menjadi lebih sferis diiringi
oleh peningkatan daya biasnya. Kerja sama fisiologis antara korpus
siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda jatuh pada retina
dikenal dengan akomodasi. Hal ini berkurang seiring dengan
bertambahnya usia.9,12
Gangguan pada lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi dan
anomaly geometri. Keluhan yang di alami penderita berupa pandangan
kabur tanpa disertai nyeri. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada
penyakit lensa adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan
melihat lensa melalui sliplamp, oftalmoskop, senter tangan, atau kaca
pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi.3,4,9,12

3.2 Katarak
3.2.1 Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran
(katarak kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam
maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit
sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau
kelainan mata lain seperti uveitis anterior.6,9

8
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi
keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang.
Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan
terurai dan mengalami koagulasi.5,10 Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Jadi, dapat disimpulkan
katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui
cahaya menuju retina, dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.5,10

3.2.2 Klasifikasi
Jenis- jenis katarak menurut terbagi atas:9
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera
sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain
disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan
dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait
dengan sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan
oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab lain adalah
uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih

9
segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa
menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk
kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraocular
pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul
posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-
penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak
adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan
pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik
berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik,
dermatitis atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau
Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk
menekan nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu
lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat
menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi
katarak ekstrakapsular.

3.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya katarak bermacam-macam. Umumnya adalah
usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara kongenital akibat
infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan
perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi kortikosteroid

10
metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti diabetes mellitus,
galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi alkohol
meningkatkan resiko katarak.5,9

3.2.4 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.10
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.5,10
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika
seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan

11
harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-
obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu lama.3,9

3.2.5 Manifestasi Klinis


Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya,
pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan
gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena
kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup,
menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau
putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika
katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu
mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkel yang
disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur
ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari
mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata
hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada
siang hari.

3.2.6 Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah

12
menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Dalam bedah katarak,
lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular
atau ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat
ini adalah mengangkat lensa in toto, yakni didalam kapsulnya melaui insisi
limbus superior 140-1600. pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan
insisi limbus superior, bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat,
nukleus diekstraksi dan korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan
aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga menyisakan kapsul posterior.5,7
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi
(atau keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka
pasca operasi. Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat
dan keuntungan insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan
lensa intraokuler. Pada beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular
telah menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang
paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh,
ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke dalam kamera posterior.
Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan edema makula
lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.2,8
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu
juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari
peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan.
Matanya dapat dibalut selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa
nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan
matanya dilindungi dengan kacamata. Perlindungan pada malam hari
dengan pelindung logam diperlukan selama beberapa minggu. Kacamata
sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya
pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa intraokuler sambil
menantikan kacamata permanen.9

13
3.2.7 Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma
dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler
yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi.
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea.5,11

3.3 Katarak Senilis


3.3.1 Definisi
Katarak senilis merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada usia
diatas 40 tahun.10 Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang
lama. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.5,10

3.3.2 Etiologi
Peyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Namun,
diduga katarak senilis terjadi karena:
1) Proses pada nukleus
Oleh karena serabut-serabut lensa yang terbentuk lebih dahulu selalu
terdorong ke arah tengah maka serabut-serabut lensa bagian tengah
akan menjadi lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi,
penimbunan ion kalsium (Ca) dan sklerosis. Pada nukleus ini
kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi
kurang hipermetropi.
2) Proses pada korteks
Timbul celah-celah diantara serabut serat lensa, yang berisi air dan
penimbunan ion Ca sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung
dan membengkak menjadi lebih miopi.

3.3.3 Patogenesis7

14
Patogenesis katarak berhubungan dengan usia merupakan
multifaktorial dan tidak seluruhnya dipahami. Saat lensa menua, lensa
bertambah berat dan tebal serta menurun kekuatan akomodasinya. Karena
lapisan baru serabut-serabut korteks dibentuk secara konsentris, nukleus
lensa mengalami kompresi dan menjadi protein dengan berat molekul
tinggi. Hasil agregasi protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada
indeks refraksi lensa, menghamburkan sinar cahaya, dan mengurangi
transparansi lensa. Modifikasi kimia protein lensa nukleus juga
menghasilkan pigmentasi yang progresif. Lensa menjadi berwarna kuning
atau kecoklatan dengan bertambahnya usia (brown sclerotic nucleus). Hal
ini terjadi karena paparan sinar ultraviolet yang lama kelamaan merubah
protein nukleus lensa. Perubahan yang berhubungan dengan usia lainnya
dalam lensa adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium,
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium, dan peningkatan hidrasi.2

3.3.4 Gejala Klinis


Opasitas pada lensa mata yang terjadi pada katarak menyebabkan
gejala penurunan tajam penglihatan baik jauh maupun dekat tanpa rasa
nyeri. Penglihatan menjadi kabur ketika lensa kehilangan kemampuan untuk
membedakan dan memperjelas suatu obyek. Distorsi penglihatan juga dapat
terjadi bahkan sampai menyebabkan diplopia monokular. Gejala lain yang
dapat timbul antara lain rasa silau (glare), perubahan persepsi warna atau
kontras, dan dapat mengubah kelainan refraksi. Selain itu, katarak ditandai
dengan kekeruhan pada lensa dan pupil berwarna putih atau abu-abu
(leukokoria).

3.3.5 Stadium

15
Berdasarkan kekeruhan pada lensa, maka katarak senilis dibedakan
menjadi 4 stadium, yaitu:
1) Katarak Insipien
Pada stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses degenerasi
lensa. Kekeruhan lensa berupa bercak-bercak tak teratur seperti baji
dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior atau posterior. Kekeruhan ini
mula-mula hanya dapat tampak apabila pupil dilebarkan sedangkan
pada stadium lanjut puncak baji dapat tampak pada pupil normal. Pada
stadium ini proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam
lensa sehingga akan terlihat bilik mata depan normal, iris dalam posisi
normal disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam
penglihatan pasien belum terganggu. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama
pada semua bagian lensa. Stadium ini kadang menetap untuk waktu
yang lama.

2) Katarak Imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih
ditemukan bagian-bagian yang jernih. Pada stadium ini dapat terjadi
hidrasi korteks. Lensa yang degeneratif mulai meningkat tekanan
osmotiknya dan menyerap cairan mata sehingga lensa akan
mencembung (katarak intumesen).
Pencembungan lensa ini akan menyebabkan bilik depan mata dangkal,
sudut bilik mata menyempit dan daya biasnya bertambah,
menyebabkan miopisasi. Penglihatan mulai berkurang karena media
refrakta tertutup kekeruhan lensa yang menebal.

3) Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.

16
Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan
cairan dalam mata. Oleh karena itu, pada katarak imatur atau
intumesen yang tidak dikeluarkan, cairan lensa akan keluar sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan
seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Bilik mata depan normal kembali, sudut bilik mata depan terbuka
normal dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat
menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.

4) Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair. Pada stadium ini terjadi degenerasi
kapsul lensa dan mencairnya korteks lensa sehingga masa korteks ini
dapat keluar melalui kapsul dan masuk ke dalam bilik mata depan. Hal
ini menyebabkan lensa menjadi lebih kecil, berwarna kuning dan
kering. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang
tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar.
Korteks akan memperlihatkan bentuk seperti kantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih
berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.

3.3.6 Klasifikasi6
Berdasarkan lokasi terjadinya kekeruhan pada lensa, katarak
dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu :
1) Katarak nuklear
Katarak nuklear merupakan kekeruhan terutama pada nukleus
dibagian sentral lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat sklerosis nuklear
dan penguningan lensa yang berlebihan. Beberapa derajat sklerosis
nuklear dan penguningan pada umumnya merupakan proses
kondensasi nukleus lensa yang umumnya normal pada pasien diatas
usia pertengahan. Kondisi ini hanya sedikit mempengaruhi fungsi
visual.

17
Katarak nuklear cenderung berkembang secara perlahan dan biasanya
bilateral, meskipun bisa asimetri. Katarak nuklear biasanya
menyebabkan gangguan yang lebih besar pada penglihatan jauh
daripada penglihatan dekat. Pada tahap awal, pengerasan yang
progresif dari nukleus lensa menyebabkan peningkatan indeks refraksi
lensa dan terjadi perpindahan myopik (myopic shift) pada refraksinya,
dikenal sebagai miopia lentikularis. Pada beberapa kasus perubahan
myopik sementara menyebabkan individu dengan presbiopia dapat
membaca tanpa kacamata, suatu kondisi yang disebut dengan
penglihatan kedua (second sight). Gejala yang lain dapat berupa
diplopia monokular dan gangguan diskriminasi warna. Katarak jenis
ini dapat terjadi pada pasien diabetes melitus dan miopia tinggi. Tajam
penglihatan sering lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan
biasanya ditemukan pada pasien 65 tahun keatas yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.

2) Katarak kortikal
Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Katarak
ini cenderung bilateral tetapi seringkali asimetris. Efeknya terhadap
fungsi penglihatan bervariasi, tergantung dari jarak kekeruhan
terhadap aksial penglihatan. Gejala katarak kortikal adalah fotofobia
dari sumber cahaya fokal yang terus-menerus dan diplopia monokular.
Katarak kortikal bervariasi kecepatan perkembangannya. Beberapa
kekeruhan kortikal tetap tidak berubah untuk periode yang lama,
sementara yang lainnya berkembang dengan cepat.

3) Katarak subkapsular posterior


Katarak subkapsular posterior atau katarak cupuliformis, terdapat pada
korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral dan biasanya di aksial.
Pada awal perkembangannya, katarak ini cenderung menimbulkan
gangguan penglihatan karena adanya keterlibatan sumbu penglihatan.
Gejala yang timbul adalah fotofobia dan penglihatan buruk dibawah

18
kondisi cahaya terang, akomodasi, atau miotikum. Ketajaman
penglihatan dekat menjadi lebih berkurang daripada penglihatan jauh.
Beberapa pasien mengalami diplopia monokular.
Katarak subkapsular posterior sering terlihat pada pasien yang lebih
muda dibandingkan dengan pasien yang menderita katarak nuklear
atau kortikal. Selain itu sering ditemukan pada pasien diabetes
mellitus, miopia tinggi dan retinitis pigmentosa serta dapat juga terjadi
akibat trauma, penggunaan kortikosteroid sistemik atau topikal,
inflamasi, dan paparan radiasi ion.

Ketiga tipe katarak tersebut dilakukan pemeriksaan slitlamp dengan


menggunakan kriteria Lens Opacity Classification System (LOCS) III untuk
mengetahui derajat keparahan katarak dan menentukan rencana terapi
pembedahan katarak sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
komplikasi. Katarak nuklear dilakukan penilaian nuclear opalescense (NO)
dan intensitas kekeruhannya, nuclear color (NC). Katarak kortikal (C)
dinilai dengan membandingkan kumpulan cortical spoking pada pasien
dengan standar fotografi. Katarak subkapsular posterior (P) juga ditentukan
dengan membandingkan kekeruhan tersebut dengan standar fotografi.
Pemeriksaan derajat dari masing-masing tipe diperoleh dengan
membandingkan lokasi kekeruhan lensa pasien dengan skala yang terdapat
pada standar fototgrafi. Kriteria LOCS III terdiri dari 4 skala desimal untuk
masing-masing NO, NC, C dan P. NC dan NO dikelompokkan dengan skala
desimal dari 0,1 sampai 6,9. Derajat C dan P dikelompokkan dengan skala
desimal dari 0,1 sampai 5,9.

19
Gambar 2. Standar fotografi LOCS III berukuran 8.5 x 11 inci pada color
transparency yang digunakan pada pemeriksaan slitlamp1

3.3.7 Penatalaksanaan
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan
sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding
dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuklear tipis dengan
miopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga
mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila
dilakukan pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak
memuaskan. Sebaliknya pada katarak kortikal posterior yang kecil akan
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada
penerangan yang sedang akan tetapi bila pasien berada di tempat gelap
maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan.1,10
Pengobatan definitif katarak adalah tindakan pembedahan.
Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga
mengganggu kegiatan sehari-hari atau adanya indikasi medis lainnya seperti
timbulnya penyulit. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa
teknik, antara lain Ekstraksi Katarak Intrakapsular, Ekstraksi Katarak
Ekstrakapsular, dan fakoemulsifikasi. Setelah dilakukan pembedahan, lensa
diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam
intraokuler.1,2,8

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang pasien berusia 73 tahun datang ke Poli Lensa Rumah Sakit


Khusus Mata Masyarakat Palembang mengeluh pandangan mata kanan dan kiri
bertambah kabur sejak 4 bulan yang lalu.
Awalnya pasien mengeluh pandangan kabur sejak 3 tahun yang lalu pada
kedua mata. Kabur dirasakan semakin lama semakin bertambah. Sejak 4 bulan
yang lalu, pasien merasa kedua mata semakin kabur. Mata merah (-), pandangan
kabur seperti melihat asap (+), Pasien mengaku sering merasa silau (+) ketika
melihat, terutama melihat lampu sehingga lebih nyaman jika melihat pada sore
hari atau di tempat yang gelap. Keluhan melihat seperti di dalam terowongan (-),
pandangan ganda (-). Pasien mengeluh pandangan mata kanan lebih kabur
dibandingkan mata sebelah kiri.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologis,
dan pemeriksaan penunjang berupa slit lamp dan USG mata. Katarak senilis
merupakan kekeruhan lensa yang terjadi pada usia diatas 40 tahun dan biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan mengakibatkan lensa tidak transparan
sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Patogenesis katarak berhubungan
dengan usia merupakan multifaktorial dan tidak seluruhnya dipahami.
Saat lensa menua, lensa bertambah berat dan tebal serta menurun kekuatan
akomodasinya. Karena lapisan baru serabut-serabut korteks dibentuk secara
konsentris, nukleus lensa mengalami kompresi dan menjadi protein dengan berat
molekul tinggi. Hasil agregasi protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada
indeks refraksi lensa, menghamburkan sinar cahaya, dan mengurangi transparansi
lensa. Modifikasi kimia protein lensa nukleus juga menghasilkan pigmentasi yang
progresif. Lensa menjadi berwarna kuning atau kecoklatan dengan bertambahnya
usia (brown sclerotic nucleus). Hal ini terjadi karena paparan sinar ultraviolet
yang lama kelamaan merubah protein nukleus lensa. Perubahan yang
berhubungan dengan usia lainnya dalam lensa adalah penurunan konsentrasi
glutation dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium, dan

21
peningkatan hidrasi. Berdasarkan kekeruhan pada lensa, maka katarak senilis
dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu: katarak insipien, katarak imatur, katarak
matur, dan katarak hipermatur.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis pada mata
kanan didapatkan pandangan kabur seperti melihat asap (+), sering merasa silau
(+), visus OD 1/60 dengan uji bayangan iris (-) maka pasien dapat didiagnosis
dengan katarak senilis matur OD. Pada mata kiri visus 5/60 dengan ph tidak maju
dan uji bayangan iris (+), sehingga pasien didiagnosis dengan katarak senilis
imatur OS.
Pengobatan definitif katarak adalah tindakan pembedahan. Pembedahan
dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga mengganggu
kegiatan sehari-hari atau adanya indikasi medis lainnya seperti timbulnya
penyulit. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara
lain Ekstraksi Katarak Intrakapsular, Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular, dan
fakoemulsifikasi. Setelah dilakukan pembedahan, lensa diganti dengan kacamata
afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokuler. Pada pasien ini keluhan lebih
kabur dirasakan pada mata kanan, yang didasarkan pada pemeriksaan visus mata
kanan lebih buruk dibandingkan mata kiri dan jenis katarak pada mata kanan
adalah katarak matur, sehingga pada pasien ini didahulukan untuk dilakukan
ekstraksi lensa dan pemasangan IOL pada mata kanan terlebih dahulu. Setelah
keadaan mata kanan pulih dilakukan tindakan ekstraksi pada mata kiri satu bulan
kemudian.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Chnytia A., David L., Michael D., et al. 2004. Optometric Clinical Practice
Guideline Care of the Adult Patient with. Optometric Parctical Clinic
Guideline: American Optometric Assosiation. pp. 9-10.
2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata, ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
3. Ilyas, S. 2005. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hlm. 73-74.
4. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B,
Dilomo C.R, et all. (2004). Optometric clinical practice guideline. American
optometric association: U.S.A
5. Ocampo, VVD. 2017. Senile Cataract (Age-Related Cataract). [online]
Tersedia di: https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#a8
[Diakses pada 6 April 2018].
6. Pollreisz, A., Ursula Schmidt Erfurt. 2010. Diabetic Cataract Pathogenesis,
Epidemiology and Treatment. Journal of Opthamology. Dalam www. ncbi.
nlm. nih. gov/ pmc/ articles/ PMC2903955/ diakses tanggal 7 April 2018.
7. Shina, R., Chandrashekhar, K., et al. 2009. Etiopathogenesis of cataract:
Journal Review.Indian Journal of Opthamology. pp. 245-249. Dalam
www.ijo.in. Diakses tanggal 7 April 2018.
8. Smith, JS. 2003. Sutureless Cataract Surgery: Principles and Steps.
Community Eye Health Journal. pp. 49-53. Dalam www. ncbi. nlm. nih.
gov/ pmc/ articles/ PMC1705836/ diakses tanggal 7 April 2018.
9. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa
hal 401-406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta.
10. Vaughan, D. 2005. Oftalmologi Umum. Alih bahasa Jan Tambajong dan
Brahm U. Ed.14. Jakarta : Widya Medika. hlm. 98-99.
11. Wijana, N. 2003. Atlas Ilmu Penyakit Mata cetakan ke-5. Jakarta : Sagoeng
Seto. hlm.101-103.
12. Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et all.
(2005-2006). Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section
11. American Academy of Oftalmology: San Francisco.

23

Anda mungkin juga menyukai