Anda di halaman 1dari 12

BAB III

DISKUSI KASUS

3.1. Identifikasi

Nama : Tn. A

Usia : 38 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : TNI AD

Suku : Jawa

Alamat : Batam

No. Rekam Medik :

Kunjungan pertama ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Embung Fatimah

tanggal 7 April 2016.

3.2. Anamnesa (autoanamnesa)

Keluhan utama :

Bercak – bercak merah pada sudut bibir kanan atas, lengan kiri,

dan daun telinga kiri sejak 6 minggu yang lalu.

21
Keluhan Tambahan:

Seorang laki-laki datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Embung

Fatimah Batam dengan keluhan terdapat bercak – bercak merah pada sudut

bibir kanan atas, lengan kiri, dan daun telinga kiri sejak 6 minggu yang lalu.

Awalnya bercak merah ini muncul di daun telinga kiri lalu ke lengan tangan

kiri dan ke sudut bibir kanan atas, serta betis kanan.

Awal timbulnya bercak merah ini tidak disertai dengan keluhan gatal, nyeri,

namun terasa tebal tapi tidak terlalu jelas bila dibandingkan dengan daerah

kulit normal.

Pasien tidak merasakan adanya demam, meriang, rontok bulu mata, alis saat

keluhan muncul.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

 Sekitar 6 minggu yang lalu pasien menyadari timbul bercak merah

pada daerah daun telinga dan pergelangan tangan kiri saat pasien

selesai olahraga dan dalam kondisi berkeringat. Awalnya pasien

mengira itu hanya bercak merah biasa, namun setelah timbul semakin

banyak baru pasien berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD

Embung Fatimah Batam.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 R. sakit serupa : (-)


 R. alergi obat dan makanan : (-)
 R. asma, bersin-bersin pagi hari : (-)

22
Riwayat Penyakit Terdahulu :

 R. penyakit serupa : (-)


 R. alergi obat dan makanan : (-)
 R. asma, bersin-bersin pagi hari : (-)

Riwayat Kebiasaan

 Penderita biasa mandi 2x sehari dengan sabun biasa dan memakai

handuk yang terpisah dengan anggota keluarga yang lain ataupun

dengan teman sekerja nya, dengan sumber air laut atau PDAM. Ganti

pakaian 2x sehari, ganti pakaian dalam 2x sehari.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : Tidak diperiksa

Pulse : 70 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : Tidak diperiksa

Status Dermatologi

23
Lokasi : telinga

Efloresensi : Makula eritema yang dilapisi skuama halus soliter

Anestesi (+)

Lokasi : Pergelangan tangan kiri

Efloresensi : Plak eritema soliter numular yang ditutupi skuama halus

Anestesi (+)

24
Lokasi : Sudut kanan atas bibir

Efloresensi : Plak eritema soliter numular

Anestesi (+)

3.4. Tes – tes yang Dilakukan

Pemeriksaan saraf tepi

1. Penebalan nervus aurikularis magnus dekstra / sinistra (negatif / positif)


2. Penebalan nervus ulnaris atau sulkus nervi ulnaris dekstra / sinistra

(negatif / positif)
3. Penebalan nervus peroneus lateralis dekstra atau sinistra (negatif /

positif)

Pemeriksaan Fungsi Saraf


1. Tes Sensoris pada lesi
a. Rasa raba : Anastesi (+) pada lesi
b. Rasa nyeri : Anastesi (+) pada lesi

25
3.5. Pemeriksaan Laboratorik

Basil Tahan Asam : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.6. Ringkasan

Pasien datang dengan keluhan bercak – bercak merah di kulit yang

terasa tebal. Tampak beberapa jenis ruam yaitu makula, plak yang

kebanyakan berskuama dan saat dilakukan pemeriksan penunjang untuk

melihat sensibilitas kulit ditemukan sensasi raba dan nyeri berkurang

sampai menghilang di daerah lesi disertai penebalan nervus.

3.7. Diagnosa Banding

 Morbus Hansen
 Ptiriasis rosea

3.8. Diagnosa Sementara

 Morbus Hansen MB

3.9. Penatalaksanaan

Non-medikamtosa

 Memberikan informasi bahwa penyakit yang di alami merupakan penyakit

yang disebabkan oleh bakteri


 Menjaga daya tahan tubuh agar tidak menimbulkan manifestasi klinis.

26
 Memberikan anjuran dan memastikan agar pasien meminum obat secara

teratur dan sampai tuntas lama pengobatannya agar tidak menyebabkan

kecacatan.
 Menjelaskan tentang kemungkinan adanya reaksi kusta sebelum minum

obat, saat minum obat, atau sesudah selesei pengobatan yang ditandai

dengan munculnya benjolan – benjolan, merah – merah pada kulit yang

disertai demam yang apabila gejala ini muncul segera kembali ke dokter

Medikamtosa

MDT MH multibasiler dari WHO selama 1 tahun yang terdiri dari


 Rifampisin 600 mg 1x1 / bulan
 DDS 100 mg 1x1 / hari
 Klofazimin (Lampren) 300 mg 1x1 / bulan kemudian

dilanjutkan dengan 50 mg 1x1 , hari

3.10. Pemeriksaan Anjuran

 Pemeriksaan BTA
 Pemeriksaan histopatologi
 Pemeriksaan serologi
 Pemeriksaan lepromin

3.11. Prognosis

 Quo ad vitam : bonam


 Quo ad functionam : dubia
 Quo ad sanationam : dubia

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 38 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin

RSUD Embung Fatimah Batam dengan keluhan terdapat bercak – bercak merah

pada kulit sejak 6 minggu yang lalu. Awalnya bercak merah ini muncul di daun

telinga sebelah kiri lalu ke pergelangan tangan kiri dan ke sudut bibir kanan atas.

Menurut teori MH adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium Leprae. Penyakit ini merupakan penyakit granulomatosa pada

saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas yang apabila dibiarkan dapat

sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf – saraf, anggota gerak,

dan mata. Kuman penyebab penyakit ini memiliki masa tunas yang lama yaitu

sekitar 2 – 5 tahun, sehingga manifestasi klinis dari penyakit ini dalam jangka

panjang yang mengakibatkan penderita sering tidak menyadari penyakitnya

tersebut dan sering menganggap masalah kulit biasa dan sudah tidak mengingat

tertular dimana dan oleh siapa.

28
Awal timbulnya bercak merah ini tidak disertai dengan keluhan gatal, nyeri,

namun terasa tebal. Pasien tidak merasakan adanya demam, meriang, rontok bulu

mata, dan alis saat keluhan muncul. Hal ini sama menurut teori dimana gejala

klinis umum dari MH ini adalah kelainan saraf tepi, yang dalam hal ini dapat

bercak mati rasa, rasa tebal, kesemutan, kelemahan otot – otot akibat gangguan

pengeluaran kelenjar keringat, dan sesekali ada yang gatal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lokasi lesi ialah pada pergelangan tangan

kiri, daun telinga kiri, dan sudut atas kanan bibir dengan gambaran umum

makula hiperpigmentasi berskuama halus dengan ukuran plakat atau patch / plak

eritema dengan ukuran plakat dan distribusi soliter. Hasil dari pemeriksan fisik

ini sesuai dengan teori dimana rata – rata bentuk awal lesi dari MH ini ialah

makula ataupun patch / plak eritema yang berskuama halus sebesar plakat dengan

penyebaran regional.

Pada pemeriksaan saraf tepi didapatkan penebalan nervus aurikularis

magnus dekstra / sinistra (negatif / positif), penebalan nervus ulnaris atau sulkus

nervi ulnaris dekstra / sinistra (negatif / positif), penebalan nervus peroneus

lateralis dekstra atau sinistra (negatif / positif), dan pada pemeriksaan anestesi

dan nyeri raba didapatkan hasil positif.

Diagnosis Morbus Hansen ditegakkan jika ditemukan satu atau beberapa

tanda cardinal yaitu : bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan

ditemukan kuman tahan asam. Sehingga jika melihat kasus maka kita

menemukan dua dari tanda cardinal yaitu bercak kulit yang mati rasa dan

penebalan saraf tepi. Diagnosis penyakit ini didasarkan atas 3 yaitu gambaran

29
klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara

klinislah yang paling sederhana, dimana ditemukannya macula eritematosa

berbatas tegas, anestesi dan anhidrasi. Dari pemeriksaan fisik ditemukan

penebalan saraf tepi.

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat kita lakukan pada pasien

ini yaitu histopatologi untuk menentukan gambaran histopatologi dari masing –

masing jenis MH yang dilakukan dengan mengambil kerokan lesi pasien,

serologi yang merupakan alternatif lain jika kegagalan dalam pembiakan kuman

dan isolasi kuman dengan MLPA, ELISA dan uji ML dipstick, atau pun tes

Leporamin yang merupakan tes untuk menentukan klasifiksai dan prognosis dari

penyakit kusta nya namun bukan untuk menegakkan diagnosis.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini perlu juga dipertimbangkan

beberapa penyakit yang memiliki manifestasi klinis yang sama dengan Morbus

Hansen seperti Ptiriasis Rosea yang juga memiliki kemiripan dengan MH namun

pada ptiriais rosea tidak terdapat daerah yang anestesi dan penyakit ini self

limited disease dan penyakit ini tidak diketahui penyebabnya.

MDT MH multibasiler dari WHO selama 1 tahun yang terdiri dari :

 Rifampisin 600 mg 1x1 / bulan

Rifampicin bakteriosid yang dapat membunuh kuman dengan

sediaan tablet. Rifampicin memiliki efek sampingnya adalah

hepatotoksik, dan nefrotoksik.

 DDS 100 mg 1x1 / hari

30
Diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu

mengahalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri dengan

sediaan tablet. Efek samping dari dapson adalah anemia

hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala,

dan vertigo.

 Klofazimin (Lampren) 300 mg 1x1 / bulan kemudian

dilanjutkan dengan 50 mg 1x1 / hari

Lamprene atau Clofazimin merupakan bakteriostatik dan

dapat menekan reaksi kusta dengan sediaan tablet. Efek

sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna ungu

kehitaman,warna kulit akan kembali normal bila obat tersebut

dihentikan, diare, nyeri lambung.

Terapy diatas sesuai dengan terapi yang dianjurkan oleh WHO

pada tahun 1981. Namun kita dapat memberikan edukasi ke

pasien agar rutin dan menuntaskan pengobatan agar terhindar

dari kecacatan, dan menjelaskan tentang adanya reaksi kusta

yang ditandai dengan benjolan – benjolan merah pada kulit

yang disertai demam, dimana jika keluhan ini muncul

penderita diharapkan segera datang ke dokter untuk diberi

penanganan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe-Daili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta.


Dalam: Djuanda, Adhi dkk. (ed.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5
Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2. DNS, Amelia. http : // scribd.com/100068932 laporan kasus kusta.
3. Lestari, Defina Dwi. http : // scribd.com/Reaksi Kusta.
4. Lewis, Felisa S. Leprosy. http://emedicine.medscape.com/article/1104977-
overview, 21 Februari 2011.

32

Anda mungkin juga menyukai