TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Sedangkan AIDS adalah enyakit yang menunjukkan
adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi HIV. Terdapat dua
tipe virus HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar kasus di selrh dunia
disebabkan oleh infeksi HIV-1.
2.2 Epidemiologi
Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu
seorang warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus
pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis
AIDS dan hasil tes Elisa 3 (tiga) kali diulang, menyatakan positif, namun hasil
Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat ialah negatif sehingga tidak
dilaporkan sebagai kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah
tahun 1995. Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 31
Desember 2008 terjadi peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir
Desember 2008 tercatat penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang.
Angka ini jauh lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang
hanya ratusan. Sedangkan dari keseluruhan penderita, pada akhir 2008, AIDS
sudah merenggut korban meninggal sebanyak 3.362 (20,87 persen), sedangkan
mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen) orang. Untuk proporsi
berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh kaum laki-laki
yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru tahun
2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke
rumah tangga, sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah
anak-anak dan remaja, dan transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada
71 kasus
Pada tahun 2009, 1,4 juta wanita hamil terdiagnosi HIV. Lebih dari 90% infeksi
HIV pada bayi dan anak ditransmisikan oleh ibu selama kehamilan, kelahiran,
atau ASI. Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV dapat terinfeksi 5-10% selama
kehamilan, 10-20% selama kelahiran, dan 5-20% melalui asi. Sekitar 50% bayi
yang terinfeksi HIV dari ibunya meninggal sebelum berusia 2 tahun.
2.3 Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dengan nama Human Immunodeficiency
Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili
Lentiviridae. Terdapat dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 . HIV-1, sebagai
penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal juga sebagai
human T cell-lymphotropic virus type III (HTLV-III), lymphadenipathy-
associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus. Dalam bentuknya yang asli
merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit
T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama
dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat
ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2
bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti
berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim
reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid
dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 akan berikatan dengan reseptor CD4,
yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag,
monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-
sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau disebut juga protein
transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat
berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang
berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah
dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium
hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar
utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia
jaringan otak.
b. Antibodi Neutralizing
Tingginya kadar antibody neutralizing pada loop V3 menunjukkan
hubungan menurunnya resiko penularan, tapi tidak ada studi yang
membandingkan dengan kelompok control. [5]
c. Infektivitas virus
Perbedaan secara biologi dari retrovirus menghantar perbedaan
pada kemungkinan terjadinya penularan. Human Immunodeficiency
virus type 2 (HIV-2) jarang menyebabkan penularan dari ibu ke
bayinya, lebih sering HIV-1. [5]
Pada kasus ini, untuk virus load dan kadar antibody neutralizing
pada loop V3 tidak diketahui karena tidak dilakukan pemeriksaan.
Untuk onfektivitas virus yang dapat meular kemungkinan virus HIV-1
karena virus ini lebih sering menular dari ibu ke anak. [5]
2) Faktor Bayi
a. Prematuritas
Bayi yang lahir premature lebih beresiko terinfeksi HIV dibanding
bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV. [5]
b. Nutrisi Fetus
Terlepas dari status infeksi HIV, nutrisi prenatal yang buruk dapat
menyebabkan retardasi pertumbuhan janin dalam rahim atau
intrauterine growth retandation (IUGR) dengan perbandingan
pertumbuhan yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Semua akan
menyebabkan menurunnya imunitas selular dengan jumlah sel T yang
rendah, respon proliferatif yang buruk, pertumbuhan thymus yang
terganggu, meningkatkan kecenderungan terserang infeksi, dan
menetap selama 5 tahun masa pertumbuhan yang akan terganggu. [5]
a. Antepartum
Viral load dari ibu, apakah sudah mendapat terapi anti retroviral,
jumlah CD4+, defisiensi vitamin A, coreseptor mutasi dari HIV,
malnutrisi, sedang dalam terapi pelepasan ketergantungan obat,
perokok. [5]
b. Intrapartum
Kadar maternal HIV-1 cerviko vaginal, proses persalinan, pecah
ketuban kasep, persalinan prematur, penggunaan fetal scalp electrode,
penyakit ulkus genitalia aktif, laserasi vagina, korioamnionitis, dan
episiotomi. [5]
Pilihan asupan bagi bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif[5]
1) Ibu dengan status HIV negatif atau status HIV tak diketahui
- ASI eksklusif untuk usia 6 bulan pertama
- Makanan padat yang aman, sesuai, dan ASI diteruskan hingga 2 tahun.
- Dorong ibu untuk relaktasi bila ibu belum menyusui
3) Pemberian ASI bagi bayi dari ibu dengan HIV positif . Ibu dengan HIV
positif dapat memilih menyusui bayinya bila:
- Pengganti ASI tidak dapat memenuhi syarat AFASS.
- Kondisi sosial ekonominya tidak memungkinkan untuk mencari Ibu
Susu atau memanaskan ASI perahnya sendiri.
- Memahami teknik menyusui yang benar untuk menghindarkan
peradangan payudara (mastitis) dan lecet pada puting yang dapat
mempertinggi resiko bayi tertular HIV.
2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV ialah :
a) Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV Bayi-bayi yang terlahir
dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap mempertahankan status
seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya respon antibodi
ibu yang ditransfer secara transplacental. Selama priode ini, hanya
anak-anak yang terinfeksi HIV saja yang akan mengalami respon
serokonversi positif pada pemeriksaan dengan enzyme immunoassays
(EIA), immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody western
blots (WB).
b) Lahir dari ibu pasangan resiko tinggi atau terinfeksi HIV
c) Penerima transfusi darah atau komponennya dan tanpa uji tapis HIV
d) Penggunaan obat parenteral atau intravena secara keliru (biasanya
pecandu narkotika)
e) Kebiasaan seksual yang keliru, homoseksual atau biseksual
2. Pemeriksaan laboratorium[5]
a. Pemeriksaan darah tepi berupa pemeriksaan Hemoglobin, leukosit
hitung jenis, trombosit, dan jumlah sel CD4. Pada bayi yang terinfeksi
HIV dapat ditemukan anemia serta jumlah leukosit CD4 dan trombosit
rendah
b. Pemeriksaan kadar immunoglobulin. Ini dilakukan untuk mengetahui
adanya hipo atau hiper gammaglobulinemia yang dapat menjadi
pertanda terinfeksi HIV.
c. Pemeriksaan antibody HIV. Terdapatnya IgG antibodi HIV pada darah
bayi belum berarti bayi tertular, oleh karena antibody IgG dari ibu dapat
melalui plasenta dan baru akan hilang pada usia kurang lebih 15 bulan.
Bila setelah 15 bulan di dalam darah bayi masih ditemukan antibodi
IgG HIV baru dapat disimpulkan bahwa bayi tertular. Untuk dapat
mengetahui bayi kurang dari 15 bulan terinfeksi atau tidak diperlukan
pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan IgM antibody HIV, biakan HIV
dari sel mononuklear darah tepi bayi, mengukur antigen p24 HIV dari
serum dan pemeriksaan provirus (DNA HIV) dengan cara reaksi rantai
polimerase (polymerase chain reaction = PCR). Bila bayi tertular HIV
in utero, maka baik biakan maupun PCR akan menunjukkan hasil yang
positif dalam 48 jam pertama setelah lahir. Bila bayi tertular pada waktu
intrapartum maka biakan HIV maupun PCR dapat menunjukkan hasil
yang negatif pada minggu pertama. Reaksi baru akan positif setelah
bayi berumur 7-90 hari. Kebanyakan bayi yang tertular HIV akan
menunjukkan hasil biakan dan PCR yang positif pada usia rata-rata 8
minggu. Dianjurkan untuk memeriksa PCR segera setelah lahir, pada
usia 1-2 bulan dan 3-6 bulan.
Hitung limfosit total (TLC) digunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia
untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak dengan stadium 2.
Hitung TLC tidak dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV. Perhitungan
TLC = % limfosit x hitung total leukosit
2.6 Gambaran Klinis
Manifestasi gambaran klinis infeksi HIV pada anak bevariasi dari asimptomatis
sampai menjadi berat karena AIDS. Manifestasi klinis infeksi bervariasi antara
bayi, anak-anak dan remaja. Pada kebanyakan bayi pemeriksaan fisik biasanya
normal. Gejala inisial dapat sangat sedikit, atau yang tidak spesifik seperti
kegagalan untuk tumbuh, diare rekuren atau kronis, dan pneumonia interstitial.
Terdapat berbagai klasifikasi klinis HIV/AIDS 2 diantaranya menurut enter for
Disease Control and Prevention (CDC) dan World Health Organization (WHO).
Stadium Klinis 3 : Malnutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan
terapi baku Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih) Demam terus-
menerus tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus, lebih dari 1
bulan) Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu) Oral hairy
leukoplakia (OHL) Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut
Tuberkulosis pada kelenjar getah bening Tuberkulosis paru Pneumonia bakteri
yang parah dan berulang Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala Penyakit paru
kronis terkait HIV termasuk brokiektasis Anemia (<8g/dl),>
Stadium Klinis 4ii : Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi
yang parah tanpa alasan dan tidak menanggapi terapi yang baku Pneumonia
Pneumosistis (PCP) Infeksi bakteri yang parah dan berulang (mis. empiema,
piomisotis, infeksi tulang atau sendi, atau meningitis, tetapi tidak termasuk
pneumonia) Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial atau kutaneous lebih
dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun) Tuberkulosis di luar paru
Sarkoma Kaposi Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus
atau paru) Toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1 bulan)
Ensefalopati HIV Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang
mempengaruhi organ lain, yang mulai pada usia lebih dari 1 bulan)
Kriptokokosis di luar paru (termasuk meningitis) Mikosis diseminata endemis
(histoplasmosis luar paru, kokidiomikosis) Kriptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis Infeksi mikobakteri non-TB diseminata Limfoma serebral
atau non-Hodgkin sel-B Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML)
Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV