TINJAUAN TEORI
2.1 Aterosklerosis
2.1.1 Definisi
Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan tunika intima arteri
(sclerosis, penebalan) dan penimbunan lipid (athere, pasta) yang mencirikan leasi yang khas.
Secara morfologi, aterosklerosis terdiri atas lesi-lesi fokal yang terbatas pada arteri-arteri otot
dan jaringan elastis berukuran besar dan sedang, seperti aorta (yang dapat menyebabkan
penyakit aneurisma), arteria poplitea dan femoralis (menyebakan penyakit pembuluh darah
perifer), arteria karotis (menyebabkan stroke), arteria renalis (menyebabkan penyakit jantung
iskemik atau infark miokardium).
2.1.4 Patofisiologi
Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliaran darah
ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan lemak. Pada
saatnya monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di
lapisan dalam ateri. Unsur lemak yang berperan disini adalah LDL (low density lipoprotein),
LDL sering di sebut kolestrol jahat, tinggi LDL akan berpotensi menumpuk disepanjang
dinding nadi korener. Arteri yang terkena arterosklerosis akan kehilanagan kelenturannya dan
karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma
mengumpulkan endapan kalsium, sehingga bisa rapuh dan pecah. Darah bisa masuk ke dalam
ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi lebih besar dan mempersempit arteri. Ateroma
yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu terjadinya pembekuan
darah ( thrombus ). Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau
bekuan akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan di daerah
lain ( emboli ). Akibat dari penyempitan arteri jantung kesulitan memompa darah dan timbul
rasa nyeri di dada, suka pusing-pusing dan berlanjut ke gejala serangan jantung mendadak.
Bila penyumbatan terjadi di otak maka yang di derita stroke dan bisa juga menyebabkan
kelumpuhan. Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma di pengaruhi berbagai factor.
Faktor genetik penting dan aterosklerosis serta komplikasinya cenderung terjadi dalam
keluaraga. Seseorang penderita penyakit keturunan homosistimuria memiliki ateroma yang
meluas, terutama pada usia muda. Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu
mengenai arteri koroner (arteri menuju ke jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan
hiperkolesterolemia familial, kadar kolestrol yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya
ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri lainnya. Pada penderita
hipertensi umumnya akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat dan beratnya
penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun batas normal. Aterosklerosis tidak
terlihat pada arteri pulmonalis (biasanya bertekanan rendah) jika tekanannya meningkat secara
abnormal, keadaan ini disebut hipertensi pulmonal.
2.2.2 Etiologi
2.2.2.1 Faktor intrinsik
Penyebab paling umum gagal jantung adalah penyakit arteri koroner. Penyebab lain adalah
infark miokardium, penyakit katup jantung, kardiomipaty dan disritmia. Perikarditis
konstriktif suatu proses inflamasi dan fibrosis pada kantong perikardium dan temponade
jantung, yang melibatkan akumulasi cairan atau darah di kantong perikardium, juga
merupakan faktor penyebab gagal jantung karena menekan jantung dari luar. (black &
hawks, 2014)
2.2.2.2 Faktor ekstrinsik
Peningkatan afterload (msalnya hiprtensi), peningkatn volume sekuncup jantung dari
hipovolemia atau peningkatan preload, dan peningkatan kebutuhan tubuh. (black & hawks,
2014)
2.2.3 Tipe gagal jantung kongestif:
1. LVF
2. RVF
3. Ke depan atau belakang
4. Keluaran tinggi atau rendah (black & hawks, 2014)
Ada empat proses kompleks yang berkontribusi dalam mode fisiologis yaitu:
1. Sensasi merupakan proses sensori penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, bau yang
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Sensasi nyeri adalah fokus
partikuler komponen ini.
2. Cairan dan Elektrolit, Keseimbangan Asam Basa. Keseimbangan cairan dan elektrolit
serta asam basa adalah proses yang berhubungan dengan cairan, elektrolit dan asam
basa yang diterima seluler, ekstraseluler dan intertisial serta fungsi sistem.
3. Fungsi Neurologi untuk mengontrol dan mengkoordinasikan proses perpindahan,
kesadaran dan kongnitif, dan sebagai regulasi aktifitas tubuh.
4. Endokrin merupakan proses yang berhubungan dengan sekresi hormone dan
bersamaan dengan fungsi neurologi untuk mekoordinasikan fungsi tubuh.
b. Mode Adaptasi Konsep Diri, fokus spesifiknya adalah psikologi dan spiritual pada manusia
sebagai sistem. Konsep diri merupakan bentuk dari reasksi persepsi internal dan persepsi
lainnya. Konsep diri terdiri dari Physical Self didalamnya terdapat Body Sensation dan
Body Image, dan Personal Self didalamnya terdapat Self Consistency, Self Ideal, dan
moral-ethic-spiritual. Body Sensasion yaitu bagaimana seseorang merasakan keadaan
fisik dirinya sendiri. Body Image yaitu bagaimana seseorang memandang fisiknya sendiri.
Self Consistency yaitu bagai mana upaya seseorang untuk memelihara dirinya sendiri dan
menghindari dari ketidak seimbangan. Self Ideal hubungannya dengan apa yang harus
dilakukan dan moral-ethic-spiritual yaitu keyakinan seseorang dan evaluasi diri (Roy,
2009; Tomey &Aligood, 2010).
c. Mode fungsi peran adalah satu dari dua mode sosial dan foskus terhadap peran seseorang
dalam masyarakat. Fungsi peran merupakan proses penyesuaina yang berhubungan
dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam
berhubungan dengan orang lain. Peran dibagi menjadi peran primer, sekunder dan tertier.
Peran primer yaitu peran yang ditentukan oleh jenis kelamin, usia dan tahapan tumbuh
kembang. Peran sekunder yaitu peran yang harus diselesikan oleh tugas peran primer.
Peran tertier merupakan cara individu menemukan harapan dari peran mereka (Roy,
2009; Tomey &Aligood, 2010).
d. Mode adaptasi Interdependensi, berfokus pada hubungan seseorang dengan orang lain.
Hubungan interdependensi di dalamnya mempunyai keinginan dan kemampuan memberi
dan menerima semua aspek seperti cinta, hormat, nilai, rasa memiliki, waktu dan bakat
(Roy, 2009; Tomey &Aligood, 2010).
Menurut Roy (2009), elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama,
pengkajian tingkat kedua, diagnosis keperawatan, penentuan tujuan, intervensi, dan evaluasi.
Dalam praktik keperawatan, penerapan konsep holistik pada proses asuhan keperawatan
melalui pendekatan model adaptasi Roy dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pengkajian perilaku
Pengkajian perilaku adalah tahap pertama dimana perawat berfokus pada sekumpulan
tingkah laku sebagai sistem adaptasi yang berhubungan dengan empat model adaptasi;
yaitu: fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interpedensi melalui pendekatan sistem dan
memandang manusia sebagai mahluk bio-psiko-sosial secara utuh (holistik). Pengkajian
perilaku ini dapat dilakukan dengan cara observasi dan non observasi (Roy,2009).
b. Pengkajian stimulus
Pada pengkajian tahap dua ini perawat menganalisis kegawatan dan gambaran tingkah laku
klien, baik pada individu, keluarga maupun masyarakat secara menyeluruh terkait dengan
kognator; yaitu proses pikir individu (psiko-sosial) dan regulator yaitu proses fisiologi
tubuh (biologi). Kemudian diidentifikasi sebagai respons yang adaptif atau maladaptif
setelah diberi dorongan oleh perawat. Perawat mengumpulkan data stimulus yang menjadi
penyebab (etiologi), baik stimulus fokal, konstektual maupun residual yang juga terkait
dengan empat model adaptasi; yaitu: fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
interdependensi. Stimulus biasanya dipengaruhi oleh budaya, sosial ekonomi, etnis,
kepercayaan, partisipasi keluarga, tahap tumbuh kembang, integritas mode adaptasi,
tahapan adapatasi, kognitif, dan lingkungan seperti manajemen obat, alkohol dan kebijakan
(Roy, 2009)