Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori

1. Hakikat Deiksis

a. Pengertian Deiksis

Menurut Cummings (2005:34-35) deiksis adalah konsep

penting di bidang pragmatik menguraikan entitas-entitas yang

terdapat dalam konteks spasiotemporal, linguistik atau sosial yang

lebih luas dari suatu ujaran. Pembahasan yang luas mengenai istilah

ini dilakukan dalam karya itu, sebagian bisa diperlihatkan dalam

konteks. Pendapat di atas berbeda dengan Yule

Menurut Yule (2006:13) Deiksis adalah istilah teknis (dari

bahasa Yunani) untuk satu hal mendasar yang kita lakukan dengan

tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa bentuk

linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut

ungkapan deiksis. Ketika Anda menunjuk objek asing dan bertanya,

“Apa itu?”. Anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk

menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-

ungkapan deiksis kadang-kadang juga disebut indeksikal. Ungkapan-

ungkapan itu berada di antara bentuk-bentuk awal yang dituturkan

oleh anak-anak yang masih kecil dan dapat digunakan untuk

menunjuk orang dengan deiksis persona (‘ku’,’mu’), atau untuk

menunjuk tempat dengan deiksis spasial (‘di sini’,’di sana’), atau

9
10

untuk menunjuk waktu dengan deiksis temporal

(‘sekarang’,’kemudian). Untuk menafsirkan deiksis-deiksis, semua

ungkapan bergantung pada penafsiran penutur dan pendengar dalam

konteks yang sama.

Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa

deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur,

yang dibedakan secara mendasar antara ungkapan-ungkapan deiksis

yang dekat penutur dan jauh dari penutur.

Menurut Mey (dalam Nadar 2009:54) kata deiksis berasal

dari kata Yunani deiktikos yang berarti “hal penunjukan secara

langsung”. Sebuah kata dikatakan deiktis apabila referennya

berpindah-pindah atau berganti-ganti, bergantung pada saat dan

tempat dituturkannya. Seorang penutur yang berbicara dengan lawan

tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik

pada orang, waktu maupun tempat.

Kata-kata yang lazim disebut dengan deiksis tersebut

berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu

interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan

bergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh

seorang penutur.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa di

dalam deiksis seorang penutur dapat berbicara dengan lawan

tuturnya dengan menggunakan kata yang ditunjuk baik pada orang,


11

tempat maupun waktu di dalam berinteraksi antara penutur dan

lawan tuturnya bergantung pada pemahaman deiksis yang digunakan

oleh seorang penutur.

b. Jenis Deiksis

1. Deiksis Persona

Menurut Yule (2006:15), perbedaan yang dijelaskan tadi

melibatkan deiksis persona, dengan menyebut penutur (‘saya’)

dan lawan tutur (‘kamu’). Kesederhanaan bentuk-bentuk ini

menyembunyikan kerumitan pemakaiannya. Untuk mempelajari

ungkapan-ungkapan deiksis, kita harus menemukan pergantian

percakapan setiap orang dalam kedudukannya sebagai ‘saya’

menjadi ‘kamu’ secara konstan. Semua anak kecil mengalami

sebuah tahapan dalam proses belajar mereka, ketika perbedaan

ini tampak bermasalah dan mereka mengatakan sesuatu seperti

‘bacalah kamu suatu cerita’ (sebagai ganti ‘saya’) sambil

menyerahkan sebuah buku kesukaannya.

Deiksis persona menerapkan tiga pembagian dasar, yang

dicontohkan dengan kata ganti orang pertama (“saya”), orang

kedua (“kamu”), dan orang ketiga (“dia laki-laki”,”dia

perempuan”, atau “dia barang/sesuatu”). Dalam beberapa bahasa

kategori deiksis penutur, kategori deiksis lawan tutur dan

kategori deiksis lainnya diuraikan panjang lebar dengan tanda

status sosial kekerabatan (contohnya, lawan tutur dengan status


12

sosial lebih tinggi dibandingkan dengan lawan tutur yang status

sosialnya lebih rendah). Ungkapan-ungkapan yang menunjukkan

status lebih tinggi dideskripsikan sebagai sebutan kehormatan.

Dalam konteks social, pada saat individu-individu secara

khusus menandai perbedaan-perbedaan antara status sosial

penutur dan lawan tutur. Penutur yang lebih tinggi, lebih tua atau

lebih berkuasa akan cenderung menggunakan versi ‘itu’ kepada

lawan tutur yang diajak bicara dengan status lebih rendah, lebih

muda, dan lebih tidak berkuasa, dan akan disapa dengan sebutan

standar.

2. Deiksis Tempat

Menurut Yule (2006:19) konsep tentang jarak yang telah

disebutkan berhubungan erat dengan deiksis tempat, yaitu tempat

hubungan antara orang dan bendanya ditunjukkan. Untuk

perbedaan mendasar ini, bahasa Inggris kontemporer hanya

memakai dua kata keterangan ‘di sini’ dan ‘di sana’, tetapi dalam

teks-teks lama dan dalam beberapa dialek, dapat ditemukan

seperangkat ungkapan deiksis yang jauh lebih banyak. Dalam

mempertimbangkan deiksis tempat, perlu diingat bahwa tempat,

dari sudut pandang penutur, dapat ditetapkan secara mental

maupun fisik. Penutur yang jauh dari rumah mereka, akan sering

terus memakai ‘di sini’ dengan maksud lokasi rumah (jarak

fisik), seolah-olah mereka masih ada di lokasi itu. Penutur


13

tampaknya juga mampu membayangkan dirinya berada di tempat

sebelum dia berada di tempat tersebut, ‘nanti saya akan datang’

(gerakan ke arah lokasi lawan tutur).

Kata ‘di sini’ bukan merupakan lokasi fisik sebenarnya

dari ucapan kata-kata orang itu (penutur), tetapi merupakan

pengganti lokasi dari orang yang sedang menampilkan perannya

sebagai anak anjing. Deiksis tempat yang benar sesungguhnya

adalah jarak psikologis. Objek-objek kedekatan secara fisik akan

cenderung diperlakukan oleh penutur sebagai kedekatan secara

psikologis. Sesuatu yang secara fisik dan secara umum akan

diperlakukan secara psikologis (contohnya: ‘orang yang di sana

itu’). Dalam analisis ini, sepatah kata seperti ‘itu’ tidak memiliki

arti yang pasti (misalnya, dalam semantik), tetapi kata itu

‘ditanamkan’ dengan memiliki makna dalam konteks oleh

seorang penutur.

3. Deiksi Waktu

Menurut Yule (2006:22) kita sudah mengetahui

pemakaian bentuk proksimal ‘sekarang’ yang menunjukkan baik

waktu yang berkenaan dengan saat penutur berbicara maupun

saat suara penutur sedang didengar. Kebalikan dari ‘sekarang’,

ungkapan ‘pada saat itu’ mengimplikasikan baik hubungan waktu


14

lampau maupun waktu yang akan datang dengan waktu penutur

sekarang.

Perlu diperhatikan bahwa kita juga memakai sistem yang

diperinci dari referensi waktu yang bukan deiksis seperti waktu

kalender dan waktu jam, tetapi bentuk-bentuk referensi waktu ini

banyak dipelajari nanti disamping ungkapan-ungkapan deiksis

seperti ‘kemarin’,’besok,’hari ini’,’nanti malam’,’pekan

depan’,’pekan yang lalu,’pekan ini’. Semua ungkapan ini

bergantung pada pemahaman mereka tentang pengetahuan waktu

tuturan yang relevan. Landasan psikologis dari deiksis waktu,

tampaknya sama dengan landasan psikologis deiksis tempat. Kita

dapat memperlakukan kejadian-kejadian waktu sebagai objek

yang bergerak ke dalam pandangan atau bergerak menjauh dari

kita. Dalam waktu yang dekat atau waktu yang hampir tiba

sebagai kedekatan terhadap waktu tuturan dengan menggunakan

deiksis maksimal “ini”, seperti dalam akhir pekan ini’ atau ‘hari

kamis yang akan datang’. Waktu sekarang adalah bentuk

proksimal dan waktu lampau adalah bentuk distal sesuatu yang

terjadi/berlangsung di waktu lampau, diperlakukan secara khusus

yang jauh dari situasi arah penutur, seperti:

a) Saya bisa berenang ketika masih kanak-kanak.

b) Saya mungkin berada di Hawaii andaikan saya mempunyai

uang banyak.
15

Waktu lampau selalu dipakai dalam klausa-klausa yang

menandai kejadian-kejadian yang disajikan oleh penutur

seperti tidak ada kedekatan dengan kenyataan waktu

sekarang, seperti:

a) Andaikan saya punya kapal pesiar…

b) Andaikata saya kaya, …

Tidak satu pun gagasan-gagasan yang diperlakukan seperti

telah terjadi di waktu lampau. Gagasan-gagasan itu disajikan

sebagai jarak secara deiktis dari situasi penutur yang sedang

berlangsung. Memang terlalu jauh bahwa sebenarnya, mereka

menyampaikan yang negatif (kita menyimpulkan bahwa

penutur tidak memiliki kapal pesiar dan tidak kaya). Dalam

deiksis waktu, bentuk jauh atau dekat dapat dipakai tidak

hanya untuk menyampaikan jarak waktu kejadiannya, tetapi

juga jarak kenyataan atau fakta kejadiannya.

4. Deiksis dan Tata Bahasa

Menurut Yule (2006: 22), perbedaan pokok yang

disajikan

sejauh ini mengenai deiksis orang, pertama (ruang), dan

waktu, semuanya dapat dilihat pada pekerjaan dari salah satu

perbedaan-perbedaan struktural yang paling umum yang

dibuat dalam tata bahasa Indonesia yaitu antara kalimat


16

langsung dan tidak langsung. Seperti telah diterangkan,

ungkapan-ungkapan deiksis untuk orang (‘kamu’), tempat

(‘di sini’), dan waktu (‘malam ini’) semuanya dapat dipakai

dalam konteks yang sama seperti penutur yang menuturkan.

a) Apakah anda merencanakan untuk berada di sini malam

ini).

b) Saya bertanya kepadanya apakah dia merencanakan untuk

berada di sana malam itu).

Jika konteksnya berganti, seperti contoh dalam (a), menjadi

konteks yang saya laporkan sebagai tuturan sebelumnya.

Lalu, tuturan sebelumnya ditandai secara deiktis karena

hubungan dengan keadaan pertanyaan. Perhatikan bahwa

bentuk proksimal yang disajikan dalam (a) tidak berganti

menjadi bentuk distal yang cocok dalam (b). Bentuk-bentuk

deiksis dari suatu kalimat langsung secara dramatis

menyampaikan makna dari keberadaan dalam konteks yang

sama seperti tuturan.

Tentunya bahwa ungkapan-ungkapan deiksis

semuanya ditemukan dalam pragmatik, penafsiran

bergantung pada konteks, maksud penutur, dan ungkapan-

ungkapan itu mengungkapkan jarak hubungan kecil dan

rentangan yang sangat luas dari kemungkinan pemakainya.


17

5. Contoh Deiksis

Menurut Purwo (dalam Nadar 2009:58) bahwa di dalam

deiksis ada contoh-contoh deiksis persona, deiksis tempat, dan

deiksis waktu, contoh-contohnya sebagai berikut:

Deiksis persona:

Persona pertama aku, daku, saya (bentuk bebas) Ku (bentuk

terikat lekat kiri) – ku (bentuk terikat kanan)

Persona kedua engkau, kau, dikau, kamu, anda (bentuk bebas)

Kau (bentuk terikat lekat kiri) – mu (bentuk terikat lekat kanan)

Persona ketiga ia, dia, beliau (bentuk bebas) – nya (bentuk

terikat lekat kanan)

Persona pertama dan kedua = (kita)

Persona pertama jamak = (kami)

Persona kedua jamak = kamu (sekalian) (bentuk bebas)

Persona ketiga jamak = mereka

Deiksis tempat:

Lokatif: sini, situ, sana

Demonstratif: ini, itu, begini, begitu


18

Temporal: kini, dini

Deiksis waktu:

Minggu yang lalu minggu ini

hari kamis yang lalu hari Kamis ini

Bulan yang lalu bulan ini

bulan April yang lalu bulan April ini

Tahun yang lalu tahun ini

tahun 2000 yang lalu tahun 2016 ini

Kemarin dulu, kemarin, sekarang, besok, lusa,

lusa, dulu, tadi, sekarang, nanti, kelak.

2. Hakikat Pragmatik

a) Pengertian Pragmatik

Menurut Wijana 2010:8), pragmatik merupakan bagian dari

ilmu tanda kaitannya dengan ilmu bahasa. Semiotika atau seniotik

memiliki tiga cabang yakni sintaktika, semantik, dan pragmatik.

Sintaktika mempelajari hubungan formal tanda-tanda. Semantik

mempelajari hubungan antara tanda dengan penafsirannya. Pragmatik

mengkaji hubungan antara tanda dan penafsir. Tanda-tanda yang

dimaksud di sini adalah tanda bahasa bukan yang lain. Berdasarkan


19

teori di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik di dasari atas sebuah

sistem yang disebut tanda. Tanda inilah yang akan disusun sebagai

penunjuk sebuah penafsiran makna.

Menurut Wijana (2010:6), pragmatik merupakan cabang

ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini walaupun

pada kira-kira dua dasawarsa silam ilmu ini jarang atau hampir tidak

pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh sadarnya

para linguis bahwa upaya menguak hakikat bahasa tidak akan

membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap

pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu bahasa harus

dilandasi dengan pragmatik karena pragmatik menggunakan konteks

dan makna di dalam bahasa yang digunakan oleh penutur. Menurut.

Muhadjir (2014:245), semantik berkaitan dengan makna

kata dan kalimat, sedangkan pragmatik berhubungan dengan maksud

ujaran. Pragmatik menyangkut makna dengan pihak-pihak penutur

(interlocutors), yakni penutur dan mitra tutur. Sementara semantik

berfokus kepada ekspresi linguistik. Pragmatik telaah bagaimana

pendengar menambahkan informasi kontekstual kepada struktur

semantik dan bagaimana cabang ilmu menarik dari apa yang

dikatakan lawan bicara.


20

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa

semantik dan pragmatik berkaitan karena cabang-cabang ilmu bahasa

yang menelaah makna-makna satuan lingual, hanya semantik yang

mempelajari makna secara internal dan pragmatik mempelajari makna

secara eksternal. Menurut Yule (2006: 3) pragmatik adalah studi

tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan

ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca akibatnya studi ini lebih

banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan

orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari

kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.

Pragmatik menjelaskan tentang makna kontekstual dalam

pendekatan perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat

menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada

suatu interpretasi makna yang dimaksud oleh penutur. Sesuatu yang

tidak dikatakan ternyata menjadi bagian dari yang dituturkannya.

Dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi

mereka, maksud dan tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan yang

diperlihatkan ketika sedang berbicara. Berdasarkan teori di atas dapat

disimpulkan bahwa pragmatik menarik karena melibatkan bagaimana

orang saling memahami satu sama lain secara linguistik, tetapi

pragmatik juga merupakan ruang lingkup studi yang mengharuskan

untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka.

Menurut Jucker (dalam Dardowidjojo 2005:26) pragmatik bukanlah


21

salah satu komponen dalam bahasa yang memberikan perspektif

kepada bahasa. Karena pragmatik menyangkut makna seringkali ilmu

ini dikacaukan dengan ilmu makna, semantik. Perkembangan kedua

ilmu ini bahkan telah menimbulkan semacam teritori karena satu

dianggap telah memasuki teritori yang lain. Sementara itu, pragmatik

merujuk kajian makna dalam interaksi antara seorang penutur dengan

penutur lainnya. Dalam pragmatik mencakup penggunaan bahasa

dalam interaksi, yaitu makna pragmatik memerhatikan aspek-aspek

lain dalam komunikasi seperti pengetahuan dunia, hubungan antara

pembicara dengan pendengar atau orang ketiga dan macam-macam

tindak ujaran dalam kalimat. Berdasarkan teori di atas dapat

disimpulkan bahwa pragmatik memang merupakan bagian yang

penting dalam komunikasi tetapi tidak merupakan salah satu

komponen dalam bahasa dan memberikan aturan yang membimbing

penutur untuk berbahasa yang layak.

Menurut Leech (dalam Nadar 2009:6) konteks sangat

penting dalam kajian pragmatik yang didefinisikan sebagai

pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga

lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud

oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu. Dengan demikian,

konteks adalah hal-hal yang secara fisik dan sosial sebuah tuturan

ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh

penutur dan lawan tutur yang membantu menafsirkan makna tuturan.


22

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah makna

pragmatik sangatlah penting bagi penutur maupun lawan penutur

karena makna yang disampaikan berkaitan dengan lingkungan fisik

dan sosial.

Menurut Tarigan (1993:34) pragmatik merupakan bagian

dari performansi linguistik. Pengetahuan mengenai dunia adalah

bagian dari konteks, pragmatik mencangkup bagaimana cara pemakai

bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterprestasikan

ucapan-ucapan. Para pembaca kerap kali membuat asumsi-asumsi

secara mudah mengenai dunia nyata dan sesuatu ucapan bergantung

pada asumsi oleh para linguis dengan perkiraan. Berdasarakan teori di

atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan suatu kajian ilmu

linguistik yang mengkaji tentang makna dalam suatu ujaran. Dalam

pragmatik terdapat banyak kata yang seluruh referensinya bersandar

pada keadaan-keadaan ucapan yang dapat dipahami bila seseorang

mengenal, memahami situasi, dan kondisi tersebut. Menurut Lubis

(2015:22) setiap pendekatan analisis dalam linguistik yang meliputi

pertimbangan konteks termasuk ke dalam bidang studi bahasa yang

disebut pragmatik. Analisis wacana sudah tentu melibatkan analisis

sintaksis dan semantik, tetapi yang terpenting adalah analisis secara

pragmatik. Dalam analisis pragmatik berhubungan dengan apa yang

dilakukan oleh pemakai bahasa dan menerangkan ciri-ciri linguistik di

dalam wacana. Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa


23

mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan pragmatik, yaitu

penganalisisan bahasa dengan pertimbangan-pertimbangan konteks

dalam analisis wacana di samping memerhatikan sintaksis, semantik,

dan pragmatik lebih dipertimbangkan.

3. Hakikat Media Massa

a. Pengertian media massa

Menurut Rahardi (2006:8) media massa atau kadang

kadang hanya disebut media adalah peralatan (sarana) untuk

menyebarkan informasi ke masyarakat. Media massa ada yang

bersifat komersial (dijual dan menerima iklan), ada pula yang

bersifat nonkomersial dan dibiayai oleh lembaga

penyelenggaranya. Biasanya, media massa nonkomersial

diselenggarakan oleh lembaga-lembaga kenegaraan, keagamaan,

pemerhatian lingkungan, sosial kemasyarakatan, atau sebagai alat

promosi bagi perusahaan besar. Yang terkait dengan media

massa, adalah media massa cetak, radio, televisi, dan kantor

berita. Film, dan multimedia kurang terkait dengan kerja media

massa secara langsung. Yang dikategorikan sebagai media massa

cetak, adalah koran, tabloid, majalah, buletin, jurnal, dan news

letter.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa

media massa merupakan media yang berperan sebagai sarana

untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat dan


24

mengembangkan kehidupan sosial-ekonomi dalam politik

masyarakat. Menurut Effendy (dalam Ardianto dkk, 2007:20)

komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan

makna mengenai apa yang dipercakapan. Kesamaan bahasa yang

dipergunakan dalam percakapan belum tentu menimbulkan

kesamaan makna. Menurut Sobur (2001:31) alat untuk

menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang

banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai

institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain karena

media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas

suatu ide atau gagasan dan bahkan suatu kepentingan atau citra ia

representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang

lebih empiris. Media massa dapat memberikan pengaruh-

pengaruh positif dan negatif yang sangat bersifat relatif,

bergantung pada dimensi kepentingan yang diwakili. Bahkan,

media massa dipandang sebagai faktor yang paling menentukan

proses perubahan sosial-budaya dan politik.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa

media massa merupakan sebuah kekuatan yang sangat

diperhitungkan bagi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan

politik. Dalam konteks media massa, peran sebagai institusi yang

dapat membentuk opini publik.


25

Menurut Sumadiria (2005:4) media massa cetak dipengaruhi oleh

dua faktor, yaitu faktor verbal dan visual. Verbal, sangat

menekankan pada kemampuan kita memilih dan menyusun kata

dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan

komunikatif. Visual, menunjuk pada kemampuan kita dalam

menata, menempatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang

menyangkut segi perwajahan. Materi berita yang ingin kita

sampaikan kepada pembaca memang merupakan hal yang sangat

penting. Namun, bila berita tersebut tidak ditempatkan dengan

baik dampaknya akan buruk. Hal inilah yang harus diperhatikan

bagian desain visual, tata letak, atau perwajahan.

Dalam media setiap informasi yang disajikan kepada

khalayak, harus benar tetapi harus jelas dan akurat, melainkan juga

harus menarik, membangkitkan minat dan selera baca (surat kabar

dan majalah), selera dengar (radio siaran), dan selera menonton

(televisi). Inilah antara lain yang membedakan karya jurnalistik dan

karya lainnya seperti karya ilmiah. Berdasarkan teori di atas dapat

disimpulkan bahwa dalam media massa ada dua faktor verbal dan

visual yang sangat memerhatikan kalimat dan paragraf yang ada di

setiap tulisan untuk disampaikan kepada pembaca agar berita yang

di sampaikan bermanfaat dan sangat penting. Menurut Yunus

(2010:27) Media massa dapat diartikan sebagai segala bentuk

media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan


26

mempublikasikan berita kepada publik atau masyarakat. Bentuk

media atau sarana jurnalistik yang kini dikenal terdiri atas media

cetak, media elektronik, dan media online. Media massa dalam

konteks jurnalistik pada dasarnya harus dibatasi pada ketiga jenis

media tersebut sehingga dapat dibedakan dengan bentuk media

komunikasi yang bersifat massal, tetapi tidak memiliki kaitan

dengan aktivitas jurnalistik. Berdasarkan teori di atas dapat

disimpulkan bahwa hal yang patut dipahami bahwa hampir seluruh

aktivitas kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari

keberadaan media massa dan tiada hari tanpa berita karena media

massa sebagai bacaan masyarakat atau publik

b. Fungsi Media Massa

Menurut Ardianto dkk. (2007:111) media massa dalam

masa ordebaru memunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan

pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia. Dari

empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan, dan

persuasif), fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah

informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca

surat kabar, yaitu keingintahuan setiap peristiwa yang terjadi di

sekitarnya. Namun demikian, fungsi hiburan surat kabar pun tidak

terabaikan karena tersedianya rubrik artikel ringan, feature (laporan

perjalanan, laporan tentang profil sesorang yang unik), rubrik cerita

bergambar atau komik, serta cerita bersambung. Begitu pula dengan


27

fungsinya mendidik dan memengaruhi akan ditemukan pada artikel

ilmiah, tajuk rencana atau editorial dan rubrik opini. Fungsi pers,

khususnya surat kabar pada perkembangannya bertambah, yakni

sebagai alat kontrol sosial yang konstruktif.

c. Karakter Surat Kabar

1. Publisitas

Menurut Effendy (dalam Ardianto dkk, 2007:112)

Publisitas atau publicity adalah penyebaran pada publik atau

khalayak.

Salah satu karakteristik komunikasi massa adalah pesan yang

dapat diterima oleh sebanyak-banyaknya khalayak yang tersebar di

berbagai tempat, karena pesan tersebut penting untuk diketahui

umum, atau menarik bagi khalayak pada umumnya. Dengan

demikian, semua aktivitas manusia yang menyangkut kepentingan

umum dan menarik untuk umum adalah layak untuk

disebarluaskan. Pesan-pesan melalui surat kabar harus memenuhi

kriteria tersebut.

2. Periodisasi

Periodisasi menunjuk pada keteraturan terbitnya, bisa

harian, mingguan, atau dwimingguan.


28

Sifat periodisasi sangat penting dimiliki media massa, khususnya

surat kabar. Kebutuhan manusia akan informasi sama halnya

dengan kebutuhan manusia akan makan, minum, dan pakaian.

Setiap hari manusia akan membutuhkan informasi. Bagi penerbit

surat kabar, selama ada dana dan tenaga yang terampil, tidaklah

sulit untuk menerbitkan surat kabar secara periodik. Di sekeliling

kita banyak sekali fakta serta peristiwa yang dapat dijadikan berita

dalam surat kabar. Selagi ada kehidupan, selama itu pula surat

kabar terbit.

3. Keuniversalan

Keuniversalan menunjuk pada kesemestaan isinya, yang

beraneka ragam dan dari seluruh dunia. Dengan demikian, isi surat

kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, seperti masalah

sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, keamanan, dan lain-

lain. Selain itu, lingkup kegiatannya bersifat lokal, regional,

nasional, bahkan internasional. Jadi, apabila ada penerbitan yang

hanya memuat atau berisi salah satu aspek saja, maka penerbitan

tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai surat kabar.

4. Keaktualan

Keaktualan menurut asal katanya, berarti “kini” dan

“keadaan sebenarnya”. Kedua istilah tersebut erat kaitannya

dengan berita, karena definisi berita adalah laporan tercepat


29

mengenai fakta-fakta atau opini yang penting atau menarik minat,

atau kedua-duanya bagi sejumlah besar orang.

Laporan tercepat menunjuk pada “kekinian” atau terbaru dan masih

hangat. Fakta dan peristiwa peting atau menarik tiap hari berganti

dan perlu untuk dilaporkan, karena khalayak pun memerlukan

informasi yang paling baru. Hal ini dilakukan oleh surat kabar,

karena surat kabar sebagian besar memuat berbagai jenis berita.

5. Terdokumentasi

Dari berbagai fakta yang disajikan, surat kabar dalam

bentuk berita atau artikel, dapat dipastikan ada beberapa di

antaranya yang oleh pihak-pihak tertentu dianggap penting untuk

diarsipkan atau dibuat klipping. Misalnya, karena berita tersebut

berkaitan dengan instansinya, atau artikel itu bermanfaat untuk

menambah pengetahuannya. Untuk menyerap isi surat kabar,

pembaca dituntut untuk bisa membaca serta memiliki kemampuan

intelektualitas tertentu. Khalayaknya yang buta huruf tidak dapat

menerima pesan surat kabar. Bagi mereka yang berpendidikan

rendah pun mungkin akan kesulitan membaca surat kabar, karena

banyak istilah dari berbagai bidang yang tidak dapat mereka

pahami. Tidak demikian halnya dengan radio atau siaran televisi.

Khalayak radio dan siaran televisi tidak terbatas, yang buta huruf

dan yang berpendidikan rendah dapat menerima pesan-pesan meski

tidak semuanya.
30

d. Kategori Surat Kabar

Surat kabar dapat dikelompokkan pada berbagai kategori.

Dilihat dari ruang lingkupnya, maka kategorisasinya adalah surat kabar

lokal, regional, dan nasional. Ditinjau dari bentuknya, ada bentuk surat

kabar biasa dan tabloid. Dilihat dari bahasa yang digunakan, ada surat

kabar berbahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa daerah.

Surat kabar nasional, di antaranya Kompas, Tempo, Suara Pembaruan,

Media Indonesia, Republika, Suara Karya. Surat kabar regional, di

antaranya Pikiran Rakyat (Jawa Barat), Jawa Pos dan Surabaya Pos

(Jawa Timur), Suara Merdeka (Jawa Tengah), Waspada (Sumatera

Utara), Bali Pos (Bali). Surat kabar lokal, di antaranya adalah Tribun

Jabar (Bandung,Jabar), Pos Kota (Jakarta), Kedaulatan Rakyat

(Yogyakarta). Surat kabar bentuk tabloid, adalah Bintang, Citra, Nova,

Wanita Indonesia, Bola, GO (Gema Olahraga). Surat kabar berbahasa

Inggris, di antaranya The Jakarta Post.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu terkait dengan

penelitian ini diperoleh hasil penelitian yang relevan sebagai berikut:

1. Nama : Muhammad Subhi

NPM : 201021500154
31

Judul Skripsi : Deiksis Pada Rubrik Soccer Kompas Gramedia

Edisi 19 Oktober 2013.

Simpulan : Deiksis persona dan deiksis waktu merupakan

deiksis yang sering muncul dalam Rubrik Soccer

Edisi 19 Oktober 2013 begitu juga dengan deiksis

tempat dan sosial semuanya berhubungan dengan

pesepak bola yang digambarkan oleh rubrik

Soccer. Penelitian pada Rubrik Soccer Edisi 19

Oktober 2013 bagaimanapun juga untuk

mendapatkan makna yang sebenarnya pada setiap

wacana perlu dilakukan pendekatan secara

pragmatik yaitu konteks ujaran yang mempengaruhi

wacana tersebut, seperti: apa, siapa, kapan, dimana,

dan apa yang di bicarakan.

2. Nama : Fatmatur Rochmah

NPM : 200921500424

Judul Sripsi : Analisis Deiksis pada Karangan Deskriptif Siswa

Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Al-

Muhtadin Depok

Simpulan : Setelah dilakukan analisis pada karangan deskripsi

yang dibuatnya, ternyata siswa sudah cukup

memahami tentang deiksis. Hal ini terlihat dari

karangannya yang sudah banyak menggunakan kata


32

berdeiksis, meskipun keefektifan kalimatnya masih

kurang tepat. Dalam membuat karangan deskripsi,

ternyata sebagian besar siswa masih kurang

memahami tentang karangan deskripsi itu sendiri.

Hal ini terlihat dari hasil karangannya yang

sebagian besar masih merupakan cerita.

C. Kerangka Berpikir

Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi bagi manusia,

karena dengan bahasa manusia dapat mengetahui informasi yang dibutuhkan

dan dapat menyampaikan ide atau gagasan. Oleh karena itu, manusia harus

mampu menguasai bahasa dan elemen-elemennya, seperti kosakata,

struktur, dan lain sebagainya. Bahasa muncul dan berkembang karena

interaksi antarindividu dalam suatu masyarakat. Sehubungan dengan peran

penting, bahasa sebagai bagian dari komunikasi dalam kehidupan manusia.

Peranan penting bahasa bagi manusia sebagai media untuk mengekspresikan

diri, perasaan, pikiran, keinginan serta kebutuhan, baik sebagai makhluk

pribadi maupun sosial, serta sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial antar

manusia dalam mengembangkan peradaban. Seperti pengajaran bahasa

Indonesia menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan oleh satuan

pendidikan di negara ini, karena bahasa merupakan salah satu faktor

penting. Deiksis berhubungan dengan hierarki penyambungan dalam frasa

nominal dan non-nominal. Kata deiksis dijelaskan sebagai pronomina yang


33

referennya bergantung dari identitas penutur, deiksis perlu diteliti dengan

cara yang lebih menyeluruh. Di dalam konteks yang lebih luas ini, istilah

deiksis yaitu semantik yang berakar pada identitas penutur. Semantik itu

dapat bersifat gramatikal, dapat bersifat leksikal, bila leksikal daapat

menyangkut sematik semata-mata dapat juga menyangkut referensi.

Referensial dapat dibagi antara yang deiksis dan yang bukan

deiksis sebagian besar dari unsur yang mengandung arti adalah bukan

deiksis dan referennya tidak berpindah-pindah menurut siapa yang

mengutarakan tuturan yang mengandung unsur yang bersangkutan. Dalam

pragmatik mencakup penggunaan bahasa dalam interaksi makna pragmatik

memerhatikan pula aspek-aspek lain dalam komunikasi seperti pengetahuan

dunia, hubungan antara pembicara dengan pendengar atau orang ketiga dan

macam-macam tindak ujaran dalam kalimat. Media massa merupakan salah

satu bentuk kemajuan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi.

Setiap individu mempunyai perbedaan pola pikir, perbedaan sifat yang

berdampak terhadap sikap, hubungan sosial sehari-hari dan perbedaan

budaya.

Perubahan sosial di masyarakat sangat berorientasi untuk

meninggalkan unsur-unsur yang harus ditinggalkan karena nilai-nilainya

pada masa lampau. Media massa telah membawa masyarakat masuk pada

budaya yang baru dan mulai menentukan pola pikir serta perilaku

masyarakat. Perubahan pola tingkah laku yang paling terasa ialah dari aspek

gaya hidup dan aspek ini paling kelihatan dalam lingkungan generasi muda.

Anda mungkin juga menyukai