Anda di halaman 1dari 23

DIEKSIS

✢ Menurut Ahli
HAKIKAT DEIKSIS ✢ Purwo (1984:1) mengungkapkan bahwa
deiksis adalah sebuah kata, dikatakan bersifat
deiksis apabila berganti-ganti tergantung
pada siapa yang menjadi si pembicara dan
✢ Secara Umum tergantung pada saat dan tempat
Kata ‘deiksis’ berasal dari dituturkannya kata itu, misalnya: kata saya,
sini, sekarang.
bahasa Yunani “deiktikos” yang
memiliki arti “penunjukan ✢ Lyons (1995:270) memberi pengertian
secara langsung”. bahwa deiksis berasal dari kata Yunani yang
berarti “menunjuk” atau “menunjukkan” hal
Deiksis merupakan salah satu bagian ini telah menjadi istilah teknis dalam teori
dari ilmu pragmatik yang membahas tata bahasa, untuk menangani ciri-ciri
tentang ungkapan atau konteks yang “penentuan” bahasa yang berhubungan
ada dalam sebuah kalimat. Dieksis dengan watak dan tempat ujaran.
menjadi cara merujuk pada suatu hal ✢ Verhaar (2006: 397), deiksis adalah
yang berkaitan dengan konteks semantik (di dalam tuturan tertentu) yang
penutur berakar pada identitas penutur. Semantik itu
dapat bersifat gramatikal, dapat pula bersifat
leksikal. Hal yang diacu merupakan akar
referensi sehingga perlu diketahui identitas. 2
JENIS-JENIS
DIEKSIS
1. Deiksis perorangan (person deixis).
Sudaryat (2009: 123) memberikan contoh pemakaian deiksis
persona dalam wacana berikut ini.
Deiksis perorangan menunjuk peran
dari partisipan dalam peristiwa Ajat, Angga, dan Faris sedang duduk-duduk di
percakapan misalnya pembicara, yang beranda depan rumah Pak Dadi. Mereka sedang
dibicarakan, dan istilah persona berasal asyik berbincangbincang. Sebenarnya, mereka
dari kata Latin persona sebagai sedang menanti saya dan Galih, untuk belajar
terjemahan dari kata Yunani “prosop bersama-sama. Saya tiba dan menyapa mereka
on” yang artinya “top eng” (topeng dengan ucapan selamat sore. Galih belum juga tiba.
yang dipakai seorang pemain Mungkin dia terlambat datang.
sandiwara), berarti juga peranan atau Dalam wacana di atas, kata mereka merupakan kata ganti
watak yang dibawakan oleh pemain orang ketiga jamak dan merupakan deiksis persona yang
drama, (Purwo, 2001:1). Deiksis mengacu atau menunjuk pada Ajat, Angga, dan Faris.
persona ditentukan oleh peran peserta Sedangkan kata saya adalah kata ganti orang pertama
dalam peristiwa bahasa. tunggal yang mengacu kepada penulis. Selanjutnya, kata dia
merupakan persona ketiga tunggal yang menunjuk pada
Galih.
4
Macam-macam deiksis persona terwujud dalam kata
ganti persona sebagai berikut
Kata Ganti Persona
Pertama. Kata Persona Orang Kata Ganti Orang Ketiga.
Aku: biasanya digunakan Kedua. Ia: Ia hanya sekedar teman
dalam konteks informal. Engkau: Engkau yang biasa bagiku, jadi jangan salah
Contoh: Aku melihat Andi hadir tanpa penerimaan. paham.
sedang duduk di depan kelas Anda: Mohon maaf, saya Dia: Dia menangis saat
tadi. tidak sependapat dengan mendengar cerita itu.
Daku: biasa digunakan dalam anda. Beliau: Beliau lahir pada
konteks karya sastra. Contoh: Kau: Jika kau butuh tanggal 21 April 1927 .
Beri daku sepotong daging bantuan, datanglah kemari! Mereka: Mereka dipanggil
bakar, lenguh kerbau dan sapi kepala sekolah akibat
malam hari. Kamu: Jangan lupa, besok
kamu piket! membolos.
Saya: biasa dipakai dalam –nya: Buku itu miliknya,
konteks formal. Contoh: Maaf Dikau: Dikau serupa
pelangi yang datang setelah tolong kembalikan!
Bu, tadi Saya ke perpustakaan
kegelapan.
dulu, jadi telat. 5
2. Deiksis tempat atau ruang (place deixis).
Deiksis yang menunjuk pada lokasi, dalam
bahasa Inggris ada kata keterangan tempat
here dan there. Cahyono (2002:218) memberi Sudaryat (2009:123) memberikan contoh
pengertian deiksis tempat ialah pemberian deiksis tempat dalam kalimat berikut ini.
bentuk pada lokasi menurut peserta dalam “Silakan Bapak dan Ibu duduk di sini, “kata
peristiwa bahasa. lelaki tua kepada suami istri yang masuk dari
Deiksis tempat digunakan untuk mengacu belakang.”
tempat berlangsungnya kejadian, baik dekat ✢ Dalam kalimat di atas, kata “di sini”
(proksimal), agak jauh (semi-proksimal), merupakan deiksis tempat yang mengacu
maupun jauh (distal). Sifatnya bisa statis kepada keberadaan yang maknanya dapat
maupun dinamis (Sudaryat, 2009:123). dikatakan: dekat (proksimal) dan tentu saja
sifat suatu keberadaan tersebut adalah
statis.

6
Deiksis merujuk pada beberapa penunjuk sebagai
berikut.

✢ Ini: menunjukkan tempat


yang dekat. Contoh: Ini ✢ Di: Coba cari di atas!
bagian yang paing saya ✢ Ke: kamu ke ruangan saya
sukai di rumah ini. ya!
. ✢ Dari: Adik keluar dari
✢ Itu: menunjuk pada pintu samping.
tempat yang jauh. ✢ Pada: Ia selalu berpegang
Contoh: Di depan itu teguh pada prinsipnya.
ada persimpangan,
kamu belok ke kanan!

7
3. Deiksis waktu (time deixis).

Cahyono (2002:218)
menjelaskan deiksis waktu
Deiksis yang menunjuk pada
adalah pemberian bentuk pada
satuan tempo yang ada dalam
rentang waktu seperti yang
ujaran. Disini dibedakan coding
dimaksudkan penutur dalam
time (waktu ujaran) dan receiving
peristiwa berbahasa. Deiksis
time (waktu dimana informasi
waktu mengacu ke waktu
diterima oleh audien). Penunjuk
berlangsungnya kejadian, baik
kala dan kata keterangan waktu
masa lampau, kini, maupun
(now, tomorow, next year) masuk
mendatang (Sudaryat,
dalam kategori ini.
2009:123).

8
Sudaryat (2009: 123) memberikan contoh mengenai deiksis
waktu dalam wacana berikut ini.

Dulu dia tinggal di kota. Setelah anaknya berkeluarga, dia pulang kampung.
Sekarang dia tinggal di kampung meskipun mata pencahariannya di kota.
Setiap bulannya membawa pensiunan ke kota.

✢ Dalam wacana di atas, kata dulu mengacu waktu berlangsungnya kejadian pada
masa lampau. Kata sekarang mengacu ke waktu kini, sedangkan frase setiap
bulannya mengacu ke waktu mendatang.

9
4. Deiksis wacana (discourse deixis).

Deiksis wacana adalah deiksis yang


Bentuk yang dipakai
mengacu pada acuan yang ada dalam
untuk mengungkapkan
wacana dan bersifat intratekstual
deiksis wacana itu
(Sudaryat, 2009:124)
adalah kata atau frase
Deiksis wacana mencakup anafora
ini, itu, yang terdahulu,
dan katafora. Anafora adalah
yang berikut, yang
penunjukkan kembali pada sesuatu yang
pertama disebut,
telah disebutkan sebelumnya dalam
begitulah
wacana dengan pengulangan atau
substitusi. Katafora adalah penunjukkan
ke sesuatu yang disebutkan kemudian.

10
Purwo (2001:105) memberikan contoh dua kalimat wacana deiksis wacana :

Irma baru saja datang dari Jakarta. Dia terlihat sangat letih.
Kata “dia” pada kalimat diatas menggantikan “Irma” yang telah disebutkan
terdahulu sehingga bersifat anaforis.

Gaya bicaranya yang khas, membuat Joko mudah dikenali.


Bentuk terikat “–nya” dalam kalimat tersebut bersifat kataforis karena
mengacu pada konstituen di sebelah kanannya yaitu “Joko”.

11
5. Dieksis Sosial
Deiksis sosial berhubungan dengan hubungan sosial antara partisipan, status, dan
hubungannya dengan topik wacana. Perbedaan tingkatan sosial diantaranya peserta pembicaraan
sering diwujudkan dalam pemilihan kata, ungkapan atau sistem morfologi tertentu.
Misalnya dalam bahasa Jawa terdapat sebutan terhadap orang kedua yang sekaligus menunjukkan
status sosial, yaitu kowe, sampeyan, panjenengan. Deiksis sosial memang sekaligus dapat mencakup
deiksis yang lainnya, misalnya dalam contoh di atas, deiksis sosial tersebut juga mencakup deiksis
persona.

Dalam bahasa Jawa umpamanya, memakai kata “nedo” dan kata “dahar (makan)”,
menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan
orang yang dibicarakan atau yang bersangkutan.

12
Dalam kajian pragmatik juga
dibedakan antara deiksis sejati dengan
deiksis tak sejati dan deiksis kinesik
dengan deiksis simbolik (Agustina,
1995:51).
Deiksis sejati.
✢ Deiksis sejati adalah arti dari Deiksis tak sejati.
kata atau frasa penunjuk yang ✢ Dalam deiksis tak sejati, makna
seluruhnya dapat diterangkan kata atau frasa yang dipakai
dengan konsep deiksis. Dengan dalam deiksis hanya sebagian
kata lain, kata-kata yang mengacu kepada deiksis,
dipakai sebagai penunjuk sedangkan sebagian lagi
deiksis tidak mengandung fungsinya adalah non-deiksis.
makna lain selain dari makna
deiksis itu sendiri. Kata-kata ✢ Contoh: Dia menjadi pusat
yang dipakai untuk perujuk perhatian di rumah kami.
atau penunjuk, misalnya ini, itu, ✢ Dalam kalimat di atas, kata
di sini, di situ, saya, kita, kamu, “dia” dapat berarti seseorang
dan engkau. dan dapat pula berarti binatang
✢ Contoh: Rumah ini kesayangan.
kelihatannya memang sudah
lapuk, tetapi semangat kami
tidak akan pernah lapuk tinggal
di sini.
14
Deiksis kinesik. Deiksis simbolik.
✢ Kata-kata yang digunakan ✢ Diperlukan pengetahun tentang
hanya dapat dipahami jika faktor tempat dan waktu
disertai pengamatan gerakan peristiwa berbahasa itu untuk
badan dengan pendengaran dan dapat memahami siapa dan apa
penglihatan atau rabaan. yang dimaksud kalimat itu.
✢ Contoh: Yang ini boleh kau ✢ Contoh: Saya tidak dapat pulang
ambil, tetapi yang itu jangan. ke kampung tahun ini.
✢ Frasa tahun ini, tidak dapat
dipahami hanya dengan
pendengaran dan penglihatan
atau perabaan saja, tetapi
diperlukan pemahaman waktu
ketika terjadi peristiwa
berbahasa itu.

15
BENTUK-BENTUK
DEIKSIS
Bentuk deiksis biasanya dihubungkan dengan jumlah pendukungnya.
Dari situ dapat dilihat adanya golongan deiksis yang berikut

Deiksis morfem. Deiksis kata Deiksis frasa.


Deiksis yang tidak Deiksis yang hanya Deiksis yang terdiri
berbentuk kata terdiri dari satu kata, dari dua kata atau
sebagai morfem bebas, seperti ini, sana, aku, lebih, misalnya di sini,
melainkan berbentuk begitu, ia, sekarang, esok pagi, tuan hamba,
morfem terikat, kelak, tuan, hamba. paduka tuan, pada
seperti awalan atau waktu itu, di kelak
akhiran. Misalnya, ku- kemudian hari.
(diikuti verba), -ku, -
mu,-nya (seperti dalam
miliku,
memandangmu, di
depannya).
17
Para penganut aliran pragmatik yang lebih “modern” mengemukakan
adanya pemillihan lain, yakni deiksis luar-tuturan atau luar-ujaran
atau luar-ujaran (eksofora) dan deiksis dalam-tuturan atau dalam
ujaran (endofora).

✢ Deiksis luar-tuturan. ✢ Deiksis dalam tuturan.


Deiksis luar-tuturan adalah deiksis Deiksis ini acuannya berada dalam
yang acuannya di luar teks verbal, di teks atau tuturan yang mencakupi
luar apa yang diujarkan atau anafora dan katafora. Deiksis dalam
dituturkan, berada pada konteks tuturan serupa dengan deiksis
situasi. Suatu pemahaman tuntas wacana. Deiksis anafora mengacu
terhadap sebuah teks sering tidak kepada sesuatu yang disebut; di
dimungkinkan tanpa melihat dalam teks tertulis deiksis ini
konteks tempat terjadinya teks itu. tampak mengacu kesebelah kiri atau
kebagian atas. Sebaliknya, deiksis
katafora mengacu ke acuan ke
sebelah kanan atau di bawahnya.

18
DEIKSIS
PEMBALIKAN
Deiksis Pembalikan
✢ Deiksis bersifat egosentris, berpusat kepada “saya” yaitu penutur.
Semua pengacuan atau penunjukan bertitik labuh kepada penutur.
Deiksis penunjuk ini mengacu kepada sesuatu yang dekat dengan
penutur, itu untuk sesuatu yang jauh dari penutur; sekarang
mengacu kepada waktu ketika penutur berbicara; sini mengacu
kepada tempat yang dekat dengan penutur ketika berbicara.

20
Namun, ada kenyataan bahwa pengacuan atau penunjukan
tersebut tidak bertitik labuh pada penutur, tidak bersifat
egosentris. Hal itu yang disebut sebagai pembalikan deiksis.
Pembalikan seperti ini dapat terjadi pada deiksis luar-
tuturan atau dalam tuturan. Pembalikan deiksis luar-
tuturan tampak pada percakapan lewat telepon dan dalam
surat (khususnya surat pribadi).

21
Perhatikan percakapan telepon berikut:

Ani : “Halo……. Ade, ya?”


Ade : “ He-eh. Gimana, An?”
Ani : “Baik. Gimana kamu di sini?”
Ade : “Baik juga. Cuma hujan terus. Di sini hujan juga ya?”

Dalam wacana telepon di atas kata di sini yang diujarkan Ani


mengacu kepada tempat Ade, petutur atau pendengar, dan
bukan tempat Ani, penutur. Sebaliknya, di sini yang diujarkan
Ade mengacu kepada tempat Ani, yang bukan penutur,
melainkan petutur atau pendengar. Jadi, titik labuh itu dibalik
dari penutur ke petutur.

22
TERIMA
KASIH

23

Anda mungkin juga menyukai