DEIKSIS
2
melibatkan penggunaan kata-kata atau ekspresi yang tergantung pada konteks
situasional, sehingga pemahaman terhadap pesan yang disampaikan bergantung
pada informasi dan referensi yang ada dalam situasi tersebut.
1. Deiksis Personal: Merujuk pada individu atau orang yang terlibat dalam
komunikasi. Contohnya, penggunaan kata ganti orang pertama "aku" atau "saya"
untuk merujuk pada diri sendiri, kata ganti orang kedua "kamu" atau "Anda"
untuk merujuk pada lawan bicara, dan kata ganti orang ketiga "mereka" atau
"mereka" untuk merujuk pada orang lain.
2. Deiksis Temporal: Merujuk pada waktu dalam komunikasi. Penggunaan kata-
kata seperti "sekarang", "kemarin", atau "besok" tergantung pada saat
pembicaraan dilakukan. Deiksis temporal juga melibatkan penggunaan kata
ganti seperti "hari ini" atau "minggu depan" untuk menunjukkan waktu yang
spesifik.
3. Deiksis Spatial: Merujuk pada lokasi atau tempat dalam komunikasi. Kata-kata
seperti "di sini", "di sana", atau "di tempat lain" digunakan untuk
mengindikasikan lokasi yang terkait dengan pembicaraan. Penggunaan deiksis
spatial juga dapat melibatkan penggunaan kata ganti seperti "ini" atau "itu"
untuk menunjukkan objek atau orang yang dekat atau jauh dari pembicara.
1. Roman Jakobson
3
Roman Jakobson, seorang ahli linguistik Rusia-Amerika, memainkan peran
penting dalam pengembangan teori komunikasi dan pragmatik. Dalam karyanya
yang terkenal, "Linguistics and Poetics" (1960), Jakobson membahas konsep
"deiksis poetik" yang terkait dengan penggunaan bahasa dalam puisi. Ia
menyoroti penggunaan deiksis dalam menciptakan efek estetis dan penekanan
dalam karya sastra.
2. John Lyons
John Lyons, seorang ahli linguistik Inggris, juga berkontribusi dalam
pengembangan teori deiksis. Dalam bukunya yang berjudul "Semantics" (1977),
Lyons membahas berbagai aspek pragmatik, termasuk deiksis. Ia menyajikan
analisis yang rinci tentang aspek-aspek deiksis, termasuk deiksis personal,
temporal, dan spasial.
3. Paul Grice
Paul Grice, seorang filosof dan ahli linguistik Inggris, memberikan kontribusi
yang signifikan dalam teori pragmatik. Dalam teorinya yang terkenal,
"Pragmatic Theory of Meaning" (1989), Grice mengembangkan prinsip kerja
kolaboratif dalam percakapan dan menjelaskan bagaimana konvensi deiksis
berperan dalam pengertian makna tuturan. Ia mengidentifikasi prinsip-prinsip
seperti prinsip keterkoherenan dan prinsip relevansi yang mempengaruhi
interpretasi deiksis dalam konteks komunikatif.
4. Michael Silverstein
Michael Silverstein, seorang ahli antropologi linguistik Amerika, juga memiliki
kontribusi yang signifikan dalam studi deiksis. Dalam karyanya, termasuk
"Shifters, Linguistic Categories, and Cultural Description" (1976), Silverstein
membahas pentingnya konteks sosial dan budaya dalam pemahaman deiksis. Ia
menyoroti peran identitas, kekuasaan, dan norma sosial dalam penggunaan
bahasa dan deiksis.
Penting untuk dicatat bahwa banyak ahli lainnya juga telah berkontribusi dalam
pengembangan teori deiksis, dan bidang ini terus berkembang seiring dengan
penelitian lebih lanjut dan perdebatan dalam linguistik pragmatik dan
sosiolinguistik.
4
D. JENIS-JENIS DEIKSIS
1. Deiksis Persona
Deiksis persona berkaitan dengan penunjukan orang atau pihak yang terlibat dalam
komunikasi. Ini melibatkan penggunaan kata ganti orang (pronoun) atau penamaan
orang secara spesifik. Contohnya:
2. Deiksis Temporal
3. Deiksis Spasial
Deiksis spasial berkaitan dengan penunjukan ruang atau tempat dalam ucapan. Ini
melibatkan penggunaan kata atau frasa yang merujuk pada objek atau lokasi
tertentu. Contohnya:
5
"Dia berada di dekat pintu."
4. Deiksis Demonstratif
5. Deiksis Sosial
6
BAGIAN II
PRAANGGAPAN
Namun, penting untuk dicatat bahwa konsep praanggapan juga telah dibahas
oleh para ahli lain di luar bidang linguistik, seperti dalam teori pemrosesan
informasi dan psikologi kognitif. Dalam konteks ini, teori praanggapan sering
7
dikaitkan dengan pemahaman dan interpretasi informasi, baik dalam bahasa lisan
maupun tulisan.
B. PENGERTIAN PRAANGGAPAN
Praanggapan, juga dikenal sebagai presuposisi, merujuk pada asumsi yang
terkandung dalam suatu pernyataan atau ucapan. Berikut adalah pengertian
praanggapan menurut beberapa ahli linguistik terkemuka dunia:
8
Pengertian praanggapan ini menekankan bahwa dalam komunikasi, pembicara
sering kali mengasumsikan bahwa pendengar memiliki pemahaman dan
pengetahuan tertentu sebelum mereka berbicara. Praanggapan memainkan peran
penting dalam interpretasi dan pemahaman makna dalam bahasa, karena seringkali
makna sebenarnya suatu pernyataan tidak hanya tergantung pada kata-kata yang
digunakan, tetapi juga pada praanggapan yang terkandung di dalamnya.
1. Perkembangan Awal
Pada awalnya, perhatian terhadap praanggapan dalam linguistik terfokus pada
pemahaman makna kata-kata dan frase dalam kalimat. Pada tahun 1960-an, ahli
linguistik seperti Roger Brown dan Albert Gilman mulai mengidentifikasi
praanggapan sebagai informasi yang tersirat dan dianggap diketahui oleh
pendengar. Mereka menyoroti peran praanggapan dalam pemahaman bahasa dan
membuat perbedaan antara pernyataan bersyarat (conditional statements) dan
pernyataan yang menyiratkan praanggapan.
2. Pemikiran Pragmatik
Pada tahun 1970-an, perhatian terhadap pragmatik dan konteks dalam
pemahaman bahasa semakin meningkat. Ahli linguistik seperti Paul Grice
mengembangkan Teori Relevansi yang menekankan pentingnya praanggapan
dalam komunikasi. Grice berargumen bahwa pembicara menggunakan
praanggapan secara sadar untuk mempengaruhi pemahaman pendengar. Teori
ini menyoroti asumsi pragmatik yang mendasari komunikasi dan bagaimana
praanggapan berperan dalam pengembangan makna.
9
aspek semantik dan pragmatik. Mereka mengembangkan model formal yang
memperlakukan praanggapan sebagai elemen penting dalam analisis komposisi
makna kalimat. Pendekatan ini memungkinkan penjelasan yang lebih rinci
tentang bagaimana praanggapan beroperasi dalam pemrosesan bahasa dan
mempengaruhi pemahaman.
4. Perkembangan Lanjutan
Perkembangan teori praanggapan terus berlanjut dengan kontribusi dari ahli
linguistik seperti Laurence Horn, Dan Sperber, Deirdre Wilson, dan banyak
lainnya. Mereka menggabungkan penelitian dalam linguistik, psikologi kognitif,
dan ilmu kognitif lainnya untuk memperdalam pemahaman tentang
praanggapan. Pendekatan interdisipliner ini memungkinkan analisis yang lebih
komprehensif tentang bagaimana praanggapan terbentuk, bagaimana
praanggapan berhubungan dengan aspek-aspek lain dalam pemrosesan bahasa,
dan bagaimana praanggapan dapat mempengaruhi interpretasi bahasa.
D. JENIS-JENIS PRAANGGAPAN
Terdapat beberapa jenis praanggapan dalam linguistik yang dapat ditemukan
dalam komunikasi sehari-hari. Berikut adalah beberapa jenis praanggapan yang
umum, beserta contoh-contohnya:
Contoh: "Ayahnya memiliki mobil baru." Praanggapan faktual di sini adalah bahwa
ayahnya memiliki mobil, dan pernyataan tersebut mengasumsikan kebenaran atau
keberadaan mobil tersebut.
10
Contoh: "Sarah menemukan kunci di lantai." Praanggapan rujukan dunia di sini
adalah bahwa ada kunci yang ditemukan di lantai, dan pernyataan tersebut
mengasumsikan eksistensi kunci tersebut.
Contoh: "Apakah kamu akan datang ke pesta?" "Maaf, saya sudah memiliki rencana
lain." Praanggapan implikatur percakapan di sini adalah bahwa orang tersebut
tidak akan datang ke pesta karena memiliki rencana lain, meskipun itu tidak
secara eksplisit dinyatakan.
5. Praanggapan Identitas:
Contoh: "Saya akan bertemu dengan ibu di rumah." Praanggapan identitas di sini
adalah bahwa pendengar tahu siapa yang dimaksud dengan "ibu" dan dianggap
memiliki pengetahuan tentang hubungan pembicara dengan ibunya.
Contoh: "Ia tidak lagi bekerja di sana." Praanggapan lebih lanjut di sini adalah
bahwa pendengar tahu bahwa "ia" sebelumnya bekerja di tempat tersebut,
meskipun informasi tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit.
Contoh: "Ambil satu apel dari mangkuk." Praanggapan jumlah dan keberadaan di
sini adalah bahwa ada setidaknya satu apel di dalam mangkuk, dan perintah
tersebut mengasumsikan bahwa pendengar tahu ada apel di mangkuk tersebut.
8. Praanggapan Perubahan:
11
Contoh: "John tidak lagi merokok." Praanggapan perubahan di sini adalah bahwa
sebelumnya John merokok, dan pernyataan tersebut mengasumsikan perubahan
keadaan saat ini.
12
BAGIAN III
IMPLIKATUR
Grice mengkritik pendekatan yang hanya memandang makna secara literal atau
harfiah dalam komunikasi. Dia menyadari bahwa dalam percakapan sehari-hari,
seringkali kita menggunakan makna yang tidak terungkap secara langsung, tetapi
dimengerti oleh pendengar melalui asumsi atau implikasi tertentu.
Menurut Grice, implikatur adalah bagian dari maksim kerja sama dalam
percakapan. Maksim kerja sama ini mencakup empat prinsip utama, yaitu prinsip
kuantitas (berikan informasi yang cukup), prinsip kualitas (berikan informasi yang
jujur), prinsip relevansi (berikan informasi yang relevan), dan prinsip cara
(sampaikan informasi dengan cara yang jelas).
Teori implikatur Grice telah menjadi konsep penting dalam analisis pragmatik,
yaitu studi tentang bagaimana konteks, maksim kerja sama, dan implikatur
mempengaruhi pemahaman dan interpretasi pesan dalam komunikasi manusia.
13
B. PENGERTIAN IMPILIKATUR
Ahli terkemuka dalam bidang implikatur adalah Paul Grice. Namun, ada juga
beberapa ahli lain yang memberikan kontribusi penting dalam pemahaman dan
pengembangan konsep implikatur. Berikut adalah pengertian implikatur menurut
beberapa ahli terkemuka dunia:
1. Paul Grice
Menurut Grice, implikatur adalah makna yang timbul secara tidak langsung
atau implisit dalam percakapan, di mana penutur menggunakan prinsip-prinsip
kerja sama untuk menyampaikan pesannya dengan cara yang lebih efektif.
2. Herbert Paul Grice
Grice adalah filsuf dan ahli bahasa yang dianggap sebagai pelopor dalam teori
implikatur. Menurutnya, implikatur adalah proses inferensial yang terjadi
ketika pendengar menggunakan prinsip kerja sama dalam memahami makna
yang tidak diungkapkan secara langsung oleh penutur.
3. H. P. Gric
Dalam pandangan H. P. Grice, implikatur adalah hasil dari prinsip-prinsip
percakapan yang diikuti oleh penutur dan pendengar dalam mencapai
pemahaman yang efisien. Implikatur dapat muncul karena penutur
menyampaikan pesannya secara tidak langsung atau karena pendengar
menginferensikan makna tambahan dari konteks percakapan.
4. Dan Sperber dan Deirdre Wilson
Sperber dan Wilson adalah ahli pragmatik yang mengembangkan teori
Relevansi. Menurut mereka, implikatur adalah proses mental yang terjadi saat
pendengar mencari makna relevan dari informasi yang disampaikan dalam
percakapan.
5. J.L. Austin
Austin adalah ahli filosofi bahasa yang memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman implikatur. Menurutnya, implikatur adalah makna yang tersirat
dalam pernyataan, yang dapat dipahami melalui analisis konteks dan maksud
penutur.
14
Pengertian implikatur ini mencerminkan pandangan berbagai ahli terkemuka
dunia yang telah berkontribusi dalam mengembangkan teori dan pemahaman
mengenai konsep ini.
C. PERKEMBANGAN IMPLIKATUR
1. Paul Grice
Paul Grice, seorang filsuf dan ahli bahasa, dikenal sebagai salah satu pelopor
utama dalam teori implikatur. Pada tahun 1975, ia mengajukan teorinya dalam
makalah "Logic and Conversation" yang memberikan landasan penting bagi
pemahaman dan analisis implikatur. Grice menekankan pentingnya prinsip-
prinsip kerja sama dalam percakapan dan bagaimana implikatur muncul ketika
penutur melanggar prinsip-prinsip ini.
15
4. Neo-Gricean Approach
Dalam beberapa dekade terakhir, ada perkembangan dalam teori implikatur
yang melibatkan pendekatan neo-Gricean. Pendekatan ini melibatkan
pengembangan lebih lanjut terhadap konsep implikatur dan penerapannya
dalam analisis pragmatik. Ahli bahasa seperti Kent Bach, Robyn Carston, dan
lainnya telah berkontribusi dalam mengembangkan pendekatan ini dengan
mengeksplorasi lebih lanjut aspek-aspek implikatur dalam konteks bahasa dan
percakapan.
Perkembangan implikatur di dunia terus berlanjut dengan kontribusi dari
berbagai ahli dan peneliti. Konsep ini terus menjadi subjek kajian yang penting
dalam bidang linguistik, pragmatik, dan analisis bahasa, membantu kita memahami
kompleksitas dan fleksibilitas komunikasi manusia dalam berbagai konteks.
D. JENIS-JENIS IMPLIKATUR
Terdapat beberapa jenis implikatur yang telah diidentifikasi dalam penelitian dan
analisis pragmatik. Berikut adalah beberapa jenis implikatur yang umum
ditemukan:
1. Implikatur Konvensional:
Implikatur yang muncul adalah bahwa dia adalah dosen di sebuah institusi
Pendidikan
2. Implikatur Kuantitatif:
16
dibutuhkan. Implikatur kuantitatif muncul ketika penutur dengan sengaja
memberikan informasi yang kurang atau lebih dari yang seharusnya.
Misalnya, jika seseorang bertanya, "Apakah kamu makan banyak?", dan penutur
menjawab, "Saya makan." Implikaturnya adalah bahwa penutur makan dalam
jumlah yang cukup sedikit.
3. Implikatur Kualitatif
Misalnya, jika seseorang berkata, "Itu buku yang bagus," ketika sebenarnya dia
tidak suka buku tersebut. Implikaturnya adalah bahwa dia menyampaikan sesuatu
yang tidak sesuai dengan pandangannya.
4. Implikatur Relevansi
Misalnya, jika seseorang berkata, "Apakah kamu membawa payung?" ketika langit
mendung. Implikaturnya adalah bahwa penutur ingin tahu apakah pendengar telah
mempersiapkan diri untuk cuaca yang mungkin hujan.
5. Implikatur Percakapan
17
Misalnya, jika seseorang berkata, "Saya sangat lelah," setelah bermain sepak bola,
implikaturnya adalah bahwa mereka ingin istirahat dan tidak ingin
18
BAGIAN IV
TINDAK TUTUR
A. PELOPOR
Pelopor teori tindak tutur adalah J.L. Austin dan John Searle. Mereka berdua
merupakan filsuf bahasa dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam
memahami bagaimana tindakan bahasa digunakan untuk menciptakan makna
dalam interaksi sosial.
J.L. Austin, seorang filsuf bahasa Inggris, dikenal karena karyanya yang
berjudul "How to Do Things with Words" (Cara Melakukan Hal dengan Kata-kata)
yang diterbitkan pada tahun 1962. Dalam bukunya, Austin memperkenalkan konsep
"tindak tutur" (speech act) yang menggambarkan bagaimana penggunaan bahasa
bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga melibatkan tindakan
atau efek tertentu. Austin membedakan antara pernyataan ilokusioner
(illocutionary acts), yang menggambarkan tindakan yang dilakukan melalui ucapan,
dengan pernyataan proposisional (propositional acts), yang menggambarkan isi
informasi yang disampaikan.
Karya-karya Austin dan Searle telah memberikan dasar teoritis yang kuat untuk
memahami hubungan antara bahasa, tindakan, dan interaksi sosial. Teori tindak
tutur mereka telah menjadi landasan penting dalam linguistik pragmatik dan
19
filsafat bahasa, serta telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk studi
komunikasi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik.
Tindak tutur adalah konsep yang dikembangkan oleh para ahli linguistik untuk
memahami hubungan antara bahasa dan tindakan sosial. Berikut ini adalah
pengertian teori tindak tutur menurut beberapa ahli linguistik terkemuka:
1. J.L. Austin
Austin memandang tindak tutur sebagai tindakan yang dilakukan melalui
penggunaan bahasa. Menurutnya, ketika seseorang mengucapkan suatu
pernyataan, dia tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga melakukan
tindakan seperti menyatakan, mengajukan pertanyaan, memerintah, dan
sebagainya.
2. John Searle
Searle mengembangkan konsep tindak tutur yang diperkenalkan oleh Austin.
Baginya, tindak tutur adalah upaya untuk mempengaruhi dunia melalui
penggunaan bahasa. Ia mengidentifikasi berbagai jenis tindak tutur, seperti
pernyataan, perintah, janji, permintaan maaf, dan sebagainya, serta
memperkenalkan konsep kondisi keberhasilan yang harus dipenuhi agar sebuah
tindak tutur dianggap berhasil.
20
hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga melibatkan upaya untuk
mempertahankan wajah (face) dan menjaga hubungan sosial. Teori kesantunan
ini menjelaskan bagaimana interaksi sosial melibatkan strategi-strategi
kesantunan yang dapat bervariasi dalam budaya yang berbeda.
5. Deborah Tannen
Tannen memandang tindak tutur dari perspektif sosiolinguistik dan gender. Ia
menekankan bahwa bahasa dan tindak tutur dipengaruhi oleh konteks sosial
dan budaya, serta perbedaan gender. Tannen menyoroti perbedaan dalam gaya
berkomunikasi antara pria dan wanita dan bagaimana perbedaan tersebut
dapat memengaruhi pemahaman dan interaksi sosial.
Pengertian teori tindak tutur oleh para ahli linguistik ini memberikan wawasan
yang kaya tentang bagaimana bahasa digunakan untuk menciptakan makna dalam
konteks sosial dan interaksi manusia.
21
Searle mengidentifikasi berbagai jenis tindak tutur, memperkenalkan konsep
kondisi keberhasilan, dan mengajukan kerangka teoritis yang lebih
komprehensif untuk memahami hubungan antara bahasa, tindakan, dan
maksud komunikatif.
Ada beberapa jenis teori tindak tutur yang telah dikembangkan oleh para ahli.
Berikut adalah beberapa jenis teori tindak tutur beserta contohnya:
22
1. Klasifikasi Austin-Searle:
a. Pernyataan (assertives): Ucapan yang menyatakan suatu fakta atau
kebenaran. Contoh: "Saya tinggal di kota ini."
b. Perintah (directives): Ucapan yang mengarahkan atau meminta seseorang
untuk melakukan sesuatu. Contoh: "Tolong buka jendela."
c. Janji (promises): Ucapan yang menjanjikan melakukan sesuatu di masa
depan. Contoh: "Aku akan membantumu besok."
d. Permintaan maaf (apologies): Ucapan yang mengekspresikan penyesalan
atas kesalahan. Contoh: "Maaf, saya sudah terlambat."
e. Penyambutan (welcomings): Ucapan yang menyambut kedatangan
seseorang. Contoh: "Selamat datang di rumah kami!"
23
kamu tahu jam berapa ini tutup?" Jawaban: "Saya tidak tahu." (Kerja sama
dalam memberikan informasi yang jujur).
24
BAGIAN V
INDIRECTNESS
A. PELOPOR INDIRECTNESS
Salah satu tokoh yang dianggap sebagai pelopor teori indirectness linguistik di
dunia adalah Paul Grice. Grice adalah seorang filosof dan ahli bahasa Inggris yang
dikenal karena karyanya dalam bidang pragmatika dan teori percakapan. Dia
mengembangkan konsep-konsep seperti "Prinsip Kerjasama" dan "Maksim
Percakapan" yang memberikan dasar untuk memahami bagaimana arti tercipta
dalam interaksi verbal.
Menurut Grice, dalam sebuah percakapan, ada asumsi dasar tentang kerjasama
antara penutur dan pendengar. Prinsip Kerjasama ini melibatkan tujuan bersama
untuk berkomunikasi secara efektif dan saling memahami. Grice juga
mengidentifikasi empat Maksim Percakapan yang menggambarkan asumsi-asumsi
yang terlibat dalam percakapan sehari-hari, yaitu:
Karya Grice tentang indirectness dan pragmatika telah berpengaruh besar dalam
bidang linguistik dan mempengaruhi pemahaman kita tentang bagaimana arti
tercipta dalam interaksi verbal. Konsep-konsepnya membuka jalan bagi penelitian
lanjutan dalam bidang pragmatika, teori percakapan, dan komunikasi antarbudaya.
25
B. PENGERTIAN TEORI INDIRECTNESS
2. Geoffrey Leech
Leech, dalam bukunya yang berjudul "Principles of Pragmatics," menganggap
indirectness sebagai salah satu dari tiga prinsip dasar pragmatika, bersama
dengan prinsip kerjasama dan prinsip kebijaksanaan. Dia menjelaskan bahwa
penggunaan indirectness dapat membantu membangun hubungan sosial yang
lebih harmonis dan mengurangi potensi konflik dalam percakapan.
3. Jonathan Culpeper
Culpeper, dalam bukunya yang berjudul "Impoliteness: Using Language to
Cause Offence," menyelidiki sifat-sifat dan fungsi-fungsi dari perilaku impolite,
termasuk penggunaan bahasa yang tidak langsung dan penghindaran langsung
dalam interaksi. Dia memandang indirectness sebagai strategi yang digunakan
untuk mengungkapkan keengganan, kritik, atau bahkan ancaman dengan cara
yang lebih samar dan lebih sopan.
4. Penelope Eckert
Eckert, dalam penelitiannya tentang variasi sosial dalam bahasa, mencatat
bahwa penggunaan bahasa tidak langsung atau indirectness dapat dipengaruhi
26
oleh faktor-faktor sosial dan kontekstual, seperti status sosial, kelompok
sosial, dan kekuatan relasional antara penutur dan pendengar.
Penting untuk diingat bahwa teori indirectness dapat bervariasi antara ahli
linguistik dan konteks penelitian. Definisi ini memberikan gambaran umum tentang
bagaimana ahli linguistik mendefinisikan teori indirectness dalam konteks linguistik
dan bagaimana konsep tersebut diterapkan dalam analisis komunikasi verbal.
27
3. Variasi Sosial dan Kontekstual
Ahli linguistik seperti Penelope Eckert menekankan bahwa penggunaan bahasa
yang tidak langsung atau indirectness dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial dan kontekstual. Variasi sosial dalam penggunaan bahasa dapat terjadi
berdasarkan faktor-faktor seperti status sosial, kelompok sosial, dan kekuatan
relasional antara penutur dan pendengar. Pendekatan ini melihat penggunaan
bahasa yang tidak langsung sebagai bagian dari perbedaan budaya dan sosial
yang mempengaruhi komunikasi.
D. JENIS-JENIS INDIRECTNESS
Berikut ini adalah beberapa jenis teori indirectness dalam komunikasi verbal
beserta contohnya:
Politeness Theory menjelaskan bahwa penggunaan bahasa yang tidak langsung atau
indirectness dalam komunikasi adalah strategi yang digunakan untuk menjaga
wajah atau harga diri baik penutur maupun pendengar. Dalam teori ini, terdapat
28
dua jenis keinginan dasar dalam interaksi sosial: keinginan untuk dihormati
(positive face) dan keinginan untuk tidak terganggu (negative face). Contoh
penggunaan indirectness dalam Politeness Theory adalah:
Teori ini mengkaji penggunaan bahasa yang tidak langsung dalam konteks kritik
sosial dan tindakan tidak sopan. Dalam teori ini, penggunaan indirectness dikaitkan
dengan upaya untuk mengganggu wajah atau harga diri pendengar. Contoh-contoh
penggunaan indirectness dalam Impoliteness Theory meliputi:
29
a. Penghindaran langsung: Penutur menghindari menyampaikan kritik secara
langsung dengan menggunakan bahasa yang tidak langsung. Misalnya, "Mungkin
ada beberapa hal yang bisa diperbaiki" sebagai cara untuk mengkritik
pekerjaan seseorang tanpa menyebutkan kesalahan secara langsung.
b. Pernyataan tersembunyi: Penutur menyampaikan pesan yang kritis atau
menghina melalui pernyataan yang tersembunyi, seperti menggunakan
pernyataan positif secara ironis untuk menyampaikan kekecewaan atau
ketidaksetujuan.
Jenis-jenis teori indirectness ini memberikan pemahaman yang lebih rinci tentang
penggunaan bahasa
30
BAGIAN VI
KESANTUNAN
Teori kesantunan linguistik dunia dikembangkan oleh dua ahli bahasa dan
antropolog, yaitu Penelope Brown dan Stephen Levinson. Mereka adalah pelopor
dalam mempelajari prinsip-prinsip kesantunan linguistik yang berlaku secara
universal di berbagai budaya.
Teori kesantunan linguistik Brown dan Levinson menjadi dasar bagi banyak
penelitian tentang kesantunan berbahasa di berbagai budaya dan bahasa. Konsep-
konsep yang mereka kembangkan, seperti "wajah" (face) dan "tindakan wajah"
(face-threatening act), telah menjadi bagian penting dari studi kesantunan
komunikasi antarbudaya.
31
B. PENGERTIAN TEORI KESANTUNAN
32
C. PERKEMBANGAN TEORI KESANTUNAN
33
gender dan faktor identitas lainnya mempengaruhi penggunaan bahasa dan
strategi kesantunan.
Berikut ini adalah beberapa jenis teori kesantunan linguistik beserta contohnya:
34
4. Teori Kesantunan Gender
Teori ini menyoroti perbedaan dalam penggunaan bahasa dan strategi
kesantunan antara pria dan wanita. Misalnya, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita cenderung menggunakan bahasa yang lebih sopan
dan ramah dalam interaksi sosial, sementara pria mungkin lebih condong pada
gaya komunikasi yang langsung dan tidak terlalu memperhatikan kesantunan.
Contoh strategi kesantunan gender adalah penggunaan ungkapan "Tolong" oleh
wanita dalam permintaan, misalnya "Tolong bantuku mengangkat barang ini."
Penting untuk dicatat bahwa jenis-jenis teori kesantunan linguistik ini saling
terkait dan kadang-kadang tumpang tindih. Selain itu, penggunaan strategi
kesantunan juga dapat bervariasi tergantung pada konteks komunikasi dan
preferensi individu.
35
BAGIAN VIII
ANALISIS PRINSIP KERJASAMA
Salah satu pelopor teori analisis prinsip kerjasama di linguistik adalah Paul
Grice. Grice adalah seorang filosof dan pakar linguistik yang terkenal dengan
kontribusinya dalam bidang pragmatik. Ia mengembangkan apa yang dikenal
sebagai Prinsip Kerjasama atau Cooperative Principle dalam analisis komunikasi.
Grice juga mengembangkan apa yang disebut dengan maksim implikatur, yang
merupakan cara pembicara menggunakan prinsip kerjasama untuk mengirim pesan
tersirat atau terimplikasi. Maksim implikatur ini melibatkan penggunaan inferensi
atau asumsi yang didasarkan pada prinsip kerjasama untuk memahami pesan yang
tidak secara langsung disampaikan oleh pembicara.
36
mempengaruhi banyak bidang lainnya seperti analisis wacana, semantik, dan
bahasa buatan
Berikut adalah pengertian teori analisis Prinsip Kerjasama menurut beberapa ahli
linguistik:
1. Paul Grice
Menurut Grice, Prinsip Kerjasama mengacu pada prinsip-prinsip yang secara
tidak langsung diikuti oleh peserta dalam sebuah percakapan. Prinsip-prinsip
ini meliputi Prinsip Kuantitas, Prinsip Kualitas, Prinsip Relevansi, dan Prinsip
Gaya. Grice juga mengembangkan konsep maksim implikatur untuk
menjelaskan bagaimana pesan tersirat dapat dipahami dalam konteks
komunikasi.
2. Herbert H. Clark
Clark memperluas konsep Prinsip Kerjasama dan mengusulkan model koherensi
berbasis inferensi. Menurutnya, koherensi dalam percakapan tidak hanya
bergantung pada pematuhan terhadap prinsip-prinsip kerjasama, tetapi juga
pada inferensi yang dilakukan oleh pendengar untuk menghubungkan informasi
yang diberikan dengan pengetahuannya yang ada.
3. Stephen C. Levinson
Levinson adalah salah satu ahli pragmatik yang melanjutkan dan
mengembangkan teori Prinsip Kerjasama. Ia menekankan bahwa Prinsip
Kerjasama bukan hanya berlaku dalam percakapan lisan, tetapi juga dalam
komunikasi tulisan dan nonverbal. Levinson juga menyoroti pentingnya konteks
budaya dan sosial dalam pemahaman Prinsip Kerjasama.
37
bertujuan untuk menyampaikan informasi yang paling relevan dengan tujuan
komunikasi. Prinsip Kerjasama dianggap sebagai strategi yang digunakan untuk
mencapai relevansi optimal dalam komunikasi.
38
bervariasi tergantung pada konteks komunikasi yang berbeda, dan penelitian
telah menyoroti peran faktor-faktor kontekstual dan sosial dalam interpretasi
dan pemahaman pesan.
Analisis Prinsip Kerjasama, terdapat beberapa jenis analisis yang digunakan untuk
memahami dan menganalisis aspek-aspek komunikasi yang terkait dengan prinsip
tersebut. Berikut adalah beberapa jenis analisis Prinsip Kerjasama beserta
contohnya:
Contoh:
B: "Baik."
39
2. Analisis Penafsiran Maksim Implikatur
Prinsip Kerjasama sering kali memunculkan maksim implikatur, yaitu pesan yang
tersirat atau terimplikasi dalam komunikasi. Jenis analisis ini melibatkan
identifikasi dan penafsiran maksim implikatur yang muncul dalam sebuah
percakapan.
Contoh:
Dalam contoh ini, maksim implikatur yang muncul adalah bahwa B tidak memiliki
waktu luang untuk bertemu dengan A. Meskipun tidak secara langsung
diungkapkan, maksim implikatur tersebut dapat dipahami berdasarkan prinsip
kerjasama.
Analisis ini melibatkan pemahaman inferensi yang dilakukan oleh pendengar untuk
menghubungkan informasi yang diberikan dengan pengetahuan dan konteks yang
ada. Analisis ini membantu dalam memahami bagaimana informasi yang relevan
dikaitkan dan saling berhubungan dalam sebuah percakapan.
Contoh:
Dalam contoh ini, inferensi yang dilakukan adalah bahwa B tidak bisa mengambil
makan malam dari restoran karena mobilnya rusak. Inferensi ini membantu dalam
menjaga koherensi dalam percakapan.
Prinsip Kerjasama sangat dipengaruhi oleh konteks budaya dan sosial. Analisis ini
melibatkan pemahaman tentang bagaimana prinsip-prinsip kerjasama dapat
bervariasi tergantung pada konteks dan faktor-faktor sosial yang ada.
Contoh:
Pada budaya yang sangat hierarkis, mungkin lebih umum bagi pendengar untuk
tidak menyela pembicara dan lebih mengikuti prinsip kuantitas dengan
40
memberikan informasi yang lebih sedikit. Namun, dalam budaya yang lebih
egaliter, pendengar mungkin lebih cenderung untuk ikut aktif dalam percakapan
dan memberikan informasi yang lebih banyak.
41
BAGIAN IX
SPEAKING
Pelopor teori tentang SPEAKING dalam linguistik adalah Dell Hymes. Dell
Hymes adalah seorang antropolog dan ahli linguistik yang dikenal karena karyanya
dalam memperluas pemahaman kita tentang komunikasi verbal dan nonverbal
dalam konteks budaya. Ia mengembangkan konsep SPEAKING sebagai kerangka
kerja untuk memahami praktik komunikasi dalam konteks sosial dan budaya.
42
B. JENIS-JENIS TEORI SPEAKING
Dalam konteks linguistik, tidak ada jenis-jenis SPEAKING yang spesifik. Namun,
saya dapat memberikan beberapa contoh aspek-aspek SPEAKING yang sering
dibahas dalam analisis linguistik. Berikut adalah beberapa contoh dari setiap
komponen SPEAKING:
2. Participants (Peserta)
3. Ends (Tujuan)
5. Key (Kunci):
43
Menggunakan bahasa figuratif atau lelucon dalam percakapan
6. Instrumentalities (Alat)
7. Norms (Norma)
8. Genre (Genre)
44