Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS DEIKSIS DALAM NASKAH DRAMA BERJUDUL “MATAHARI

DI SEBUAH JALAN KECIL” KARYA ARIFIN C. NOOR

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang bentuk dan fungsi
deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu, pada naskah drama matahari di
sebuah jalan kecil, karya Arifin C Noor. Bercerita tentang keadaan ekonomi di
indonesia yang sedang tidak setabil. Sehingga banyak masyarakat yang hidup susah
dikarenakan bahan pangan yang naik secara drastis. Hal tersebut menyebabkan
kejahatan semakin merajalela. Penipuan dan pencurian di mana-mana di jadikan jalan
terakhir oleh orang-orang yang tidak mampu. Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan teknik pustaka dan catat yang menggunakan teknik
trianggulasi teoretis. Hasil penelitian ini diperoleh bentuk dan fungsi deiksis persona,
deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu, pada naskah matahari di sebuah
jalan kecil karya Arifin C Noor.

Kata kunci : dieksis deiksis persona, deiksis sosial; deiksis tempat; deiksis waktu;
deiksis wacana; naskah drama matahari di sebuah jalan kecil

ABSTRACT
The purpose of this study is to describe the forms and functions of persona deixis, pla
ce deixis, and time deixis in the drama Matahari di a small street, by Arifin C Noor. T
ells about the unstable economic situation in Indonesia. So that many people live in h
ardship because food ingredients have increased drastically. This causes crime to run
rampant. Fraud and theft everywhere is used as a last resort by people who can't affo
rd it. Data collection techniques in this study used library and note-taking techniques
using theoretical triangulation techniques. The results of this study show the forms an
d functions of persona deixis, persona deixis, place deixis, and time deixis, in the text
Matahari di a small street by Arifin C Noor.

Keywords: persona deixis, social deixis; place deixis; time deixis; discourse deixis;
sun play script in a small street

PENDAHULUAN

Bahasa amat penting dan diperlukan dalam kehidupan kaum manusia. Andaika
n Bahasa tidak ada, lalu seseorang tidak bisa mengekspresikan niat dan juga tujuanny
a, Ketika akibatnya akan tumbuh kesenyapan yang tidak akan melahirkan apa-apa. M
enurut (DEPDIKNAS 2005) Bahasa adalah suatu ucapan yang bersumber dari perasaa
n dan akal manusia yang disampaikan secara sistematis serta dengan memanfaatkan s
uara menjadi mediumnya. Bahasa ialah sarana memberitahukan atau mengekspresika
n suatu pesan. Di dunia ini memiliki banyak Bahasa, jumlah perkiraan Bahasa di duni
a amat beraneka ragam yaitu sekitar 6.000-7.000 bahasa. Dan disetiap Bahasa sudah
memiliki sistemnya masing-masing yang disebut dengan tata Bahasa. Seperti tata Bah
asa untuk bahasa Indonesia, tata Bahasa untuk Bahasa korea, tata Bahasa untuk Bahas
a arab, dan lain-lainnya. pada prinsipnya manusia berkomunikasi memakai Bahasa bu
kan berkomunikasi menggunakan alat lainnya. pada konspenya, manusia berkomunik
asi memakai Bahasa umat manusia sendiri, bukan menggunakan Bahasa hewan ataup
un tumbuhan.
Dalam ilmu Bahasa atau yang disebut dengan Linguistik mempelajari atau me
ngkaji struktur Bahasa secara eksternal (bagaimana Bahasa dimanfaatkan dalam berko
munikasi). Dalam bidang linguistik mempelajari maksud dan tujuan tindak tuturan se
bagai bentuk ujaran khususnya dalam bidang pragmatik. Leech (1993:7) dalam bukun
ya mencatatkan bahwa salah satu dari beberapa fungsi pragmatik ialah menghubungka
n arti atau definisi pada suatu ucapan dan suatu perbuatan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga tahun 2005 menye
butkan pragmatik merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kualifikasi yang men
datangkan sesuai tidaknya pengguna Bahasa dalam berkomunikasi. Sedangkan Yule
(1996:3) menuturkan 4 definisi pragmatic, yakni (1) bidang yang mempelajari arti pe
mbicara, (2) bidang yang mempelajari arti berdasarkan konteksnya, (3) bidang yang
melampaui kajian mengenai arti yang diucapkan, mempelajari arti yang diinteraksikan
atau yang terinteraksikan oleh pembicara, dan yang terakhir (4) bidang yang mempel
ajari corak ekspresi berdasarkan jarak sosial yang memisahkan peserta yang berperan
dalam sebuah pembicaraan atau dialog. Secara umum pragmatik adalah cabang lingui
stik yang berhubungan dengan pemakaian Bahasa dalam konsep sosial dan langkah-la
ngkah Ketika orang mewujudkan dan mengerti makna lewat Bahasa. Makna yang dim
aksud merupakan makna yang sesuai atau cocok dengan ujaran. Aspek-aspek pragmat
ik mempunyai kajian atau bidang telaah tertentu ada 4, yaitu deiksis, praanggapan (pr
esupposition), tindak tutur atau tindak ujar (speech acts), dan implikatus percakapan
(conversational implicature)(Kaswanti Purwo, 1990:17).
Menurut Alwi, Hasan dkk (1998:42) dieksis merupakan gelagat semantik yang
terletak pada kata atau struktur yang hanya bisa diinterpretasikan pijakannya dengan
mempertimbangkan atmosfer pembicaraan. Definisi kata ‘praanggapan’ di Kamus Be
sar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah pandangan (pendapat,keyakinan) yang ada awal (a
tau yang mendasari) pandangan lain atau perbuatan, menurut Louise Cummings (1999
42) mengatakan bahwa praanggapan merupakan hipotesis atau asumsi yang terkandu
ng dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Tindak tutur atau tindak ujar (speec
h act) bisa diutarakan sebagai sebuah ucapan saat seseorang melaksanakan beberapa
Tindakan seperti melaporkan, mengusulkan, menjanjikan, memberi saran, dan lain se
bagainya. Searle (Nadar, 2009:12) mengemukakan pendapatnya bahwa sebuah tindak
tutur bisa dipastikan sebagai unit terkecil aktivitas berbicara yang bisa disebut memili
ki fungsi. Implikasi percakapan merupakan tindak tutur tidak langsung atau implisit:
maksud dari ucapan pembicara yang tidak bagian dari apa yang diucapkan secara eksp
lisit.
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti deiksis pada karya sastra yaitu nas
kah drama. Deiksis berasal dari kata Yunani yang bermakna “menunjukkan atau menu
njuk”. Maka dari itu deiksis menunjukkan pada hal tertentu seperti benda, tempat, ata
upun waktu, contohnya seperti he, here, now. Misalnya dalam kalimat “saya memben
ci dia”, informasi dari kata ganti “saya” serta “dia” hanya bisa di cari dari konteks ujar
an. Dalam KBBI (1991: 217), deiksis ditafsirkan sebagai hal atau fungsi yang menunj
uk sesuatu di luar Bahasa; kata tunjuk pronominal, ketakrifan, dan lainnya. deiksis jug
a bisa ditafsirkan sebagai tempat dan pengenalan orang, kejadian, objek, proses atau a
ktivitas yang sedang dibahas atau yang sedang diacu dalam keterkaitannya dengan sisi
ruang dan waktunya, pada saat dibicarakan oleh pembicara atau yang turut bicara (Ly
ons, 1977 637 via Djajasudarma, 1993: 43). Perujukan atau penunjukan bisa ditujukan
pada corak atau bagian sebelumnya yang disebut anaphora. Perujukan bisa juga dituju
kan pada corak yang akan disebut selanjutnya, bentuk rujukan tersebut disebut dengan
katafora.
Suyono (1990: 13) menyampaikan lima macam deiksis yaitu: (1) deiksis perso
na atau orang, (2) deiksis ruang atau tempat, (3) deiksis waktu, (4) deiksis wacana, (5)
deiksis sosial. (1) deiksis persona atau orang berasal dari bahasa Yunani yang bermak
na topeng, bisa didefinisikan juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sa
ndiwara atau actor. Deiksis persona menggunakan istilah kata ganti, menggunakan isti
lah tersebut karena tujuannya menggantikan diri orang. Peran pertama adalah orang p
ertama, acuan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, mis
alnya saya, kita, kami. Kedua adalah orang kedua, yaitu acuan pembicara kepada pend
engar Bersama orang pertama, misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga adalah orang k
etiga, yaitu acuan untuk orang yang tidak pembicara atau pendengar ujaranitu, misaln
ya dia dan mereka. (2) deiksis tempat adalah pemberian bentuk untuk lokasi ruang da
n waktu yang dilihat dari lokasi tokoh dalam kejadian Bahasa. Deiksis waktu dikemuk
akan oleh pronominal demonstrative misalnya ini, itu, situ, sini, dan sana. (3) deiksis
waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu yang dimaksud penutur dalam ke
jadian Bahasa, contohnya seperti sekarang, kemarin, lusa, bulan ini, minggu ini, seben
tar lagi, nanti atau suatu hari. (4) deiksis wacana adalah acuan untuk bagian-bagian ter
tentu dalam wacana yang telah dipersembahkan atau masih dikembangkan. Contoh ka
ta atau frasa yaitu beginilah, begitulah, inilah, demikianlah, berikut, di situ, di sini, dia,
nya, dan sebagainya. (5) deiksis sosial ialah acuan yang dibuktikan berdasarkan perbe
daan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Contohny
a sebuah masyarakat yang mengibaratkan kata mati, meninggal, tewas, gugur, dan wa
fat adalah sebutan orang yang sudah meninggal dunia.
Penelitian ini akan menganalisis tindak tutur deiksis pada sebuah karya sastra
berbentuk naskah drama yang berjudul “Matahari Di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifi
n C. Noor. Karya sastra adalah perwakilan pikiran pengarang yang memanfaatkan Ba
hasa sebagai medianya. Karya sastra tampil dalam beragam bentuk mulai dari puisi, p
rosa, dan bentuk naskah drama. Naskah drama merupakan salah satu jenis karya sastra
yang setara dengan prosa serta puisi. Naskah drama mempunyai ciri khas yaitu ditulis
dalam bentuk dialog yang dilandaskan untuk konflik batin dan memiliki pelunag dita
mpilkan atau dipentaskan (Waluyo, 2003: 2). Berasal dari kata Yunani “draomai” yan
g bermakna berbuat, berlaku, bertindak. Drama merupakan karya sastra yang memilik
i lakon yang diperankan actor. Berlandaskan penjelasan diatas, penelitian ini bertujua
n untuk menguraikan atau menjelaskan penggunaan jenis deiksis yang ditemukan dala
m naskah drama yang berjudul “Matahari Di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noo
r. Dalam naskah drama tersebut terdapat jenis deiksis yang bisa dianalisis misalnya pe
rsona, tempat, dan waktu.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Menurut Sugiyono (2018) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat, yang digunakan untuk meneliti pada kondisi ilmiah
(eksperimen) dimana peneliti sebagai instrumen, teknik pengumpulan data dan di
analisis yang bersifat kualitatif lebih menekan pada makna. Objek penelitian ini
berupa naskah drama berjudul “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C Noor.
Metode ini juga digunakan untuk menganalisis penggunaan dieksis pada naskah
tersebut, jenis dieksis yang bisa dianalisis misalnya persona, tempat, dan waktu.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membaca dan mengamati naskah,
sehingga bisa mencatat data yang terkumpul.
Teknik pengumpulan data ini menggunakan teknik pustaka dan catat. Penelitian ini
menggunakan teknik triangggulasi teoretis. Trianggulasi teoretis digunakan dalam
membahas permasalahan yang dikaji. Langkah kedua dengan pembacaan
hermeneutik, yaitu dengan membaca drama Matahari di Sebuah Jalan Kecil lebih
lanjut secara mendalam dan berulang-ulang untuk memahami isi drama Matahari di
Sebuah Jalan Kecil. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik teknik
pembacaan model semiotik, yang terdiri atas pembacaan heuristik dan pembacaan
hermeneutik (Riffaterre dalam Al-Ma’ruf, 2011:13)

PEMBAHASAN

Naskah drama berjudul Matahari Di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C. Noor
digunakan sebagai sumber data di dalam penelitian ini. Nahkah ini menceritakan
tentang kehidupan di area pabrik. Tokoh-tokoh dalam naskah ini di antaranya simbok,
pemuda, si peci, si kurus, si sopir, penjaga malam, si pendek, si tua, si kacamata, dan
perempuan. Pada penelitian ini akan menganalisis jenis deiksis yang digunakan dalam
naskah drama berjudul Matahari Di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C. Noor.
Terdapat 3 jenis deiksis di dalam naskah drama yang akan dijelaskan sebagai berikut:

Deiksis Persona
Menurut Wisudawati (2022) deiksis persona dibagi menjadi 3 jenis yaitu
persona pertama yang menyatakan pada diri sendiri, misalnya kata saya, aku, dan kita.
Deiksis persona kedua yang menyatakan kepada yang dituju atau pendengar, misalnya
kata kau, anda, kamu, dan kalian. Yang terakhir adalah deiksis persona ketiga
menyatakan kepada yang menyimak misalnya kata mereka, beliau, dan dia.

Deiksis Persona pertama


“Penjaga Malam : Uuuuuh, gara-gara pencuri, aku jadi kesiangan” (Hlm.1)
Penggunaan kata “aku” pada kutipan di atas merujuk pada penjaga malam sebagai
pembicara. Dalam kutipan dialog di atas menjelaskan bahwa penjaga malam bangun
kesiangan akibat pencuri.

“Si Kurus : Gaji kita tidak naik”. (Hlm.1)


Penggunaan kata “kita” pada kutipan di atas menunjuk kepada si kurus sebagai
penutur sekaligus si tua, si peci, dan si kacamata yang ikut berbincang di warung
pecel simbok bersama si kurus. Dalam kutipan dialog di atas menerangkan bahwa gaji
kelima orang tersebut tidak naik.

“Si Pendek : Sebab itu kita tidak perlu mengeluh, apalagi melamun dan mengkhayal,
sekarang yang penting kita bekerja, bekerja yang keras”. (Hlm. 2)
Penggunaan kata “kita” pada kutipan di atas menunjuk kepada si pendek sebagai
penutur dan sekaligus si kurus, si tua, si peci, dan si kacamata yang ikut berbincang di
warung pecel simbok bersama si pendek. Dalam kutipan diatas menerangkan bahwa si
pendek menasehati mereka agar tidak mengeluh, melamun, dan menghayal yang
penting dilakukan sekarang adalah bekerja keras.

“Pemuda : Juga surat keterangan penduduk. Tapi (mengingat-ingat) barangkali saya


lupa dan tidak hilang. Tadi malam saya mengenakan baju hijau dengan celana lurik
hijau. Yang mungkin dompet itu dalam saku baju hijau….. Berapa Mbok?” (Hlm.2)
Penggunaan kata “saya” pada kutipan diatas merujuk kepada si pemuda sebagai
penutur. Dalam kutipan di atas meneragkan bahwa pemuda itu ketika ingin membayar
di warung simbok, ia berkata bahwa dompetnya tidak ada disakunya. Pemuda
beranggapan bahwa dirinya lupa meletakkan dompetnya dan mengira dompetnya
tertinggal di dalam saku baju hijau.

Deiksis Persona kedua


“Si Kurus: Simbok keberatan engkau meninggalkan tempat ini sebelum engkau
membayar makananmu”. (Hlm.4)
Penggunaan kata “engkau” pada kutipan di atas merujuk kepada pemuda. Dalam
kutipan tersebut menjelaskan bahwa si kurus berbicara dengan pemuda yang ingin
pergi, ia mengatakan bahwa pemuda itu harus membayar makanannya sebelum pergi.

“Si Kurus: Kau warga kampung ini?” (Hlm.4)


Penggunaan kata “ kau” pada kutipan di atas menunjuk kepada pemuda.dalam kutipan
tersebut menjelaskan tentang si kurus yang bertanya kepada pemuda apakah dia
merupakan warga kampung sini.

“Si Kurus: Salah, ternyata kau bohong. Nah, sejak sekarang saya akan memanggilmu
pembohong. Rumah itu adalah rumah saya. Di muka rumah itupun berdiri rumah
Simbok ini. Kau bohong”. (Hlm.5)
Penggunaan kata “kau” merujuk kepada pemuda. Dalam kutipan tersebut menjelaskan
tentang si kurus yang mengatakan bahwa pemuda itu adalah seorang pembohong,
karena pemuda tersebut salah menyebutkan nama pemilik rumah itu.

“Si Kurus: Malu, malu! Priyayi kamu? Ha? Tak berkaos malu, tapi berani menipu.
Laknat kau ini. Penipu bagi dirimu sendiri! Lepaskan!” (Hlm.6)
Penggunaan kata “kamu” dan “kau” dalam kutipan di atas menunjuk kepada pemuda.
Dalam kutipan tersebut menjelaskan bahwa si kurus memarahi pemuda itu karena
tidak mau melepaskan bajunya sebagai jaminan akibat tidak membayar pecel di
warung simbok dengan alasan uangnya tertinggal di rumah.

Deiksis Persona Ketiga


“Simbok : Dia belum bayar”. (Hlm. 2)
Penggunaan kata “dia” pada kutipan di atas merujuk kepada pemuda. Dalam kutipan
tersebut menjelaskan bahwa si kurus yang bertanya kepada simbok tentang kejadian
apa yang telah terjadi, lalu simboh menjawab bahwa pemuda yang membeli pecelnya
belum membayar.

“Si Kacamata: Mula-mula dia mau menipu pura-pura akan mengambil uang yang
katanya ketinggalan tetapi agaknya dia berbohong. Sebab itu kami sepakat kalau ia
menanggalkan celananya untuk pengganti uang atau untuk jaminan kalau memang
dia punya uang”. (Hlm.5)
Penggunaan kata “dia” merujuk kepada pemuda. Dalam kutipan tersebut menjelaskan
bahwa si kacamata yang ditanya oleh perempuan tentang siapa pemuda itu.
Kemudian, si kacamata menjawab bahwa pemuda itu adalah penipu yang pura-pura
akan mengambil uang yang katanya ketinggalan. si kacamata juga ingin
menanggalkan celana pemuda itu sebagai jaminan.

“Si Pendek : (makin berselera) Ya, untuk apa? Untuk apa kita melamun? Untuk apa
kita mengkhayal? Apakah dulu bangsa kita ada yang mengendarai mobil? Sepedapun
hanya satu dua orang saja yang memilikinya. Kalaupun dulu ada itulah mereka para
bangsawan, para priyayi dan para amtenar yang hanya mementingkan perut sendiri
saja. Sekarang lihatlah ke jalan raya”. (Hlm. 1)
Penggunaan kata “mereka” pada kutipan di atas merujuk kepada bangsawan, priyayi,
dan para antenar. Dalam kutipan tersebut menjelaskan tentang si kurus yang bertanya
kepada si pendek untuk apa mereka melamun dan mengkhayal, kemudian si pendek
membandingkan tentang zaman dahulu bahwa hanya orang bangsawan, para priyayi
dan para amtenar yang memiliki segalanya.

Deiksis Tempat
Darista (dalam Aditia, 2022) mengemukakan bahwa deiksis tempat merupakan
sebuah kata yang digunakan sebagai rujukan, berfungsi untuk menunjukkan tempat
dimana peristiwa pembicara itu terjadi. deiksis tempat yang digunakan dalam
penulisan naskah drama tersebut, akan dijelaskan sebagai berikut.
“Simbok : Tapi sebentar lagi saya mau pergi dari sini” (Hlm.3)
Penggunaan kata “dari sini” merujuk pada tempat yaitu warung pecel simbok. Dalam
kutipan tersebut menjelaskan tentang simbok yang akan pergi dari warung pecelnya.

“Pemuda : Tapi dompetku ketinggalan di rumah. Sebentar rumahku tidak jauh dari
sini.” (Hlm.2)
Penggunaan kata “dari sini” merujuk pada tempat warung pecel milik simbok.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa pemuda yang ingin mengambil uangnya yang
tertinggal di rumah, ia mengatakan kepada simbok bahwa rumahnya tidak jauh dari
warung pecel simbok.

“Si Kurus: Kau bayarlah sebelum orang-orang ramai datang ke sini”. (Hlm.3)
Penggunaan kata “ke sini” merujuk pada tempat warung pecel simbok. Dalam kutipan
tersebut menjelaskan bahwa si kurus memerintah kepada pemuda agar membayar
makanannya sebelum orang-orang datang ke warung pecel simbok.

Deiksis Waktu

Deiksis waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang
dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa (dalam Tologana W, 2017).
Deiksis waktu adalah pengungkapan (pemberian waktu) kepada titik atau
jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat olehn pembicara
suyono (dalam kurniawan,2010:15). Deiksis waktu berkaitan dengan pengungkapan
jarak waktu dipandang dari waktu suatu tuturan diproduksi oleh pembicara:
sekarang, kemarin, lusa, dsb. Berikut beberapa deiksis waktu yang terdapat pada
naskah drama yang berjudul “Matahari Di Sebuah Jalan Kecil” Karya Arifin C Noor.

“Penjaga Malam: Uuuuuh, gara-gara pencuri, aku jadi kesiangan.” (Hlm.1)


Penggunaan kata “kesiangan” pada kutipan diatas merujuk pada rentang waktu.
Dalam kutipan tersebut Penjaga Malam menyatakan bahwa ia terlambat bangun
karena pencuri. Sehingga dapat dikategorikan ke dalam deiksis waktu.

“Si Pendek : Tadi malam ada pencuri?” (Hlm.1)


Penggunaan kata “tadi malam” pada kutipan diatas merujuk pada waktu di malam hari
dengan rentang waktu lampau. Dalam kutipan tersebut Si Pendek menyatakan bahwa
tadi malam ada pencuri.
“Si Kacamata : Kemarin sore istriku berbelanja ke warung nyonya pungut. Pulang-
pulang ia menghempaskan nafasnya yang kesal……. Harga beras naik lagi, katanya.
(Hlm. 1)
Penggunaan kata “kemarin sore”
Pada kutipan di atas merujuk pada waktu di sore hari dengan keterangan waktu
lampau. Dalam kutipan tersebut Si Kacamata mengatakan jika kemarin sore istrinya
berbelanja ke warung Nyonya pungut kemudian setelah pulang terjadi hal seperti
dialog diatas.

“Si Peci : Ya, setahun yang lalu (melirik si pendek) Sekarang kita sukar mempercayai
orang.” (Hlm. 2)
Penggunaan kata “setahun yang lalu” pada kutipan diatas merujuk pada waktu lampau
dimana Si Peci masih mempercayai orang hal ini menyatakan bahwa ia sekarang
sukar mempercayai orang.

“Simbok: Seumur hidup baru pagi ini saya menjumpainya. Tapi peristiwa semacam
ini kerap kualami. Dulu saya percaya ada orang yang betul-betul ketinggalan
uangnya tetapi orang-orang sebangsa itu tidak pernah kembali. Seminggu yang lalu
saya tertipu dua puluh rupiah.” (Hlm. 3)
Pada kutipan diatas terdapat dua penggunaan deiksis waktu yakni kata yang merujuk
pada waktu sekarang pada kata “pagi ini” dan waktu lampau pada kata “seminggu
yang lalu” dimana Simbok baru saja menjumpainya (Pemuda) pada kejadian orang
yang ketinggalan uangnya dan seminggu yang lalu simbok telah tertipu sebesar dua
puluh ribu.

“Pemuda: Dua minggu yang lalu saya masih di Klaten, bekerja di sebuah bengkel. Ya
aku tidak cukup dapat makan. Sebab itulah aku mencari pekerjaan di sini.” (Hlm.6)
Penggunaan kata “dua minggu yang lalu” pada kutipan diatas merujuk pada waktu
lampau dimana seorang pemuda masih di Klaten bekerja di sebuah bengkel yang
menyebabkan ia tidak cukup makan lalu mencari pekerjaan di sini

“Penjaga Malam: Pasti dia. Kemarin malam dia juga menipu di sebuah warung di
pasar Kauman.” (Hlm.7)
Penggunaan kata “kemarin malam” pada kutipan diatas merujuk pada waktu lampau
dimana penjaga malam menjelaskan bahwa ada seorang penipu yang juga menipu di
sebuah warung di pasar Kauman.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian pada naskah drama yang berjudul “Matahari Di Sebuah Jalan
Kecil” Karya Arifin C. Noor, simpulan yang didapat adalah ada3 jenis deiksis yang
ditemukan yaitu persona, tempat, dan waktu. Deiksis persona yang menunjuk kepada
orangnya diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu deiksis persona pertama kata yang
ditemukan yaitu saya, aku, dan saya. Kemudian deiksis persona kedua kata yang
ditemukan yaitu engkau, kau , kamu. Untuk deiksis persona ketiga kata yang
ditemukan yaitu dia dan merekan. Dalam deiksis tempat merupakan sebuah kata yang
digunakan sebagai rujukan, berfungsi untuk menunjukkan tempat dimana peristiwa
pembicara itu terjadi. Kata yang termasuk dalam deiksis tempat yaitu dari sini, dan ke
sini. Setelah itu, dalam deiksis waktu merupakan pengungkapan jarak waktu
dipandang dari waktu suatu tuturan diproduksi oleh pembicara. Kata yang
termasuk dalam deiksis waktu yaitu kesiangan, tadi malam, kemarin sore, pagi ini,
dua minggu yang lalu, dan kemarin malam.

DAFTAR PUSTAKA

Aditia, R., Qudsi, Z. R., & Utomo, A. P. Y. (2022). Penggunaan Ragam Deiksis Pada
Naskah Drama Yang Berjudul “Legenda Keong Mas”. Tabasa: Jurnal Bahasa,
Sastra Indonesia, dan Pengajarannya, 3(01), 58-71.

Anwar, F., & Syam, A. (2019). Kritik Sosial dalam naskah drama alangkah lucunya
negeri ini karya Deddy Mizwar. Jurnal bahasa dan sastra, 4(1), 105-121.

Lafamane, F. (2020). Karya Sastra (Puisi, Prosa, Drama).

Wiratno, T., & Santosa, R. (2014). Bahasa, fungsi bahasa, dan konteks sosial. Modul
Pengantar Linguistik Umum, 1-19.

Wuryani, W. (2017). Pesona karya sastra dalam pembelajaran bahasa dan budaya
indonesia. Semantik, 2(2), 87-101.
Wisudawati, W., & Faznur, L. S. (2022). Analisis Deiksis dalam Naskah Drama
Berjudul “Petang di Taman” Karya Iwan Simatupang. Basindo: jurnal kajian bahasa,
sastra Indonesia, dan pembelajarannya, 6(1), 76-83.

DAMSI, S. M. (2014). Deiksis dalam Novel yang Miskin Dilarang Maling Karya
Salman Rasdie Anwar. Skripsi, 1(311409106).

Nurhasanah, E., Maspuroh, U., Marlina, R., & Nordin, M. N. B. (2021). Arifin C. Noor’s
Drama “Matahari Di Sebuah Jalan Kecil” As A Media For Literature Learning In Senior
High School: A Study Of The Structure And Psychological Value. Psychology and
Education,

SUFRIADI, S. (2013). IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM NASKAH


DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL KARYA ARIFIN C. NOER
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
(Doctoral dissertation, Universitas Mataram).

Henisubagiharti, H., Risnawaty, R., Hasibuan, A., Diahsyafitri, D., Rozalia, R.,
Munirah, M., ... & Sunandari, S. (2022). Kajian Semiotik Pragmatik Deiksis dan
Budaya Pada Film Tarung Sarung. Imajeri: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 4(2), 192-202.

Hariyanto, S. (2022). REPRESENTASI BUDAYA DALAM FILM TARUNG


SARUNG 2020 (ANALISIS SEMIOTIK MODEL ROLAND BARTHES) (Doctoral
dissertation, Universitas Nasional).

Anda mungkin juga menyukai