Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau
penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Sebagai akibatnya studi ini
lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang
dengan tuturan-tuturannya dari pada dengan makna terpisah dari kata atau frasa
yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Maka dari itu pragmatik adalah studi
tentang maksud penutur (Yule, 1996 : 3).
Salah satu kajian dalam pragmatik yang dapat dipelajari yaitu deiksis.
Deiksis berasal dari kata Yunani, yaitu deiktikos yang berarti “hal penunjuk secara
langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani dalam
pengertian “kata ganti penunjuk”, yang dalam bahasa Indonesia adalah kata “ini”
dan “itu”. Sedangkan dalam bahasa Arab deiksis disebut juga dengan ‫ اإلشارية‬/al-
isyāriyyatu/.
Menurut Yule (1996 : 9) dieksis dibagi menjadi tiga kategori, yaitu deiksis
persona, deiksis tempat, dan deksis waktu. Adapun Levinson (1983 : 54)
menambahkan dua kategori yaitu deiksis wacana dan deiksis sosial, sehingga
deiksis memiliki lima kategori, yaitu : deiksis persona, deiksis tempat, deiksis
waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Selaras dengan uraian di atas, dalam pandangan Lyons (1977 : 637) bahwa
arti dari deiksis adalah lokasi dan identifikasi dari orang (persona), objek,
peristiwa, proses, dan kegiatan yang dibicarakan atau yang direferensikan oleh
hubungan konteks ruang dan waktu yang diciptakan dan dilanjutkan dengan
tindak tutur, dengan partisipan yang terdiri dari pembicara tunggal dan paling
tidak satu penerima atau pendengar. Pendapat tersebut mengungkapkan terdapat
tiga jenis deiksis,yakni deiksis orang (persona), deiksis waktu, dan deiksis tempat.
Dalam penggunaan dieksis, Levinson (1983 : 65-67) menyatakan bahwa,
penggunaan deiksis dibedakan antara penggunaan secara gestural yaitu cara
pembicara menyampaikan informasi dengan melibatkan gerakan tubuh ataupun

1
dengan cara audio visual yang dapat membantu memahami makna penggunaan
deiksis dan penggunaan secara simbolik yaitu cara pembicara menyampaikan
informasi yang penunjukkannya tidak disertai gerakan tubuh.
Deiksis dianalisis dengan memperhatikan kata-kata deiktik yang
mendukung tindakan seseorang dalam menyampaikan pesan, deiksis dapat
ditemukan dalam interaksi antar satu sama lain, serta dapat ditemukan dalam
bentuk karya sastra, salah satunya adalah film. Kata film adalah media
komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada
sekelompok orang yang berkumpul disuatu tempat tertentu (Effendy, 2000 : 134).
Industri film saat ini menjadi media yang sangat populer dikalangan
masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, film dapat memberikan dampak positif
dan negatif terhadap penontonnya, sebagai contoh banyaknya pemberitaan
kenakalan remaja karena meniru adegan-adegan film yang ditonton. Selain
dampak negatif, banyak juga film yang dapat menginspirasi penontonnya
(Kusumawati :2011). Salah satu contoh film yang diyakini dapat menginpirasia
dalah film Omar, film ini berperan penting sebagai tauladan dan pembentukan
karakter islami, sebab film ini menyampaikan pesan-pesan keislaman dan
menceritakan kisah prerjalanan hidup Umar bin Khattab selaku sahabat
Rasulullah sekaligus pengganti kepemimpinan khalifah Abu Bakar Assiddiq,
selain itu film ini secara umum mengisahkan tentang keadaan negara Arab di
zaman jahiliyah hingga periode kejayaannya pada masa pemerintahan khalifah
Umar bin Khattab.
Film Omar telah ditayangkan di Indonesia pada tahun 2012 di MNCTV.
Film yang berupa serial sebanyak tiga puluh episode ini, menceritakan tentang
Umar bin Khattab, tokoh penting dalam sejarah umat Islam yang kisah
kehidupannya dapat dijadikan teladan (Rachman : 2017).
Film ini menginspirasi dan telah banyak ditonton oleh masyarakat Indonesia
(Hidayati : 2013 ). Selain itu, bahasa Arab yang digunakan dalam film ini adalah
bahasa Arab resmi atau fuṣḥah yang telah dijadikan bahasa standar di berbagai
Negara Arab dan dalam film ini banyak terdapat deiksis sehingga tepat dijadikan
sebagai data penelitian untuk mendapatkan gambaran mengenai deiksis bahasa

2
Arab. Deiksis merupakan salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan
tuturan, deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa (Yule : 2014).
Peneliti memilih penelitian mengenai deiksis dalam film karena beberapa
alasan. Pertama, deiksis selalu muncul dalam sebuah karya sastra, khususnya film
dengan berbagai bahasa. Kedua, deiksis merupakan satu diantara banyaknya
pemakaian bahasa yang digunakan dalam film sebagai bentuk penunjukkan,
sehingga film tersebut dilakukan dengan baik apabila dimengerti oleh penutur dan
mitra tutur. Ketiga, deiksis yang digunakan dalam sebuah film sering berubah-
ubah tergantung pada konteks dalam cerita film tersebut, sehingga menuntut
seorang mitra tutur memerhatikan ujaran yang disampaikan penutur.
Keempat,deiksis dapat memberikan keterampilan tidak hanya pada mitra tutur,
tetapi juga kepada pembaca atau pendengar untuk dituntut bisa mengerti apa yang
disampaikan oleh seorang penutur dalam sebuah film.
Contoh penggunaan deiksis pada film Omar
Dialog 1: (Episode 28 /14:21/ Umar bin Khattab)
J‫ هللا‬J‫د‬J‫ب‬J‫ ع‬J‫ا‬J‫ ي‬J‫ت‬J‫ن‬J‫ ا‬J‫ع‬J‫ج‬J‫ر‬J‫!ا‬
/Irji’anta yā ‘abdallāh!/ ‘Pulanglah kau wahai Abdullah’
Konteks tuturan di atas adalah tuturan Umar bin Khattab kepada anaknya,
Abdullah agar pulang ke Madinah. Ketika itu Umar bin Khattab dan Abdullah
berada di perbatasan kota Madinah sedang menunggu berita dari utusan pasukan
muslim dari Persia. Umar menggunakan kata ‫ انت‬/anta/ yang artinya ‘kamu’,
dhomir ‫ انت‬/anta/ ‘kamu’ merupakan kata ganti orang kedua, dalam hal ini
penutur merujuk kepada mitra tutur yaitu Abdullah. Dari dialog di atas dapat
disimpulkan bahwa jenis deiksis yang digunakan penutur adalah deiksis persona
(kata ganti orang). Sedangkan penggunaan dieksis dalam tuturan ini adalah
dengan cara simbolik, karena pada adegan ini saat bertutur Umar tidak
menyertakan gerakan tubuh yang menunjukkan maksud dari tuturannya.
Deiksis persona terbagi menjadi 4 (empat) bagian dasar, yaitu : 1) kata ganti
orang pertama, seperti ‫ انا‬/anā/ ‘saya’; 2) kata ganti orang kedua, seperti ‫ انت‬/anta/
‘kamu’; 3) kata ganti orang ketiga seperti ‫ هو‬/huwa/ ‘dia laki-laki’; 4) kata ganti
kepemilikan seperti kata ‫ لي‬/lī/ ‘punya saya’ (Utari : 2020). Sedangkan

3
penggunaan deiksis pada tuturan di atas adalah dengan cara simbolik yaitu
menggunakan kata‫ انت‬/anta/ ‘kamu’ sebgai penguat penunjukan terhadap
Abdullah sebagai mitra tutur.
Penelitian deiksis memang sudah pernah dilakukan diantaranya “Deiksis
Persona dalam Film Maleficent : Analisis Pragmatik” oleh Yurika Papilaya (2016)
yang dalam penelitiannya ia menggunakan teori Levinson, adapun hasil
penelitiannya ditemukannya deiksis persona dalam film Maleficent yaitu deiksis
orang pertama, orang kedua dan orang ketiga. Selain itu, artikel ilmiah yang
berjudul “Tipe-Tipe Deiksis dalam Album Let Go karya Avril Lavigne: Suatu
Analisis Pragmatik” oleh Supit (2010) yang dalam penelitiannya, ia menggunakan
teori dari Levinson (1983) dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat empat jenis
deiksis dalam lirik lagu-lagu album tersebut, yaitu: deiksis orang, deiksis tempat,
deiksis waktu,deiksis wacana. Dalam artikel ilmiah lainnya yang berjudul
“Bentuk-bentuk Deiksis dalam Novel The Stars Shine Down Karya Sidney
Sheldon” oleh South (2010). Dalam penelitiannya, iamenggunakan teori dari
Hurford dan Heasley(1983) dan hasilnya menunjukkan bahwa tedapat 3 jenis
deiksis dalam novel tersebut, yaitu: deiksis orang, deiksis tempat,dan deiksis
waktu.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, penelitian
tersebut lebih banyak membahas deiksis dalam bahasa Inggris dengan objek
kajian karya sastra seperti film, lirik lagu dan juga novel, artinya deiksis memiliki
peran penting dalam karya sastra salah satunya film.
Adapun alasan peneliti memilih film Omar karena beberapa alasan.
Pertama, Omar adalah sosokfigur yang sangat berpengaruh terhadap revolusi
Islam di Timur Tengah. Kedua, film ini tayang serentak setiap bulan ramadhan di
berbagai negara antaranya Qatar, Dubai, Turki, Lebanon, Tunisia, dan Indonesia.
Ketiga, film ini tidak sekedar menjadi tontonan yang hanya menghibur, tapi juga
terdapat pesan-pesan ketauladanan.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,bahasa Arab belum pernah
menjadi objek kajian dieksis, khususnya di program studi sastra Arab FIB USU,
padahal banyak dieksis bahasa Arab yang dapat ditemukan dalam karya sastra.

4
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mencoba melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Deiksis dalam Film Omar karya Waleed Saif”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti jelaskan diatas,
maka dapatlah dirumuskan permasalahannya yaitu:
1. Jenis deiksis apa saja yang terdapat dalam Film Omar karya Waleed Saif?
2. Bagaimana penggunaan deiksis dalam Film Omar karya Waleed Saif
menurut Levinson (1983)?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian, maka tujuan umum yang akan
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jenis deiksis yang terdapat dalam film Omar karya
Waleed Saif.
2. Untuk mendeskripsikan penggunaan deiksis pada film Omar karya Waleed
Saif menurut Levinson (1983).

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat kegiatan penelitian terhadap terjemahan karya sastra
diharapkan mampu memberikan pemahaman lebih kepada pembaacanya. Oleh
karena itu, ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian
ini,diantaranya sebagai berikut:
1. Secara teoritis, peneliti berharap penelitian ini dapat membantu pembaca
untuk memahami deiksis yang digunakan dalam film Omar karya Waleed
Saif. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
terutama di bidang pragmatik yang digunakan dalam karya sastra, serta
dapat menjadi sumber acuan dan kemudahan bagi peneliti lain dalam
mengetahui ilmu deiksis dan pragmatik.
2. Secara praktis, peneliti berharap penelitian ini dapat digunakan bagi
mahasiswa dan pembaca untuk dijadikan rujukan pada penelitian lanjutan

5
yang akan meneliti karya sastra lain khususnya lirik lagu dengan pendekatan
pragmatik, baik pada Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya
USU maupun di luar USU. Selain itu, dapat melestarikan dan mempelihara
bahasa Arab dikalangan masyarakat luas, serta memperkenalkan pada
pembaca bahwa ada deiksis yang terdapat dalam film Omar karya Waleed
Saif.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu


Kajian terdahulu sangat penting dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan.
Kajian terdahulu berguna untuk mengetahui apakah objek penelitian yang akan
dilakukan pernah dilakukan atau belum. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya
yang pernah dilakukan antara lain:
1. Sumakul (2019), dalam penelitiannya membahas penggunaan dan tipe-
tipe deiksis dalam film “Beautiful and the Best” karya Jeanne Marie
Leprince De Mount. Teori yang digunakan dalam penelitiannya adalah
teoriLevinson, hasil dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa
terdapat tipe-tipe deiksis yang terdapat dalam film “Beautiful and the
Best” karya Jeanne Marie Leprince De Mount yaitu : deiksis persona,
waktu, tempat, sosial, dan wacana. Selain itu, ia juga menyimpulkan
bahwa penggunaan deiksis dalam film “Beautiful and the Best” yaitu
penggunaan secara gesturaldan simbolik. Tulisan Sumakul (2019)
cukup berkontribusi dalam penelitian ini, karena sama-sama
menggunakan teori Levinson, namun tetap ada perbedaan terhadap
penelitian yang akan dilakukan yaitu objek kajian yang menggunakan
bahasa yang berbeda sehingga mampu memperluas pengetahuan.
2. Nurlia, Rohim. Dkk (2019), dalam penelitian ini membahas tentang
deiksis bahasa Melayu dialek Sambas dalam film “Kuali Hangus”.
Hasil dari penelitiannya ditemukan tiga jenis deiksis dalam film “Kuali
Hangus” yaitu : deiksis persona, tempat dan waktu. Menurutnya hasil
penelitiannya dapat diimplementasikan dalam rencana pembelajaran di
sekolah dalam bentuk teks drama yang berjudul “Kuali Hangus”
karena sesuai dengan kurikulim 13 di Sekolah Menengah Atas (SMA)
kelas XI semester genap berdasarkan Kompetisi Dasar (KD) yang
terdapat dalam bahan ajar. Metode yang digunakan dalam penelitianya
adalah metode kualitatif deskriptif, sedangkan teknik yang digunakan

7
dalam mengumpulkan data adalah teknik studi dokumenter. Kajian
terdahulu ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan yaitu sama-sama membahas deiksis dalam sebuah film,
namun begitu tetap ada perbedaanya yaitu : objek kajian yang akan
diteliti menggunakan film berbahasa Arab. Selain itu kajian terdahulu
ini memfokuskan implementasinya sebagai bahan ajar sedangkan
penelitian yang akan dilakukan ini fokus pada analisis penggunaan
deiksis dalam sebuah film,sehingga penelitian ini lebih mendalam.
3. Siregar, N (2022), dalam penelitiannya membahas penggunaan dan
fungsi deiksis persona dalam film Ayla the Daughter of War. Teori
yang digunakan dalam penelitiannya adalah teori pragmatik Bambang
Kaswanti Purwo, sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik
simak bebas libat cakap (SBLC). Adapun hasil dari penelitiannya
menunjukan bahwa ada delapan belas deiksis persona, yang
dikelompokan menjadi deiksis persona pertama tunggal, jamak, deiksis
persona kedua tunggal dan jamak, dan deiksis persona kedua laksem
kekerabatan, jabatan. Serta deiksis persona ketiga, tunggal, jamak.
Adapun fungsi deiksis yang ditemukan dalam penelitiannya yaitu
sebagai penunjuk kepunyaan, subjek, objek, dan sebagai penunjuk.
Kajian terdahulu ini cukup berkontribusi terhadap penelitian yang akan
dilakukan sebagai bahan acuan karena sama-sama membahas deiksis
dalam film, namun begitu tentu saja ada perbedaannya yaitu teori dan
objek yang digunakan berbeda dengan kajian terdahulu ini.
4. Palupi, Indah I (2019), dalam penelitiannya membahas tentang jenis-
jenis deikis dan penggunaannya dalam film A Walk to Remember karya
Adam Shankman dengan menggunakan teori dari Levinson (1983),
hasil dari penelitiannya ditemukan jenis-jenis deiksis yaitu deiksis
orang, waktu, tempat, sosial dan wacana. Selain itu penggunaan deiksis
dalam film ini menggunakan penggunaan secara gestural dan
penggunaan secara simbolik. Jumlah deiksis yang lebih banyak
digunakan ialah penggunaan deiksis secara gestural daripada

8
penggunaan deiksis secara simbolik karena setelah penulis melihat film
tersebut secara keseluruhan, kebanyakan adegan-adegan didalamnya
menggunakan gerakan badan dalam menyampaikan maksud ujaran atau
informasi diberikan secara audio visual. Kajian terdahulu ini sangat
berkontribusi dalam penelitian ini, karena teori dan konsep yang
digunakan hampir sama, akan tetapi tentu saja ada perbedaannya yaitu
bahasa dan objek yang dikaji tidak dari sumber yang sama sehingga
diharapkan mampu memperluas pengetahuan dalam bidang bahasa.
5. Sebastian, Diani. DKK (2019), dalam penelitiannya membahas tentang
jenis deiksis serta referennya pada percakapan mahasiswa bahasa
Indonesia Universitas Bengkulu. Hasil penelitiannya yaitu deiksis yang
ditemukan meliputi, deiksis persona (persona pertama tunggal, persona
pertama jamak, persona kedua tunggal, persona kedua jamak, persona
ketiga tunggal), deiksis ruang/tempat, deiksis waktu (lampau, sekarang,
medatang, deiksis wacana (anafora, katafora), dan deiksis sosial. Pada
setiap deiksis yang ditemukan tentunya mempunyai titik pusat yang
berbeda dan juga bisa berganti atau berubah, jika berada pada konteks
yang lain. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ditemukan
adanya deiksis pada percakapan mahasiswa pendidikan bahasa
Indonesia edisi bulan Maret-April 2019. Penelitian ini sama-sama
membahas tentang deiksis namun metode yang digunakan kajian
terdahulu ini berbeda.
6. Irval, M (2021), dalam penelitiannya membahas tentang bagaimana
bentuk-bentuk deiksis yang terdapat dalam Film di Timur Matahari
karya Ari Sihasale. Teori yang digunakan dalam penelitiannya adalah
teori Levinson (1983), Berdasarkan hasil penelitiannya dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa bentuk deiksis dalam film di
Timur Matahari yakni Deiksis orang meliputi (1) deiksis orang
pertama : Saya, kami, dan kita, (2) Deiksis orang kedua : kamu, kalian,
dan saudara-saudaraku, (3) Deiksis orang ketiga : mereka dan dia.
Deiksis tempat meliputi di daerah dekat sini, ke pasarkah, di sini, ke

9
sini, kantor polisi, dan di situ. Deiksis waktu meliputi sekarang, selamat
pagi, baru saja, dan besok. Deiksis Sosial meliputi Bung Jolex. Kajian
terdahulu ini sama-sama penggunakan teori Levinson tapi tentu saja ada
perbedaannya yaitu bahasa dan objek yang dikaji tidak dari sumber
yang sama sehingga diharapkan mampu memperluas pengetahuan
dalam bidang bahasa.

Semua kajian terdahulu di atas berkontribusi dalam penelitian ini, karena


menjadi inspirasi dan acuan, namun begitu tentu saja penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Dengan adanya kajian terdahulu tersebut, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka, maka peneliti
berharap penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pragmatik
Pragmatik sebagai salah satu bidang dari ilmu linguistik yang
mengkhususkan pengkajian hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Menurut
Levinson (dalam Tarigan, 2009: 31) pragmatik merupakan telaah mengenai suatu
relasi antar bahasa dan konteks yang merupakan bagian dasar untuk suatu catatan
maupun laporan pemahaman bahasa. Lalu Tarigan (2009 : 30) menyimpulkan
bahwa pragmatik adalah suatu telaah mengenai hubungan antar bahasa dan
konteks yang mana mempengaruhi cara seseorang untuk menafsirkan suatu
kalimat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya pragmatik dapat membantu
seseorang untuk menafsirkan dan menelaah makna bahasa dalam kalimat maupun
bahasa dalam komunikasi.
Ilmu pragmatik dalam bahasa Arab disebut juga dengan J‫التدولية‬
/attadāwuliyatu/. Cabang ilmu ini merupakan bagian dari ilmu semiotik. Selaras
dengan pendapat Morris (2009) bahwa semiotik memiliki tiga cabang kajian,
yaitu sintaksis (J‫و‬J‫ح‬J‫ن‬J‫ل‬J‫ ا‬/an-nahwu/), semantik (J‫ة‬J‫ل‬J‫دال‬J‫ ال‬/ad-dilālatu/), dan pragmatik (
J‫ التدولية‬/at-tadāwuliyatu/). Sintaksis (J‫و‬J‫ح‬J‫ن‬J‫ل‬J‫ ا‬/an-nahwu/) adalah cabang semiotika

10
yang mengkaji hubungan formal antara tanda-tanda. Semantik (J‫ة‬J‫ل‬J‫دال‬J‫ ال‬/ad-
dilālatu/) adalah cabang semiotika yang mengkaji hubungan tanda dengan objek
yang diacunya, sedangkan pragmatik (J‫ التدولية‬/at-tadāwuliyatu/) adalah cabang
semiotika yang mengkaji hubungan tanda dengan pengguna bahasa.
Menurut Al-Karim dalam Moris (1938) menyebutkan :
ِ ‫التداوليةُ جز ٌء من السيميائية التي تعالج العالقة بين العالما‬
‫ت و ُمستعملي هذه العالمات‬
/at-taudaliyatu jaza’ min al-syįmamiyātu alatį tu’āliju al-‘alāqatu baina
al-‘alāmāti wa musta’mili hadzihi al-‘alāmāti/ ‘Pragmatik adalah bagian
dari semiotika yang berhubungan dengan tanda-tanda dan penggunaan
tanda-tanda’.
Sedangkan menurut Yule (2010 : 19) Pragmatik adalah:

‫التداولية هي دراسة المعنى التى يقصده المتكلم‬

/at-tadᾱwuliyatu hiya dirᾱsatu al-maʻnᾱ allatῑ yaqṣiduhu almutakallimu/


‘Pragmatik adalah studi tentang makna yang dimaksud oleh penutur’.
Selain pengertian di atas,Yule (2006 : 4) menyebutkan bahwa definisi
pragmatik dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu 1) bidang yang mengkaji makna
dari konteksnya, 2) bidang yang mengkaji makna pembicara, 3) bidang yang lebih
dari mengkaji tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang
terkomunikasikan atau dikomukasikan oleh pembicara, 4) bidang yang mengkaji
bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang memberi batasan pada partisipan yang
terlibat dalam percakapan tertentu.
Pada umumnya pragmatik mempunai empat bidang kajian, yaitu deiksis (
‫ارية‬JJJ‫ اإلش‬/al-isyāriyyatu/), presuposisi (‫بق‬JJJ‫تراض المس‬JJJ‫ اإلف‬/al-iftirāḍu al-musbaqu),
implikatur ( ‫ اإلستلزام الحوار‬/al-istilzāmu al-ḥiwāru/), dan tindak tutur (‫األفعال الكالمية‬
/al-af’ālu al-kalāmiyyatu/) (Suleiman, 2018 : 160).
Manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah seorang dapat bertutur kata
tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan
mereka, dan jenis-jenis tindakan yang diperlihatkan ketika sedang berbicara
(Yule, 1996:4). Sebagai contoh, dua orang yang sedang berbicara dan mengobrol
menyampaikan secara tidak langsung atau menyimpulkan sesuatu hal lain tanpa

11
memberikan bukti linguistik apa pun yang dapat kita tunjuk sebagai sumber
“makna” yang jelas atau pasti tentang apa yang disampaikan, contoh tuturan
“wanita : jadi, saudara?, pria: hei, siapa yangtidak mau?”.
Dalam pembahasan pragmatik terdapat makna dari pemakaian deiksis
dimana kata tersebut merujuk pada makna yang disebutkan sebelumnya. Deiksis
merupakan bagian dari kajian pragmatik yang membahas tentang makna kata
yang dirujuk dari kata yang dirujuk dari kata yang dipakai dalam suatu tuturan.
Pembahasaan tentang deiksis perlu dipahami secara lebih mendalam karena
deiksis yang satu dengan deiksis yang lain dan makna yang ditimbulkan dari jenis
deiksisakan berbeda-beda dan mengingat deiksis merupakan kajian pragmatik
yang terjadi dalam setiap tuturan yang didalamnya terdapat deiksis yang memiliki
makna dan konteks yang berbeda-beda (Maharani, 2018).

2.2.2 Dieksis

Kata deiksis (deixis) yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti
penunjukan melalui perantara bahasa. Penggunaan deiksis dapat mengacu pada
seseorang seperti kata “aku, dia, mereka”, tempat seperti kata “disini, disana”,
serta waktu seperti kata “sekarang, nanti, kemudian, minggu depan” (Yule, 2015 :
191). Adapun pendapat dari Alwi dkk (2010 : 42) yang menyatakan bahwa
deiksis merupakan kejadian yang didalamnya terdapat kata yang hanya dapat
dijelaskan dengan memperhitungkan keadaan dari pembicara. Sedangkan menurut
Nadar (2009 : 54) mengemukakan bahwa penutur yang berbicara dengan lawan
tuturnya seringkali menggunakan kata-kata yang merujuk pada orang, waktu dan
tempat. Kata-kata tersebut disebut dengan deiksis dan mempunyai fungsi
menunjukkan sesuatu sehingga suatu interaksi antar penutur dan mitra tutur akan
lebih bergantung pada pemahaman deiksis dari seorang penutur.

Yule dalam Al-Attabi (2010 : 27) mendefinisikan deiksis yaitu :

‫طلح‬J‫ارة مص‬J‫ذه اإلش‬J‫ام ه‬J‫تعمل للقي‬J‫ة تس‬J‫يغة لغوي‬J‫ة ص‬J‫ و يطلق على أي‬،‫التأشير يعني اإلشارة من خالل اللغة‬
"‫"التعبير التأشيري‬
/at-ta’syīru ya’nī al-isyāratu min khilāli al-lugati, wa yaṭluqu ‘alā ayatin
ṡīgatin lugawiyatin tasta’milu lil-qiyāmi haźihi al-isyārati musţalaĥa “at-

12
ta’bīru at-ta’syīriyyu/ ‘Deiksis berarti penunjukan melalui bahasa, setiap
bentuk linguistik yang menggunakan tanda ini disebut ekspresi dietik’.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa gejala deiksis dapat
dikatakan sebagai penunjuk antar bahasa dan konteks dalam struktur kebahasaan.
Karena deiksis menunjukkan cara mengkodekan tuturan dan interpretasi ujaran
dari konteks ujaran tersebut. Dengan demikian muncul kata penunjuk persona,
waktu, ruang dan demonstratif. Namun, pada dasarnya yang menjadi orientasi dari
deiksis adalah pembicara itu sendiri. Ketika anda menunjuk objek asing dan
bertanya “apa itu?”, maka anda menggunakan ungkapan deiksis “itu” untuk
menunjukkan sesuatu dalam konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan deiksis
kadang-kala juga disebut indeksikal (Yule, 1996 : 13).
Deiksis merupakan kata penunjukan, frasa dan rujukkan berpindah-pindah
dan dapat ditafsirkan sesuai situasi sehingga dapat dilihat sesuai konteks yang
dituturkan serta dapat diketahui apa maknanya jika diketahui siapa pula penutur,
tempat dan waktu kapan kata-kata itu dituturkan.

2.2.2.1 Jenis-Jenis Deiksis

Jenis-jenis dieksis menurut pendapat Yule (1996 : 9) dieksis dibagi


menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, dan deksis
waktu. Namun Levinson (1983: 62) menambahkan 2 kategori sehingga deiksis
memiliki 5 kategori, yaitu : deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu,
deiksis wacana dan deiksis sosial.

a. Deiksis Persona (‫ التأشير الشحصي‬/at-taʻsyīru as-syakhṣiyyu/)

Deiksis persona (‫ التأشير الشحصي‬/at-taʻsyīru as-syakhṣiyyu/) adalah acuan


yang ditunjukkan oleh kata ganti persona atau orang bergantung dari
peranan yang dibawakan pembicara atau penutur suatu ujaran (Yule, 2006 :
15). Deiksis persona terbagi menjadi 4 (empat) bagian dasar, yaitu: 1) kata
ganti orang pertama seperti ‫ انا‬/anā/ ‘saya’, 2) kata ganti orang kedua seperti
‫ أنت‬/anta/ ‘kamu’, 3) kata ganti orang ketiga seperti ‫هو‬/huwa/ ‘dia laki-laki’,
4) kata ganti kepemilikan seperti kata ‫ لي‬/lī/ ‘punya saya’.

13
Secara garis besar, persona dibagi menjadi tiga yaitu persona orang
pertama, persona orang kedua dan persona orang ketiga. Persona orang
pertama adalah kategori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok
yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kami, dan kita. Selanjutnya,
persona orang kedua adalah kategori rujukan pembicara kepada seorang
pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya kamu,
kalian, saudara. Sedangkan persona orang ketiga adalah kategori yang
rujukannya kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu
baik hadir maupun tidak, misalnya dia dan mereka.

Menurut Saifudin (2019 : 19) deiksis persona berkenaan dengan peranan


peserta dalam sebuah tuturan, meliputi persona pertama sebagai pembicara,
persona kedua sebagai lawan bicara, dan persona ketiga sebagai orang yang
dibicarakan. Ketiga jenis deiksis persona tersebut dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah al-mutakallim, al-mukhātab dan al-ghāib. Dhamīr
adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pronomina atau kata ganti
dalam bahasa Arab.

Diadaptasi dari pendapat Gulo (2020), adapun paparan bentuk persona


dalam bahasa Arab menurut Nikma (2015 : 10) terdapat pada tabel berikut
ini, yaitu:

Tabel 1
Bentuk kata ganti orang (persona) dalam bahasa Arab

Persona ‫ مفرد‬/mufrad/ <‫ مثن<ى‬/muṡannā/ ‫جمع‬/jamak/


‘tunggal’ ‘dua orang’ ‘tiga orang
atau lebih’

‫ المتكلم‬/al- ‫ انا‬/anā/ ‘saya’ - ‫نحن‬/


mutakallimu/ ‘orang nahnu/‘kita’
pertama’

َ‫ أنت‬/anta/ ‫ أنتما‬/antumā/ ‫ أنتم‬/antum/


‫ المخاطب‬/al-
‘kamu dua ‘kalian
mukhāṭabu/ ‘orang ‘kamu satu

14
orang laki-laki’ laki-laki’
orang laki-laki’
‫ أنتما‬/antumā/ ‫أنتن‬
‫ت‬
ِ ‫أن‬/anti/ ‘kamu
‘kamu dua /antunna/
kedua’ satu orang
orang ‘kalian
perempuan’
perempuan’ perempuan

‫هو‬/huwa/ ‘dia ‫هما‬/humā/ ‘dia ‫هم‬/hum/
satu orang dua orang ‘mereka
laki-laki’ laki-laki’ laki-laki’
‫ الغائب‬/al-gāʻibu/ ‫هي‬/hiya/ ‘dia ‫هما‬/humā/ ‘dia ‫ هن‬/hunna/
‘orang ketiga’ satu orang dua orang ‘mereka
perempuan’ perempuan’ perempuan

laki

b. Deiksis Tempat (‫ التأشير المكاني‬/at-taʻsyīru al-mākāniyyu/)

Yule (2014: 19) mendefinisikan bahwa deiksis tempat memiliki konsep


tentang jarakyang telah disebutkan mempunyai hubungan antar orang dan
benda yang ditunjukkan. Lebih tepatnya menunjukkan lokasi atau tempat
terjadinya sebuah tuturan. Deiksis tempat ini mempunyai dua kata
keterangan kunci yaitu “disini” dan “disana”. Namun dengan adanya variasi
bahasa dapat memunculkan ungkapan deiksis yang lebih banyak lagi.
Dalam bahasa Arab terdapat contoh deiksis tempat yaitu ‫هنا‬/hunā/ ‘disini’
dan ‫هناك‬/hunāka/ ‘disana’. Ada juga contoh kata yang lebih menunjukkan
tempat lebih spesifik seperti dalam kalimat ‫أنا في المسجد‬/anā fi al-masjidi/
‘saya di dalam masjid’. Kata ‫جد‬JJJ‫ المس‬/al-masjidu/ ‘masjid’ merupakan
keterangan tempat, artinya si penutur menerangkan bahwa ia berada di
suatu tempat yaitu di dalam masjid. Maka dalam kalimat ini mengandung
dieksis tempat.

c. Deiksis waktu (‫ التأشير الزماني‬/at-taʻsyīru az-zamāniyyu/)

15
Deiksis waktu merupakan pemakaian kata yang berpusat pada
penunjukkan waktu yang berhubungan dengan penutur saat berbicara (Yule,
2014 : 22). Pemakaian waktu sendiri terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
waktu lampau, waktu yang akan datang, dan waktu sekarang. Dalam bahasa
Arab terdapat deiksis waktu seperti ‫ االن‬/alʻan/ ‘sekarang’ yang bermakna
sedang berlangsung.

Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini diungkapkan dalam


bentuk “kala” (Inggris : Tense) (Nababan,1987:41). Pemakaian bentuk
“sekarang” yang menunjukkan baik waktu yang berkenaan dengan saat
penutur berbicara maupun saat suara penutur sedang didengar kebalikan dari
“sekarang”, ungkapan pada saat itu diimplikasikan baik hubungan waktu
lampau maupun waktu yang akan datang dengan waktu penutur sekarang
(Yule, 2006 : 22).

d. Deiksis Sosial (‫ التأشير اإلجتماعي‬/at-taʻsyīru al-ijtimā’iyyu/)

Dieksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan


kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.
Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa
bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang
diwujudkan dalam seleksi atau sistem morfologi kata-kata tertentu
(Nababan,1987 : 42).

Contoh : (Episode 29 /40:49/ Ali bin Abi Thalib)

‫ادخل يا أمير المؤمنين‬

/Udkhul yā amīral-mu`minīn/ ‘Silakan masuk wahai Amirul Mukminin’.

Tuturan Ali bin Abi Thalib kepada Umar bin Khattab. Ketika itu, Ali bin
Abi Thalib mempersilakan Umar bin Khattab untuk masuk ke rumahnya.
Kata ‫نين‬JJJ‫ير المؤم‬JJJ‫ أم‬/amīral-mu`minīn/ ‘pemimpin orang-orang mukmin’,
artinya status sosial Umar bin Khatab sebagai seorang pemimpin suatu
kelompok masyarakat.

Deiksis sosial merupakan suatu aspek penting dalam menjaga kesantunan

16
atau kesopanan dalam berbahasa. Perbedaan sosial dapat menimbulkan
perbedaan dalam penggunaan bahasa itu sendiri. Deiksis sosial dapat
menunjukkan perbedaan sosial yang dipengaruhi oleh faktor sosial seperti
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, gelar atau kedudukannya dalam
kemasyarakatan (Putrayasa, 2014 : 53).

e. Deiksis Wacana (‫ التأشير الخطابي‬/at-taʻsyīru al-khiṭābiyyu/)

Menurut Nababan (1987: 42), deiksis wacana adalah suatu rujukan pada
bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang
dikembangkan. Gejala ini dalam tata bahasa disebut anafora dan katafora.
Bentuk-bentuk yang sering dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana
adalah kata ini, itu, yang berikut, yang terdahulu, dan sebagainya.

Contoh:
‫حي قصها الى الرسول االحفة انك مأيد يا عمر‬
/ḥayya qaṣṣahā ilā ar-rasūli al-lāhifati innaka muʻayyidun yā ’umar/
‘Marilah kita menceritakannya kepada Rasul, karena engkau menguatkan
perkara ini wahai Umar’.
Tuturan Abu Bakar kepada Umar yang mengajaknya agar menemui Nabi
Muhammad. Ketika itu, Umar bin Khattab menceritakan bahwa ia bermimpi
diajarkan lafadz adzan. Kalimat ‫ول‬JJ‫حي قصها الى الرس‬/ḥayya qaṣṣahā ilā ar-
rasūli/ ‘marilah kita menceritakannya kepada Rasul’ merupakan deiksis
wacana, karena dalam konteks tuturan itu,Umar bin Khattab menceritakan
bahwa ia bermimpi diajarkan lafadz adzan. Maka Abu Bakar menyarankan
untuk bertemu Rasulullah. Kata ‫ قصها‬/qaṣṣahā/ ‘menceritakannya’, terdapat
dhamir ‫ هي‬/hiya/ ‘dia-nya’ merupakan penunjukkan kepada hal yang
dialami yaitu bermimpi diajarkan lafadz azan. Artinya penunjukan wacana
yang sedang dikembangkan adalah menceritakan tentang mimpi Abu Bakar.

2.2.2.2 Penggunaan Deiksis


Levinson (1983: 65-67) menyatakan bahwa, penggunaan deiksis dibedakan
antara penggunaan secara gestural dan penggunaan secara simbolik.
a. Penggunaan deiksis secara gestural yaitu cara pembicara menyampaikan

17
informasi dengan melibatkan gerakan tubuh ataupun dengan cara audio
visual yang dapat membantu memahami makna penggunaan deiksis.
Contoh : Pada saat berbicara untuk menunjuk pada sesuatu yang
melibatkan gerakan tubuh.
“This one's genuine, but this one is a fake ‘Ini asli, tapi yang ini
palsu’ (Levinson, 1983: 65).
b. Penggunaan deiksis secara simbolik yaitu cara pembicara
menyampaikan informasiyang penunjukkannya tidak disertai gerakan
tubuh. Penggunaan deiksis secara simbolik (simbol/lambang)
merupakan interpretasi dalam menganalisis aspek situasi pada saat
ujaran disampaikan. Contoh : Pada saat berbicara yang penunjukkannya
tidak disertai gerakan tubuh melainkan interpretasi dalam menganalisis
aspek situasi pada saat ujaran berlangsung
“This city isreally beautiful ‘Kota inisangatindah’ (Levinson, 1983:
65).

2.2.3 Film Omar

Film diartikan sebagai hasil budaya dan alat ekspresi kesenian. Film
sebagai komunikasi massa merupakan gabungan dari berbagai tekhnologi seperti
fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan
arsitektur serta seni musik Effendi (1986). Lebih dari 70 tahun terakhir ini film
telah memasuki kehidupan umat manusia yang sangat luas lagi beraneka ragam
(Liliweri, 1991). Selain itu, menurut Kridalaksana (1984) film adalah alat media
massa yang mempunyai sifat lihat dengar (audio–visual) dan dapat mencapai
khalayak ramai.

Kehadiran film di tengah kehidupan manusia dewasa ini semakin penting


dan setara dengan media lain. Keberadaannya praktis, hampir dapat disamakan
dengan kebutuhan akan sandang pangan. Dapat dikatakan hampir tidak ada
kehidupan sehari-hari manusia berbudaya maju yang tidak tersentuh dengan
media ini.Tumbuh dan berkembangnya film sangat bergantung pada teknologi dan
paduan unsur seni sehingga menghasilkan film yang berkualitas (Silvia, 2016).

18
Film dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter dan
film kartun (Effendy, 2000 : 210).
1. Film Cerita(Story Film)
Film yang mengandung suatu cerita, yang lazim dipertunjukan di gedung-
gedung bioskop yang dimainkan oleh para bintang sinetron yang terkenal.
Film jenis ini didistribusikan sebagai barang dagangan dan diperuntukan
untuk semua publik.
2. Film Berita (News Film)
Film berita adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar–benar
terjadi. Karena sifatnya berita maka film yang disajikan pada publik harus
mengandung nilai berita (news value).
3. Film Dokumenter
Film dokumenter pertama kali diciptakan oleh John Gierson yang
mendefinisikan bahwa film dokumenter adalah “Karya cipta yang
mengarah kenyataan (Creative treatment of actuality) yang merupakan
kenyataan–kenyatan yang menginterprestasikan kenyataan. Titik fokus
dari film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi, bedanya
dengan film berita adalah film berita harus mengenai sesuatu yang
mempunyai nilai berita atau news value.
4. Film Kartun
Walt Disney adalah perusahaan kartun yang banyak menghasil berbagai
macam film kartun yang terkenal sampai saat ini. Timbulnya gagasan
membuat film kartun adalah dari seniman pelukis serta ditemukannya
cinematografi menimbulkan gagasan untuk menghidupkan gambar-
gambar yang mereka lukis dan lukisan itu menimbulkan hal-hal yang
bersifat lucu. Definisi film art adalah seni rupa media paling lengkap,
aliran seni yang selama berpuluh-puluh tahun diacuhkan oleh ilmu
kesenian dan bahkan sulit bagi para pakar untuk membuat batasannya ini
mampu mengkonseptualisasikan berbagai macam bentuk seni; tari, teater,
drama, musik, gerak, menjadi satu bentuk paling maju. Dalam
menyampaikan pesan, film adalah media paling komunikatif, meskipun

19
mahal karena teknologinya masih dikuasi oleh segelintir tuan-tuan modal.

Setelah mengetahui jenis-jenis film yang dikemukan oleh (Effendy, 2000 :


210), maka film Omar (Umar bin Khattab) karya Waleed Saif ini digolongkan
jenis film dokumenter karena karya yang dibuat sesuai dengan fakta atau
kenyataan, jadi selain untuk hiburan film ini juga berguna untuk memperluas
pengetahuan sejarah peradaban, maka dari itu, bahasa dan tindak tutur yang ada di
film ini harus dipahami dengan baik agar penonton dapat memahami pesan dan
informasi yang disampaikan.
Film Omar adalah film yang menceritakan kisah Umar bin Khatab yang
merupakan khalifah kedua . Film Omar telah ditayangkan di Indonesia pada tahun
2012 di MNCTV. Film yang berupa serial sebanyak tiga puluh episode ini,
menceritakan tentang Umar bin Khattab, tokoh penting dalam sejarah umat Islam
yang kisah kehidupannya dapat dijadikan teladan. Film ini menginspirasi dan
telah banyak ditonton oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, bahasa Arab yang
digunakan dalam film ini adalah bahasa Arab resmi atau fuṣḥah yang telah
dijadikan bahasa standar di berbagai negara Arab dan dalam film ini juga banyak
terdapat deiksis sehingga cocok dijadikan sebagai data penelitian untuk
mendapatkan gambaran mengenai deiksis bahasa Arab.
Film Omar ini merupakan film produksi terbesar yang pernah dibuat di
Arab. Film yang melibatkan ratusan aktor dan aktris dari 10 negara. Shooting dan
post produksinya selama 322 hari, kru yang terlibat sebanyak 229 orang, aktor
dan aktris sejumlah 322 orang dari 10 negara. Saat proses produksi dimulai perlu
dibangun 29 rumah di Mekkah di atas tanah seluas 5000 meter persegi dan 89
rumah di Marakesh yang dibangun di atas tanah 12.000 meter persegi. Properti
saat pembuatan film yang diperlukan berupa: 1,970 pedang, 650 tombak, 1.050
tameng, 4.000 anak panah, 400 panahan, 15 drum, 137 patung, 1.600 tanah liat,
10.000 koin, 7.550 sandal dan 170 baju perang. Pada saat proses membuat baju
dibutuhkan 14.200 meter kain, dengan jumlah penjahit sebanyak 39 orang
(Hidayati : 2013).
Film ini ditulis oleh Dr. Waleed Saif dan diproduksi oleh 03 Production dan

20
Midle East Broadcasting Centre (MBC) Dubai. Dengan sinematografi yang baik
dan kualitas gambar yang bagus menjadikan film ini enak ditonton. Tidak sekedar
menjadi tontonan yang hanya menghibur tetapi juga terdapat pesan-pesan
ketauladanan. Hal ini juga menjadi alasan peneliti untuk memilih film Omar
sebagai objek penelitian yang akan dilakukan.

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Pendekatan penelitian yang ada dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Hasil data yang akan diperoleh dari penelitian ini akan
dijabarkan dalam bentuk kata-kata. Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2017 : 5)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dengan metode yang
ada. Hal ini bertujuan untuk memperjelas dan mendeskripsikan bentuk-bentuk
deiksis yang terdapat pada film Omar karya Waleed Saif.
Lofland dan Lofland dalam Moleong (2017:157) sumber data utama
dalampenelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data penelitian yang diteliti berupa data
deskriptif yang diperoleh dari objek penelitian berupa kata, frasa maupun kalimat
yang termasuk jenis deiksis beserta penggunaan deiksis yang terdapat pada film
Omar karya Waleed Saif.
Penelitian kali ini memfokuskan pada deiksis dalam sebuah film.
Pendekatan dalam penelitian ini yaitu kualitatif. Dengan pendekatan ini data
dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk kata-kata. Adapun sumber data dalam
penelitian ini berupa percakapan atau dialog yang terdapat dalam film Omar karya
Waleed Saif.

3.2 Data dan Sumber Data


Data dalam penelitian ini adalah dialog atau percakapan bahasa Arab
yangterdapat pada film Omar karya Waleed Saif. Yaitu berupa kata, frase, dan
kalimat yang berkaitan dieksis persona, waktu, tempat, sosial dan wacana. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan
sekunder.
Sumber data primer adalah sumber aktual pada saat terjadinya peristiwa
pengumpulan data, seperti informan, responden, buku geografi, buku sejarah,

22
maupun media lainya yang mengandung informasi. Sedangkan sumber data
sekunder adalah data yang diperoleh atau yang dikumpulkan oleh orang yang
telah ada (Hasan, 2002 : 58). Data ini digunakan untuk mendukung informasi
primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian
terdahulu, buku, dan lain sebagainya.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap) dan teknik catat. Menurut Mahsun
(2005 : 91), menjelaskan bahwa teknik simak bebas libat cakap adalah teknik
yang membuat peneliti berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para
informannya. Dalam teknik SBLC ini peneliti tidak terlibat secara langsung serta
tidak berpartisipasi dalam menentukan pembentukan dan pemunculan data namun
hanya sebagai pemerhati atau pengamat terhadap data. Selanjutnya diteruskan
dengan penggunaan teknik catat, setelah peneliti menyimak data lalu dilanjutkan
dengan mencatat data dan mentraskipkan data yang telah didapatkan.
Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung sebagai kerangka landasan
berpikir dalam tulisan ini. Adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan.
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna
untuk melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaiandata.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai
berikut:
1. penulis mengunduh film Omar karya Waleed Saif melalui internet.
2. Penulis menonton kembali film yang berdurasi 03 jam18 menit ini dan
membuat naskah untuk memudahkan dalam mengidentifikasi data.
3. Menyimak dan mencatat percakapan atau dialog yang terdapat pada objek
kajian.
4. Penulis mengidentifikasi setiap kalimat yang mengandung deiksis orang,
deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis sosial, dan deiksis wacana dari film
Omar, kemudian menulis semua data yang didapatkan pada lembaran kertas.
5. Lalu penulis mengklasifikasikan data menggunakan teori Levinson

23
berdasarkan jenis deiksis.

3.4 Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini data yang akan dianalisis dengan menggunakan metode
Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (1992 : 16) menerapkan tiga alur
kegiatan yang dapat dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian
kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
3.4.1 Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada data-data yang diperlukan sebagai bahan dari penelitian. Data kualitatif
dapat disederhanakan dan transformasikan dengan berbagai cara, yakni melalui
seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian yang singkat dan
menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas. Pada tahap ini peneliti
menyimak disertai mengidentifikasi data yang diperoleh dari sumber data
utama, berupa jenis deiksis dan penggunaanya pada film Omar.

3.4.2 Penyajian Data


Penyajian data dalam dalam penelitian ini merupakan keseluruhan data
dari hasil reduksi. Dari data yang telah dikumpul mealui tahapan reduksi
kemudian dideskripsikan dan disajikan secara lengkap oleh peneliti. Pada tahap
ini, peneliti mendeskripsikan serta mengkategorikan data hasil penelitian yang
sudah diperoleh berdasarkan jenis deiksisnya, serta penggunaan deiksis pada
film Omar.

3.4.3 Penarikan Kesimpulan


Penarikan kesimpulan merupakan tahapan akhir yang dilakukan pada
setiap karya ilmiah. Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu
kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Berikut ini langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data:


1. Mengklasifikasikan data penelitian berdasarkan pada rumusan

24
masalah dan tujuan penelitian.
2. Menganalisis penggunaan deiksis sesuai dengan jenis deiksis (yaitu
deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan
deiksis sosial) dan bagaimana penggunaannya (dalam hal ini gestural
dan simbolik) berdasarkan teori Levinson (1983: 54-59).
3. Mencatat atau mendeskripsikan hasil analisis menjadi sebuah temuan
dari objek kajian.
4. Menyimpulkan data berdasarkan data yang telah dianalisis, sehingga
sesuai dengan data yang diinginkan yaitu tentang jenis-jenis deiksis
dan penggunaanya pada film Omar.
5. Menyajikan hasil data tersebut menjadi suatu karya ilmiah yang
berbentuk skripsi.

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian analisis yang telah dilakukan, deiksis dalam film
Omar memiliki beberapa jenis yaitu deiksis persona, waktu, tempat, sosial, dan
wacana. Selain itu ditemukan penggunaan deiksis secara gestural dan simbolik.
Berikut penjelasan mengenai deiksis dan penggunaanya.

Tabel 4.1
Jenis-jenis deiksis dan penggunaannya pada film Omar

Penggunaan Deiksis
No. Jenis Deiksis Jumlah
Simbolik Gestural
1. Persona 1 2 3

2. Waktu 4 - 4

3. Tempat 1 3 4

4. Sosial 3 2 5

5. Wacana 3 1 4

Jumlah 12 8 20

5.2 Pembahasan
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas jenis deiksis dalam film Omar
berupa deiksis persona, waktu, tempat, sosial, dan wacana. Sedangkan
penggunaanya secara gestural dan simbolik, peneliti uraikan seperti dibawahini.
4.2.1 Jenis-jenis Deiksis
1. Deiksis Persona (‫ التأشير الشحصي‬/at-taʻsyīru as-syakhṣiyyu/)
Deiksis persona (‫ التأشير الشحصي‬/at-taʻsyīru as-syakhṣiyyu/) adalah
acuan yang ditunjukkan oleh kata ganti persona atau orang bergantung

26
dari peranan yang dibawakan pembicara atau penutur suatu ujaran
(Yule, 2006 : 15). Deiksis persona terbagi menjadi 4 (empat) bagian
dasar, yaitu: 1) kata ganti orang pertama seperti ‫ انا‬/anā/ ‘saya’, 2) kata
ganti orang kedua seperti ‫ أنت‬/anta/ ‘kamu’, 3) kata ganti orang ketiga
seperti ‫هو‬/huwa/ ‘dia laki-laki’, 4) kata ganti kepemilikan seperti kata ‫لي‬
/lī/ ‘punya saya’. Adapun deiksis persona yang ditemukan dalam film
Omar ini ada 3 bentuk.
Data 1 : Episode1/13:44/ Umar bin Khattab

‫هذا خطبك يا خالتي‬

/hāżā khaṭabuki yā khālatī/ ‘ini kayu bakarmu wahai bibiku’.

Tuturan Umar dengan seorang bibi yang memintanya untuk


mencari kayu bakar seraya melakukan tindakan memberikan kayu
bakar itu kepada bibi. Kata ‫ذا خطبك‬JJ‫ ه‬/ hāżā khaṭabuki/ ‘ini kayu
bakarmu’ menunjukkan deiksis persona yaitu kepemilikan, kata
‫خطب‬/khaṭabun/ bermakna ‘kayu bakar’ terdapat tambahan huruf ‫ ك‬/ki/
yang memiliki makna kepunyaan ‫مير‬JJJ‫ ض‬/ḍamīr/ ‫ انت‬/anti/ ‘kamu
(perempuan)’, yang dimaksud dalam tuturan Umar adalah kayu bakar
milik bibi. Hal ini diperkuat dengan tuturan Umar yaitu kata ‫يا خالتي‬/yā
khālatī/ yang artinya ‘wahai bibiku’, kata ‫ خاالة‬/khālatun/ yang
bermakna ‘bibi’ terdapat tambahan huruf ‫ ي‬/ya/ yang memiliki makna
kepunyaan ‫ ضمير‬/ḍamīr/ ‫ أنا‬/anā/ ‘saya’.

Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa pada dialog 1


terdapat deiksis persona yaitu kata ganti kepemilikan kepunyaan ‫ضمير‬
/ḍamīr/ ‫ انت‬/anti/ ‘kamu (perempuan)’ yang dituturkan oleh Umar bin
Khattab sebagai deiksis orang pertama dan mitra tutur sebagai deiksis
orang kedua.
Data 2 : Episode 24 /05:26/ Umar bin Khattab
J‫ هللا‬J‫د‬J‫ب‬J‫ ع‬J‫ا‬J‫ ي‬J‫ت‬J‫ن‬J‫ ا‬J‫ع‬J‫ج‬J‫ر‬J‫!ا‬
/Irji’anta yā ‘abdallāh!/ ‘Pulanglah kau wahai Abdullah’

27
Tuturan Umar bin Khattab kepada anaknya, Abdullah agar pulang
ke Madinah. Kata ‫ انت‬/anta/ ‘kamu (laki-laki)’ merupakan deiksis
persona kategori kata ganti orang kedua yaitu merujuk kepada Abdullah
sebagai mitra tutur. Deiksis orang kedua yaitu pemberian rujukan
penutur kepada seseorang atau lebih yang melibatkan diri dalam suatu
percakapan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kata ‫ انت‬/anta/ ‘kamu (laki-
laki)’ digolongkan dalam deiksis persona kata ganti orang kedua.

Data 3 : Episode 1 part 2 /3:25/ Pedagang Bizantium

‫هؤإلهم أصحابي من الروم‬

/haʻulāʻihim aṣḥābī min ar-rūmi/ ‘ini semua teman-temanku dari


Bizantium’.

Tuturan seorang pedagang kepada Umar saat pertama kali Umar ke


Mekah seraya menunjuk sekelompok orang yang sedang berdagang.
Kata <‫ ه<<ؤإلهم‬/haʻulāʻihim/ yang bermakna ‘mereka semua’ merujuk
kepada deiksis kata ganti orang ke tiga. Kata ganti orang ke ketiga
adalah orang ketika kategori yangrujukannya kepada orang yang bukan
pembicara atau pendengar ujaran itu baik hadir maupun tidak, misalnya
dia, dan mereka.

Pedagang sebagai orang pertama yang bertutur sedangkan umar


sebagai lawan bicara atau orang kedua dan yang dibicarakan sebagai
orang ketiga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada kalimat tuturan ini
terdapat deiksis persona.

2. Deiksis waktu (‫ التأشير الزماني‬/at-taʻsyīru az-zamāniyyu/)

Deiksis waktu merupakan pemakaian kata yang berpusat pada


penunjukkan waktu yang berhubungan dengan penutur saat berbicara
(Yule, 2014 : 22). Pemakaian waktu sendiri terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu waktu lampau, waktu yang akan datang, dan waktu sekarang.
Dalam bahasa Arab terdapat deiksis waktu seperti ‫ االن‬/alʻan/ ‘sekarang’

28
yang bermakna sedang berlangsung.

Data 4 : Episode 1 /15:15/ Khattab


‫ماذا بك الساعة ؟‬
/māżā bika as-sā’ati?/ ‘Apa yang membawamu pulang pada
waktu ini?’
Tuturan Khattab kepada Umar ketika itu Umar kembali dari
lembah Dadznan. Kata ‫اعة‬JJ‫ الس‬/as-sā’atu/ bermakna ‘waktu’. Pada
konteks tuturan, penutur merujuk pada deiksis waktu kepada lawan
bicaranya yaitu Umar, penutur menanyakan waktu saat itu juga.
Data 5 :Episode 13/18:42/ Hindun

‫ قد شفيت و هذا الوقت الوفاء‬،‫هلم أبا دمسة‬


/Halamma abā Damsah ,qad syafaita wa hāżā al-waqtu al-wafáu/
‘Kemarilah Abu Damsah, kau telah menjalankan tugasmu, ini
saatnya kau bebas.
Tuturan ini terdapat kata ‫ هذا الوقت‬/ hāżā al-waqtu/ ‘waktu ini’. Pada
konteks tuturan ini, Hindun membebaskan Aba Damsah seorang budak
pada saat itu juga dengan menggunakan kata ‫ هذا الوقت‬/ hāżā al-waqtu/
‘waktu ini’, artinya tuturan ini tergolong pada deiksis waktu sekarang
(pada saat tuturan berlangsung).
Data 6 : Episode 13 /17:38/ Hindun
‫نحن جزانكم يوم بدر‬
/Naḥnu jazānakum yauma badrin/ ‘Kami membalas kalian dalam
perang Badar’.
Konteks tuturan Hindun kepada kaum Muslimin pada saat perang
Uhud ketika ayahnya terbunuh sehingga Hindun ingin balas dendam.
Pada tuturan Hindun terdapat kata ‫ يوم بدر‬/yauma badrin/ yang artinya
‘hari Badar’ atau ‘perang Badar’. Jadi, yang dimaksud penutur adalah
ia ingin membalas dendam kepada kaum muslimin pada perang Badar.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat deiksis waktu pada tuturan ini.
Data 7: Episode1 /16:47/ Umar bin Khattab
‫اال أتبلغ بعض الطعام ؟ ثم التزوض ليلة في واض ضجنان‬

29
/Alā utaballigu ba’ḍa aṭ-ṭa’āmi? ṡumma at-tazwaḍu lailatī fī
wāḍi ḍajnāni/ ‘bolehkah aku menyantap sedikit makanan
kemudian menyiapkan bekal untuk malamku di lembah Dajnan’.

Tuturan Umar kepada Khattab ayahnya yang ketika itu baru pulang
untuk mengambil makanan, pada tuturan Umar menggunakan kata ‫ليلة‬
/lailatun/ yang artinya ‘malam’, maksud tutran Umar, ia meminta izin
kepada ayahnya untuk menyiapkan makanan pada waktu malam hari di
lembah Dajnan. Artinya tuturan Umar mengandung deiksis waktu yaitu
waktu malamyang akan datang.

3. Deiksis Tempat (‫ التأشير المكاني‬/at-taʻsyīru al-mākāniyyu/)


Yule (2014: 19) mendefinisikan bahwa deiksis tempat memiliki
konsep tentang jarakyang telah disebutkan mempunyai hubungan antar
orang dan benda yang ditunjukkan. Lebih tepatnya menunjukkan lokasi
atau tempat terjadinya sebuah tuturan.
Data 8 : Episode 1 /9:36/ Umar bin Khattab
ِ ‫لقد رأيتني و انا أرْ عَى إبِل ال َخطَا‬
‫ب فِي هَ َذا ال َو ِدي‬
/laqad raʻaitanī wa anā ar’ā ibili al-khaṭṭābi fī hāżā al-wādī/
‘Sungguhnya aku melihat diriku menggembala unta Khattab di
lembah ini.
Tuturan Umar kepada seorang sahabat ketika pulang dari Mekah
menuju Madinah, pada suatu tempat mereka berhenti dan menyaksikan
sekelompok orang menggembala unta. Pada tuturannya, Umar
menggunakan kalimat ‫ هَ َذا ال َو ِدي‬/hāżā al-wādī/ ‘di lembah ini’, artinya
penutur menunjukkan sebuah tempat kejadian sebuah peristiwa yaitu
peristiwa mengembala unta, sedangkan tempat yang dimaksud penutur
adalah ‫الو ِدي‬
َ /al-wādi/ ‘lembah’.
Kata ‫ ال َو ِدي‬/al-wādi/ ‘lembah’ adalah keterangan tempat, jadi dapat
disimpulkan bahwa pada tuturan ini terdapat deiksis tempat, sebab
penutur menunjukkan lokasi tempat kejadian peristiwa saat bertutur.

30
Data 9 : Episode 1 /16:39/ Khattab
‫لن تكون ولدي إذا ذهب بعض ابلي و انت هنا تجادلني‬
/lan takūnu waladī iżā żahaba ba’ḍu iblī wa anta hunā
tujādilunī/ ‘Engkau tidak akan menjadi anakku jika sebagian
untaku menghilang sedangkan kamu disini sedang berdebat
denganku’.

Tuturan Khattab kepda Umar ketika itu Umar kembali ke rumah


Khattab (ayahnya) untuk mengambil makanan, akan tetapi ayahnya
khawatir akan keadaan untanya. Pada tuturan Khattab menggunakan
kata ‫ هنا‬/hunā/ ‘disini’. Kata ‫ هنا‬/hunā/ ‘disini’ menunjukan kata
keterangan tempat saat tuturan itu berlangsung, yang dimaksud
penutur kata ‫ هنا‬/hunā/ ‘disini’ merujuk kepada rumah Khattab. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pada tuturan ini terdapat deiksis tempat.
Data 10 : Episode 13 /11:24/ Rasulullah
‫ ال تبرحو مكانكم‬، ‫ال تبرحو مكانكم‬
/Lā tabraḥū makānakum, Lā tabraḥū makānakum/ ‘Jangan
tinggalkan tempat kalian, jangan tinggalkan tempat kalian!’
Tuturan Rasulullah kepada pasukan perang kaum muslimin saat
perang Uhud berlangsung. Kata ‫ مكان‬/makānun/ yang artinya ‘tempat’,
maksud tuturan Rasulullah adalah memerintahkan pasukan perang
untuk tetap berada di tempatnya yaitu posisi perang Uhud
berlangsung, kata ‫ مكان‬/makānun/ ‘tempat’ merupakan deiksis tempat
karena penutur menunjukkan tempat dimana peristiwa itu berlangsung
yaitu di medan perang Uhud. Disebut perang Uhud karena terjadi di
dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi.
Data 11: Episode 1 /9:02/ Sahabat
‫نريح هنا يا أمير المؤمنين؟‬
/Nurihu hunā yā amiru al-mu’minịn?/ ‘Apakah kita istirahat disini
wahai amirul mu’minin?’
Tuturan seorang sahabat kepada Umar ketika pulang dari Mekah
menuju Madinah, pada suatu tempat Umar berhenti. Kata ‫ هنا‬/hunā/

31
yang bermakna ‘disini’, artinya penutur menunjukkan tempat dimana
peristiwa tuturan itu berlangsung, kata Kata ‫ هنا‬/hunā/ ‘disini’ merujuk
kepada tempat berhenti Umar dan rombongan berhenti saat perjalanan
pulang ke Madinah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam tuturan ini
terdapat deiksis tempat.

4. Deiksis Sosial (‫ التأشير اإلجتماعي‬/at-taʻsyīru al-ijtimā’iyyu/)

Dieksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan


perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan
pendengar.
Data 12 : Episode 29 /40:49/ Ali bin Abi Thalib

‫ادخل يا أمير المؤمنين‬

/Udkhul yā amīral-mu`minīn/ ‘Silakan masuk wahai Amirul


Mukminin’.

Tuturan Ali bin Abi Thalib kepada Umar bin Khattab. Ketika itu,
Ali bin Abi Thalib mempersilakan Umar bin Khattab untuk masuk ke
rumahnya. Kata ‫ أمير المؤمنين‬/amīral-mu`minīn/ ‘pemimpin orang-orang
mukmin’, artinya status sosial Umar bin Khatab sebagai seorang
pemimpin suatu kelompok masyarakat.

Deiksis sosial merupakan suatu aspek penting dalam menjaga


kesantunan atau kesopanan dalam berbahasa. Perbedaan sosial dapat
menimbulkan perbedaan dalam penggunaan bahasa itu sendiri. Deiksis
sosial dapat menunjukkan perbedaan sosial yang dipengaruhi oleh
faktor sosial seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, gelar
atau kedudukannya dalam kemasyarakatan (Putrayasa, 2014 : 53).
Data 13 : Episode 1 /15:16/ Khattab
‫ولدي بخير ما دامت اإلبل بخير‬
/waladī bikhairin mādāmat al-ibilu bi khairin/ ‘anakku bai-baik
saja selama untanya baik-baik saja’.

32
Tuturan Khattab kepada Umar ketika Umar kembali ke rumah dari
mengembala unta dan mencari kayu bakar. Kata ‫دي‬JJ‫ ول‬/waladī/ yang
artinya ‘anakku’ merupakan kedudukan sosial dalam keluarga. Kata
‫ ولدي‬/waladī/ yang artinya ‘anakku’ diberi tambah huruf ‫ي‬/ya/ yaitu
kepemilikan dhamir ‘saya’ artinya kedudukan lawan bicara penutur
adalah anak yang dimilikinya. Jadi pada konteks tuturannya, Umar
adalah anak penutur sebagai lawan bicara sedangkan Khattab adalah
seorang ayah sebagai penutur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tuturan
khattab kepada Umar mengandung deiksis sosial.
Data 14 : Episode 13 /4:04/ Wasyi
‫ال شيء يا شيخ‬
/lā syaiʻun yā syaikh/ ‘tidak ada apa-apa wahai Tuan’.
Tuturan Wasyi kepada pemimpin orang-orang kafir, pada tuturan
Wasyi terdapatkata ‫يخ‬JJ‫ ش‬/syaikh/ yang artinya ‘Tuan’, dalam status
sosial kata ‘Tuan’ adalah panggilan untuk seorang pemimpin. Jadi,
status sosialnya lebih tinggi dari pada penutur. Pada konteks
pembicaraan ini adalah ketika Wasyi tiba-tiba mendatangi forum
diskusi orang-orang kafir kemudian ia ikut duduk bersama mereka,
namun salah satu petinggi orang kafir bertanya kepada Wasyi mengapa
Wasyi ikut duduk bersama orang-orang petinggi sedangkan ia adalah
seorang budak, maka terjadilah perbedaan status sosial antara Wasyi
dengan sekelompok orang-orang kafir.

Data 15 : Episode13 /5:21/ Pejalan kaki


!‫انظر الى الطريقة يا عبد‬
/unẓur ilā aṭ-ṭarīqati yā ‘abdun/ ‘Lihatlah ke jalan wahai budak!’

Tuturan seorang pejalan kaki kepada Wasyi dimana ketika itu


Wasyi lari pulang ke rumah karena dikucilkan oleh sekelompok
pemimpin orang-orang kafir, saat diperjalanan Wasyi menabrak pejalan
kaki, penutur menggunakan kata ‫ عبد‬/’abdun/ yang artinya ‘budak’.
Kedudukan sosial seorang budak adalah orang-orang yang rendah dan

33
tidak berhak merdeka, karena Wasyi tidak punya hak untuk melawan
maka Wasyi pun pergi, ini menunjukkan bahwa kedudukan sosial
lawan bicaranya adalah seorang yang lebih rendah derajatnya maka
terdapat deiksis sosial dalam konteks tuturan ini.

Data 16 : Episode 1 /16:31/ Khattab


‫هل هسبت أن اباك ينام على الزحب و الفضة‬
/hal hasibta anna abāka yanāmu ‘alā az-zaḥabi wa al-fiḍḍati/
‘apakah kamu pikir bahwa ayahmu tidur diatas emas dan perak?’.
Tuturan Khattab kepada Umar ketika Umar meminta modal unruk
berdagang, kata ‫ ابا‬/abā/ yang artinya ‘ayah’ dan memiliki tambahan
huruf ‫ ك‬/ka/ memiliki makna kepunyaan dhamir kamu (laki-laki)’, kata
‫ ابا‬/abā/ ‘ayah’ memiliki kedudukan sosial dalam keluarga yaitu orang
tua laki-laki dari seorang anak, pada konteks tuturan di atas Khattab
sebagai penutur berkedudukan sebagai ayah sedangkan Umar sebagai
lawan bicara kerkedudukan sebagai anak, jadi kata ‫اك‬J J J J ‫ اب‬/abāka/
‘ayahmu’ merujuk kepada Khattab sebagai penutur. Dalam kehidupan
sosial, seorang ayah lebih tinggi kedudukannya dari pada seorang anak.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tuturan ini mengandung deiksis sosial.

5. Deiksis Wacana (‫ التأشير الخطابي‬/at-taʻsyīru al-khiṭābiyyu/)


Deiksis wacana adalah suatu rujukan pada bagian tertentu dalam
wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan.
Data 17 : Episode 11 /06:12/ Abu Bakar
‫حي قصها الى الرسول االحفة انك مأيد يا عمر‬
/ḥayya qaṣṣahā ilā ar-rasūli al-lāhifati innaka muʻayyidun yā
’umar/ ‘Marilah kita menceritakannya kepada Rasul, karena
engkau menguatkan perkara ini wahai Umar’.
Tuturan Abu Bakar kepada Umar yang mengajaknya agar menemui
Nabi Muhammad. Ketika itu, Umar bin Khattab menceritakan bahwa ia
bermimpi diajarkan lafadz adzan. Kalimat ‫ول‬JJ‫ها الى الرس‬JJ‫حي قص‬/ḥayya
qaṣṣahā ilā ar-rasūli/ ‘marilah kita menceritakannya kepada Rasul’

34
merupakan deiksis wacana, karena dalam konteks tuturan itu,Umar bin
Khattab menceritakan bahwa ia bermimpi diajarkan lafadz adzan. Maka
Abu Bakar menyarankan untuk bertemu Rasulullah.
Data 18 : Episode1 /20:30-20:33/ Umar dan Zaid
‫ ما هذا؟‬: ‫عمر‬
/’amrun : mā hāżā?/ ‘Umar : apa ini?’
‫ ألم تقول انك تجار؟‬: ‫زيد‬
/Zaidun : alam taqūlu annaka tujjārun?/ ‘ Zaid : “bukankah kau
mengatakan kau ingin berdagang?’
Tuturan Umar kepada Zaid, ketika Zaid membawa sebuah karung
berisikan uanguntuk modal dagang. Kata ‫ هذا‬/ hāżā / yang artinya ‘ini’
merujuk kepada benda yang dibawa Zaid yaitu modal untuk berdagang,
melihat dari konteks tuturan hal yang sedang dikembangkan adalah
perkataan Umar yang ingin berdagang dan meminta modal kepada
ayahnya, namun ayahnya tidak memberinya modal, maka Zaid datang
untuk memberikan modal kepada Umar, jadi kata ‫ذا‬JJ‫ ه‬/ hāżā / ‘ini’
merujuk kepada modal yang dibutuhkan Umar untuk keinginannya
berdagang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tuturan ini mengandung
deiksis wacana.
Data 19 : Episode 2 /3:55/ Umar dan Abu Bakar
‫ و أنت خير صاحبي‬: ‫أبو بكر‬
/Abū Bakrin : wa anta khairun ṣāḥibī/ ‘ Abu Bakar : dan kau
adalah teman terbaikku’.
‫ و أنت كذالك‬: ‫عمر‬

/’Amrun : wa anta każālika/ ‘Umar : dan kamu juga begitu’.

Tuturan Abu Bakar dengan Umar pada saat melihat Abu bakar
bersedih dan meminta Abu bakar bercerita atas kesedihannya, pada
tuturan Umar terdapat kata tunjuk yaitu ‫ ذالك‬/żālika/ yang artinya ‘itu’,
kata ‫ ذالك‬/żālika/ ‘itu’merupakan deiksis yang merujuk kepada tuturan
Abu bakar yaitu ‫احبي‬JJ‫ خيرص‬/khairun ṣāḥibī/ ‘teman terbaikku’. Jadi

35
maksud penutur adalah ia menunjukkan bahwa Abu bakar juga teman
yang baik, maka Abu bakar diminta untuk bercerita atas kesedihannya
kepada Umar.

Data 20 : Episode 4 /22:34/ Abu Syams dan petinggi Quraisy.

‫ ما هذا يا أبا شمس؟‬: ‫زعيم قريش‬

/za’īmun quraisy : mā hażā yā Abā Syams?/ ‘ Petinggi Quraisy :


apa-apaan ini wahai Abu Syams?’

‫ إن القربات فيه قول أن تقول شحر‬: ‫أبو شمس‬

/Abu Syams : inna aqrabāt fīhi qauli an taqūlu sahr/ ‘Abu Syams
: Sesungguhnya yang mendekati untuk dikatakan adalah bahwa
dia seorang penyihir’.

Pembicaran petinggi suku Quraisy mengenai langkah-langkah


selanjutnya menghentikan Nabi Muhammad SAW untuk menyebarkan
Islam, saat itu dipilih Abu Syams untuk bicara langsung kepada nabi
Muhammad.

Dalam tuturan salah satu seorang petinggi suku Quraisy terdapat


kata‫ ماهذا‬/mā hażā/ yang artinya ‘apa-apaan ini’, pada konteks tuturan
kaum Quraisy mereka sedang membicarakan sebutan untuk nabi
Muhammad, Abu Syams berpendapat bahwa sebutan yang mendekati
nabi Muhammad adalah ‫حر‬JJ‫ س‬/sahr/ ‘seorang penyihir’. Jadi, deiksis
yang terdapat dalam tuturan ini adalah deiksis wacana karena konteks
pembicaraan pada saat itu adalah hal yang sedang dikembangkan.

4.2.2 Penggunaan Deiksis


Levinson (1983 : 65-67) menyatakan bahwa, penggunaan deiksis
dibedakan antara penggunaan secara gestural dan penggunaan secara
simbolik.
Penggunaan deiksis secara gestural yaitu cara pembicara
menyampaikan informasi dengan melibatkan gerakan tubuh ataupun dengan

36
cara audio visual yang dapat membantu memahami makna penggunaan
deiksis. Contoh: Pada saat berbicara untuk menunjuk pada sesuatu yang
melibatkan gerakan tubuh.
Penggunaan deiksis secara simbolik yaitu cara pembicara
menyampaikan informasi yang penunjukkannya tidak disertai gerakan tubuh.
Penggunaan deiksis secara lambang merupakan interpretasi dalam
menganalisis aspek situasi pada saat ujaran disampaikan. Contoh : Pada saat
berbicara yang penunjukkannya tidak disertai gerakan tubuh melainkan
interpretasi dalam menganalisis aspek situasi pada saat ujaran berlangsung.
Di dalam film Omar ini ditemukan 12 bentuk penggunaan deiksis
secara simbolik dan 8 bentuk penggunaan deiksis secara gestural. Bentuk-
bentuk penggunaan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2
Data penggunaan deiksis pada dialog percakapan Film Omar
Kalimat Percakapan Pada Penggunaa
Nomor Data
Film Omar n Deiksis
Gestural
‫هذا خطبك يا خالتي‬

/hāżā khaṭabuki yā khālatī/


‘ini kayu bakarmu wahai
bibiku’.

Data 1 : Episode 1/13:44/


Umar bin Khattab
J‫ هللا‬J‫د‬J‫ب‬J‫ ع‬J‫ا‬J‫ ي‬J‫ت‬J‫ن‬J‫ ا‬J‫ع‬J‫ج‬J‫ر‬J‫!ا‬ Simbolik
/Irji’anta yā ‘abdallāh!/
‘Pulanglah kau wahai
Abdullah’

Data 2 : Episode
24/05:26/ Umar bin

37
Khattab

‫هؤإلهم أصحابي من الروم‬ Gestural

/haʻulāʻihim aṣḥābī min ar-


rūmi/ ‘ini semua teman-
temanku dari Bizantium’.

Data 3 : Episode 1 part 2


/3:25/ Pedagang Bizantium
‫ماذا بك الساعة ؟‬ Simbolik
/māżā bika as-sā’ati?/ ‘Apa
yang membawamu pulang
pada waktu ini?’

Data 4 : Episode 1 /15:15/


Khattab

‫ذا‬JJ‫فيت و ه‬JJ‫د ش‬JJ‫ ق‬،‫ة‬JJ‫ا دمس‬JJ‫هلم أب‬ Simbolik

‫الوقت الوفاء‬
/Halamma abā Damsah ,qad
syafaita wa hāżā al-waqtu al-
wafáu/ ‘Kemarilah Abu

Data 5 :Episode 13/18:42/ Damsah, kau telah

Hindun menjalankan tugasmu, ini


saatnya kau bebas.
‫نحن جزانكم يوم بدر‬ Simbolik
/Naḥnu jazānakum yauma
badrin/ ‘Kami membalas
kalian dalam perang Badar’.

Data 6 : Episode 13

38
/17:38/ Hindun
‫اال أتبلغ بعض الطعام ؟ ثم التزوض‬ Simbolik
‫ليلة في واض ضجنان‬
/Alā utaballigu ba’ḍa aṭ-
ṭa’āmi? ṡumma at-tazwaḍu
lailatī fī wāḍi ḍajnāni/
‘bolehkah aku menyantap
Data 7: Episode1 /16:47/
sedikit makanan kemudian
Umar bin Khattab
menyiapkan bekal untuk
malamku di lembah Dajnan’.
ِ ‫لقد رأيتني و انا أرْ عَى إبِل ال َخطَا‬
‫ب فِي‬ Gestural
‫هَ َذا ال َو ِدي‬
/laqad raʻaitanī wa anā ar’ā
ibili al-khaṭṭābi fī hāżā al-
wādī/ ‘Sungguhnya aku
melihat diriku menggembala
Data 8 : Episode 1 /9:36/
unta Khattab di lembah ini.
Umar bin Khattab

‫دي إذا ذهب بعض ابلي و‬JJ‫ون ول‬JJ‫لن تك‬ Gestural


‫انت هنا تجادلني‬
/lan takūnu waladī iżā żahaba
ba’ḍu iblī wa anta hunā
tujādilunī/ ‘Engkau tidak akan
menjadi anakku jika sebagian
untaku menghilang sedangkan
Data 9 : Episode 1 /16:39/
kamu disini sedang berdebat
Khattab
denganku’.

39
‫ ال تبرحو مكانكم‬، ‫ال تبرحو مكانكم‬ Simbolik
/Lā tabraḥū makānakum, Lā
tabraḥū makānakum/ ‘Jangan
tinggalkan tempat kalian,
jangan tinggalkan tempat
Data 10 : Episode 13 kalian!’
/11:24/ Rasulullah

‫نريح هنا يا أمير المؤمنين؟‬ Gestural


/Nurihu hunā yā amiru al-
mu’minịn?/ ‘Apakah kita
istirahat disini wahai amirul
mu’minin?’

Data 11: Episode 1 /9:02/


Sahabat

‫ادخل يا أمير المؤمنين‬ Gestural

/Udkhul yā amīral-mu`minīn/
‘Silakan masuk wahai Amirul
Mukminin’.
Data 12 : Episode 29
/40:49/ Ali bin Abi Thalib
‫ولدي بخير ما دامت اإلبل بخير‬ Simbolik
/waladī bikhairin mādāmat
al-ibilu bi khairin/ ‘anakku
bai-baik saja selama untanya
baik-baik saja’.

Data 13 : Episode 1 /15:16/


Khattab

40
‫ال شيء يا شيخ‬ Simbolik
/lā syaiʻun yā syaikh/ ‘tidak
ada apa-apa wahai Tuan’.

Data 14 : Episode 13 /4:04/


Wasyi
!‫انظر الى الطريقة يا عبد‬ Gestural
/unẓur ilā aṭ-ṭarīqati yā
‘abdun/ ‘Lihatlah ke jalan
wahai budak!’

Data 15 : Episode13 /5:21/


Pejalan kaki
‫هل هسبت أن اباك ينام على الزحب و‬ Simbolik
‫الفضة‬
/hal hasibta anna abāka
yanāmu ‘alā az-zaḥabi wa al-
fiḍḍati/ ‘apakah kamu pikir
bahwa ayahmu tidur diatas
Data 16 : Episode 1 /16:31/
emas dan perak?’.
Khattab

‫حي قصها الى الرسول االحفة انك مأيد‬ Simbolik


‫يا عمر‬
/ḥayya qaṣṣahā ilā ar-rasūli
al-lāhifati innaka muʻayyidun
yā ’umar/ ‘Marilah kita
menceritakannya kepada
Data 17 : Episode 11 Rasul, karena engkau
/06:12/ Abu Bakar menguatkan perkara ini wahai

41
Umar’.
‫ ما هذا؟‬: ‫عمر‬ Gestural
/’amrun : mā hāżā?/ ‘Umar :
apa ini?’
‫ ألم تقول انك تجار؟‬: ‫زيد‬
/Zaidun : alam taqūlu annaka
tujjārun?/ ‘ Zaid : “bukankah
Data 18 : Episode1 /20:30- kau mengatakan kau ingin
20:33/ Umar dan Zaid berdagang?’
‫ و أنت خير صاحبي‬: ‫أبو بكر‬ Simbolik
/Abū Bakrin : wa anta khairun
ṣāḥibī/ ‘ Abu Bakar : dan kau
adalah teman terbaikku’.
‫ و أنت كذالك‬: ‫عمر‬
Data 19 : Episode 2 /3:55/
/’Amrun : wa anta każālika/
Umar dan Abu Bakar
‘Umar : dan kamu juga
begitu’.

‫ ما هذا يا أبا شمس؟‬: ‫زعيم قريش‬ Simbolik

/za’īmun quraisy : mā hażā yā


Abā Syams?/ ‘ Petinggi
Quraisy : apa-apaan ini wahai
Abu Syams?’
Data 20 : Episode 4 /22:34/ ‫ إن القربات فيه قول أن تقول‬: ‫أبو شمس‬
Abu Syams dan petinggi ‫شحر‬
Quraisy.
/Abu Syams : inna aqrabāt
fīhi qauli an taqūlu sahr/ ‘Abu
Syams : Sesungguhnya yang
mendekati untuk dikatakan
adalah bahwa dia seorang
penyihir’.

42
Data (1) :

Kalimat ‫ هذا خطبك‬/hāżā khaṭabuki/ ‘ini kayu bakarmu’, tuturan Umar saat
memberikan kayu bakar kepada bibi. kata tunjuk ‫ هذا‬/hāżā/ ‘ini’ merupakan
deiksis yang merujuk kepada ‫ خطب‬/khaṭabun/ ‘kayu bakar’, sedangkan huruf
‫ ك‬/ki/ merupakan kepemilikan persona ‫أنت‬/anti/ ‘kamu (perempuan)’. Ketika
Umar bertutur, gestur tubuhnya seraya memegang kayu bakar dan
memberikannya ke bibi. Artinya penutur memberikan informasi penggunaan
deiksis melalui sebuah tindakan yaitu memberikan kayu bakar milik bibi. Jadi
dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis ini melalaui cara gestural.

Data (2) :

Kalimat ‫ ارجع انت يا عبد هللا‬//Irji’anta yā ‘abdallāh!/ ‘Pulanglah kau wahai


Abdullah’ adalah tuturan Umar bin Khattab kepada anaknya-Abdullah agar
pulang ke Madinah. Kata ‫ انت‬/anta/ ‘kamu (laki-laki)’ merupakan deiksis
persona kategori kata ganti orang kedua yaitu merujuk kepada Abdullah
sebagai lawan bicara sang penutur. Saat Umar bertutur tidak melibatkan
gerakkan tubuh yang memberikan informasi kepada anaknya bahwa itu
sebagai perintah untuk pulang, jadi tuturan Umar hanya bentukkata-kata
sebagai simbol dalam berbahasa untukmenyampaikan informasi atau pesan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis ini melalui cara simbolik.

Data (3) :
Kalimat ‫روم‬JJ‫حابي من ال‬JJ‫ؤإلهم أص‬JJ‫ ه‬/haʻulāʻihim aṣḥābī min ar-rūmi/ ‘ini
semua teman-temanku dari Bizantium’. Tuturan ini adalah tuturan seorang
pedagang dan Umar saat pertama kali Umar ke Mekah seraya menunjuk
sekelompok orang yang sedang berdagang. Kata ‫ هؤإلهم‬/haʻulāʻihim/ yang
bermakna ‘mereka semua’ merujuk kepada deiksis kata ganti orang ke tiga.
Ketika bertutur, penutur menunjuk ke arah sekelompok orang yang disebut ‫هم‬

43
/hum/ ‘mereka’, artinya penutur menggunakan gestur tubuh dalam bertutur.

Data (4):
Kalimat J‫ ؟‬J‫ة‬J‫ع‬J‫ا‬J‫س‬J‫ل‬J‫ ا‬J‫ك‬J‫ ب‬J‫ا‬J‫ذ‬J‫ا‬J‫ م‬/māżā bika as-sā’ati?/ ‘Apa yang membawamu
pulang pada waktu ini?’. Kata J‫ة‬J‫ع‬J‫ا‬J‫س‬J‫ل‬J‫ا‬/ as-sā’atu/ bermakna “waktu”. Pada
konteks tuturan tersebut, penutur merujuk pada deiksis waktu kepada lawan
bicaranya yaitu Umar. Saat bertutur, penutur tidak menggunakan tindakan
gestur tubuh yang menggambarkan waktu itu. Artinya penggunaan deiksis ini
dengan cara simbolik.

Data (5):

Kalimat ‫اء‬J‫وقت الوف‬J‫ قد شفيت و هذا ال‬،‫ هلم أبا دمسة‬/Halamma abā Damsah ,qad
syafaita wa hāżā al-waqtu al-wafáu/ ‘Kemarilah Abu Damsah, kau telah
menjalankan tugasmu, ini saatnya kau bebas. Tuturan ini terdapat kata ‫هذا‬
‫وقت‬JJJ‫ ال‬/hāżā al-waqtu/ ‘waktu ini’. Pada konteks tuturan ini, Hindun
membebaskan Abu Damsah seorang budak. Pada saat itu juga dengan
menggunakan kata ‫ هذا الوقت‬/hāżā al-waqtu/ ‘waktu ini’, artinya tuturan ini
tergolong pada deiksis waktu sekarang (pada saat tuturan berlangsung).

Pada penggunaan deiksis dalam konteks ini kata ‫وقت‬JJ‫ذا ال‬JJ‫ ه‬/hāżā al-
waqtu/ ‘waktu ini’, penutur tidak melakukan tindakan gestur tubuh yang
menggambarkan pesan/informasi yang disampaikan, artinya penggunaan
deiksis ini dengan cara simbolik yaitu hanya dengan kata-kata.

Data (6) :
Kalimat J‫ر‬J‫د‬J ‫ ب‬J‫م‬J‫و‬J‫ ي‬J‫م‬J‫ك‬J‫ن‬J‫ا‬J‫ز‬J‫ ج‬J‫ن‬J‫ح‬J‫ ن‬/Naḥnu jazānakum yauma badrin/ ‘Kami
membalas kalian dalam perang Badar’. Pada tuturan Hindun terdapat kata J‫م‬J‫و‬J‫ي‬
J‫ر‬J‫د‬J‫ ب‬/yaumun badrin/ yang artinya ‘hari Badr’ atau ‘perang Badar’, jadi yang
dimaksud penutur adalah ia ingin membalas dendam kepada kaum muslimin
pada waktu perang Badar. Saat bertutur, Hindun tidak menunjukkan tindakan
atau gerakan tubuh yang menggambarkan informasi yang disampaikan, jadi

44
dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis pada konteks tuturan ini adalah
secara simbolik.

Data (7)
Tuturan Umar kepada Khattab ayahnya yang ketika itu baru pulang
untuk mengambil makanan, padatuturan Umar menggunakan kata ‫ليلة‬
/lailatun/ yang artinya ‘malam’. Maksud tuturan Umar, ia meminta izin
kepada ayahnya untuk menyiapkan makanan pada waktu malam hari di
Lembah Dajnan. Artinya tuturan Umar mengandung deiksis waktu yaitu
waktu malam yang akan datang.
Penggunaan deiksis pada data 7 (tujuh) ini penutur tidak melakukan
tindakan yang menggambarkan informasi pesan yang disampaikan, jadi dapat
disimpulkan bahwa penggunaan deiksis ini adalah dengan cara simbolik.

Data (8):
Tuturan Umar kepada seorang sahabat ketika pulang dari Mekah menuju
Madinah, pada suatu tempat mereka berhenti dan menyaksikan sekelompok
orang menggembala unta. Pada tuturannya, Umar menggunakan kalimat ‫فِي‬
َ J‫ َذا ال‬Jَ‫ ه‬/ fī hāżā al-wādī/ yang artinya ‘di lembah ini’, artinya penutur
‫و ِدي‬J
menunjukkan sebuah tempat kejadian sebuah peristiwa yaitu peristiwa
mengembala unta, sedangkan tempat yang dimaksud penutur adalah ‫ ال َو ِدي‬/al-
wādī / ‘Lembah’.
Pada saat bertutur, penutur menggunakan gerakan tubuh dengan
mengangkat tongkat yang di tangannya kemudian menunjuk ke suatu tempat
yaitu ‫ ال َو ِدي‬/al-wādī / ‘Lembah’, sebuah tempat dimana Umar mengembala
Unta pada masa lalu, jadi dapat disimpulkan penggunaan deiksis ini dengan
cara gestural.

Data (9) :
Tuturan Khattab kepda Umar ketika itu Umar kembali ke rumah Khattab
(ayahnya) untuk mengambil makanan, akan tetapi ayahnya khawatir akan

45
keadaan untanya. Maka terjadilah perdebatan pada saat itu. Pada tuturan
Khattab menggunakan kata ‫ هنا‬/hunā/ yang artinya ‘disini’, hal ini
menunjukkan deiksis tempat. Pada penggunaannya, penutur menggerakan
tangan menunjuk ke bawah tempat peristiwa tuturan berlangsung, artinya
penggunaan deiksis ini dengan cara gestural.

Data (10)
Tuturan Rasulullah kepada pasukan perang kaum muslimin saat perang
Uhud berlangsung. Kata ‫ان‬JJ‫ مك‬/makānun/ yang artinya ‘tempat’. Maksud
tuturan Rasulullah adalah memerintahkan pasukan perang untuk tetap berada
di tempatnya yaitu posisi perang. Kata ‫ مكان‬/makānun/ ‘tempat’ merupakan
deiksis tempat karena penutur menunjukkan tempat dimana peristiwa itu
berlangsung.
Pada konteks tuturan ini, sosok penutur (Rasulullah) tidak ditampilkan
dalam film, karena tidak mendapatkan izin menampilkan sosok ini dalam
penayangan film, jadi tidak dapat dijelaskan secara jelas cara penggunaan
deiksis oleh penutur.

Data (11) :
Tuturan seorang sahabat kepada Umar ketika pulang dari Mekah menuju
Madinah, pada suatu tempat Umar berhenti. Kata ‫ هنا‬/hunā/ yang bermakna
‘di sini’, artinya penutur menunjukkan tempat dimana peristiwa tuturan itu
berlangsung. Pada penggunaanya, penutur bertindak memberhentikan
kudanya kemudian menatap lawan bicaranya seraya menunjukkan tangan ke
arah tempat mereka berhenti. Maka dapat disimpulkan bahwa pengunaan
deiksis ini adalah dengan cara gestural.

Data (12) :
Tuturan Ali bin Abi Thalib kepada Umar bin Khattab. Ketika itu, Ali bin
Abi Thalib mempersilakan Umar untuk masuk ke dalam rumahnya. Kata
‫نين‬JJ‫ أميرالمؤم‬/amīral-mu`minīn/ ‘pemimpin orang-orang mukmin’ artinya status

46
sosial Umar bin Khatab sebagai seorang pemimpin suatu kelompok
masyarakat. Pada saat bertutur, penutur menundukkan badannya dan
mempersilahkan lawan bicaranya masuk ke dalam rumah, artinya penutur
menghormati kedudukan sosial lawan bicaranya. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan deiksis ini adalah dengan cara gestural.

Data (13) :
Tuturan Khattab kepada Umar ketika Umar kembali ke rumah dari
mengembala unta dan mencari kayu bakar. Kata ‫ ولدي‬/waladī/ yang artinya
‘anakku’ merupakan kedudukan sosial dalam keluarga. kata ‫ ولد‬/waladun/
‘anak’ yang diberi tambahan huruf ‫ي‬/ya/ yaitu kepemilikan dhamir ‘saya’,
artinya kedudukan lawan bicara penutur adalah anak yang dimilikinya. Pada
saat bertutur, penutur tidak menggunakan gestur tubuh dan tidak melakukan
tindakan apapun saat bicara. Maka informasi yang disampaikan hanya berupa
kata-kata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis ini adalah
dengan cara simbolik.

Data (14) :
Tuturan Wasyi kepada pemimpin orang-orang kafir, pada tuturan Wasyi
terdapat kata ‫يخ‬JJ‫ ش‬/syaikh/ yang artinya ‘Tuan’, dalam status sosial kata
‘Tuan’ adalah panggilan untuk seorang pemimpin. Maka dalam tuturan ini
terdapat deiksis sosial. Pada saat bertutur, penutur tidak menunjukkan
gerakan tubuh yang dapat menjelaskan informasi yang akan disampaikan,
maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis pada konteks ini adalah
secara simbolik.

Data (15):
Penutur menggunakan kata ‫عبد‬/‘abdun/ ‘budak’. Kedudukan sosial
seorang budak adalah orang-orang yang rendah dan tidak berhak merdeka,
maka tuturan ini merupakan deiksis sosial. Pada saat bertutur pejalan kaki
menabrak tubuh Wasyi dengan wajah marah, maka dapat disimpulkan bahwa

47
penutur menyimpan rasa marah karena ditabrak oleh Wasyi. Hal ini dapat
dilihat dari gerak tubuh sang penutur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan deiksis dalam konteks ini adalah dengan cara gestural.

Data (16) :
Tuturan Khattab kepada Umar ketika Umar meminta modal unruk
berdagang, kata ‫ ابا‬/abā/ yang artinya ‘ayah’ dan memiliki tambahan huruf ‫ك‬
/ka/ memiliki makna kepunyaan dhamir kamu (laki-laki)’, kata ‫ ابا‬/abā/
‘ayah’ memiliki kedudukan sosial dalam keluarga yaitu orang tua laki-laki
dari seorang anak. Pada konteks tuturan ini khattab sebagai penutur
berkedudukan sebagai ayah sedangkan Umar sebagai lawan bicara
kerkedudukan sebagai anak, jadi kata ‫ اباك‬/abāka/ ‘ayahmu’ merujuk kepada
Khattab sebagai penutur.
Pada saat bertutur, Khattab hanya menatap Umar sebagai lawan
bicaranya, artinya penutur tidak menggunakan gerakan tubuh saat bertutur
untuk menyampaikan pesan/informasi kepada lawan bicaranya atau
pendengarnya, jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis pada
konteks ini adalah dengan cara simbolik.

Data (17) :
Tuturan Abu Bakar kepada Umar yang mengajaknya agar menemui Nabi
Muhammad. Ketika itu, Umar bin Khattab menceritakan bahwa ia bermimpi
diajarkan lafadz adzan. Kata J‫ل‬J‫و‬J‫س‬J‫ر‬J‫ل‬J‫ ا‬J‫ى‬J‫ل‬J‫ ا‬J‫ا‬J‫ه‬J‫ص‬J‫ ق‬J‫ي‬J‫ ح‬/ ḥayya qaṣṣahā ilā ar-
rasūli/ ‘Marilah kita memberitahukan hal ini kepada Rasul’. Tuturan ini
merupakan deiksis wacana karena dalam konteks tuturan, ketika itu Umar bin
Khattab menceritakan bahwa ia bermimpi diajarkan lafadz adzan, maka Abu
Bakar menyarankan untuk bertemu Rasulullah. Sedangkan penggunaan
deiksis pada tuturan ini yaitu secara simbolik.

Data (18) :
Tuturan Umar kepada Zaid, ketika Zaid membawa sebuah karung

48
berisikan uanguntuk modal dagang. Kata ‫ذا‬JJ‫ ه‬/ hāżā / yang artinya ‘ini’
merujuk kepada benda yang dibawa Zaid yaitu modal untuk berdagang,
melihat dari konteks tuturan hal yang sedang dikembangkan adalah perkataan
Umar yang ingin berdagang dan meminta modal kepada ayahnya, namun
ayahnya tidak memberinya modal, maka Zaid datang untuk memberikan
modal kepada Umar, jadi kata ‫ هذا‬/ hāżā / ‘ini’ merujuk kepada modal yang
dibutuhkan Umar untuk keinginannya berdagang. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa tuturan ini mengandung deiksis wacana.
Pada saat bertutur, Zaid mengambil sebuah bingkisan yang berisi uang
untuk modal dagang dan diberikan kepada Umar, tindakan ini merupakan
cara penutur menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya yaitu dengan
cara gestural.
Data (19) :

Tuturan Abu Bakar dengan Umar pada saat melihat Abu bakar bersedih
dan meminta Abu bakar bercerita atas kesedihannya, pada tuturan Umar
terdapat kata tunjuk yaitu ‫ ذالك‬/żālika/ yang artinya ‘itu’, kata ‫ ذالك‬/żālika/
‘itu’merupakan deiksis yang merujuk kepada tuturan Abu bakar yaitu
‫ خيرصاحبي‬/khairun ṣāḥibī/ ‘teman terbaikku’. Jadi maksud penutur adalah ia
menunjukkan bahwa Abu bakar juga teman yang baik, maka Abu bakar
diminta untuk bercerita atas kesedihannya kepada Umar.

Pada saat bertutur Umar tidak menunjukkan gerak tubuh yang


menunjukkan informasi tuturan yang ia maksud, jadi dapat disimpulkan
bahwa penggunaan deiksis pada tuturan ini adalah dengan cara simbolik yaitu
hanya bentuk kata-kata dan tidak disertai dengan gerakan tubuh.

Data (20) :

Pembicaran petinggi suku Quraisy mengenai langkah-langkah


selanjutnya untuk menghentikan Nabi Muhammad SAW yang menyebarkan
Islam. Saat itu dipilihlah Abu Syams untuk berbicara secara langsung kepada
nabi Muhammad SAW. Pada saat bertutur, penutur tidak menunjukkan gerak

49
tubuh yang menunjukkan informasi tuturan yang ia maksud. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan deiksis pada tuturan ini adalah dengan cara
simbolik yaitu hanya bentuk kata-kata dan tidak disertai dengan gerakan
tubuh.

50
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai deiksis bahasa Arab
dalam film Omar dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Deiksis bahasa Arab dalam film Omar karya Waleed Saifmemuat secara
lengkap lima jenis deiksis yaitu : deiksis persona, deiksis waktu, deiksis
tempat, deiksis sosial dan deiksis wacana. Dari penelitian ini dapat
mengetahui dan memahami keberadaan deiksis berdasarkan konteksnya
dalam tuturan akan memudahkan mitra tutur atau penonton mengetahui
siapa, kapan, dan dimana tuturan tersebut dilaksanakan.
2) Penggunaan deiksis dalam film Omar karya Waleed Saif terdapat dua cara
yaitu penggunaan deiksis secara gestural dan penggunaan deiksis secara
simbolik. Namun yang lebih dominan digunakan penutur dalam film ini
adalah penggunaan deiksis secara simbolik yaitu dengan simbol kata-kata
tidak disertai gerak tubuh sehingga mitra tutur atau penikmat film dituntut
untuk menguasai bahasa yang digunakan dalam film ini.

5.1 Saran
Saran peneliti dalam penelitian ini antara lain adalah :
1) Perlunya memperkaya kosa kata bahasa Arab untuk mempermudah
pencarian data dalam penelitian ini, karena tidak semua episode memiliki
subtitle.
2) Perlunya penelitian lebih lanjut dan dikembangkan
sehinggadapatmemperluaswawasansertamenambahperbendaharaanteorikeba
hasaanmengenaideiksis.
3) Analisisyang dilakukan ini hanya pada tahap awal,tentu masih
perludilakukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam dari aspek yang
sama atauaspek yang lainnya

51
DAFTAR PUSTAKA

Al Ghifari, F., & Supriadi, D. (2019). Bentuk Deiksis Persona Kedua Dalam
Novel Asyakir Qaus Quzh Karya Sakinah Ibrahim Dan Novel Laskar
Pelangi Karya Andrea Hirata (Kajian Pragmatik). Hijai - Journal on Arabic
Language and Literature,
Alwi,dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa dan
Balai Pustaka.
Darsita. (2015). Deiksis Dalam Kumpulan Cerpen Al-Kabuus: Tinjauan
Sosiopragmatik. Al-Turas, XXI (2).
Effendy, Onong Uchjana. 2000. Dinamika Komunikasi. Bandung : Penerbit. CV
Remadja Karya.
Elkamil official. 2020. Kisah Sahabat ‫ ׀‬Film Umar bin Khattab Sub
Indo.diaksespada 20 Agustus 2022 pada
tautanhttps://youtu.be/tr9kSNPm14k.
Gulo, 2020. Deiksis Dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi Pada
Masyarakat Batak Toba : Kajian Pragmatik. skripsi. Medan : Univeritas
Sumatra Utara.
Hidayati, Sri.2013. Review Film Omar (Umar bin Khatab) diakses pada 21
Agustus 2022 pada tautan
https://www.srialhidayati.com/search/label/dakwah.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Kusumawati, Fenti. 2011. “Analisis Konstratif Subtitling dan dubbing dalam Film
Kartun Dora The Explorer Seri Wish Upon A Star”.Tesis. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret.
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. London : Cambridge University Press.
Liliweri,Alo.1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung : Citra Aditya Bakti
Cangara
Lyons, John.1977. Semantics Vol.2. Cambridge : Cambridge University Press.
Maharani. 2018. “Analisis Deiksis Dalam Novel Surga yang Tak Dirindukan”.
Skripsi. Jakarta: Universitas Jakarta.

52
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Moleong, Lexy J. 2017. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik. Jakarta : Depdikbud.
Nadar. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Nikma, Fuad. 2015. Panduan Lengkap Belajar Bahasa Arab Otodidak 2 (Kitab
Sharaf). Jakarta : Turos Khazanah Pustaka Islam
Nurlia,Putriantoro.Dkk. 2016. Deiksis Bahasa Melayu Dialek Sambas dalam Film
Kuali Hangus. Skripsi. Manado : Universitas Ratulangi.
Papilaya. 2016. Deiksis Persona dalam Film Maleficent : Analisis
Pragmatik.Jurnal.https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jefs/article/
download/12897/12485.Vol.3,No.2. Diakses pada 28Agustus2022
Putrayasa, Bagus Ida. 2014. Pragmatik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rachman, A. 2017. Tindak Tutur Direktif Bahasa Arab Dalam Film Umar.
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, 1 (1), 90- 100
https://doi.org/10.22437/titian.v1i1.3972 diakses 5 September 2022.
Saifudin, A. (2019). Deiksis Bahasa Jepang dalam Studi Linguistik Pragmatik.
Japanese Research on Linguistics, Literature, and Culture, 2(1), 16–35.
Silvia. 2016. Deiksis dalam Film Cinderella. E. Jurnal.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jefs/article/download/12245/No.1
Diakses pada 28 Agustus 2022
Suleiman, M. J. E.-D. (2018). Al-Tadris Al-Tadawuliyah Li Maharat AlTawashul
sy-Syafawiy Fi Baramaj Ta’lim Al-Lughah Al’Arabiyah Li Al-Nathiqina
Bigairiha. Al-Majallat Al-Dauliyyah Li Al-Buhust Fi Al-‘Ulum Al-
Tarbawiyah, 1(3).
Sumakul, Irlani Nikita.M. 2019. Deiksis Dalam Film Beauty And The Beast Karya
Jeanne-Marie Leprince De Beaumont. Skripsi. Manado : Universitas Sam
Ratulangi.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Utari, Asyfiaridha. 2020. Deiksis pada Lirik Lagu Grup Idola Rocket Girls
101 《 火 箭 少 女 101 》 (huǒjiànshàonǚ101) dalam Album 《 立 风 》 ‘ The

53
Wind’,Universitas(https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/manadarin/
article/view/36024) diakses pada 24 Desember 2022.
Yule, George. 1996. Pragmatik.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yule, George. 2010. At-Tadaawuliyah Pragmatics (Edisi Terjemahan Bahasa
Arab Oleh Dr.Qussay Al-Attabi). EdisiPertama. Beirut : Arab Scientific
Publisher,Inc.

54
LAMPIRAN I
Cuplikan Gambar Film Omar

Episode 13 /5:21/ Pejalan kaki Episode 13 /4:4/Wasyi

Episode 4 /22:34/Abu Syams Episode 2 /3:35/ Umar dan Abu Bakar

Episode 11 /05:12/ Abu Bakar Episode 13 /18:42/ Hindun

55
Episode 1 /20:30/ Khattab dan Zaid Episode 1 /16:30/Khattab

Episode1 /15:16/ Khattab Episode 1/9:02/ Sahabat

Episode 1 /15:15/ Khattab Episode 1/16:39/ Khattab

56
Episode1 /3:25/ sahabat Episode 1 /14:44/ Umar

Episode 1 /9:36/ Umar Episode 24 /05:26/ Umar bin Khattab

Episode 13 /11:24/ Rasulullah

57
LAMPIRAN II
Daftar kalimat/dialog yang terdapat deiksis dalam film Omar
Kalimat Percakapan Pada Film Penggunaan
Nomor Data
Omar Deiksis
Data 1 : Episode Gestural
‫هذا خطبك يا خالتي‬
1/13:44/ Umar bin
Khattab /hāżā khaṭabuki yā khālatī/ ‘ini
kayu bakarmu wahai bibiku’.

Data 2 : Episode J‫ هللا‬J‫د‬J‫ب‬J‫ ع‬J‫ا‬J‫ ي‬J‫ت‬J‫ن‬J‫ ا‬J‫ع‬J‫ج‬J‫ر‬J‫!ا‬ Simbolik


24/05:26/ Umar bin /Irji’anta yā ‘abdallāh!/ ‘Pulanglah
Khattab kau wahai Abdullah’

Data 3 : Episode 1 part ‫هؤإلهم أصحابي من الروم‬ Gestural


2 /3:25/ Pedagang
/haʻulāʻihim aṣḥābī min ar-rūmi/
Bizantium
‘ini semua teman-temanku dari
Bizantium’.

Data 4 : Episode 1 ‫ماذا بك الساعة ؟‬ Simbolik


/15:15/ Khattab /māżā bika as-sā’ati?/ ‘Apa yang
membawamu pulang pada waktu
ini?’

Data 5 :Episode ‫وقت‬JJ‫ذا ال‬JJ‫فيت و ه‬JJ‫د ش‬JJ‫ ق‬،‫ة‬JJ‫ا دمس‬JJ‫هلم أب‬ Simbolik
13/18:42/ Hindun ‫الوفاء‬
/Halamma abā Damsah ,qad
syafaita wa hāżā al-waqtu al-
wafáu/ ‘Kemarilah Abu Damsah,
kau telah menjalankan tugasmu, ini

58
saatnya kau bebas.
Data 6 : Episode 13 ‫نحن جزانكم يوم بدر‬ Simbolik
/Naḥnu jazānakum yauma badrin/
/17:38/ Hindun
‘Kami membalas kalian dalam
perang Badar’.

Data 7: Episode1 ‫اال أتبلغ بعض الطعام ؟ ثم التزوض ليلة في‬ Simbolik
/16:47/ Umar bin ‫واض ضجنان‬
Khattab /Alā utaballigu ba’ḍa aṭ-ṭa’āmi?
ṡumma at-tazwaḍu lailatī fī wāḍi
ḍajnāni/ ‘bolehkah aku
menyantap sedikit makanan
kemudian menyiapkan bekal
untuk malamku di lembah
Dajnan’.
Data 8 : Episode 1 ِ ‫لقد رأيتني و انا أرْ عَى إبِل الخَ طَا‬
‫ب فِي هَ َذا‬ Gestural
/9:36/ Umar bin ‫ال َو ِدي‬
Khattab /laqad raʻaitanī wa anā ar’ā ibili
al-khaṭṭābi fī hāżā al-wādī/
‘Sungguhnya aku melihat diriku
menggembala unta Khattab di
lembah ini.

59
Data 9 : Episode 1 ‫لن تكون ولدي إذا ذهب بعض ابلي و انت هنا‬ Gestural
/16:39/ Khattab ‫تجادلني‬
/lan takūnu waladī iżā żahaba
ba’ḍu iblī wa anta hunā tujādilunī/
‘Engkau tidak akan menjadi
anakku jika sebagian untaku
menghilang sedangkan kamu disini
sedang berdebat denganku’.

Data 10 : Episode 13 ‫ ال تبرحو مكانكم‬، ‫ال تبرحو مكانكم‬ Simbolik


/11:24/ Rasulullah /Lā tabraḥū makānakum, Lā
tabraḥū makānakum/ ‘Jangan
tinggalkan tempat kalian, jangan
tinggalkan tempat kalian!’

Data 11: Episode 1 ‫نريح هنا يا أمير المؤمنين؟‬ Gestural


/9:02/ Sahabat /Nurihu hunā yā amiru al-
mu’minịn?/ ‘Apakah kita istirahat
disini wahai amirul mu’minin?’

Data 12 : Episode 29 ‫ادخل يا أمير المؤمنين‬ Gestural


/40:49/ Ali bin Abi
/Udkhul yā amīral-mu`minīn/
Thalib
‘Silakan masuk wahai Amirul
Mukminin’.

Data 13 : Episode 1 ‫ولدي بخير ما دامت اإلبل بخير‬ Simbolik


/15:16/ Khattab /waladī bikhairin mādāmat al-ibilu
bi khairin/ ‘anakku bai-baik saja

60
selama untanya baik-baik saja’.

Data 14 : Episode 13 ‫ال شيء يا شيخ‬ Simbolik


/4:04/ Wasyi /lā syaiʻun yā syaikh/ ‘tidak ada
apa-apa wahai Tuan’.

Data 15 : Episode13 !‫انظر الى الطريقة يا عبد‬ Gestural


/5:21/ Pejalan kaki /unẓur ilā aṭ-ṭarīqati yā ‘abdun/
‘Lihatlah ke jalan wahai budak!’

Data 16 : Episode 1 ‫هل هسبت أن اباك ينام على الزحب و الفضة‬ Simbolik
/16:31/ Khattab /hal hasibta anna abāka yanāmu
‘alā az-zaḥabi wa al-fiḍḍati/
‘apakah kamu pikir bahwa ayahmu
tidur diatas emas dan perak?’.

Data 17 : Episode 11 ‫حي قصها الى الرسول االحفة انك مأيد يا عمر‬ Simbolik
/06:12/ Abu Bakar /ḥayya qaṣṣahā ilā ar-rasūli al-
lāhifati innaka muʻayyidun yā
’umar/ ‘Marilah kita
menceritakannya kepada Rasul,
karena engkau menguatkan perkara
ini wahai Umar’.
Data 18 : Episode1 ‫ ما هذا؟‬: ‫عمر‬ Gestural
/20:30-20:33/ Umar /’amrun : mā hāżā?/ ‘Umar : apa
dan Zaid ini?’
‫ ألم تقول انك تجار؟‬: ‫زيد‬
/Zaidun : alam taqūlu annaka
tujjārun?/ ‘ Zaid : “bukankah kau
mengatakan kau ingin berdagang?’
Data 19 : Episode 2 ‫ و أنت خير صاحبي‬: ‫أبو بكر‬ Simbolik

61
/3:55/ Umar dan Abu /Abū Bakrin : wa anta khairun
Bakar ṣāḥibī/ ‘ Abu Bakar : dan kau
adalah teman terbaikku’.
‫ و أنت كذالك‬: ‫عمر‬

/’Amrun : wa anta każālika/


‘Umar : dan kamu juga begitu’.
Data 20 : Episode 4 ‫ ما هذا يا أبا شمس؟‬: ‫زعيم قريش‬ Simbolik
/22:34/ Abu Syams dan
/za’īmun quraisy : mā hażā yā Abā
petinggi Quraisy.
Syams?/ ‘ Petinggi Quraisy : apa-
apaan ini wahai Abu Syams?’

‫ إن القربات فيه قول أن تقول شحر‬: ‫أبو شمس‬

/Abu Syams : inna aqrabāt fīhi


qauli an taqūlu sahr/ ‘Abu Syams :
Sesungguhnya yang mendekati
untuk dikatakan adalah bahwa dia
seorang penyihir’.

LAMPIRAN III

Bentuk kata ganti orang (persona) dalam bahasa Arab

Persona ‫ مفرد‬/mufrad/ <‫ مثن<ى‬/muṡannā/ ‫جمع‬/jamak/


‘tunggal’ ‘dua orang’ ‘tiga orang

62
atau lebih’

‫ المتكلم‬/al- ‫ انا‬/anā/ ‘saya’ - ‫نحن‬/


mutakallimu/ ‘orang nahnu/‘kita’
pertama’

َ‫ أنت‬/anta/ ‫ أنتما‬/antumā/ ‫ أنتم‬/antum/


‘kamu dua ‘kalian laki-
‘kamu satu
orang laki-laki’ laki’
‫ المخاطب‬/al- orang laki-laki’
mukhāṭabu/ ‘orang ‫ أنتما‬/antumā/ ‫أنتن‬
‫ت‬
ِ ‫أن‬/anti/ ‘kamu
kedua’ ‘kamu dua /antunna/
satu orang
orang ‘kalian
perempuan’
perempuan’ perempuan’
‫هو‬/huwa/ ‘dia ‫هما‬/humā/ ‘dia ‫هم‬/hum/
satu orang dua orang ‘mereka
laki-laki’ laki-laki’ laki-laki’
‫ الغائب‬/al-gāʻibu/ ‫هي‬/hiya/ ‘dia ‫هما‬/humā/ ‘dia ‫ هن‬/hunna/
‘orang ketiga’ satu orang dua orang ‘mereka
perempuan’ perempuan’ perempuan’

laki

63
LAMPIRAN IV
Daftar kata-kata deiksis
Deiksis Persona Deiksis Waktu Deiksis Tempat Deiksis Sosial Deiksis Wacana
‫ك‬JJJJJJJJJJ‫ذا خطب‬JJJJJJJJJJ‫ ه‬/hāżā ‫ الساعة‬/assa'atu/ waktu ‫هذا الوادي‬/ hāżā al- J‫ يا أمير المؤمنين‬/yā amīral- ‫حي قصها الى الرسول االحفة انك‬
khaṭabuki / ‘ini kayu ini wādī / ‘lembah ini’ mu`minīn / ‘Wahai Amirul ‫مأيد يا عمر‬
bakarmu’ Mukminin’ /ḥayya qaṣṣahā ilā ar-rasūli
al-lāhifati innaka
muʻayyidun yā ’umar/
‘Marilah kita
menceritakannya kepada
Rasul, karena engkau
menguatkan perkara ini
wahai Umar’.
J‫ت‬J‫ن‬J‫ ا‬J‫ع‬JJJ‫ج‬J‫ر‬J‫ ا‬/ irji’ anta/ ‫ يوم بدر‬/yaumun ‫ ولدي بخير‬/ waladī bikhairin ‫ ألم تقول انك تجار؟‬: ‫زيد‬
‫ انت هنا‬/anta hunā/
‘pulanglah kamu’ badrin/ ‘dalam perang / ‘anakku baik-baik saja’ /Zaidun : alam taqūlu
‘kamu disini’
Badar’ annaka tujjārun?/ ‘ Zaid :
“bukankah kau mengatakan
kau ingin berdagang?’
‫ هؤإلهم‬/ haʻulāʻihim / ‫ هذاالوقت‬/ hāżā al- ‫انكم‬JJJJJ‫برحو مك‬JJJJJ‫ ال ت‬/Lā ‫ال شيء يا شيخ‬ ‫ و أنت كذالك‬: ‫عمر‬

64
‘mereka semua’ waqtu / ‘saat ini’ tabraḥū /lā syaiʻun yā syaikh/ /’Amrun : wa anta
makānakum / ‘tidak ada apa-apa wahai każālika/ ‘Umar : dan kamu
‘jangan tinggalkan Tuan’. juga begitu’.
tempat kalian
‫تي‬JJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJJ‫التزودليل‬/ ‫ نريح هنا‬/ Nurihu !‫انظر الى الطريقة يا عبد‬ ‫ ما هذا يا أبا شمس؟‬: ‫زعيم قريش‬
atazawadūlilailati/ hunā/ ‘kita istirahat /unẓur ilā aṭ-ṭarīqati yā
/za’īmun quraisy : mā
bekal malamku disini’ ‘abdun/ ‘Lihatlah ke
hażā yā Abā Syams?/ ‘
jalan wahai budak!’
Petinggi Quraisy : apa-
apaan ini wahai Abu
Syams?’
‫هل هسبت أن اباك ينام على‬
‫الزحب و الفضة‬
/hal hasibta anna abāka
yanāmu ‘alā az-zaḥabi
wa al-fiḍḍati/ ‘apakah
kamu pikir bahwa
ayahmu tidur diatas
emas dan perak?’.

65

Anda mungkin juga menyukai