Anda di halaman 1dari 9

DEIKSIS PERSONA, WAKTU, DAN TEMPAT DALAM CERPEN

REMBULAN DI MATA IBU KARYA ASMA NADIA


Eka Fitria Mellinia1, Ni’matus Sa’diyah2, Rodhiah3
meka2750@gmail.com, annisaafsheen04@gmail.com, rodhiah01@gmail.com,
Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Malang

Abstrak : Cerpen Rembulan di Mata Ibu karya Asma Nadia tidak dapat dipisahkan dari penggunaan
deiksis yang berkaitan dengan penggunaan bahasa secara kontekstual. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap penggunaan jenis-jenis deiksis, dan mendeskripsikan fungsi acuan penggunaan berbagai
jenis deiksis yang dihubungkan dengan konteks yang ada. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Data
penelitian bersumber dari teks cerpen Rembulan di Mata Ibu karya Asma Nadia. Data dikumpulkan
melalui metode pustaka dengan teknik simak, dan teknik catat. Data yang terkumpul diklasifikasi sesuai
dengan tujuan penelitian, kemudian dipenelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa cerpen ini menggunakan berbagai jenis deiksis, yaitu deiksis persona; deiksis
tempat; deiksis waktu.
Kata Kunci : Deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu.

PENDAHULUAN
Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah
satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 2009: 2). Ruang
lingkup semantik mencakup beberapa kajian salah satunya adalah deiksis. Dieksis merupakan
satu di antara kajian semantik yang mengkaji fungsi satuan kebahasaan yang digunakan dalam
berkomunikasi. Komunikasi akan berjalan dengan baik dan selayaknya apabila dibangun oleh
pembicara dan lawan bicara yang memahami dengan baik penggunaan bahasa secara deiksis.
Menurut Purwo (1984:1) sebuah kata dikatakan bersifat dieksis apabila referennya berpindah-
pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung
pada saat dan tempat dituturkannya kata tersebut.
Penulis memilih deiksis sebagai kajian, karena menurut penulis terdapat fenomena-
fenomena deiksis yang tergambar dari kata-kata maupun kalimat yang dipengaruhi oleh
konteksnya. Dengan adanya deiksis tersebut dapat dimengerti bagaimana tuturan bahasa
Indonesia dalam bentuk tulisan. Penggunaan deiksis tidak hanya muncul dalam percakapan lisan,
tetapi dapat pula dalam percakapan tulis, misalnya dalam sebuah karya sastra cerpen. Sebuah
cerita yang menarik tidak terlepas dari pemberian deiksis, bahasa yang khas dengan gaya
pengarang sehingga dapat mencapai kesan keindahan dan kehalusan yang dapat menyentuh rasa.
Pengarang menggunakan kreativitas dan imajinasinya dalam menggunakan diksi, maupun
wacana tertentu untuk memuat kekhasan bahasa yang digunakannya.
Deiksis sebagai salah satu unsur bahasa yang membangun sebuah karya sastra, diartikan
sebagai fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk (pronomina, keaktifan, dan
sebagainya (KBBI, 1991:217). Menurut Nababan, (1987:40—45) Deiksis dibedakan atas lima
macam, yaitu deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Dalam hal ini cerpen Rembulan di Mata Ibu karya Asma Nadia, menjadi fokus penelitian yang
menarik untuk diteliti. Deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu menjadi fokus
penilitian dalam cerpen Rembulan di Mata Ibu karya Asma Nadia, karena banyak di temukan
deiksis atau pengarang lebih dominan menggunakan ketiga deiksis tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengangkat judul: Deiksis Persona, Waktu, dan
Tempat dalam Cerpen Rembulan di Mata Ibu Karya Asma Nadia. Penulis mengangkat judul ini
karena di dalam cerpen biasanya menggunakan penunjukkan untuk menyebut nama diri atau
sejenisnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif
adalah suatu penelitian yang menggunakan kata-kata atau kalimat untuk memperoleh
suatu kesimpulan.
Penelitian bentuk-bentuk deiksis yang dilakukan pada cerpen Rembulan di Mata Ibu
Karya Asma Nadia data dalam penelitian ini adalah kalimat yang mengandung deiksis semantik
dalam cerpen Rembulan di Mata Ibu Karya Asma Nadia. Teknik penyampelan dalam penelitian
ini menggunakan teknik penyampelan berdasarkan tujuan (purposive sampling) atau
penyampelan internal yang berdasarkan kriteria, yaitu penyampelan yang mengutamakan pada
terwakilinya informasi secara mendalam, menyeluruh, dan memadai (Sugiyono, 2012: 12).
Sampel penelitian ini tentang penggunaan deiksis pada cerpen Rembulan di Mata Ibu Karya
Asma Nadia.
Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini
berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian
deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi –informasi mengenai keadaan
yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan deiksis semantik dalam
cerpen Rembulan di Mata Ibu Karya Asma Nadia.

PEMBAHASAN
PENGGUNAAN DEIKSIS PERSONA DALAM CERPEN REMBULAN DI MATA IBU
Dalam bahasa Algonkin (Amerika Utara) dikenal pembagian kata ganti persona menjadi
empat (Bloomfield, 1930; Robbins, 1968). Bahasa Indonesia hanya mengenal pembagian kata
ganti persona menjadi tiga. Slametmuljana (1969: 276), memakai istilah kata ganti diri untuk
kata ganti persona, dinamakan demikian karena fungsinya yang menggantikan diri orang.
Sebetulnya di antara ketiga kata ganti persona, hanya kata ganti persona pertama dan kedua yang
hanya menyatakan orang, sementara kata ganti ketiga dapat menyatakan orang maupun benda
(termasuk binatang).
Deiksis persona diwakili oleh aku, saya, kami, kita (sebagai deiksis persona pertama),
engkau, kamu, Anda, dan kalian (sebagai deiksis persona kesdua), dan dia, ia, -nya, beliau, dan
mereka (sebagai deiksis persona ketiga). Dalam penelitian ini deiksis persona dalam cepen
Rembulan di Mata Ibu ini deiksis persona pertama diwakili oleh aku (sebagai persona pertama
tunggal) sedangkan kami, kita (sebagai persona pertama jamak). Selain deiksis persona pertama
juga ada deiksis persona kedua yang diwakili oleh kamu (sebagai persona kedua tunggal). Selain
deiksis persona pertama dan kedua juga ada deiksis persona ketiga yang diwakili oleh dia, -nya,
beliau (sebagai persona ketiga tunggal) dan mereka (sebagai persona ketiga jamak).

Deiksis Persona Pertama


Penggunaan deiksis persona dalam cerpen Rembulan di Mata Ibu mengacu pada tokoh-
tokoh yang berperan sebagai pembicara dan yang dibicarakan. Kata ganti persona dalam cerpen
tersebut bersifat deiksis apabila acuannya berpindah-pindah tergantung tokoh siapa yang
berbicara, dan kepada tokoh siapa pembicaraan itu ditujukan. Deiksis persona pertama tunggal
dalam cerpen ini diwakili oleh aku (sebagai persona pertama tunggal). Sebagaimana disajikan
dalam kutipan berikut.
Rasanya baru kemarin aku masih melihatnya berjalan memberi makan
ternak-ternak kami sendirian.

Saat aku masuk kedalam, kulihat ruangan tampak tidak serapi biasanya.
Barangkali kehilangan sentuhan tangan Ibu
Kutipan di atas mengandung deiksis persona pertama tunggal karena menggunakan
pronomina persona pertama tunggal aku. Deiksis persona pertama tunggal aku biasanya
digunakan saat bertutur dalam keadaan santai. Sedangkan deiksis persona pertama jamak dalam
cerpen ini diwakili oleh kami dan kita (sebagai persona pertama jamak). Sebagaimana disajikan
dalam kutipan berikut.
Mbak Rahayu yang lebih banyak diam pun ikut menambahkan, “Ibu sering
bertanya pada kami Diah, berkali-kali malah. Sudah tahun ke berapa
kuliahmu? Berapa lama lagi selesai.”
Dalam kutipan di atas deiksis persona pertama tunggal yakni kami bersifat eksklusif
yang mana mencakup pembicara/penulis dan orang lain dipihaknya, tetapi tidak mencakupi
orang lain dipihak pendengar/pembacanya. Kata ganti kami hanya merujuk pada penutur (yang
lebih dari satu) namun lawan bicara tidak ikut didalamnya.
“Maafkan Ibu jika selama ini keras padamu Diah! Kau benar … ibu
memang picik! Itu karena Ibu tak ingin kau terluka. Ibu tak ingin kau
kecewa. Itu sebabnya Ibu tak pernah memujimu. Kau harus punya hati
sekeras baja untuk menapaki hidup. Ibu ingin anak bungsu Ibu menjadi
sosok yang berbeda. Seperti rembulan merah jambu, bukan kuning
keemasan seperti yang biasa kita lihat.”
Dalam kutipan di atas deiksis persona pertama jamak yakni kita bersifat inklusif, yang
mana mencakup tidak saja pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula
pihak lain. Kata kita dalam kutipan di atas sebagai deiksis persona pertama jamak digunakan
penutur untuk menyebutkan orang lebih dari satu yang mengacu pada penutur, dan dipakai dalam
corak tidak resmi. Kata kita mengacu pada penutur dan orang yang diajak berbicara.

Deiksis Persona Kedua


Deiksis persona kedua tunggal dalam cerpen ini diwakili oleh kamu (sebagai persona
kedua tunggal). Sebagaimana disajikan dalam kutipan berikut.
Ibu yang menyadari arah pandanganku menjelaskan, “Jangan salahkan
mbakmu Diah. Foto-foto itu Ibu yang maksa minta. Kadang Ibu pandangi,
jika Ibu kangen kamu. Lihat, itu pasti waktu kamu masih tingkat satu, ya?
Belum pakai jilbab! Yang lainnya sudah rapih berjilbab.”
Kata kamu dalam kutipan di atas sebagai deiksis persona kedua digunakan penutur untuk
menyebutkan orang yang diajak bicara, dan dipakai dalam corak tidak resmi.

Deiksis Persona Ketiga


Deiksis persona ketiga tunggal dalam cerpen ini diwakili oleh dia, -nya, beliau (sebagai
persona ketiga tunggal). Sebagaimana disajikan dalam kutipan berikut.
Seharusnya Ibu melihat kegiatan pemilihan lurah desa, dan tak hanya
berkutat dengan ternak – ternaknya di padang rumput. Pak Kades takkan
terpilih kalau dia tak punya kemampuan meyakinkan dan menenangkan
rakyatnya!
“Ibuku sakit Li! Apa yang harus kulakukan?” tanyaku akhirnya tanpa daya.
Laili tersenyum. Tangannya kembali menggenggam jemariku.
“Itu aja kok, bingung! Barangkali dia kangen padamu. Tengoklah Ibu, Di!
Eh, kapan terakhir kali bertemu?”
Aku tersenyum sinis mendengar perkataan kakak tertuaku itu. Sejak
kapan Ibu memikirkan kuliahku? Bukankah baginya anak perempuan
Cuma akan ke dapur?
Dalam kutipan di atas deiksis persona ketiga tunggal ditandai dengan kata dia merujuk
kepada seseorang yang dibicarakan. Sedangkan deiksis persona ketiga jamak dalam cerpen ini
diwakili oleh mereka (sebagai persona ketiga jamak). Sebagaimana disajikan dalam kutipan
berikut.
Kenapa Ibu bertahan dalam kesederhanaan ini? Bukankah seharusnya
dengan ternak – ternak itu Ibu mampu hidup lebih layak? Belum lagi
ketiga mbakku, mustahil mereka tidak memberikan tambahan masukan,
biarpun sedikit, untuk Ibu.
Pronomina persona ketiga jamak adalah mereka. Pada umumnya mereka hanya dipakai
untuk insan. Kata mereka dalam kutipan di atas merupakan deiksis persona ketiga bentuk
jamak. Kata mereka sebagai deiksis persona ketiga jamak digunakan untuk menyebut orang
yang dibicarakan dengan jumlah banyak (lebih dari satu) oleh penutur baik dalam keadaan
formal maupun informal.

PENGGUNAAN DEIKSIS NAMA DIRI DALAM CERPEN REMBULAN DI MATA IBU


Deiksis yang menyangkut nama diri ini merupakan deiksis yang cenderung memakai
nama lain di antaranya nama diri, pangkat, dan tingkat kekerabatan. Deiksis yang menyangkut
nama diri ini merupakan deiksis yang menghindari pemakaian pronomina orangan, dengan
kata lain cenderung memakai nama lain diantaranya nama diri, pangkat, dan tingkat
kekerabatannya karena kita agaknya lebih suka kepada ‘pendekatan yang tidak langsung. Nama
diri digunakan sebagai kata sapaan atau panggilan jika kita hendak memulai suatu
percakapan, atau jika hendak meminta perhatian kawan bicara.
Ibu yang menyadari arah pandanganku menjelaskan, “Jangan salahkan
mbakmu Diah. Foto-foto itu Ibu yang maksa minta. Kadang Ibu pandangi,
jika Ibu kangen kamu. Lihat, itu pasti waktu kamu masih tingkat satu, ya?
Belum pakai jilbab! Yang lainnya sudah rapih berjilbab.”
Dalam kutipan cerpen di atas deiksis yang menyangkut nama diri yang digunakan adalah
panggilan yakni Diah. Kata ganti Diah mengacu atau menunjuk pada diri yang dibicarakan
penutur.
“Tolong Ibu, Nduk, Ibu ingin duduk di beranda,” pintanya sekonyong-
konyong. Kupapah tubuh ringkihnya keluar. Diatas sana langit mulai
gelap. Beberapa bintang meramaikan rembulan yang mulai muncul.
Langit jingga tampak terbias indah menyambut malam.
Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa ada penggunaan deiksis yang menyangkut
nama diri nduk. Nduk merupakan panggilan sapaan. Penggunaan deiksis yang menyangkut nama
diri s terjadi karena adanya kekerabatan atau hubungan dekat di antara mereka. Deiksis yang
menyangkut nama diri ini digunakan pada saat berkomunikasi dengan seseorang yang sudah
dianggap akrab. Fungsi pemakaian deiksis nama diri digunakan sebagai kata sapaan atau
panggilan jika kita hendak memulai suatu percakapan, atau jika hendak meminta perhatian
kawan bicara.

PENGGUNAAN DEIKSIS WAKTU DALAM CERPEN REMBULAN DI MATA IBU


Deiksis waktu adalah pemberian bentuk jarak waktu pada sesuatu ungkapan yang
mengacu pada waktu dari peristiwa yang sudah, sedang, dan akan dialami. Tokoh yang berbicara
menjadi patokan penggunaan deiksis waktu, contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok,
hari ini, tahun ini dan lain sebagainya. Menurut Djajasudarma, (2009: 68) Deiksis waktu ialah
deiksis yang berhubungan dengan struktural temporal, pengungkapan kepada titik atau jarak waktu
dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat dalam peristiwa berbahasa. Penggunaan deiksis dalam
sebuah cerpen mengandung lebih dari satu bentuk macam deiksis dengan tujuan menghindari
perulangan kata atau frasa yang telah disebutkan untuk lebih membuat kalimat lebih efektif.
Berikut penggunaan bentuk-bentuk deiksis semantik yang terdapat dalam cerpen Rembulan di
Mata Ibu karya Asma Nadia
“ Kupandangi telegram yang barusan kubaca, Batinku galau. Ibu sakit Diah,
pulanglah!”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Aku dalam batinnya yang galau memandangi
telegram yang baru saja dibacanya berisi pesan untuk meminta tokoh Aku pulang karena kondisi
ibunya yang sedang sakit. Pada kutipan kata barusan dalam kalimat di atas menunjukkan deiksis
waktu yang terjadi saat tuturan baru saja berlangsung yakni dalam konteks di atas baru saja
melakukan kegiatan membaca.

“ Rasanya baru kemarin aku masih melihatnya berjalan memberi makan ternak-
ternak kami sendirian. Melalui padang rumput yang luas. Berputar-putar di sana
berjam-jam.”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh aku membayangkan bahwa baru saja kemarin
melihat ibunya berjalan memberi makan ternak-ternak. Pada kutipan kalimat di atas terdapat kata
kemarin yang menunjukkan deiksis waktu, penggunaan kata kemarin memiliki rujukan sebagai
penunjuk waktu lampau yang memiliki jangkauan sehari sebelum hari ini, namun pada kalimat
yang terdapat dalam novel tersebut merujuk pada jangkauan yang melebihi sehari sebelum hari
ini. Selain terdapat kata kemarin, pada kalimat di atas juga terdapat kata berjam-jam yang
menunjukkan waktu lebih dari satu jam, namun tidak diketahui pasti berapa jam kegiatan
tersebut berlangsung.

“Jadi perempuan jangan terlalu sering melamun Diah! Bekerja, itu akan
membuat tubuhmu kuat!”
Komentarnya suatu hari padaku. padahal, saat itu aku sama sekali tidak
menganggur.

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Ibu memberikan nasihat untuk jangan terlalu sering
melamun, bekerja akan membuat tubuh menjadi kuat, padahal tokoh aku sama sekali tidak
menganggur saat itu. Pada kutipan kalimat terdapat kata yang menunjukkan deiksis waktu suatu
hari yang menunjukkan kejadian tersebut dalam jangkauan waktu lampai namun tidak diketahui
pastinya kapan. Selain itu juga terdapat kata saat itu yang merupakan deiksis waktu yang
merujuk pada saat tuturan menyatakan waktu yang berlangsung tersebut.

“Di waktu yang lain Ibu mengecam kebiasaanku rapat dengan para
pemuda desa. Ibu sama sekali tak mengerti kalau rapat-rapat yang
kulakukan bukan tanpa tujuan”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Ibu mengecam kebiasaan rapat yang dilakukan tokoh
Aku dengan para pemuda desa, tanpa mempunyai pemikiran sesungguhnya rapat yang dilakukan
tentu mempunyai sebuah tujuan. Pada kutipan kalimat tersebut terdapat deiksis waktu pada kata
waktu yang lain yang merujuk pada bukan waktu saat itu atau dalam waktu yang berbeda.

“Ingin sekali saat itu aku mengangguk dan menantang matanya yang
sinis. Tak tahukah Ibu, di kota sana, banyak sekali pekerjaan yang
mementingkan kemampuan bicara”
“Dan saat itu aku makin tersungkur dalam ketidakberdayaanku
menghadapi Ibu. Perlahan aku malah berhenti berusaha menenangkan
hatinya”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Aku menahan amarahnya terhadap tokoh ibu, dengan
ungkapan dalam hatinya di kota banyak mementingkan pekerjaan dengan kemampuan bicaranya. Pada
kutipan kalimat di atas terdapat deiksis waktu dalam kata saat itu yang merujuk pada saat tuturan
menyatakan waktu yang berlangsung tersebut

“Dahulu sekali aku pernah mencoba menyenangkan hati wanita itu.


Kucoba memasakkan sesuatu untuknya. Meski semua saudaraku tahu,
aku benci kegiatan dapur itu”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Aku mengungkapkan bahwa dirinya pernah
berusaha menyenangkan hati ibunya dengan memasakkan sesuatau untuknya meskipun tokoh
Aku tidak menyukai kegiatan dapur. Pada kutipan kalimat di atas terdapat deiksis waktu dalam
kata dahulu yang merujuk pada waktu lampau dengan jangka waktu yang jauh

“Aku mengalihkan pandangan dari matanya. Kami sudah tinggal satu kos
selama hampir lima tahun”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Aku mengalihkan pandangan matanya dari
temannya yang tinggal bersamanya. Pada kutipan kalimat di atas terdapat deiksis waktu dalam
kata hampir lima tahun yang merujuk pada waktu yang menunju lima tahun namun tidak pas dan
lebih dalam waktu lima tahun tersebut

“Selama ini aku selalu berdalih di hadapan-Nya dalam shalat – shalat yang kulalui”

Dalam kutipan kalimat di atas tokoh Aku selalu berdalih dalam shalat-shalat di hadapan-Nya.
Pada kutipan kalimat di atas terdapat deiksis waktu dalam kata Selama ini yang merujuk pada waktu
yang hingga sekarang masih berlangsung
“Anak mereka banyak, mungkin tak kan banyak bisa membantumu jika
hari itu tiba!”
Pada kutipan kalimat di atas terdapat kata yang menunjukkan deiksis waktu yaitu dalam kata
hari itu yang merujuk pada hari dimana tuturan sedang berlangsung

PENGGUNAAN DEIKSIS TEMPAT DALAM CERPEN REMBULAN DI MATA IBU


Djajasudarma (2009:65) menyebutkan deiksis yang menyangkut pronomina demonstratif
ini ditunjukkan oleh satuan leksikal yang berhubungan dengan arah dan ruang, yang berupa
antara lain ini, itu, sini, situ dan sana. Bentuk deiksis di sana adalah deiksis yang referennya
mengacu pada lokasi yang jauh dari penutur ketika suatu tuturan diujarkan. Kata di sana
termasuk kedalam jenis makna gramatikal yang merupakan gabungan dari preposisi “di” dan
kata “sana”. Preposisi “di” merupakan awalan yg digunakan untuk menandai suatu tempat.
Sedangkan kata “sana” memiliki arti suatu tempat yang jauh dari petutur. Dari penjelasan ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa kata di sana memiliki makna “penunjuk tempat yang mengacu
pada lokasi yang jauh dari petutur”.
Berikut adalah analisis deiksis tempat di sana dalam cerpen Rembulan di Mata Ibu
karya Asma Nadia
“Rasanya baru kemarin aku masih melihatnya berjalan memberi makan
ternak-ternak kami sendirian. Melalui padang rumput yang luas. Berputar-
putar di sana berjam-jam.”
Dalam kutipan ini, tokoh aku sedang menceritakan ibunya yang suka memberi makan
ternak di padang rumput. Kutipan kalimat di atas, merupakan deiksis tempat berbentuk frasa,
berupa “di sana”. Referennya mengacu pada padang rumput yang lokasinya jauh dari petutur
ketika ujaran dituturkan. Deiksis tempat “di sana” merupakan kata tunjuk yang digunakan untuk
menunjuk lokasi yang terletak jauh dari petutur ketika suatu ujaran dituturkan.
“Kalau kami, anak-anak muda yang berkumpul di sana sedang mencoba
menyumbangkan pemikiran bagi kemajuan desa.”
Dalam kutipan ini, tokoh aku memberikan penjelasan kepada ibu tentang apa yang
dilakukan para pemuda desa ketika mereka berkumpul. Kutipan kalimat di atas, merupakan
deiksis waktu berbentuk frasa, berupa “di sana”. Referennya mengacu pada tempat entah dimana
yang lokasinya jauh dari petutur ketika ujaran dituturkan. Deiksis tempat di sana merupakan kata
tunjuk yang digunakan untuk menunjuk lokasi yang letaknya jauh dari petutur ketika suatu
ujaran dituturkan.
“Janjinya, bahwa, lelaki itu akan kembali dari kota dengan membawa
perubahan pada nasib kami, cuma omong kosong. Di sana Bapak justru
menikah lagi.”
Dalam kutipan ini, tokoh aku sedang membicarakan bapaknya yang tak pernah kembali
dari kota. Kutipan kalimat di atas, merupakan deiksis tempat berbentuk frasa, berupa “di sana”.
Referennya mengacu pada kota yang lokasinya jauh dari petutur ketika ujaran dituturkan.
Deiksis tempat di sana merupakan kata tunjuk yang digunakan untuk menunjuk lokasi yang
letaknya jauh dari petutur ketika suatu ujaran dituturkan.
“Kulihat meja jati tua disamping Ibu. Ada beberapa botol obat di sana”
Dalam kutipan ini, tokoh aku melihat beberapa botol obat yang ada di meja yang terletak
di samping ibunya. Kutipan kalimat di atas, merupakan deiksis tempat berbentuk frasa, berupa
“di sana”. Referennya mengacu pada sebuah meja yang lokasinya jauh dari petutur ketika ujaran
dituturkan. Deiksis tempat di sana merupakan kata tunjuk yang digunakan untuk menunjuk
lokasi yang letaknya jauh dari petutur ketika suatu ujaran dituturkan.

SIMPULAN
Dari analisis mengenai bentuk dan makna deiksis persona, tempat, dan waktu dalam
cerpen Rembulan di Mata Ibu dapat disimpulkan bahwa penggunaan deiksis persona lebih
banyak ditemukan dibandingkan dengan deiksis tempat dan deiksis waktu. Deiksis persona yang
digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu deiksis persona pertama makna deiksis persona pertama
adalah sebagai pembicara. Deiksis persona kedua yang bermakna sebagai lawan bicara. Deiksis
persona ketiga makna perannya sebagai yang dibicarakan. Deiksis tempat ditemukan untuk
mengetahui lokasi ruang atau tempat yang digunakan pada lokasi tempat peserta pembicara
dalam pembicaraan. Deiksis tempat paling sedikit ditemukan dibanding dengan deiksis persona
dan waktu. Sedangkan deiksis waktu digunakan untuk menunjukkan titik atau jarak waktu
dipandang dari saat suatu ujaran terjadi, atau pada saat seorang penutur berujar. Deiksis perona,
tempat dan waktu dapat digunakan untuk sumber bahan belajar, khususnya menulis. Karena
deiksis berkaitan dengan pemilihan kata dan penggunaan kalimat yang efektif. Peneliti
merelevansikan deiksis dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA pada kelas XI pada
pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan kurikulum 2013.

DAFTAR RUJUKAN

Alwasilah, Chaedar A. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa.


Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik Teori dan Penerapannya. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Purwo, B. K. (1984). Deiksis Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai