1. Definisi :
Reaksi obat alergik adalah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai
akibat pemberian obat yang biasanya sistemik.
2. Epidemiologi :
Belum didapatkan angka kejadian yang tepat terhadap kasus EOA tapi diperkirakan kejadian
alergi obat adalah 2% dari total pemakaian obat-obatan atau sebesar 15-20% dari keseluruhan
pemakaian oabt-obatan.
3. Etiologi :
Obat oral, suntikan, inhalasi, rectal, vagina dan topical.
Reaksi fase II diperantai oleh enzim, misalnya hidrolase, glution- S-transferase (GST) dan
N-asetyl-transferase (NAT). Untuk dapat menimbulkan reaksi imunologik hapten harus
bergabung dahulu dengan protein pembawa yang dalam sirkulasi atau protein jaringan
hospes. Carrier diperlukan oleh obat atau metabolitnya untuk merangsang sel limfosit T
agar merangsang sel limfosit B membentuk antibody terhadap obat atau metabolitnya.
B. Klasifikasi
Tipe I ( reaksi cepat, reaksi anafilaktik ):
Reaksi ini penting dan sering dijumpai. Pajanan pertama kali terhadap obat tidak
menimbulkan reaksi yang merugikan, tetapi pajanan selanjutnya dapat
menimbulkan reaksi alergi. Antibodi yang terbentuk ialah antibody igE yang
mempunyai afintas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil.
Pada pemberian obat yang sama, antigen dapat menimbulkan perubahan
berupa degranulasi sel mas dan basofil dengan dilepaskannya bermacam-
macam efek antara lain histamine, serotonin, bradikinin, heparin, dan SRSA.
Mediator-mediator ini mengakibatkan bermacam-macam efek antaralain
urtikaria, dan yang lebih berat lagi adalah angioderma. Yang paling berbahaya
adalah terjadinya syok anafilaktik. Penisilin merupakan contoh penyebab utama
erupsi obat hipersensitivitas tipe cepat yang igE-dependent.
6. Diagnosa
Anamnesis yang teliti mengenai :
Obat-obat yang didapat, jangan lupa menanyakan tentang jamu
Kelainan yang timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari setelah
masuknya obat
Rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebril
Kelainan kulit yang ditemukan :
Distribusi menyebar dan simetris atau setempat
Bentuk kelainan yang timbul : eritema, urtikaria, purpura, eksantema, papul,
eritroderma, eritema nodusum
7. Diagnosa banding :
Sindroma steven Johnson
NET
8. Penatalaksanaan
Pengobatan :
Sistemik
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Obat
kortikosteroid yang sering digunakan di bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin
RSCM/FKUI ialah tablet prednisone ( 1 tablet = 5mg). Pada kelainan urtikaris,
eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, eritema nodusum, eksantema
fikstum, dan P.E.G.A karena alergi obat, dosis standar untuk orang dewasa ialah
3 x 10 mg prednisone sehari. Pada eritroderma dosisnya 3 x 10 mg sampai 4 x 10
mg sehari.
Antihistamin
Antihistamin yang bersifat sedative dapat juga diberikan, jika terdapat rasa
gatal. Kecuali pada urtikaria, efeknya kurang kalau dibandingkan dengan
kortikosteroid.
Topikal
Pengobatan topical bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah skering
atau basah. Kalau keadaan kering, seperti pada eritema dan urtikaria, dapat
diberikan bedak, contohnya bedak salisilat 2% ditambah dengan obat
antipruritus , misalnya mentol ½ - 1% untuki mengurangi rasa gatal. Kalau
keadaan membasah seperti dermatitis medikamentosa perlu digunakan
kompres, misalnya kompres asam salisilat 1%
Pada bentuk purpura dan eritema nodusum tidak diperlukan pengobatan
topical. Pada eksantema fikstum, jika kelainan membasah dapat diberi kompres
dan jika kering dapat diberi krim hidrokortison 1% atau 2,5% .
Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan
skuamasi , dapat diberi salep lanolin 10% yang dioleskan sebagian-sebagian.
9. Kompilkasi :
Gagal jantung
Hipotermia
Syok anafilaktik
dehidrasi
10. Prognosis :
Pada dasarnya erupsi kulit karena obat akan menyembuhkan bila obat penyebabnya dapat
diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan
kelainan-kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom steven Johnson, prognosis dapat menjadi
buruk bergantung pada luas kulit yang terkena.