Anda di halaman 1dari 9

Anmal Maryam

1. D. Penyebab mulut mengot yaitu gangguan pada saraf VII atau n. Facialis yg
fungsi motoriknya untuk inervasi otot wajah, sehingga di kadus di temukan wajah
yang mengot.Beberapa penyebab gangguan N.VII
o Strok (kebanyakan menyebabkan gangguan jenis sentral.
o Gangguan jenis perifer:
- Paralisis idiopatis (Bell’s palsy)
- Tumor di sudut serebelopontin
- Otitis media
- Meningitis karsinomatosa
- Tumor parotis
- Fraktur dasar tulang tengkorak
Mekanisme mulut mengot :

Hipertensi + DM  menyumbat peredaran jantung/ pembuluh darah  plak 


thrombus  thrombus rupture  emboli masuk ke aliran otak  menyumbat a. cerebri
media  Stenosis a.cerebri media  iskemik pada lobus temporaparietal sebelah kiri
 lesi pada UMN (Upper Motor Neuron) N. VII (Nervus facialis) : lesi pada traktus
piramidalis atau korteks motorik Parese otot-otot wajah bawah Manifestasi Klinik:
Plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal  mulut mengot.

1. F. Berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki sampai usia sekitar 50 tahun


memiliki risiko 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita untuk mengalami
aterosklerosis dikarenakan kolesterol. Sedangkan pada wanita usia di bawah 50 tahun
atau setelah menopause (mati haid), akan memiliki risiko yang sama dengan laki-laki. Hal
ini dikarenakan pada masa premenopause, wanita dilindungi oleh hormon estrogen
sehingga dipercaya mencegah terbentuknya aterosklerosis.
Estrogen dalam kaitan dengan kolesterol bekerja dengan cara meningkatkan HDL
dan menurunkan LDL pada darah. Adanya hormon estrogen pada wanita yang masih
aktif menstruasi akan menekan Lp(a) atau lipoprotein(a). Kadar Lp(a) rata-rata adalah 2
mg/dl, dan apabila Lp(a) meningkat sampai 20-30 mg/dl maka akan muncul risiko
penyakit jantung koroner. Lp(a) ini berperan sebagai penggumpal yang kemudian
Anmal Maryam

bersama-sama plak yang ada dalam pembuluh arteri akan menyumbat aliran darah
sehingga muncul serangan jantung.
Estrogen sebenarnya bukan sekedar hormon pada wanita, karena diketahui
bahwa estrogen juga dapat menjalankan fungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih
mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi
teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL
sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen
yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi
lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen secara cukup.Setelah menopause, kadar
estrogen pada wanita akan menurun, risiko hiperkolesterol dan aterosklerosis akan
menjadi setara dengan laki-laki. Emboli dapat terjadi ketika faktor-faktor resiko seperti
usia, jenis kelamin, obesitas (dislipidemia dan atherosklerosis), hipertensi dan diabetes
mellitus bisa memperberat kerja jantung, terutama ventrikel kiri yang memompa darah
ke seluruh tubuh. Lama kelamaan karena ventrikel kiri memompa darah melawan
tekanan yang tinggi di arteri, menyebabkan otot ventrikel membesar dan chamber juga
membesar. Setelah terjadi hipertrofi ventrikel kiri, maka akan terjadi regurgitasi katup
mitral dan dilatasi atrium karena terjadi bendungan volume darah terus menerus.
Konduksi yang lebih panjang karena dilatasi atrium menyebabkan terjadi nya atrial
fibrilasi yang mempermudah terbentukan thrombus karena aliran darah statis. Lama
kelamaan thrombus lepas dan menjadi emboli.
Dengan bertambahnya usia seseorang maka akan berkurangnya fungsi tubuh
salah satunya adalah endotel pembuluh darah rusak/terkikis dan dapat terbentuk
aterosklerosis, terbentuk trombus, trombus lepas, emboli mengalir di aliran darah, ke
pembuluh darah di otak, menghambat aliran darah terutama ke otak. laki-laki
mempunya faktor resiko yang tinggi karena kebiasaan buruknya.
Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan
berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well
documented).
Non Modifiable Modifiable Risk Factors
Well-documented Less well-documented
Risk Factors
Usia Hipertensi Sindroma metabolik
Jenis kelamin Terpapar asap rokok Alcohol abuse
Anmal Maryam

Berat badan lahir rendah Diabetes Penggunaan kontrasepsi oral


Ras/etnik Atrial fibrillation and certain Sleep disordered-breathing
other cardiac condition
Genetik Dislipidemia Nyeri kepala migren
Stenosis arteri karotis Hiperhomosisteinemia
Terapi hormon Peningkatan lipoprotein
postmenopouse
Poor diet Elevatedlipoprotein-
associated phospholipase
Physical inactivity Hypercoagulability
Obesitas dan distribusi lemak Inflamasi
tubuh
Infeksi

4. E. Cara pemeriksaan reflex babinski:


Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral. Orang
normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN
maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan
menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada.

E. Kadar BSS yang


tinggi menunjukkan
bahwa pasien
menderita diabetes
mellitus. Diabetes mellitus dapat menyebabkan terjadinya hipertensi dan aterosklerosis yang
pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya stroke.Diabetes melitus merupakan faktor risiko
untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke
aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan
pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit
diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping
itu, diabetes melitus dapat meyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah, sehingga
mempermudah penempelan plak yang dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya
Anmal Maryam

stroke.
Leukosut tinggi :

Didapat dari penelitian UNHASuntuk mengetahui apakah hitung leukosit dan neutrofil,
mempunyainilai diagnostik untuk membedakan jenis strok yang dihubungkandengan volume lesi
berdasarkan gambaran CT Scan kepala sehingga diagnosis strok dapat ditegakkan secaracepat
serta dapat direncanakan penatalaksanannya.Jenis penelitian ini adalah penelitianobservasional
dengan desain cross sectional study.Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa rerata hitung
leukosit pada strok hemoragik lebih tinggi dibanding strok iskemik

rerata hitung neutrofil pada strok hem

oragik lebih tinggi dibanding

strok

iskemik

, rerata

volume lesi pada strok hemoragi

k adalah lebih tinggi

dibanding

trok iskemik

, titik

potong hitung leukosit dan neutrofil pada strok iskemik dan strok hemoragik adalah

10150,00 mm
Anmal Maryam

dan 7780,00 mm

.H

itung leukosit tidak bisa digunakan untuk

membedakan secara pasti strok iskemik dengan strok hemoragik walaupun ada kecenderungan
jumlah leukosit pada penderita strok hemoragik lebih tinggi dibanding strok iskemik serta
digabung dengan parameter klinisnya. Semakin tinggi volume lesi maka semakin tinggi pula
jumlah leukosit (neutrofil) baik pada strok iskemik maupun strok hemoragik, sehingga jumlah
leukosit yang tinggi dapat digunakan untuk memprediksi besarnya volume lesi.

Rerata hitung leukosit pada strok hemoragik lebih tinggi dibanding strok iskemik

( strok hemoragik 14536,67 ± 4717,94 ; strok iskemik 8516,67 ± 1726,08).Terdapat

beberapa asumsi yang dapat menerangkan mengapa hitung leukosit pada strok

hemoragik lebih tinggi daripada strok iskemik. Pada strok iskemik , mediator

proinflamatori akan menstimulasi reaksi inflamasi, antaralain dengan peningkatan

permeabilitas vaskuler sehingga terjadi migrasi leukosit melalui sawar darah otak yang

masih utuh. Sedangkan pada strok hemoragik, mediator proinflamatori yang berasal dari

komponen darah seperti thrombin, komplemen dan produk degradasi fibrin secara

langsung menginduksi reaksi inflamasi yang lebih besar. (Reichlin S,1993).

Pada penelitian ini diperoleh rerata volume lesi pada strok iskemik adalah 10,198

cc ( SD = ± 6,896 ), dan pada strok hemoragik rerata volume lesi adalah 21,204 cc ( SD

= ± 16,311 ) dan rerata volume lesi baik pada strok hemoragik maupun iskemik adalah

15,701 cc ( SD = ± 13,599 ). Dari hasil penelitian ini ditemukan hubungan yang


Anmal Maryam

bermakna (p<0,05) antara jumlah leukosit (neutrofil ) dan volume lesi. Hasil ini tidak

jauh berbeda dengan penelitian Audebert, et. al., dimana terdapat hubungan yang

bermakna antara jumlah volume lesi dan leukosit selama tiga hari penilaian. Pada

penelitian tersebut didapatkan penderita dengan strok iskemik akut peningkatan leukosit

tiga hari pertama dan CRP dalam 5 hari pertama, secara bermakna berhubungan dengan

beratnya strok pertama dan besarnya volume lesi.( Audebert, et.al.2004).

Dengan semakin tinggi jumlah leukosit darah, semakin besar volume lesi.. Hal ini

disebabkan pada leukosit teraktivasi menyebabkan kerusakan lebih jauh pada lesi

iskemik melalui mekanisme reperfusi atau cedera sekunder ( Wang, Q.,2007 ).

Dalamwaktu satu jam setelah strok iskemik, leukosit menjadi aktif dan menimbulkan
inflamasi( Djoenaidi,2002).Walaupun pada penelitian ini tidak dilakukan uji diagnostik, leukosit
dapat digunakan sebagai salah satu parameter laboratorik untuk membantu
menegakkandiagnosis jenis strok khususnya bila digabung dengan parameter klinisnya.

Keterbatasan penelitian ini adalah dalam pengambilan sampel ( pasien strok hemoragik

atau strok iskemik ) , riwayat infeksi tidak betul-betul secara optimal dapat

disingkirkan karena riwayat infeksi tersebut hanya diketahui melalui anamnesis, gejala

klinis, pemeriksaan foto thoraks dan urinalisa. Maka untuk penelitian selanjutnya

sebaiknya diperiksa CRP untuk mendeteksi adanya infeksi sebelumnya.

Kesimpulan : Mekanisme ini terjadi karena pada stroke hemoragik, daerah hematom dan
sekitarnya akan melepaskan berbagai mediator inflamasi seperti sitokin proinflamasi,
komplemen, dan leukosit, hal inilah yang menyebabkan kadar leukosit tinggi di dalam darah.

6. F. Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200


kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika
diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih
Anmal Maryam

dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.
(Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64
tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan
0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).

7. H. Faktor resiko stroke hemoragik

Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan
dalam tabel berikut :

Faktor Resiko Keterangan

Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65, 70% terjadi
pada mereka yang 65tahun keatas. Risiko stroke adalah dua
kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun

Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Ha ini


berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur dan untuk
risiko perdarahan, atherothrombotik dan stroke lakunar. Risiko
stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia mampu menjadi kurang kuat
meskipun masih penting dan bisa diobati, fakor risiko ini pada
orang tua.

Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65tahun.

Riwayat Keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigot dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigot yang menunjukan kecenderungan genetik
untuk stroke.

Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
Anmal Maryam

diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua


kali lipat hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar seperti arteri koronari,arteri
karotid atau efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.

Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi


menunjukan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia.

Penyalahgunaan obat Obat yang teah berhubungan dengan stroke termasuk


methamphetamines,norepinefrin,LSD,heroin dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat menyebabkan perdarahan petechial menyebar atau
fokus bidang iskemia dan infark. Perdarahn subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.

Penyakit pembuluh darah periferKarena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

Daftar Pustaka LI dan Anmal


Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Syaraf : Media Aesculapius; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2000.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf (diakses 15
Februari 2016)
http://etd.unsyiah.ac.id/baca/index.php?id=8943&page=1 (diakses 15 Februari 2016)
https://www.coursehero.com/file/p6qohsr/5-12-32-Epidemiologi-Stroke-dan-Stroke-Hemoragik/
( diakses 15 Februari 2016)
Anmal Maryam

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai