Anda di halaman 1dari 15

1.

Pada tahun 2007 tren ekonomi cukup baik namun pertengahan 2008 tiba-tiba terjadi

krisis ekonomi amerika sehingga memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia

secara makro demikian halnya terhadap perekonomian disulawesi tenggara jelaskan

dampak tersebut baik terhadap perekonomian Indonesia maupun di Sulawesi tenggara

lihat dari aspek variabel ekonomi yang terpengaruh

Dalam ekonomi makro dijelaskan keadaan ekonomi suatu negara secara menyeluruh

berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan GDP). Keberhasilan pembangunan

suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu, naik turunnya

ekonomi tentunya akan mempengaruhi beberapa sektor. Sebagai contoh, pertumbuhan

ekonomi yang meningkat tentu akan meningkatkan pendapatan per kapita sehingga dapat

meningkatkan konsumsi rumah tangga. Selain itu, pertumbuhan ekonomi meningkat akan

meningkatkan pula investasi sehingga terjadi pembangunan diberbagai daerah.

Selain pertumbuhan ekonomi inflasi juga merupakan salah satu faktor yang

mempunyai pengaruh dalam mendorong perkonomian, apabila inflasi itu ringan maka akan

meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung

dan mengadakan investasi, sebaliknya apabila inflasi tidak terkendali maka perekonomian

akan menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak semangat

bekerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi kerena harga barang meningkat

dengan cepat.

inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara.

Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan

terus-menerus (Boediono, 1989:155). Pembicaraan mengenai inflasi mulai sangat popular di

Indonesia ketika laju inflasi demikian tingginya tahun 2008. Tingginya inflasi tersebut
diakibatkan oleh terjadinya krisis di Amerika, dengan berbagai implikasi negatifnya telah

menyebabkan pemerintah memberikan perhatian yang khusus terhadap laju inflasi. Dengan

kebijaksanaan makro ekonomi yang diarahkan pada penekanan laju inflasi maka memasuki

tahun 1980-an laju inflasi telah mulai dapat ditekan. Bahkan pada tahun-tahun berikutnya

laju inflasi di Indonesia tidak pernah lagi mengalami inflasi yang double-digit.

Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negri atau karyawan swasta serta

kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup

mereka semakin merosot dan terpuruk dari waktu kewaktu. Inflasi dapat mempengaruhi

daya beli masyarakat sehingga meningkatkan angka kemiskinan. Sulawesi Tenggara

mencatat pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan sebesar Rp8.643.330 Juta setara

7,68 persen ditahun 2014 atau meningkat dari sebelumnya, sebesar Rp8.026.856 Juta setara

7,31 persen ditahun 2013. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku secara nominal meningkat

namun secara pertumbuhannya mengalami penurunan, dimana tahun 2014 sebesar

Rp15.270.350 juta setara 17,64 persen atau meningkat secara nominal dari tahun

sebelumnya sebesar Rp.12.683.406.798,‐ setara 26,42 persen di tahun 2013. Pertumbuhan

PDRB Sulawesi Tenggara Tahun 2009‐2014 atas Dasar Harga Berlaku & atas Dasar Harga

Konstan. Bagi provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat tiga sektor yang dapat menyumbangkan

PDRB dalam jumlah besar yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran,

dan sektor jasa.

Kontribusi masing‐masing sektor berfluktuasi tiap tahunnya, namun ketiga sektor

tersebut menyumbang hamper lebih dari separuh struktur PDRB di Sulawesi Tenggara.

Kontribusi sektor ekonomi yang besar ini tentu diharapkan mampu menjadi penggerak roda

ekonomi lokal provinsi Sulawesi Tenggara sehingga kegiatan ekonomi yang dilakukan
menjadi lebih nyata dan signifikan. Sektor ini kemudian ditopang sektor pendukung yang

menjadi fungsi total dari perekonomian.

Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%)

2008 5,60 6,97


2009 6,85 5.66
2010 8,17 4.37
2011 8,84 5.89
2012 9,59 4.48
2013 7,86 5.09
2014 8,49 5.23
Sumber BPS Prov. Sultra, 2015

Jika perekonomian makin besar maka perlu banyak sektor pendukung dalam

perekonomian tersebut. Idealnya sektor pendukung ini dapat dipenuhi oleh masyarakat lokal.

Di Sulawesi Tenggara pertumbuhan Pertumbuhan Ekonomi itu sendiri sebesar 7,86 pada

tahun 2013 dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar 8,98. (BPS Prov. Sultra,

2015) dan inflasi pada tahun 2013 mengalami inflasi sebesar 5,09 persen dan pada tahun

2014 dengan peningkatan inflasi sebesar 5,23 persen.

2. Butalah data makro ekonomi 2005-2015 PDB, Inflasi, Unemployment, Properti, BI Rate,

Investasi Domestik

a. Analisis masing-masing data tersebut mengapa fluktuasi pada tahun-tahun tertentu

dan bagaimana hubungan masing masing variabel tersebut

b. Setiap analisis variabel tersebut diawali dengan gambar grafik kemudian dianalisis

Selain pertumbuhan ekonomi inflasi juga merupakan salah satu faktor yang

mempunyai pengaruh dalam mendorong perkonomian, apabila inflasi itu ringan maka akan

meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung

dan mengadakan investasi, sebaliknya apabila inflasi tidak terkendali maka perekonomian

akan menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak semangat
bekerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi kerena harga barang meningkat

dengan cepat.

inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara.

Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan

terus-menerus (Boediono, 1989:155). Pembicaraan mengenai inflasi mulai sangat popular di

Indonesia ketika laju inflasi demikian tingginya hingga mencapai 650 persen pada

pertengahan dasawarsa 1960-an. Tingginya inflasi tersebut dengan berbagai implikasi

negatifnya telah menyebabkan pemerintah memberikan perhatian yang khusus terhadap laju

inflasi. Dengan kebijaksanaan makro ekonomi yang diarahkan pada penekanan laju inflasi

maka memasuki tahun 1980-an laju inflasi telah mulai dapat ditekan. Bahkan pada tahun-

tahun berikutnya laju inflasi di Indonesia tidak pernah lagi mengalami inflasi yang double-

digit.

Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negri atau karyawan swasta serta

kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup

mereka semakin merosot dan terpuruk dari waktu kewaktu. Inflasi dapat mempengaruhi

daya beli masyarakat sehingga meningkatkan angka kemiskinan. Hal ini didasarkan pada

penelitian empiris yang dilakukan Deni Tisna (2008) bahwa inflasi berpengaruh terhadap

peningkatan kemiskinan

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara.

Sulawesi Tenggara mencatat pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan sebesar

Rp8.643.330 Juta setara 7,68 persen ditahun 2014 atau meningkat dari sebelumnya, sebesar

Rp8.026.856 Juta setara 7,31 persen ditahun 2013. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku secara

nominal meningkat namun secara pertumbuhannya mengalami penurunan, dimana tahun


2014 sebesar Rp15.270.350 juta setara 17,64 persen atau meningkat secara nominal dari

tahun sebelumnya sebesar Rp.12.683.406.798,‐ setara 26,42 persen di tahun 2013.

Pertumbuhan PDRB Sulawesi Tenggara Tahun 2009‐2014 atas Dasar Harga Berlaku & atas

Dasar Harga Konstan. Bagi provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat tiga sektor yang dapat

menyumbangkan PDRB dalam jumlah besar yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan

hotel dan restoran, dan sektor jasa.

Kontribusi masing‐masing sektor berfluktuasi tiap tahunnya, namun ketiga sektor

tersebut menyumbang hamper lebih dari separuh struktur PDRB di Sulawesi Tenggara.

Kontribusi sektor ekonomi yang besar ini tentu diharapkan mampu menjadi penggerak roda

ekonomi lokal provinsi Sulawesi Tenggara sehingga kegiatan ekonomi yang dilakukan

menjadi lebih nyata dan signifikan. Sektor ini kemudian ditopang sektor pendukung yang

menjadi fungsi total dari perekonomian.

Jika perekonomian makin besar maka perlu banyak sektor pendukung dalam

perekonomian tersebut. Idealnya sektor pendukung ini dapat dipenuhi oleh masyarakat lokal.

Di Kota Kendari pertumbuhan Pertumbuhan Ekonomi itu sendiri sebesar 7,86 pada tahun

2013 dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar 8,98. (BPS Prov. Sultra, 2015)

dan inflasi pada tahun 2013 mengalami inflasi sebesar 5,09 persen dan pada tahun 2014

dengan peningkatan inflasi sebesar 5,23 persen.

Tahun Pertumbuhan Ekonomi Inflasi (%) Tingkat Partisipasi


(%) Angkatan Kerja
(%)
2008 5,60 6,97 51.06
2009 6,85 5.66 50.13
2010 8,17 4.37 48.21
2011 8,84 5.89 48,30
2012 9,59 4.48 49.06
2013 7,86 5.09 49,78
2014 8,49 5.23 50,08
Sumber BPS Prov. Sultra, 2015
Hermanto S. dan Dwi W. (2006) dalam penelitiannya tentang pengaruh pertumbuhan

ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin menunjukan bahwa pertumbuhan

berpengaruh negatif dan signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude

pengaruh tersebut relatif tidak besar. Populasi penduduk juga berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap kemiskinan namun besaran pengaruhnya relatif kecil.Sedangkan

pendidikan mempengaruhi secara negatif dan signifikan terhadap kemiskinan dan

pengaruhnya paling besar. Hal tersebut dikarenakan pendidikan memang merupakan pionir

dalam pembangunan.

3. Jika pemerintah melihat ekonomi di masyarakat sedang melgalami kelesuan sehingga ini

dalam jangka panjang akan berdampak buruk terhadap variabel makro ekonomi dengan

menggunakan kebijakan fiscal atau moneter atau kombinasi kedua kebijakan tersebut

dapat mengatasi kelesuan ekonomi tersebut, instrument kebijakan mana yang tepat untuk

mengatasi kondisi tersebut jelaskan variabel ekonomi yang bisa diperbaiki jika saudara

menggunakan instrument kebijakan tersebut. Penjelasan dengan IS-LM


kebijakan mana yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut yaitu dengan kebijakan moneter

yang di jelaskan pada kurva berikut ini

Gambar 10.1. Fungsi permintaan investasi

Perhatikan contoh gambar 10.1. pada gambar tersebut garis II merupakan kurva permintaan

investasi agregatif dengan persamaan fungsi I = 80–4r, dimana I menunjukkan nilai investasi per

tahun dinyatakan dalam milyar rupiah misalnya, dan r merupakan tingkat bunga dinyatakan

dalam persentase. Dengan menggunakan contoh tersebut, maka pada tingkat bunga setinggi 15%

besarnya investasi dalam perekonomian adalah sejumlah Rp 20 milyar. Apabila tingkat bunga

menurun menjadi 10%, maka besarnya investasi meningkat menjadi Rp 40 milyar.

Kalau misalnya sebuah perekonomian mempunyai fungsi konsumsi dengan persamaan fungsi:

C (dalam milyar rupiah) = 40 + 0,6Y

Maka perekonomian tersebut mempunyai persamaan fungsi tabungan:

S (dalam milyar rupiah) = -40 + 0,4Y


Gambar 10.2. Fungsi tabungan dan fungsi konsumsi

Untuk leebih jelasnya, perhatikan saja contoh berikut. Sebuah perekonomian mempunyai fungsi

konsumsi dan fungsi investasi dengan persamaan-persamaan fungsi sebagai berikut.

Fungsi Konsumsi (dalam milyar rupiah):

C = 0,6Y + 40

Fungsi Pengeluaran Investasi (dalam milyar rupiah):

I = -4r + 80

Berdasarkan persamaan fungsi konsumsi dan fungsi investasi tersebut, fungsi IS perekonomian

dapat kita temukan.

1. Menggunakan rumus I

Y =C+I

Y = 0,6Y + 40 – 4r + 80

0,4 Y = 120 – 4r
Y = 300 – 10r

2. Menggunakan rumus II

Secara grafis fungsi IS yang menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dengan pendapatan

nasional dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 10.3. Kurva IS

Kuadran 4 (gambar 10.4) memperlihatkan penurunan kurva keseimbangan IS dari fungsi

investasi dan fungsi tabungan dengan bantuan kurva pada kuadran 2, yang menunjukkan

hubungan antara tingkat bunga dengan pendapatan nasional keseimbangan. Pada saat tingkat

bunga sebesar 10%, pendapatan nasional keseimbangan sebesar Rp. 200 milyar.
Pada kurva keseimbangan IS, hubungan antara tingkat bungan dengan pendapatan nasional

keseimbangan mempunyai slope negatif (hubungan terbalik), artinya pada waktu tingkat bunga

meningkat, maka pendapatan nasional keseimbangan akan menurun, dan sebaliknya, pada waktu

tingkat bunga turun, maka pendapatan nasional keseimbangan meningkat.

Selanjutnya dengan cara penurunan kurva IS dengan 4 kuadran digambarkan berikut ini.

Gambar 10.4. Menurunkan kurva IS dengan metode grafik


 ANALISIS KESEIMBANGAN LM (PASAR UANG)

Untuk menerangkan hubungan antara permintaan uang untuk transaksi dan permintaan uang

untuk berjaga-jaga dengan permintaan uang L1, dengan data sebagai berikut:

LT = 0,25Y

LJ = 0,15Y

dimana:

LT : permintaan uang untuk transaksi

LJ : permintaan uang untuk berjaga-jaga

Berdasarkan data tersebut, dengan mengingat bahwa kurva atau fungsi L1 merupakan hasil

penjumlahan kurva permintaan akan uang untuk transaksi dengan kurva permintaan uang untuk

berjaga-jaga, maka dapat kita tulis:

L1 = LT + LJ = 0,25Y + 0,15Y = 0,4Y.

Jadi singkatnya:

L1 = 0,4Y

Permintaan uang untuk spekulasi (L2) dipengaruhi oleh r (tingkat bunga) mempunyai slope

negatif. Semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan akan uang.

Syarat keseimbangannya pasar uang sudah kita ketahui, yaitu bahwa jumlah permintaan uang

sama dengan jumlah penawaran uang. Secara matematik dapat dituliskan:

L=M

atau:

L1(Y) + L2(r) = M

atau:

L(Y,r) = M
Gambar 10.5. Hubungan permintaan akan uang untuk transaksi dan untuk berjaga-jaga dengan

permintaan uang L1

Gambar 10.6. Kurva permintan uang untuk spekulasi


Kalau permintaan akan uang dan penawaran akan uang mempunyai persamaan-persamaan fungsi

sebagai berikut.

Jumlah uang yang beredar :

Persamaan fungsi yang baru saja kita temukan di atas merupakan persamaan fungsi kurva LM.

Persamaan tersebut berlaku kalau semua fungsi permintaan akan uang berbentuk garis lurus.

Sekedar untuk menunjukkan bagaimana memanfaati rumus kurva LM tersebut, perhatikan

contoh di bawah ini.

Sebuah perekonomian mempunyai data sebagai berikut:

Jumlah uang yang beredar : = 200 milyar rupiah

Permintaan uang untuk transaksi

(dalam milyar rupiah) : LT = 0,25Y

Permintaan uang untuk berjaga-jaga


(dalam milyar rupiah) : LJ = 0,15Y

Permintaan uang untuk spekulasi

(dalam milyar rupiah) : L2 = 160 – 4r

Berdasarkan data di atas, dengan menggunakan persamaan yang telah ada, maka kita dapat

menemukan persamaan fungsi kurva LM.

Pertama-tama kita cari persamaan kurva L1.

Kurva L1 :

L1 = LT – LJ = 0,25Y + 0,15Y

L1 = 0,4Y

Dengan demikian, maka:

Dengan menggunakan rumus 1

L1Y + L2Y = M

0,4Y + 160 – 4r = 200

0,4Y = 40 + 4r

Y = 100 + 10r

2. Dengan menggunakan rumus 2

Secara grafis fungsi LM yang menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dengan pendapatan

nasional. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.


Gambar 10.7. Kurva LM

Pada kuadran 2 (gambar 10.8) menunjukkan penurunan kurva LM dari fungsi uang untuk

transaksi dan untuk berjaga-jaga serta untuk spekulasi, yang menunjukkan hubungan antara

tingkat bunga dengan pendapatan nasional keseimbangan. Pada saat tingkat bunga sebesar 5%,

tingkat pendapatan nasional keseimbangan sebesar Rp 150 milyar, dan pada tingkat bunga 10%

pendapatan nasional keseimbangan sebesar Rp 200 milyar yang terlihat pada kurva

keseimbangan LM. Hubungan tingkat bunga dengan pendapatan nasional keseimbangan

mempunyai slope positif (mempunyai hubungan searah), yaitu pada saat tingkat bunga

meningkat, maka pendapatan nasional keseimbangan juga akan meningkat. Sebaliknya pada saat

tingkat bunga turun, pendapatan nasional keseimbangan akan mengalami penurunan.

Anda mungkin juga menyukai