Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Maternitas
Profesi Studi Ners
Disusun Oleh:
TRI SETIAWATI JAWAK 2017 0305 028
B. KONSEP DASAR
1. Pengertian Nifas
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai
dan berkahir setelah kira-kira 6 minggu (Kapita Selekta Kedokteran,2001).
Masa puerpenium (nipas) adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih
kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Ilmu
Kebidanan,2007).
Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat
kandungan kembali seperti semula atau seperti sebelum hamil.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi
yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah
mendapat kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih
kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa
nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih
besar, lebih kencang dan mula mula lebih nyeri tekan sebagai
reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya
laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.
Kemungkinan terdapat spasme (kontraksi otot yang mendadak
diluar kemaluan) sfingter dan edema leher buli buli sesudah
bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang
pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan
dihasilkan dalam waktu 12 36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang
bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2. Tanda tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan
meningkat menjadi 38oC sebagai akibat pemakaian tenaga saat
melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal,
bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post
partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis
dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3
setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3. System kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik,
yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan
segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 80 denyut permenit dan segera setelah
partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan
tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit
jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil
dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah
melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan
semula sebelum melahirkan.
4. System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan
hormone hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar
estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar, kadar terendahnya tercapai kira kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari
pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,
1991). Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa
hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai
minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin
serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali
menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5. System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang
tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan
penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian
menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum.
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira kira 2 sampai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali kekeadaan sebelum hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada
sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama
tiga bulan.
6. System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makan makanan ringan. penurunan tonus dan
mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal.
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan.
7. System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran
rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8
setelah wanita melahirkan.
8. System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya
menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan
linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada
payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak
hilang seluruhnya.
Adaptasi psikologis
Rubin (1961) membagi menjadi 3 fase :
1. Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan
hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan
ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat
keputusan.
2. Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari
ketiga sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi,
mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh
sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3. Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab
peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post
partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai
ayah dan berinteraksi dengan bayi.
6. Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit teori;
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia
plasenta.
Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit ini.Adapun teori-teori tersebut adalah ;
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh
sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan
normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan
sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan
volume plasma.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena
pada kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia
terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal
ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3. Peran Faktor Genetik
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia
meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.
4. Iskemik dari uterus.
Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.
5. Defisiensi kalsium.
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu
mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah.
6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan
penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin
diketahui dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan
meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan
preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada
trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat
sesuai dengan kemajuan kehamilan (Anonim, 2007).
Penyebab Lainnya, preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui
secara pasti,tapi pada penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat
perubahan yang khas pada berbagai alat.Tapi kelainan yang menyertai
penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan coogulasi
intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer
penyakit ini, akan tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai
gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui,
1. Vasospasmus menyebabkan :
a. Hypertensi
b. Pada otak (sakit kepala, kejang)
c. Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
d. Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
e. Pada hati (icterus)
f. Pada retina (amourose)
2. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab
preeklamsia yaitu :
a. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramnion, dan molahidatidosa
b. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus
d. Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan
koma.
3. Factor Perdisposisi Preeklamsi
a. Molahidatidosa
b. Diabetes melitus
c. Kehamilan ganda
d. Hidrocepalus
e. Obesitas
f. Umur yang lebih dari 35 tahun
7. Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Preeklamsi Ringan :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada
posisi berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15 mmHg
atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara pengukuran
sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB
meningkat)
c. Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan
kuwalitatif 1+ & 2+ pada urine kateter atau midstream.
2. Preeklamsi Berat
a. TD 160/110 mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5gr atau lebih perliter
c. Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
d. Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri
pada efigastrium
e. Terdapat edema paru dan sianosis
8. Manifestasi Klinis
a. Penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
b. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari
tangan dan muka.
c. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
d. TD > 140/90 mmHg atau Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg
Diastolik>15 mmHg tekanan diastolic pada trimester ke II yang >85
mmHg patut di curigai sebagai preeklamsi
e. Proteinuria Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kuwalitatif +1 / +2. Kadar protein > 1 g/l dalam urine
yang di keluarkan dengan kateter atau urine porsi tengah, di ambil 2
kali dalam waktu 6 jam.
9. Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi
antara lain atonia uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis
Elevated Liver Enzymes, Low Platelet Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi
Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal, perdarahan otal, oedem paru, gagal
jantung, syok dan kematian. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
akut kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin
terhambat dan prematuritas.
10. Patofisiologi
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklampsi
yaitu mengalami spasme pembuluh darah perlu adanya kompensasi
hipertensi ( suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar
oksigenasi jaringan tercukupi). Dengan adanya spasme pembuluh darah
menyebabkan perubahan perubahan ke organ antara lain :
a. Otak .
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan
terjadi oedema yang menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan
pusing dan CVA ,serta kelainan visus pada mata.
b. Ginjal.
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran
darah ke ginjal berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif ,
dimana filtrasi natirum lewat glomelurus mengalami penurunan
sampai dengan 50 % dari normal yang mengakibatkan retensi garam
dan air , sehingga terjadi oliguri dan oedema.
c. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan
gangguan plasenta maka akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang
sehingga akan terjadi gangguan pertumbuhan janin, gawat janin , serta
kematian janin dalam kandungan.
d. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan
menyebabkan partus prematur.
e. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru
sehingga oksigenasi terganggu dan cyanosis maka akan terjadi
gangguan pola nafas. Juga mengalami aspirasi paru / abses paru yang
bisa menyebabkan kematian .
f. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati , dan
perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri
epigastrium, serta ikterus ( Wahdi, 2009).
b. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik,
dilakukan penanganan konservatif.Medisinal : sama dengan
pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam
waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus
segera dilakukan terminasi. jangan lupa : oksigen dengan nasal
kanul, 4-6 l / menit, obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu
dan janin. bila ada indikasi, langsung terminasi.
Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna
dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di
tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan
dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi
protein, dan rendah lemak, karbohidat, garam dan penambahan
berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat
penderita tanpa memberikan diuretika dan obat anthipertensi,
memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan
antenatal yang baik. (Wiknjosastro H,2006).