Anda di halaman 1dari 16

Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...

” 11

KENDALA PELAYANAN PROGRAM PPIA PADA ANTENATAL CARE


DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015

Problem of Program Services Prevention of HIV Transmission from Mother to Child Based on
Antenatal Care at Primary Health Care in Yogyakarta City 2015

Nurul Ariningtyas
Akademi Kebidanan Nyai Ahmad Dahlan Yogyakarta
nurula85@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang: Pemerintah menerapkan program Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
(PPIA) untuk mencegah penularan virus HIV dari ibu yang menderita HIV kepada anaknya selama
masa kehamilan, saat persalinan atau saat menyusui. Kota Yogyakarta mulai melaksanakan program
PPIA pada tahun 2007 di Puskesmas LKB. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kendala
pelayanan program PPIA berdasarkan output antenatal care di Puskesmas Kota Yogyakarta.
Metode penelitian: menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Teknik
pengambilan sampel dengan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan wawancara
mendalam dan observasi langsung. Teknik analisis data dengan menggunakan model interaktif Miles
and Hubberman. Subjek dalam penelitian ini adalah Kasie P2M Dinkes Provinsi, Kasie P2 Dinkes
Kota, Kepala Puskesmas LKB, Bidan Koordinator KIA dan Ibu Hamil K1.
Hasil penelitian: menunjukkan bahwa kendala pelayanan program PPIA di Puskesmas Kota
Yogyakarta sangat beragam. Namun, antisipasi kendala telah dilakukan oleh masing-masing
Puskesmas LKB.Oleh karena itu,kontrol dari pemangku kebijakan baik dari Kepala Puskesmas, Kasie
P2 Dinkes Kota dan Kasie P2M Dinkes Provinsi harus terus dilakukan.

Kata kunci : PPIA, HIV/AIDS, antenatal care, kendala.

ABSTRACT
Background: The government implemented a program of prevention and HIV Transmission from
Mother to Child (PPIA) to prevent transmission of the HIV virus from mothers with HIV to her child
during pregnancy, during delivery or while breastfeeding. Yogyakarta city began implementing the
program in 2007 at the Primary Health Care with Continously Comprehensif Services. The purpose of
research is to determine the constraints of program services PPIA based output antenatal care at the
Primary Health Care of Yogyakarta.
Methods: This study used a qualitative approach with case study design. The sampling technique
purposive sampling. Data collection techniques with in-depth interviews and direct observation. Data
analysis techniques using interactive model of Miles and Hubberman. Subjects in this study are the
Head of the Provincial Health Office P2M, City Health Office Head of P2, Head of Primary Health
Care, KIA Coordinator Midwives and Pregnant Woman K1.
Result: the results showed that constraints PPIA program services at the Primary Health Care of
Yogyakarta is very diverse. However, in anticipation of the obstacles have been done by each health
center LKB. Therefore, the control of policy makers both from the Provincial Health Office P2M, City
Health Office Head of P2 and Head of Primary Health Care to be done.

Keywords: PMTCT, HIV/AIDS, antenatal care, problem.

PENDAHULUAN HIV/AIDS dari bulan April 1987 sampai


Human Immunodeficiency Virus dengan bulan Juni 2014 telah mencapai
(HIV) telah ada di Indonesia sejak kasus angka 142.950 penderita HIV, 55.623
pertama ditemukan tahun 1987 kemudian penderita AIDS dengan kejadian 9.760
kasusnya terus meningkat akibat dampak kematian. Kejadian HIV tertinggi pada
perubahan ekonomi dan perubahan tahun 2013 sebanyak 29.037 penderita
kehidupan sosial. Laporan dari Kemenkes HIV. Kejadian AIDS tertinggi pada tahun
RI, 2014 menyebutkan bahwa kumulatif 2012 sebanyak 8.747 penderita AIDS.
12 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

Jumlah kematian terbanyak terjadi pada berdasarkan tahun pelaporan seperti yang
tahun 2012 yaitu 1.489 kematian akibat ditunjukkan oleh Grafik. 1 sebagai berikut:
HIV/AIDS. Adapun jumlah kasus HIV/AIDS

Grafik 1. Jumlah Kasus HIV/AIDS dan Kematian


Berdasarkan Tahun Pelaporan
35000
30000
25000
20000
jumlah

HIV
15000
10000 AIDS

5000 Kematian
0

Sumber : Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia, Kemenkes RI (2014)

Infeksi HIV merupakan salah satu kesehatan ibu dan anak, yaitu
masalah kesehatan utama dan salah satu menurunkan angka kematian anak dan
penyakit menular yang dapat meningkatkan kesehataan ibu dan
mempengaruhi kematian ibu dan anak. Di mencegah penyebaran HIV/AIDS pada
banyak negara berkembang, HIV tahun 2015 (Luo et al, 2007)10. Kemudian
merupakan penyebab utama kematian setelah 2015, berlanjut dengan program
perempuan usia reproduksi. Virus HIV SDG’s (Sustainable Development Goal’s)
dapat ditularkan dari ibu HIV kepada yang bergulir pada bulan April 2014
anaknya selama masa kehamilan, pada dengan 10 target yang salah satu
saat persalinan atau pada saat menyusui targetnya berbunyi mencapai kesehatan
16
(WHO, 2013) . Di Indonesia, pemerintah dan kesejahteraan di segala usia (Target
menerapkan program Pencegahan dan 5). Target 5 tersebut berisi 3 point target
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yaitu 5a, 5b dan 5c. Mengurangi angka
atau Prevention Mother to Child kematian anak per 1000 kelahiran,
Transmission (PMTCT). Program tersebut mengurangi angka kematian ibu per
mencegah penularan HIV/AIDS pada 100.000 persalinan dan mengurangi
perempuan usia produktif kehamilan angka kematian di bawah usia 70 tahun
dengan HIV positif dan penularan dari penyakit tidak menular paling sedikit
HIV/AIDS dari ibu hamil ke bayi yang berkurang sebesar 30% dibandingkan
dikandungnya. Sesuai dengan Millennium dengan tingkat yang sudah dicapai hingga
Development Goals (MDG’s) untuk tahun 2015 (WHO, 2014). Pada
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 13

pertemuan United Nations General tersedia dan dilaksanakan secara optimal.


Assembly Spesial Session on HIV/AIDS, Namun di negara berkembang atau
berkomitmen untuk menurunkan 20% bayi negara miskin, dengan minimnya akses
yang terinfeksi HIV/AIDS pada 2005 dan terhadap pelayanan, risiko penularan
50% sampai dengan tahun 2010, serta berkisar antara 25%–45%. Rendahnya
menjamin 80% ibu hamil yang berkunjung pengetahuan dan informasi tentang
ke palayanan Ante Natal Care (ANC) penularan dari Ibu ke anak bisa dilihat dari
untuk mendapat konseling dan pelayanan hasil Riskesda (2010) yang menunjukkan
pencegahan HIV/AIDS13. bahwa persentase penduduk yang
Kebijakan program PPIA mulai mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat
dilaksanakan di beberapa daerah di ditularkan dari ibu ke anak selama hamil,
Indonesia pada tahun 2005. Target yang saat persalinan, dan saat menyusui
harus dicapai adalah 100% dari setiap adalah masing-masing 38,1%, 39,0%, dan
wanita pada fasilitas ANC (Ante Natal 37,4%4.
Care) menerima informasi mengenai Safe
Motherhood, cara berhubungan seks yang
aman, pencegahan dan penanganan
Infeksi Menular Seksual (IMS), PMTCT,
konseling pasca tes dan layanan lanjutan
(Hardon et al., 2009). Menurut laporan
UNAIDS (United Nations Programme on
HIV-AIDS) tahun 2009, terdapat kemajuan
signifikan dalam upaya PPIA. Salah satu
sebab meningkatnya cakupan tes HIV
pada ibu hamil adalah meningkatnya Tes
HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan
Kesehatan dan Konseling (TIPK) atau
Provider-Initiated Testing and Counseling
(PITC) di layanan/klinik antenatal dan
persalinan, dan layanan kesehatan
lainnya. PPIA telah terbukti sebagai
intervensi yang sangat efektif untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Bahkan di negara maju risiko penularan
dari ibu ke anak dapat ditekan hingga
kurang dari 2% karena layanan PPIA
14 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

Berdasarkan data dari Komisi Penanggulan AIDS Provinsi Daerah Istimewa


Yogyakarta pada periode 1993 sampai dengan September 2014 terdapat kasus HIV/AIDS:
Tabel 1. Data Kasus Berdasar Asal Penderita
Asal Penderita AIDS HIV Jumlah
Kota Yogyakarta 248 554 802
Kab. Bantul 235 347 582
Kab. Kulo Progo 52 87 139
Kab. Gunung Kidul 98 56 154
Kab. Sleman 281 387 668
Luar DIY 228 264 492
Tidak Diketahui 36 60 96
Jumlah 1178 1755 2933
Sumber: Dinkes Provinsi DIY( 2014).
Data tersebut menyebutkan jumlah yang terutama dalam pelayanan PPIA
penderita selama 21 tahun terakhir yang adalah tersedianya tenaga yang mampu
berada di 5 daerah di wilayah DIY. Jumlah dalam menjalankan program ini. Pada
terbanyak adalah di wilayah Kota tahun 2007, di Yogyakarta sudah mulai
Yogyakarta 27,34% kasus, kemudian melaksanakan program pencegahan dan
Kabupaten Sleman 22,77% kasus dan penularan HIV/AIDS di pusat kesehatan
Kabupaten Bantul 19,84% kasus. Dari masyarakat. Pada pusat kesehatan
keseluruhan kasus tersebut 32,15% masyarakat yang memiliki klinik IMS dan
adalah kaum perempuan dan 2,38% klinik VCT (Voluntary Councelling and
kasus terjadi akibat faktor resiko perinatal Testing) melaksanakan program
dengan usia penderita 0-4 tahun sebesar pencegahan penularan HIV/AIDS dengan
2,83% dan sebagian mereka terpapar mengidentifikasi ibu hamil melalui VCT
virus HIV saat dilahirkan (Dinkes Provinsi yaitu di Puskesmas LKB (Layanan
DIY, 2014). Data terakhir yang didapat Komprehensif Berkesinambungan).
dari Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Melalui penelitian ini, penulis ingin
dan Masalah Kesehatan (P2MK) Dinas mengetahui adakah kendala dalam
Kesehatan DIY menyebutkan bahwa pelayanan program pencegahan
selama 2014 terdapat 1.362 ibu hamil dan penularan HIV dari Ibu ke Anak pada
dari jumlah tersebut diketahui positif pemeriksaan antenatal care di Puskesmas
2
HIV/AIDS sejumlah 14 ibu hamil . Kota Yogyakarta?
Pelaksanaan dalam pelayanan
PPIA dapat dilakukan di berbagai sarana METODE PENELITIAN
kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) Penelitian ini menggunakan
dengan proporsi pelayanan yang sesuai pendekatan kualitatif dengan metode studi
dengan keadaan sarana tersebut. Namun, kasus sebab digunakan untuk
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 15

mengungkap dan memahami fenomena Kota Yogyakarta. Dokumen tersebut


HIV/AIDS di wilayah Kerja Puskesmas merupakan bahan tertulis yang berkaitan
Kota Yogyakarta. Teknik pengumpulan dengan peristiwa atau aktifitas pelayanan
data dilakukan secara triangulasi tersebut. Sumber ini berupa formulir/kartu
(gabungan), analisis data bersifat induktif ibu, buku KIA dan buku bantu KIA. Teknik
dan hasil penelitiannya lebih menekankan pengumpulan data yang digunakan dalam
makna daripada generalisasi. penelitian ini adalah wawancara
Informan dalam penelitian ini mendalam semi terstruktur dan observasi
dikelompokkan menjadi dua yaitu informan langsung.
kunci dan informan tidak kunci. Informan
kunci adalah Kepala Seksi P2M Dinas HASIL PENELITIAN DAN
Kesehatan Provinsi DIY. Informan PEMBAHASAN
berikutnya atau informan pendukung a. Kendala Keterbatasan Sumber Daya
adalah Kepala Puskesmas, Bidan Manusia (SDM)
Koordiantor KIA dan Ibu hamil yang telah Kendala yang diungkapkan oleh
mendapatkan pelayanan PPIA. Tempat Informan (Kasie P2 Dinkes Kota) adalah
dan peristiwa dalam penelitian ini adalah kendala dalam hal Sumber Daya Manusia
seluruh proses kegiatan pelayanan (SDM). Informan tersebut mengatakan
Antenatal Care (ANC) di Puskesmas LKB bahwa kegiatan yang dilakukan di tingkat
Kota Yogyakarta. Tempat dan peristiwa Kota bukan hanya pelaksanaan program
dalam penelitian ini adalah seluruh proses PPIA, tetapi banyak program lain yang
kegiatan pelayanan Antenatal Care (ANC) juga harus dilaksanakan. Kader sebagai
di Puskesmas Kota Yogyakarta yang contoh SDM yang belum semua
melaksanakan program PPIA yaitu puskesmas LKB mempunyai. Walaupun
Puskesmas LKB. Puskesmas tersebut sudah ada tetapi belum semua terampil
diantaranya adalah Puskesmas untuk menjadi pendamping atau konselor,
Gondokusuman II, Puskesmas jadi belum semua kader mampu untuk
Umbulharjo I, Puskesmas Gedongtengen, melakukan tugasnya secara optimal.
Puskesmas Mantrijeron, Puskesmas Berikut cuplikan transkrip Informan Kasie
Mergangsan, Puskesmas Tegalrejo dan P2 Dinkes Kota Yogyakarta:
Puskesmas Wirobrajan. Tempat tersebut “Kalo kendala yang belum ya SDM ya,
dipilih dikarenakan aktivitas PPIA dalam karna kegiatan di kota secara umum kan
pelayanan Antenatal Care (ANC) tidak hanya hiv..LSM itu belum..di
dilakukan di Puskesmas LKB yang telah beberapa wilayah belum ada komunikasi
ditunjuk oleh Dinkes Provinsi DIY. yang baik..jadi masih kayak ngeblok di
Dokumen atau arsip dalam penelitian ini puskesmas. Kemudian kader itu belum
adalah daftar pelaksanaan PPIA pada optimal masing-masing di LKB
pelayaanan Antenatal Care di Puskesmas ada..belum semuanya bisa anu ya jadi
16 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

pendamping, konselor, tugas mereka kan reaktif. Kendala lain terkait SDM
sebenarnya di lapisan bawah ya ada diungkapkan juga oleh informan berikut
pertukaran informasi, ya belum semuanya ini;
bisa melakukan itu..”(Kasie P2 Dinkes “Kendalanya malah kita kekurangan
Kota). SDM, jadi kita baru bisa VCT mobile itu
Informan (Kasie P2 Dinkes Kota) tahun ini, kalo yang lain sudah mulai
juga menyatakan bahwa Lembaga tahun-tahun kemarin meskipun di tengah
Swadaya Masyarakat (LSM) juga atau di akhir tahun baru mulai dan karna
mengalami kendala dari segi penyebaran kendala SDM kita baru mulai tahun ini.
wilayah kerja. Lembaga tersebut berfungsi Disini baru bidan, analis, saya, kadang
dalam hal pendampingan terhadap pasien kadang dokter satu. Saya memotivasinya
HIV/AIDS yang terdeteksi reaktif melalui butuh waktu setahun.”(Informan Kapus 3).
skrining HIV/AIDS oleh puskesmas LKB. Informan (Kapus 3)
Menurut pernyataan Informan (Kasie P2 mengungkapkan bahwa kendala yang
Dinkes Kota), LSM tersebut cenderung dihadapi di wilayah kerjanya adalah
berada di satu puskesmas, padahal kendala SDM yang hanya memiliki tenaga
harapannya bisa memberikan kesehatan seorang bidan, analis
pendampingan di seluruh puskesmas kesehatan, dokter dan informan sendiri.
LKB. Kemudian untuk mengantisipasi Jangkauan pelayanan yang diberikan juga
kendala-kendala tersebut, Informan (Kasie terbatas dikarenakan SDM, sehingga
P2 Dinkes Kota) menjelaskannya sebagai untuk pelayanan program belum
berikut; maksimal. Tindakan yang dilakukan untuk
“Ya itu tadi mbak, kita adakan refreshing mengantisipasi kendala tersebut adalah
materi menjadi konselor. Tapi ya semua dengan memotivasi tenaga kesehatan
kembali ke masalah sosial yang belum untuk terus berusaha dan menjalankan
bisa teratasi saat hasil tes menunjukkan program meskipun dengan SDM yang
positif.”(Informan Kasie P2 Dinkes Kota). terbatas.
Antisipasi kendala yang dijelaskan Menurut Kemenkes (2013)5,
oleh Informan (Kasie P2 Dinkes Kota) Kebijakan pelayanan PPIA Tahun 2013-
adalah penyegaran pelatihan menjadi 2017 nomor satu adalah pelayanan
konselor. Hal tersebut dilakukan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke
mengingat pelatihan menjadi konselor Anak (PPIA) diintegrasikan pada layanan
sudah pernah dilakukan dan masih belum Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
mendapatkan hasil yang maksimal Berencana (KB) dan Konseling Remaja di
sehingga perlu dilakukan penyegaran setiap jenjang pelayanan kesehatan
pelatihan. Namun, antisipasi kendala dengan ekspansi secara bertahap dan
tersebut juga terkait dengan stigma melibatkan peran swasta, LSM dan
masyarakat saat hasil tes menunjukkan komunitas. Pelayanan di klinik KIA yang
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 17

dapat diintegrasikan dengan program kesehatan. Secara tidak langsung peran


PPIA adalah pelayanan antenatal care. petugas kesehatan sangat penting untuk
Seperti yang diungkapkan oleh Informan memotivasi ibu hamil dan pasangannya
(Kasie P2M Dinkes Provinsi) yaitu pada untuk melakukan pemeriksaan antenatal
pelayanan program PPIA juga dimasukkan care. Jadi, ada keterlibatan suami dan
pemberian informasi kedalam pelayanan petugas kesehatan dalam mengakses
7
ANC yang di bidang kesehatan keluarga program PMTCT .
disebut ANC terpadu. Semua puskesmas b. Tumpang Tindih SOP (Standar
diharapkan bisa memberikan informasi Operasional Prosedur) Pelayanan
tentang kondisi HIV. Pelaksanaan Program PPIA
pelayanan program PPIA sudah Pelaksanaan pelayanan program
terintegarsi dengan pelayanan antenatal PPIA mulai dari tingkat Dinas Kesehatan
care. Pelayanan tersebut dilakukan di Provinsi hingga ke tingkat pelaksana di
klinik KIA dengan Bidan sebagai petugas Puskesmas menemui kendala dalam
kesehatannya dan seluruh petugas menginterpretasikan program. Program
kesehatan lain turut serta dalam PPIA sudah dilakukan sosialisasi akan
pelaksaaan program PPIA. Jadi dengan tetapi implementasi program tersebut
atau tanpa dibentuk tim LKB pun sudah berbeda di tiap penerima program. Hal
mampu berjalan pelaksanaan program tersebut diungkapkan oleh Informan-
PPIA di Puskesmas LKB. Peran petugas informan berikut ini:
kesehatan dalam memberikan informasi “...contoh kemarin di Sleman..karna
tentang HIV/AIDS pre test dan post test mungkin salah pemahaman jadi dari
sangat menentukan keberhasilan program sekian ibu hamil..diberikan informasi HIV
PPIA. Hal tersebut seperti yang AIDS, kemudian 80% mau di tes. Tapi
diungkapkan oleh Ladner et al. (2015) begitu tau tesnya tidak dilakukan di
dalam penelitiannya. Penelitian tersebut puskesmas..kemudian urung untuk
menyebutkan bahwa ibu hamil yang mengikuti tes HIV..padahal kita
diberikan konseling sebelum tes dan sudah..membuat format, pemeriksaan ibu
bersedia melakukan tes meningkat dari hamil itu tidak harus ibu hamilnya yang
64,3% menjadi 86,0%. Jumlah ibu hamil datang ke tempat pemeriksaan tapi bisa
yang mendapatkan konseling setelah tes rujukan spesimen”(Informan Kasie P2M
meningkat dari 87,5% menjadi 91,3%. Dinkes Provinsi).
Penelitian yang dilakukan oleh Kendala yang diceritakan oleh
7
Ladur et al. (2015) menyebutkan bahwa Informan (Kasie P2M Dinkes Provinsi)
kegagalan pelaksanaan program PMTCT adalah kendala dari segi prosedur
terjadi bila suami enggan untuk terlibat pemeriksaan terhadap sampel darah
dengan pelayanan kesehatan karena pasien yang akan dilakukan tes. Kebijakan
stigma dan sikap negatif dari petugas dari Dinkes Provinsi DIY bahwa
18 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

pemeriksaan tes HIV/AIDS sudah ada pelayanan program PPIA dengan


format pemeriksaan dan dapat dilakukan memasukkan pemberian informasi tentang
dengan mengirimkan sampel darah atau HIV/AIDS, cara penularan, cara
rujukan spesimen ke laboratorium pencegahan dan pengobatan bagi yang
puskesmas yang ditunjuk. Namun, ada terinfeksi ke dalam pelayanan antenatal
kesalahpahaman terhadap pelaksanaan care. Tenaga kesehatan yang bertugas
pelayanan program PPIA di tingkat dalam memberikan informasi tersebut
pelaksana dasar. Sosialisasi terhadap adalah Bidan. Hal tersebut seperti yang
program PPIA sudah dilakukan untuk dijelaskan oleh Informan (Kasie P2M
meminimalkan kejadian tersebut di tingkat Dinkes Provinsi);
Kabupaten. Namun, pelaksanaan di “..bidan di dalam memberikan ANC harus
daerah harus selalu dikoordinasi. Strategi mampu memberikan informasi tentang
yang dilakukan untuk mengantisipasi HIV...2013 kita sudah mulai, 2014 itu
kendala tersebut diceritakan oleh Informan formatnya terbentuk bahwa ada ANC
(Kasie P2M Dinkes Provinsi) sebagai terpadu di Kesga, di saya itu PPIA. kita
berikut; sudah beberapa kali melatih, tapi yang
“Strateginya itu adalah mendorong menyelenggarakan seksi
pelayanan HIV..dari format eksklusifitas Kesga..”(Informan Kasie P2M Dinkes
menjadi inklusifitas, artinya bahwa Provinsi).
semua puskesmas di daerah istimewa Informan (Kasie P2M Dinkes
yogyakarta harus mampu Provinsi) menjelaskan bahwa tugas
minimal..mengenali atau memberikan seorang Bidan adalah memberikan
informasi tentang HIV dan AIDS, cara informasi atau konseling tentang HIV/AIDS
penularan, cara pencegahan kemudian pada saat pelayanan antenatal care.
kalo sudah terinfeksi harus diapain. Pelatihan untuk mewujudkan keberhasilan
Nah khusus pada ppia ini maka juga program PPIA dengan mengadakan
kita memasukkan pemberian informasi pelatihan bagi bidan. Pelatihan tersebut
kedalam pelayanan anc. Itu nanti di diselenggarakan bekerjasama dengan
bidang kesehatan keluarga disebut Seksi Kesehatan Keluarga Dinkes
ANC terpadu..”(Informan Kasie P2M Provinsi.
Dinkes Provinsi). Kendala yang muncul selain yang
Informan (Kasie P2M Dinkes dinyatakan oleh Informan (Kasie P2M
Provinsi) menjelaskan bahwa strategi Dinkes Provinsi) juga diungkapkan oleh
yang digunakan untuk mengantisipasi informan berikut ini.
kejadian yang serupa seperti yang pernah “...kendala pasien menolak, jawaban
terjadi di daerah Sleman adalah dengan saya hampir tidak ada. Ketika mau ada,
mendorong pelayanan HIV dari format kita paksa, karna dia ambil hak pindah
eksklusifitas menjadi inklusifitas. Jadi, kan berarti masuk ke psikolog ada satu
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 19

paket namanya dalam tanda kutip penolakan dari prosedur pemeriksaan


dicolong. Kalo engga begitu ya engga yang terlalu lama dan fisik ibu hamil yang
bisa diambil darahnya”(Informan Kapus lemah apabila terlalu lama menunggu
1). sehingga dari petugas kesehatan
Informan (Kapus 1) melakukan tes di kunjungan berikutnya.
mengungkapkan hampir tidak ada kendala Kendala tersebut tidak akan terjadi apabila
selama pelaksanaan pelayanan program pelayanan yang diberikan sesuai dengan
PPIA di puskesmas di tempat informan prosedur pemeriksaan dan peran petugas
bekerja. Kendala yang pernah terjadi kesehatan dalam memberikan informasi
seperti penolakan dari pasien yang atau konseling terhadap pelaksanaan tes
hendak dilakukan tes HIV/AIDS sudah dilakukan secara optimal. Pelaksaan tes
dapat mereka atasi dengan cara yang ditunda merupakan tindakan yang
“memaksa” pasien atau dengan tidak seharusnya dilakukan mengingat tes
memasukkan tes HIV/AIDS ke dalam HIV/AIDS dilakukan pada ibu hamil
paket pelayanan antenatal care “7T”. kunjungan pertama (K1) mempunyai
Prosedur tersebut sebenarnya merupakan tujuan untuk mengetahui sedini mungkin
prosedur yang seharusnya dilakukan status HIV seorang ibu hamil dan
bahwa tes HIV/AIDS merupakan paket intervensi terhadap status tersebut bisa
pemeriksaan antenatal care pada ibu segera dilakukan sehingga pencegahan
hamil kunjungan pertama (K1). Namun, terhadap penularan HIV/AIDS dari ibu ke
hendaknya pasien diberikan informasi janin dapat segera teratasi. Kendala yang
atau konseling terlebih dahulu sebelum berkaitan dengan penolakan pasien juga
pelaksanaan tes tersebut. Informan berikut dijelaskan oleh Informan (Kapus 4)
juga memberikan penjelasan terhadap sebagai berikut;
kendala dari segi penolakan pasien untuk “...kadang itu tidak semua ibu hamil
dilakukan tes. bersedia, ada penolakan juga kadang
“...karna ini juga program baru kadang stigma masyarakat juga tentang HIV
pada saat konseling ada si ibu merasa AIDS itu sudah negatif, kadang orang
baik-baik saja tapi tidak mau melakukan mau diperiksa juga sudah takut atau nanti
pemeriksaan, ada juga yang engga mau kalau malah ketauan...dimana-mana
karna mungkin antriannya lama juga stigma di masyarakat mesti
nunggu ya ibu hamil kan kondisinya mempengaruhi pikiran orang itu apalagi
lemah capek jadi diminta kembali ke Lab sekarang belum semua masyarakat
itu di lain hari”(Informan Kapus 2). welcome dengan penderita HIV
Informan (Kapus 2) memberikan kan...mesti orang langsung negatif dulu
penjelasan bahwa kendala yang dihadapi dan stigma pengucilan di masyarakat”
adalah penolakan dari pasien untuk (Informan Kapus 4).
dilakukan tes HIV/AIDS. Kemungkinan
20 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

Informan (Kapus 4) mengatakan diungkapkan oleh informan sebagai


bahwa kendala yang dihadapi dari berikut;
penolakan pasien dikarenakan stigma “Ada beberapa kasus yang tidak begitu
masyarakat tentang HIV/AIDS sudah saja mau, tidak bersedia melakukan
terlanjur negatif. Untuk mengantisipasi pemeriksaan ee baik melakukannya itu
kendala tersebut, Informan (Kapus 4) dari ibu hamilnya atau dari suaminya
mengungkapkan bahwa; gitu...jadi kesulitannya ee sejauh ini cuma
“Itu kan kita tidak bisa memaksa ya, tetep bersifat komunikasi konselingnya dan
kalo kita edukasi dulu cuma kadang kalo kalaupun belum semua berhasil itu
pasien merasa tidak nyaman dengan dilakukan tes tetapi semua sudah
situasi kan malah tidak jadi berkunjung disosialisasikan dan sudah kita arahkan
lagi untuk K1K2K3K4 malah jadi dia ada untuk melakukan pemeriksaan di
semacam kekhawatiran kalo kita tidak puskesmas”(Informan Kapus 5).
pinter untuk menyampaikan...kita akan Informan (Kapus 5)
lebih hati-hati karena yang lebih utama mengungkapkan kendala yang dihadapi
dari itu adalah mencegah kematian ibu adalah penolakan pasien atau penolakan
dan bayi, nanti kita mengutamakan ppia pasangan pasien. Antisipasi yang
tapi pasien tidak mau anc lagi nanti malah dilakukan adalah dengan pendekatan ke
terjadi kematian pada ibu dan pasien sampai akhirnya pasien bersedia
bayi”(Informan Kapus 4). untuk dilakukan tes HIV/AIDS. Kesulitan
Antisipasi kendala yang yang dihadapi bersifat komunikasi
diungkapkan oleh Informan (Kapus 4) atas konseling dan sudah semua cara
penolakan pasien adalah dengan dilakukan baik dengan sosialisai dan
melakukan edukasi terhadap pasien. pendekatan ke pasien.
Apabila pasien merasa tidak nyaman, Kendala kedua yang terjadi adalah
pelayanan program PPIA dilanjutkan saat pelayanan program PPIA yang mengalami
kunjungan antenatal care berikutnya. tumpang tindih Standar Operasional
Informan mengungkapkan bahwa hal Prosedur (SOP). Perbedaan prosedur
tersebut dilakukan untuk mengantisipasi pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga
pasien yang tidak mau berkunjung untuk kesehatan pada saat memberikan
pemeriksaan ulang di puskesmas pelayanan program PPIA pada ibu hamil
dikarenakan ketidaknyamanan pelayanan yang datang berkunjung pertama kali
yang diberikan. Namun, semua itu untuk pemeriksaan antenatal care.
tergantung dari bagaimana seorang Prosedur pelayanan program PPIA
konselor mampu memberikan informasi terintegrasi dalam paket pelayanan
dan konseling terhadap pasien apapun antenatal care yaitu “7T” timbang berat
kondisinya. Kendala serupa juga badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi
fundus, pemberian vaksin tetanus toxoid,
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 21

pemberian tablet zat besi (Fe), tes transmisi vertikal dan kematian bayi.
terhadap penyakit menular dan temu Risiko faktor keterlambatan inisiasi ARV
wicara. Paket pelayanan tersebut pada ibu hamil adalah usia, etnis,
diberikan pada ibu hamil kunjungan pendidikan dan suami yang tidak di tes
pertama di puskesmas (K1). Hal tersebut HIV/AIDS. Tingkat kematian diantara bayi
dilakukan untuk mengetahui status HIV yang terpajan HIV adalah 2,9/100 bayi per
seorang ibu hamil sedini mungkin tahun. Jadi, pemberian pelayanan PPIA di
sehingga pengelolaan dalam pelayanan awal kunjungan antenatal care
pada ibu hamil menjadi tepat. Semakin berpengaruh terhadap transmisi HIV dari
awal diketahui status HIV seorang ibu ibu hamil ke janin yang dikandungnya.
hamil kemudian pengelolaan selama Prosedur pelaksanaan PPIA
kehamilan dengan pemberian obat ART tertuang dalam Kebijakan RAN PPIA
(Anti Retroviral Treatment) maka, kejadian 2012-2017 nomer 3 dan 4 sebagai berikut;
penularan HIV dari ibu ke anak bisa 3) Setiap perempuan yang datang ke
diminimalkan. layanan KIA-KB dan remaja harus
9
Lusiana et al. (2012) dalam mendapatkan informasi mengenai PPIA
penelitiannya menyebutkan bahwa dan 4) Di daerah epidemi HIV meluas dan
kejadian transmisi dan mortalitas HIV terkonsentrasi, tenaga kesehatan di
menjadi rendah pada ibu hamil yang fasilitas pelayanan kesehatan wajib
mengikuti program PMTCT. Mortalitas menawarkan tes HIV kepada semua ibu
terjadi pada 4,4% dari 104 kehamilan yang hamil secara inklusif pada pemeriksaan
mendapatkan ART di awal kunjungan atau laboratorium rutin lainnya saat
selama kunjungan dan 16,7% kematian pemeriksaan antenatal atau menjelang
dikarenakan terlambat menerima ART persalinan5.
setelah persalinan. Tingkat estimasi Penyebab dari perbedaan SOP
penularan HIV atau kematian bayi pada 74 pelayanan program PPIA adalah waktu
minggu setelah kelahiran adalah 8,5% pemeriksaan yang lama. Kendala tersebut
pada bayi dengan ART selama kehamilan diantisipasi dengan memberikan tes di
dan 38,9% tanpa ART selama kehamilan9. awal kunjungan setelah pendaftaran
Penelitian lain terkait dengan pasien. Namun, langkah tersebut kurang
inisiasi program PPIA pada ibu hamil efektif dikarenakan pasien atau ibu hamil
kunjungan pertama dilakukan oleh Meyers tidak mendapatkan informasi terlebih
et al. (2015)11. Penelitian tersebut dahulu sebelum dilakukan tes HIV/AIDS.
dilakukan di 26 Kabupaten dari Provinsi Penelitian yang berkaitan dengan hal
Yunnan, China. Hasil penelitian tersebut diungkapkan oleh Kohler et al.
menyebutkan bahwa inisiasi ARV (anti (2014) yang menyebutkan bahwa strategi
retroviral vaksin) pada ibu hamil berbasis masyarakat yang mendorong ibu
menunjukkan hubungan yang kuat dengan hamil melakukan pemeriksaan ANC juga
22 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

keterlibatan suami serta petugas yang yang menunda untuk dilakukan tes
terampil dalam memberikan konseling dikarenakan waktu pemeriksaan yang
PMTCT dapat memfasilitasi pengurangan lama. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
lebih lanjut dalam penularan HIV/AIDS Bidan melakukan hal sebagai berikut;
secara vertikal. Jadi, petugas kesehatan “Masalahnya kita nanya dulu sibuk apa
yaitu Bidan yang memberikan pelayanan engga soalnya nunggu satu jam to mbak,
program PPIA di klinik KIA terampil dalam tapi nek reagennya memang kalo
konseling tentang HIV/AIDS termasuk persediaannya habis suruh tanya ke
terampil dalam komunikasi konseling. tempat lain periksa ke tempat yang
Komunikasi antara Bidan dengan ibu lain”(Informan Bikor 1.3).
hamil termasuk penjelasan tentang “Ya kita jaga-jaga mbak kan itu yang
prosedur pemeriksaan yang pakai banyak. Harganya mahal
membutuhkan waktu lama dengan kontrak juga..masih di danai pemerintah tapi stok
waktu di awal pelayanan akan lebih efektif kan tetep terbatas. Engga semua kita
untuk mengatasi kendala tersebut. Lama kasih cek lab..”(Informan Bikor 1.3).
pelayanan tersebut dikarenakan prosedur “Besok kan kita lihat di buku kia nya itu
pemeriksaan secara keseluruhan dalam belum ada hasil disitu kita ulang lagi. Jadi
rangkaian “7T”. Namun, tujuan akhir tetep dilakukan walaupun waktunya tidak
pelayanan tersebut adalah untuk bersamaan. Bisa fleksibel sesuai
kesehatan ibu hamil dan janin yang kebutuhan pasien”(Informan Bikor 1.3).
dikandungnya. Informan (Bikor 1.3) menjelaskan
c. Kekhawatiran akan Ketersediaan bahwa sebelum pasien dilakukan
Reagen untuk Uji Laboratorium pemeriksaan akan ditanyakan kesedian
HIV/AIDS waktu untuk pemeriksaan yang cenderung
Kendala kekhawatiran akan membutuhkan waktu yang lama. Apabila
ketersediaan reagen untuk uji pasien sibuk dan belum bersedia untuk
Laboratorium diungkapkan oleh Informan diperiksa maka pemeriksaan akan ditunda
yang bertugas sebagai pelaksana dan dilakukan pada kunjungan berikutnya.
pelayanan program PPIA di puskesmas Antisipasi tersebut sebetulnya bisa diatasi
LKB. Berikut cuplikan trankrip dari apabila peran Bidan maksimal dalam
Informan (Bikor 1.3): memberikan informasi dan konseling
“Engga ada yang menolak. Kalaupun tentang HIV/AIDS. Pelaksanan pelayanan
ada yang menolak, bukan menolak tapi program PPIA dilakukan diawal kunjungan
menunda untuk smentara waktu” (K1) dengan tujuan untuk mengetahui
(Informan Bikor 1.3). status HIV seorang ibu hamil sedini
Informan (Bikor 1.3) menyatakan mungkin sehingga penanganan
bahwa kendala yang terjadi di puskesmas kehamilannya lebih cepat dan produk
tempatnya bekerja adalah dari pasien kehamilannya tidak tertular HIV/AIDS.
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 23

Kendala lain juga diungkapkan oleh PPIA. Akibatnya target yang telah
Informan (Bikor 1.3) yaitu jumlah reagen ditetapkan oleh pusat tercapai bahkan
yang terbatas. Reagen untuk uji melebihi dari target yaitu lebih dari 35%
laboratorium HIV/AIDS disediakan oleh ibu hamil mendapatkan pelayanan
Dinkes Provinsi untuk Puskesmas LKB. program PPIA. Oleh karena itu, reagen
Persediaan reagen sudah diatur oleh untuk uji laboratorium tes HIV/AIDS
pemerintah dan pengadaannya didanai menjadi terbatas sehingga ada ibu hamil
oleh pemerintah pusat. Namun, yang yang tidak mendapatkan pelayanan
terjadi di puskesmas tempat Informan program PPIA. Namun, kejadian seperti itu
(Bikor 1.3) bekerja, terjadi kekhawatiran adalah tanggungjawab dari pusat yang
terhadap persediaan reagen yang menyediakan reagen dan mendanai
berdampak pada kualitas pelayanan program PPIA. Pelaksana program di
program PPIA. Jadi, tidak semua ibu hamil tingkat puskesmas harus tetap
kunjungan pertama dilakukan menjalankan program sesuai dengan
pemeriksaan HIV. Informan berikut ini prosedur yang telah ditetapkan oleh
akan menjelaskan tentang persediaan pemerintah. Informan berikut ini juga akan
reagen untuk tes HIV/AIDS; mejelaskan mengenai kendala mengenai
“...dari nasional targetnya baru 35% di keterbatasan jumlah reagen di tempatnya
tahun lalu yang di tes...La kita kan waktu bekerja.
itu kecukupan reagennya kan cuma “...untuk dulu awal-awal ini kan hanya
cukup untuk yang memenuhi target untuk kota..untuk yang luar wilayah
nasional tadi yang 35%, jadi kemarin ada itu..ada beberapa yang setuju tapi ada
beberapa yang lolos karna memang beberapa yang menolak karna ya itu tadi
keterbatasan sumber daya nya pembiayaan tapi setelah 2014
tadi”(Informan Kasie P2 Kota). pertengahan..program nasional ininya
Informan (Kasie P2 Dinks Kota) dicukupi oleh pusat semuanya” (Informan
menjelaskan bahwa persediaan reagen Bikor 1.2).
untuk pemeriksaan laboratorium HIV/AIDS Informan (Bikor 1.2) menjelaskan
sudah diatur oleh pusat dengan target tentang kendala yang dihadapi di
pelayanan 35% dari total ibu hamil puskesmas tempatnya bekerja yaitu
mendapatkan pelayanan program PPIA. ketersediaan reagen yang digunakan
Target tersebut sudah terlampaui bahkan untuk uji laboratorium HIV/AIDS yang
ada yang tidak mendapatkan pelayanan diperuntukkan bagi ibu hamil yang
program PPIA. Peran Bidan dalam berdomisili di wilayah Kota. Namun, ibu
memberikan informasi dan konseling hamil yang berdomisili diluar Kota juga
tentang HIV/AIDS yang maksimal melakukan pemeriksaan di wilayah Kota.
menghasilkan animo masyarakat yang Hal tersebut yang menjadi kendala
positif terhadap pelaksanaan program bagaimana pelayanan akan diberikan
24 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

pada semua ibu hamil yang melakukan 2017 nomor delapan menyebutkan bahwa
pemeriksaan antenatal care di puskesmas Kepala Dinas Kesehatan merencanakan
sedangkan jumlah reagen yang tersedia ketersediaan logistik (obat dan tes HIV)
hanya diperuntukkan bagi ibu hamil yang berkoordinasi dengan Ditjen PP&PL
berdomisili di wilayah Kota. Oleh karena Kemenkes5. Jadi, ketersediaan obat sudah
itu antisipasi kendala yang dilakukan diatur oleh Kepala Dinas Kesehatan dan
adalah sebagai berikut; petugas kesehatan tidak perlu khawatir
“...semuanya dilakukan pemeriksaan akan ketersediaan obat.
PPIA dan untuk yang belum dilakukan
saat awal 2014 itu pada saat ketemu KESIMPULAN DAN SARAN
pas stok sudah ada pasti Berdasarkan hasil analisis dan
dilakukan...apabila ada yang menolak pembahasan dapat ditarik kesimpulan
biasanya mereka dengan alasan sudah yang menjadi temuan study dari penelitian
melakukan pemeriksaan di wilayah di ini adalah sebagai berikut: Kendala
luar puskesmas dengan menunjukkan pelayanan program PPIA pada
hasil labnya dan di buku KIA tertera pemeriksaan antenanatal care di
kode tertentu, misalnya PPIA NR atau Puskesmas LKB Kota Yogyakarta sudah
PPIA R kayak gitu” (Informan Bikor diatasi dengan antisipasi kendala yang
1.2). dilakukan oleh masing-masing Puskesmas
Informan (Bikor 1.2) menjelaskan LKB. Namun, kontrol dari pemangku
bahwa antisipasi kendala yang dilakukan kebijakan baik dari Kepala Puskesmas,
di Puskesmas tempatnya bekerja adalah Kasie P2 Dinkes Kota dan Kasie P2M
dengan memberikan pelayanan program Dinkes Provinsi harus dilakukan.
PPIA terhadap semua ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan antenatal care. UCAPAN TERIMAKASIH
Ibu hamil yang belum mendapatan 1. Bapak Kasie P2M Dinkes Provinsi DIY,
pelayanan program PPIA akan diberikan Ibu Kasie P2 Dinkes Kota Yogyakarta
kode berupa simbol “NR” atau “R” (non dan Bapak Kepala Puskesmas LKB
reaktif atau reaktif) di buku periksa KIA ibu Kota Yogyakarta yang telah bersedia
hamil tersebut. Apabila petugas meluangkan waktu dan membantu
mendapatkan buku periksa KIA ibu hamil selama penelitian ini berlangsung.
belum terdapat kode tersebut maka 2. Bidan Koordinator Puskesmas LKB
pelayanan program PPIA akan dilakukan Kota Yogyakarta dan seluruh informan
dengan pemeriksaan tes HIV/AIDS. Ibu Hamil yang telah membantu selama
Kendala ketiga yang terjadi adalah pelaksanaan penelitian ini berlangsung.
kekhawatiran akan keterbatasan reagen 3. Suamiku Ariefaldi Wicaksono, SE dan
untuk uji laboratorium HIV/AIDS. anak-anak serta seluruh keluarga
Kebijakan pelayanan PPIA Tahun 2013- tercinta yang selalu memberikan
Nurul Ariningtyas, “Kendala Pelayanan Program ...” 25

dorongan dan semangat selama Mother-To-Child Transmission


bekerja. Services in Khayelitsha, Cape Town,
South Africa. (2015). Plos One
DAFTAR PUSTAKA DOI:10.1371 journal.pone.0133239.
1. Dinkes Kota Yogyakarta.(2014). Profil 8. Ladner, J., Besson, MH., Rodrigues,
Kesehatan Kota Yogyakarta Tahun M., Saba, J., Audureau, A.
2014. Pemerintah Kota Yogyakarta. Performance of HIV Prevention of
2. Dinkes Provinsi DIY. (2014). Data Mother-To-Child Transmission
Kasus HIV AIDS D.I Yogyakarta Programs in Sub-Saharan Africa:
Periode 1993-2014: Update Triwulan Longitudinal Assessment of 64
4 Tahun 2014. Yogyakarta: Dinkes Nevirapine-Based Programs
Provinsi DIY. Implemented in 25 Countries, 2000-
3. Hardon, A.P., Oosterhoff, P., Imelda, 2011. (2015). Plos One
J.D., Anh, N.T & Hidayana, I. (2009). I DOI:10.1371/journal.pone.0130103.
Preventing Mother-to-Child 9. Lussiana, C., Clemente, SVL.,
Transmission of HIV in Vietnam and Ghelardi, A., Lonardi, M., Tarquino,
Indonesia: Diverging Care Dynamics. AP., Floridia, M. (2012). Effectiveness
Sosial Science and Medicine, of a Prevention of Mother-to-Child HIV
69(6):838-45. Transmission Programme in an Urban
4. Kemenkes. (2010). Riset Kesehatan Hospital in Angola. Ploso One.
Dasar 2010. Jakarta: Badan Volume 7 Issue 4 e36381.
Pengembangan Kesehatan 10. Luo, C., Akwara, P.,Ngongo, N.,
Kementerian Kesehatan RI. Doughty, P., gass, R., Ekpini, R.,
5. Kemenkes. (2013). Rencana Aksi Crowley, S. & Hayashi, C. (2007).
Nasional Pencegahan penularan HIV Global Progress in PMTCT and
dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia Pediatric HIV Care and Treatment in
2013-2017. Jakarta: Kementerian Low and Middle-Income Countries in
Kesehatan Republik Indonesia. 2004-2005. Reproductive Health
6. Kemenkes. (2014). Statistik Kasus Matter, 15(30): 179-89.
HIVAIDS di Indonesia, Dilapor s/d 11. Meyers, K.,Qian, H.,Wu, Yingfeng.,
Juni 2014. Jakarta: Direktorat Lao, Yunfei.,Chen, Q., Dong, X., Li
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Huiqin, Yang, Yiqing, Jiang, C., Zhou,
Penyehatan Lingkungan Kemenkes Z. (2015). Early Initiation of ARV
RI. During Pregnancy to Move towards
7. Ladur, Alice Norah, Colvin, CJ., Virtual Elimination of Mother to-Child-
Stinson, K. Perceptions of Community Transmission of HIV-1 in Yunnan,
Members and Healthcare Workers on China. Plos One DOI:10.1371
Male Involvement in Prevention of journal.pone.0138104.
26 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017

12. Miles, BM & Huberman, MA. (2007). 15. WHO. (2011). PMTCT Strategic
Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Vission 2010-2015: Prevention of
Metode-metode Baru. Universitas Mother to Child Transmission of HIV
Indonesia Press, Jakarta. To Reach The UNGASS and
13. Philippe, M. (2009). Improving Millenium Development Goals.
Mother’s Acces to PMTCT Program in Geneva: WHO.
West Africa: a public health 16. WHO. (2013). Progress Report 2011:
perspective. Sosial Science and Global HIV/AIDS Response Epidemic
Medicine, 69(6): 807-12. Update and Health Sector Progress
14. WHO. (2008). Report on The Global Towards Universal Access WHO,
AIDS Epidemic. Geneva, Switzerland: UNICEF, UNAIDS. Geneva
United Nations Programme on Switzerland: World Health
HIV/AIDS. Organization HIV/AIDS Department.

Anda mungkin juga menyukai