Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah itu lansia ?
2. Apa Saja Teori Tentang Proses Menua ?
3. Apa Saja Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi lansia
4. Apa saja Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia ?
5. Apa Saja Masalah Kesehatan Lansia ?
6. Apa Itu Etiologi lansia?
7. Bagaimana Pendekatan Perawatan Lansia ?
8. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Lansia ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk Memahami Tentang Apa Itu Lansia
2. Untuk Mengetahui Apa saja Teori Proses Menua
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi
Perubahan Fungsi lansia
4. Untuk Mengetahui Apa saja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Jiwa Lansia
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Masalah Kesehatan Lansia
6. Untuk Mengetahui Apa Itu Etiologi Lansia
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Pendekatan Perawatan Lansia
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Lansia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alam yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi atau sama
lain. Keadaan itu cenderug berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Lanjut usia (lansia) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis,
dan social dengan batasan umur sebagai berikut.
1. Dewasa menjelang (45-54 tahun)
2. Lanjut usis (55-64 tahun)
3. Lansia dengan resiko tinggi (> 65 tahun)

Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.
Usia lanjut adalah seseorang yang usianya sudah tua yang merupakan
tahap lanjut dari suatuproses kehidupan. Ada berbagai kriteria umur bagi s
eseorang yang dikatakan tua. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1998, lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
ke atas. World Health Organization (WHO) memberikan klasifikasi
usia lanjut sebagai berikut.
1. Usia pertengahan (middle age) : 45–59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60–74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : 75–90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
Menjadi tua adalah sebuah proses yang pasti terjadi, bahkan setiap orang
ingin bisa hidup sampai tua, tetapi adanya perubahan struktur dan fungsi
tubuh sering menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan, termasuk
masalah kejiwaan.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama
lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Lansia
adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun.
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses
penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada
kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang lain dibadingkan dengan
proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti
sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal.
Psikogeriatri adalah ilmu yang mempelajari gangguan
psikologis/psikiatrik pada lansia. Diperkirakan Indonesia mulai tahun 1990
hingga 2023, lansia (umur 60 tahun ke atas) akan meningkat hingga 41,4%
(Giriatric and Psychogeriatric Workshop Trainning for Trainers, 2008).
Masalah yang paling banyak adalah demensia, delirium, depresi, paranoid,
dan ansietas. Gangguan yang lain sama dengan gangguan jiwa pada orang
dewasa muda.

Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut.

1. Menyesuaikan diri terhadap tahanan dan kesehatan yang berkurang


2. Menyesuaikan diri terhadap masa pension dan berkurangnya pendapatan
3. Menyesuaikan diri terhadap kemungkinan ditinggalkan pasangan hidup
4. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan dan mencari makna hidup
5. Menjaga hubungan baik dengan anak
6. Membina hubungan dengan teman sebaya dan berperan serta dalam
organisasi social
2.2 Teori Proses Menua
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai
berikut.
1. Teori Biologi
a. Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekulmolekul (DNA) dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel). Teori ini
merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa tubuh terdapat jam
biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya penuaan.
b. Teori nongenetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri atas berbagai teori, di
antaranya adalahsebagai berikut.

1. Teori rantai silang (cross link)


Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia
mengubah fungsi jaringan, mengakibatkan jaringan yang kaku pada
proses penuaan. Sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan reaksi
kimianya menjadi lebih kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya
fungsi.
2. Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, yang terdiri atas
teori oksidasi stres dan pemakaian dan rusak (wear and tear theory).
3. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
4. Reaksi dari kekebalan sendiri (autoimmune theory)
Metabolisme di dalam tubuh memproduksi suatu zat khusus. Saat
dijumpai jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
khusus, maka jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
5. Teori immunology slow virus
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan
limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan di dalam sel T
sehingga produksi antibodi dan kekebalan menurun.
6. Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
7. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas. Tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi. Radikal bebas terdapat
di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor dan rokok, zat
pengawet makanan, radiasi, dan sinar ultraviolet, yang
mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada
proses penuaan.
8. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori Sosial
a. Teori interaksi social
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pokok-pokok interaksi sosial adalah sebagai berikut (Hardywinoto dan
Setiabudi, 1999: 43).
1. Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuan masing masing.
2. Dalam upaya tersebut, maka terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang
memerlukan biaya.
4. Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya
kerugian.
5. Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya

b. Teori penarikan diri


Kemiskinan yang diderita lanjut usiadan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seseorang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usiamenurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada lanjut
usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss), yaitu sebagai
berikut (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 45).
1. Kehilangan peran (loss of role).
2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values).

c. Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972)
yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada
bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan (Hardywinoto
dan Setiabudi, 1999: 46).

d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus
kehidupan lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut
usia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lanjut
usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).

e. Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami
oleh lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst
dan Duval, terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang
harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai
berikut.
1. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
2. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
3. Menemukan makna kehidupan.
4. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
5. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
6. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.

3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Padadasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy
of human needs) Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi
dalam lima tingkatan mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi,
rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai
pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin
tua usia individu maka individu akan mulai berusaha mencapai
aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi
diri, maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan
kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya, otonomi,
kreatif, independen, dan hubungan interpersonal
yang positif.
b. Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu
ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia
cenderung introvert. Dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia
tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika
dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya, tetapi
lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya sendiri,
serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
c. Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages
of life) Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus
dicapai individu adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs
disappear). Jika individu tersebut sukses mencapai tugas
perkembangan ini, maka dia akan berkembang menjadi individu yang
arif dan bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap
ini, maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan.
d. Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation)
Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen yaitu
sebagai
berikut.
1. Seleksi
Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka
mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap
aktivitas sehari-hari.
2. Optimalisasi
Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
3. Kompensasi
Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena proses
penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan
dan bermanfaat bagi lanjut usia.

2.3 Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Lansia


Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu
fisik, psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi
tidak labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak
bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem
tersebut menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi,
ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada
umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian.
Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik
masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang
dan menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek
psikologis ini lebih menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan
seorang lansia. Pada umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur,
semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati, mempertahankan hak dan
hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan diterima di sisi-
Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah merupakan
kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut,
dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian
pasangan hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu
menjadi seorang kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak
karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang
dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan
peran dari seorang pekerja menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya
dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam
masyarakat sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena
hidupnya tergantung dari tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang
berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan gejala umum pada
individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki
masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya dan sangat
tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun.
Dalam kenyataan ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah
pasrah terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri
manusia adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik
manusia itu sendiri. Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan
oleh keadaan jiwanya yang merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh
sebab itu aspek-aspek mental tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses
pendidikan.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para
lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan
secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka
perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan,
tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
PerubahanFisik

a) Panca Indera

a. Mata
Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan terjadi katarak atau
gangguan pengelihatan lainnya. Lansia yang mulai tidak jelas
pengelihatannya, sehingga sering menjadi curiga dengan sosok bayangan
yang datang atau berada di rumahnya. Cucunya
dianggap pencuri dan sebagainya, sehingga semakin tidak jelas
pengelihatannya, maka semakin menjadi pencuriga.

b. Telinga
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran, yaitu
menjadi sangat peka atau berkurang pendengarannya. Respons perilaku
lansia menjadi lebih pencuriga, apalagi jika pengelihatan tidak jelas dan
pendengaran berkurang. Anggota keluarga yang tinggal serumah sering
menjadi sasaran kecurigaan lansia, berbicara keras dianggap marah, serta
berbicara pelan dianggap ngerasani atau menggunjingkan lansia.

c. Perabaan
Kemampuan jari untuk meraba atau menggenggam menjadi menurun
(clumsy), akibatnya tidak mampu memegang sesuatu yang berat,
misalnya makan dengan piring, mudah jatuh dan pecah atau minum
dengan gelas, mudah jatuh dan pecah. Jika diberi piring melamin akan
merasa marah, karena dianggap tidak menghargai orang tua. Selain
menjadi pencuriga, lansia menjadi mudah marah karena perubahan
mata, telinga, dan perabaan.

d. Penciuman
Kemampuan hidung untuk membau harum, gurih, dan lezat sudah
menurun, yang akibatnya nafsu makan menjadi menurun. Permasalahan
perilaku muncul dengan membenci siapa yang masak di rumah, apalagi
jika yang masak adalah menantu. Di sinilah awal mula terjadinya suasana
tidak kondusif antara menantu wanita dengan mertua.

e. Pengecapan
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan lidah untuk merasakan
rasa asam, asin, manis, gurih, pedas, dan semua rasa lezat, yang
akibatnya nafsu makan menurun. Terkadang lansia masih menambahkan
gula pada makanan yang sudah manis atau menambahkan garam pada
makanan yang sudah asin. Hal akan menjadi berbahaya
apabila lansia memiliki penyakit diabetes atau tekanan darah tinggi.
Dengan keadaan ini, lansia dapat semakin membenci menantu wanitanya,
karena sudah tidak bisa masak atau jika masak, tidak ada aroma dan
rasanya. Perubahan pancaindera mengakibatkan berbagai perubahan
perilaku pada lansia, menjadi pencuriga, mudah marah, dan membenci
seseorang.

b) Otak

Terjadi penurunan kemampuan berpikir, daya ingat, dan konsentrasi.


Penurunan kemampuan berpikir terutama untuk memikirkan hal baru (new
learning), kalaupun bisa terjadi secara lambat (slow learning). Sering lansia
tidak bisa menerima pemikiran anak muda, karena menganggap bahwa apa
yang lansia pikirkan itulah kebenaran. Lansia menjadi skeptis dengan pola
pikirnya, sehingga sulit menerima sesuatu yang baru. Meskipun demikian,
masih banyak lansia yang tetap pandai pada masa tuanya, kemampuan
kognitifnya sama sekali tidak berkurang, bahkan cenderung lebih hafal
daripada yang muda. Kemampuan asah otak ternyata sama dengan asah
pedang, yaitu semakin sering diasah, maka semakin tajam pedang itu. Hal ini
bergantung pada apa yang dipelajari saat muda. Ibarat belajar di masa kecil,
bagai mengukir di atas batu. Hal yang dipelajari di masa kecil yang terus
digunakan sampai tua akan terukir pada pola pikir. Sementara belajar sesudah
dewasa, bagai mengukir di atas air, yaitu hal yang dipelajari seolah sudah
paham semua, tetapi saat sang guru pergi akan hilang semua yang telah
dipelajari.

Kemampuan konsentrasi yang menurun mengakibatkan lansia


mengalami kesulitan fokus perhatian (sustain attention). Jika bercerita atau
mengajar harus satu-satu, tidak bisa dua topik sekaligus. Selain itu,
kewaspadaan juga menurun, sehingga perlu bantuan dan pengawasan apabila
lansia melakukan aktivitas di luar rumah.

c) Paru

Kekuatan otot pernapasan menurun dan kaku, elastisitas paru menurun,


kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus. Akibatnya, lansia selalu mengeluh dada sesak,
serta bernapas cepat dan terengah engah (breath holding spell dan
hyperventilation). Tindakan yang paling tepat untuk mengatasi hal ini adalah
jalan mars setiap hari selama 20 menit di udara terbuka. Solusi
dengan metode farmakologi tidak terlalu disarankan karena gangguan terjadi
karena menurunnya kemampuan anatomi dan fisiologi paru.

d) Gastrointestinal

Pada sistem ini esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar


menurun, dan peristaltik menurun sehingga terjadilah penumpukan makanan.
Apabila daya absorbsi masih baik, maka racun akan ikut terabsorbsi,
sehingga terjadi konstipasi. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ
asesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan
enzim pencernaan. Lansia menjadi sangat banyak keluhan terkait
gastrointestinal.

e) Saluran kemih

Kondisi ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di


glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasikan urine ikut menurun. Plastisitas buli-buli menurun,
sehingga menjadi sering kencing. Kemampuan sfinkter uri menurun,
sehingga lansia menjadi ngompol. Respons perilaku berupa lansia sering
mengeluh tidak bisa tidur, sering terbangun untuk kencil, ngompol, beser,
dan sebagainya.

f) Otot dan tulang

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk


(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor,
tendon mengerut, serta mengalami sklerosis. Respons perilaku berupa lansia
menjadi banyak mengeluh dengan sistem muskuloskeletalnya. Hal ini sangat
bergantung pada aktivitas olahraga semasa muda. Tindakan yang sesuai
adalah senam taichi atau jalan mars.

g) Kardiovaskular

Katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun


(menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun,
serta meningkatnya resistansi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat. Risiko terjadi infark, stroke, dan sebagainya.

h) Endokrin

Kemampuan tubuh untuk meregulasi endokrin menurun, sehingga mudah


terjadi asam urat, kolesterol, diabetes, dan sebagainya.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

5. Perubahan dalam peran sosial dimasyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Mialnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan jadang kadang terus muncul perilaku regresif seperti mudah
menangis, mengurung diri, engumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan diatas pada umumnya
lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran)
masinh sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit,
sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care)
dengan penuh kesabaran dan pengobatan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi
hidup dalam perantaan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

2.5 Masalah Kesehatan Lansia


Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan
yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan
bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan
masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi
dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah
kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif
dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang
mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia.
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri,
yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang
lain). Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan
lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi)
yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya
bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya
bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat,
misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

2.6 Etiologi
1. Masalah keluarga
2. Masalah interpersonal
3. Penyakit
4. Masalah social

Pemeriksaan status mental pada lansia adalah sebagai berikut.

1. Penilaian fungsi : pengkajian dari aktivitas sehari-hari (makan, kebutuhan


toilet, berpakaian).
2. Mood, perasaan, dan efek : perasaan kesepian, tidak berdaya, tidak
berguna, putus asa, dan ide bunuh diri. Afek datar, tumpul, dan dangkal
sangat mencolok dengan adanya mood depresi dan kecemasan.
3. Gangguan persepsi : halusinasi dan ilusi (terjadi gangguan orientasi
realitas).
4. Proses piker : flight of idea, asosiasi longgar dan sirkumstansial
5. Daya ingat : jangka panjang dan menengah
6. Kaji riwayat keluarga : masalah yang ada dalam keluarga dan komunikasi
dalam keluarga
7. Kaji interpersonal klien : tipe orang dan permasalahan yang dihadapi
8. Kaji riwayat tidak menyenangkan masa lalu

2.7 Gangguan Jiwa pada Usia Lanjut


Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi,
demensia, fobia, insomnia, paranoid dan gangguan terkait penggunaan
alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan
bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki,
bahkan dipulihkan.

1. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat
keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia
terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi
gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness,
wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan
tidur, dan waham.

2. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya
konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu
cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.

3. Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut,
dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada
yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai
muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat
muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan
pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi
dan psikoterapi dibutuhkan.

4. Gangguan insomnia
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah.
Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan
sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan
kegiatannya pada malam hari.
Penyebab insomnia pada lansia:
a. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam
b. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
c. Gangguan cemas dan depresi
d. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
e. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada
malam hari
f. Infeksi saluran kemih

5. Gangguan paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang
miliknya

Gejala Paranoid:

a. Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau


orang-orang di sekelilingnya
b. Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh
orang-orang di sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang
miliknya
c. Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti
depresi dan rasa marah yang ditahan
d. Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah
memberikan rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan
memberikan alas an yang jelas dalam setiap kegiatan. Konsultasikan
dengan dokter bila gejala bertambah berat.

6. Gangguan Tingkah Laku


Sifat buruk pada lansia bertambah seiring perubahan fungsi fisik.
Lansia merasa kehilangan harga diri, kehilangan peran, merasa tidak
berguna, tidak berdaya, sepi, pelupa, kurang percaya diri, dan
sebagainya. Akibatnya bertambah sangat banyak sifat buruk setiap
adanya penurunan fungsi fisik.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah berikan kepercayaan
kepada lansia untuk melaksanakan hobi lama sesuai kemampuannya,
sehingga harga diri lansia meningkat dan merasa tetap berguna dalam
masyarakat.

7. Gangguan Tidur
Lansia mengalami tidur superfisial, tidak pernah mencapai total
bed sleep, merasa tengen, setiap detik dan jam selalu terdengar, desakan
mimpi buruk, serta bangun lebih cepat dan tidak dapat tidur lagi. Lansia
selalu mengeluh tidak bisa tidur. Padahal jika diamati, kebutuhan tidur
lansia tidak terganggu, hanya pola tidur yang berubah. Hal
ini terjadi karena lansia mengalami tidur superfisial, sehingga tidak
pernah merasa tidur nyenyak. Misalnya, jam 04.00 sudah bangun, lalu
aktivitas beribadah, jalan-jalan, minum kopi atau susu dengan makanan
ringan, selanjutnya mengantuk dan tertidur. Waktunya sarapan bangun,
beraktivitas sebentar, mengantuk lagi, lalu tertidur. Pada
siang hari, setelah makan siang tertidur lagi dan jam 8 malam sudah
tertidur. Oleh karena kebutuhan tidur sudah terpenuhi di pagi dan siang
hari, maka jam 3 pagi atau jam 4 pagi sudah bangun dan tidak dapat tidur
lagi.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah membuat lansia tidak
tidur siang (schedulling), sehingga malam dapat tidur lebih lama. Batasi
konsumsi makanan yang membuat mengantuk, serta cegah nonton TV
yang menakutkan atau menegangkan. Obat farmokologi tidak disarankan
kecuali ada indikasi.

8. Keluyuran (wondering)
Hal ini biasanya terjadi akibat bingung dan demensia. Lansia
keluar rumah dan tidak dapat pulang, hilang, berkelana, atau
menggelandang. Sebenarnya ini tidak dikehendaki oleh lansia. Hal
tersebut terjadi karena lansia tidak betah di rumah, tetapi saat keluar tidak
tahu jalan untuk pulang.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah beri tanda pengenal,
cantumkan nama, nama keluarga, dan nomor telepon, sehingga jika
ditemukan masyarakat dapat menghubungi anggota keluarga. Tingkatkan
aktivitas harian, sehingga lansia tidak ingin keluar rumah. Untuk
penyegaran, dampingi saat keluar rumah (tapi yang sejalur) dan setelah
hafal,boleh jalan sendiri. Pagar di kunci apabila ditinggal oleh
pendamping.

9. Sun Downing
Lansia mengalami kecemasan meningkat saat menjelang malam (di
rumah), terus mengeluh, agitasi, gelisah, atau teriak ketakutan. Jika di
panti, hal tersebut dapat memengaruhi lansia yang lain. Keadaan ini terjadi
karena lansia gelisah pada saat malam. Pada zaman dahulu, belum ada
listrik, sehingga saat menjelang malam, kecemasan lansia meningkat. Oleh
karenanya, semua anak dan cucunya dicari dan disuruh pulang, semua
hewan peliharaan harus sudah ada di kandang, serta semua anggota
keluarga harus sudah di dalam rumah. Semua itu terjadi karena
kekhawatiran dengan gelapnya malam.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah berikan orientasi realitas,
aktivitas menjelangmaghrib, dan penerangan yang cukup.

10. Sindrom Pasca kekuasaan


Sindrom pascakekuasaan adalah sekumpulan gejala yang timbul
setelah lansia tidak punya; kekuasaan, kedudukan, penghasilan, pekerjaan,
pasangan, teman, dan sebagainya. Beberapa faktor penyebab lansia tidak
siap menghadapi pensiun adalah kepribadian yang kurang matang,
kedudukan sebelumnya terlalu tinggi dan tidak menduduki jabatan lain
setelah pensiun, proses kehilangan terlalu cepat, serta lingkungan tidak
mendukung.
Alternatif tindakan yang dapat dilakukan adalah optimalkan masa
persiapan pension (MPP) selama 1 tahun, serta gaji penuh tetapi masih
boleh mencari pekerjaan lain untuk menyiapkan alih kerja. Jika lansia
bukan seorang PNS, maka siapkan jaminan sosial hari tua yang memadai
ketika masih muda.
Upayakan lingkungan tetap kondusif, seperti keluarga dan anak
tetap menghargai. Usahakan kebiasaan di rumah masih tetap dilakukan,
misalnya makan bersama, mengobrol bersama, dan sebagainya. Usahakan
tetap ada kedudukan di masyarakat, seperti menjadi ketua yayasan sosial,
koperasi, atau takmir masjid. Dengan demikian, lansia masih akan tetap
merasa dihormati dan berguna bagi masyarakat.

2.7 Pendekatan Perawatan Lansia


Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia
sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik,
psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu
aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang
membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang
dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik
holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata,
akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang
menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan
semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh
dan menyeluruh.

1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera
sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri
disamping klien, menghilangkan sumber bahaya dilingkungan,
memberikan perhatian dan sentuhan, bantu klien menemukan hal yang
salah dalam penempatannya, memberikan label gambar atau hal yang
diinginkan klien.

2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Hal itu
perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama
dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-
gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita
dari masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau
memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila
perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini
mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam
keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan
spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang
dokter mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut.
Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan
kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam
mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan
oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia
bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain yang
mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran
lanjut usia.

4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan
melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan,
ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi
pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

2.8 KonsepAsuhan Keperawatan Jiwa Pada Lansia


1. Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis,
psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan
yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah
keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan
primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada
perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.

a. Wawancara
Dalam wawancara ini meliputi riwayat: pernah mengalami perubahan
fungsi mental sebelumnya?. Kaji adanya demensia, dengan alat-alat
yang sudah distandardisasi (Mini Mental Status Exam (MMSE)).
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat
penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia
mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat
yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan
membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
b. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup
kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak
asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan
dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti
kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang
baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber
dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda
kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh
berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara
pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien
karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon
pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.

c. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas
dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat
senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan
kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau
perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi
dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara
kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu
wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti
pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
d. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia
karena beberapa hal termasuk :
 Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
 Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
 Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
 Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif .

e. Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting.
Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit,
khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah
penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat
badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak
untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama
kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit
yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid,
kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit
Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan
angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines,
benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia
merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur
depresi.

f. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan
gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika
mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan
rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah
laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika
terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.

g. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator
dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam
pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa
dan emosi.

h. Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan
pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk
berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan
mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi ,
perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik,
adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang
dibutuhkan. Kemampuan fungsi.

i. Activities of Daily Living


Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat
penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL (
mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet)
merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk membantu
pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam
menjalankan ADL.
j. The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk
setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat ,
dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan
untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri
evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.

k. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena
interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan
frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur
diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai
kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan
medis juga harus dikaji.
1. Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau
rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah
psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan
monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi
kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam
secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam
sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang
tidak disukai.

2. Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan
harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan,
komorbiditas.

3. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya


Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol
dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan
kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami
kehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan
alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan
menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan
kesepian.

4. Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan
sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia.
Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus
mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah,
rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock
dan stres di rumah sakit.

5. Interaksi Pasien- Keluarga


Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan
tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada
kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian
perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia
memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya.
Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari
ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan
peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah
dewasa.
2. Diagnosa Keperawatan
a Gangguan pola tidur b.d ansietas
b Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible.
c Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan
kognitif.
d Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
e Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
f Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan
dengan pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

3. Intervensi Keperawatan
a Gangguan pola tidur b.d ansietas.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki
pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:

 Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.


 Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
 Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau
mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
 Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan
penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
 Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
Intervensi :

1. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat


efek negative terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang
tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.

2. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.


Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan
kortikosteroid termasuik perubahan mood, insomnia.

3. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan


kebiasaan klien (member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan
klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.

4. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.


Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan
berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik,
karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat
selama tidur.

5. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih


lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan
mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis
dan fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.

6. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan


massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.

7. Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.


Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat
suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menggaggu tidur.

8. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.


Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi
menigkatkan kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik dapat
mencetuskan bingung, memperburuk kognitif an efek samping
hipertensi ortostatik.

b. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,


degenerasi neuron irreversible.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat
berpikir rasional.
Kriteria hasil :

 Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk


menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap
emosi dan pikiran tentang diri
 Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi
anggapan diri yang negative
 Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah
laku dan factor penyebab
 Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak
diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
Intervensi:

1. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-


perawat yang terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti
kemarahan, meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang
positif dan mengurangi konflik psikologis.

2. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi,


rentang perhatian, kemampuan berfikir. Bicarakan dengan
keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan
memengaruhi rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar
berulang dapat meningkatkan risiko yang negative atau tingkat
frustasi.

3. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.


Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang
meningkatkan gangguan neuron

4. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien


Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan
gangguan perceptual.

5. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya


saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak
meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi.
Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita klien,
penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan personal).

6. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.


Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan
penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.

7. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya.


Berikan label gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan
menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan.
Membantah klien tidak akan mengubah kepercayaan dan
menimbulkan kemarahan.

8. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.


Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
c. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak


mengalami cedera.

Kriteria hasil :

 Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.


 Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi
risiko trauma atau cedera
 Klien tidak mengalami trauma atau cedera
 Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan
mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.
Intervensi:

1. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan


penurunan persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifkasi
risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan
mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya. Klien dengan
tingkah laku impulsive berisiko trauma karena kurang mampu
mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko
terjatuh

2. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.


Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi
adalah awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab
terhadap kebutuhan keamanan dasar.

3. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti


memanjat pagar tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari
konfrontasi yang meningkatkan risiko terjadinya trauma.

4. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan


klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan
hipotermia. Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang
menyebabkan rasa kedinginan.

5. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal,


hipotensi ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan
gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat
dapat menimbulkan kadar tolsisitas pada lansia. Ukuran
dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan.

6. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan


keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan
penurunan kalsium tulang).

d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan


persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis ).
Tujuan:

Setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi


penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.

Kriteria hasil :

 Klien mengalami penurunan halusinasi.


 Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk
mengurangi stress atau mengatur perilaku.
 Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai
stimulasi.
Intervensi:

1. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal


tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan
atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang
bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan
pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa
lapar atau haus.

2. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai


kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau
menurunkan kesalahan intepretasi stimulasi.

3. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk


pada orientasi realita dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan
koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi.
Klien menjadi kehilangan kemampuan mengenali keadaan
sekitar.

4. Ajarkan strategi mengatasi stress.


Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi

5. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan


tertentu, seperti satu ke satu pengunjung, kelompok sosialisasi
pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi
dengan orang lain.
e. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatankunjungan klien mampu


melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan.

Kriteria hasil :

 Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber


pribadi atau komunitas yang dapat memberikan bantuan.
Intervensi:

1. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.


Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi.
Masalah dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau
memerlukan konsultasi dari ahli.

2. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan


bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan
dasar mungkin dilupakan.

3. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk


melakukan sendiri sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan
kemandirian.

4. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas


Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi
terhambat karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.

5. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.


Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
f. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan
dengan pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses
penyakit.
Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping


keluarga efektif.

Kriteria hasil :

 Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri


untuk mengatasi keadaan.
 Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan
mendemonstrasikan tingkah laku koping positif dalam
mengatasi keadaan.
 Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada
secara efektif.
Intervensi:

1. Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang


mekanisme koping yang digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang
strategi koping memerlukan informasi akibat konflik.

2. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan


perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan
adaptasi dirumah.

3. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai


pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang
tidak menentu

4. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.


Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang
keliru.

5. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.


Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas,
terbebas dari kesepian.

6. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia,


pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit
demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan,
mengurangi kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan
mencegah kemarahan keluarga.

4. Evaluasi
Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan beberapa kondisi dan
perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam
proses keperawatan, yaitu:
1. Kondisi perawat :
Supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga
2. Perilaku perawat ;
Membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mereview
proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang
dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas
yang dilakukan.
BAB III
KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. S DENGAN ANSIETAS


PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 67 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Tgl. Pengkajian : 22 Mei 2014

II. KELUHAN UTAMA


Klien mengatakan cemas karena gula darahnya naik dan merasa pusing.

III. PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


Predisposisi: klien mengatakan tidak ada gangguan jiwa dalam
keluarganya, pernah dirawat di rumah sakit beberapa hari karena penyakit
diabetesnya kambuh, klien mengatakan hubungan dengan menantu dari
anak pertama kurang baik.
Presipitasi: klien mengatakan akhir-akhir ini, kurang lebih satu minggu,
mempunyai banyak pikiran mengenai penyakitnya, makan kurang teratur.

IV. FISIK
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Respiratory Rate : 18 x/mnt
Heart Rate : 96 x/mnt
Berat Badan : 63 kg
Gula Darah Sewaktu : 286
Keluhan fisik : Pusing, lemes.
Riwayat penyakit : Diabetes Mellitus kurang lebih selama 2 tahun

V. PSIKOSOSIAL
A. Genogram

Ny. S Tn. W
Tn. S

Tn. J Ny. W Tn. N


Keterangan:
: Laki-laki Meninggal : Perempuan meninggal

: Laki-laki : Perempuan

: Klien, pengambil keputusan : Tinggal Serumah

: Cerai

B. Konsep Diri
1. Body Image
Klien mengatakan suka dengan semua anggota tubuhnya, yang
paling disukai adalah bagian mata.
2. Identitas diri
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah anak tunggal dan
bersyukur dilahirkan sebagai perempuan karena bisa melahirkan
anak.
3. Peran
Klien mengatakan tidak bekerja, ketika dirumah aktivitasnya
adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
4. Ideal diri
Klien mengatakan walaupun punya penyakit gula tetapi beliau
ingin agar tetap sehat supaya dapat mengerjakan pekerjaan rumah
dan mengurus rumah dengan baik sehingga tidak merepotkan anak-
anaknya yang sudah berkeluarga. Klien mengungkapkan bahwa
semenjak usia bertambah ia merasa mudah tersinggung, oleh
karena itu ia memilih untuk tinggal sendiri sehingga tidak ada
perselisihan dengan anaknya maupun menantunya. Adapun
mengenai kematian, beliau berharap bisa meninggal dengan tenang
tanpa ada kekambuhan penyakit.
5. Harga diri
Klien mengatakan ia memahami bahwa ia sudah lanjut usia
sehingga ia tidak bisa se-produktif dulu saat masih muda.

C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti
Klien mengatakan saat ini orang yang berarti adalah anak
perempuannya yang sering memperhatikan beliau dan juga cucu-
cucunya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan cukup aktif mengikuti kegiatan seperti
pengajian, arisan RT yang diadakan satu bulan sekali.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan jarang berhubungan dengan tetangga karena
tetangganya sibuk bekerja dan kebanyakan pulang di sore hari,
hanya jika ada waktu yang benar-benar luang baru bisa
berkomunikasi dengan tetangga, kadang-kadang ada anak kecil
dari tetangga sebelah main ke rumahnya, hubungan dengan
tetangga cukup baik.

D. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan semua yang dimiliki adalah pemberian dari
Tuhan, maka beliau wajib mensyukuri apapun yang terjadi dalam
kehidupannya.
2. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sholat lima waktu dengan tekun serta mengikuti
pengajian yang diadakan di RT setempat.

VI. STATUS MENTAL


A. Penampilan
Klien Nampak rapi, baju bersih rambut diikat dengan rapi
B. Pembicaraan
Pembicaraan jelas dan mudah dimengerti.
C. Aktifitas motorik
Klien nampak cukup aktif beraktivitas ditandai dengan kondisi rumah
yang tertata rapi, klien tampak lemes.
D. Alam perasaan
Klien mengungkapkan rasa cemasnya karena gula darahnya yang naik
disertai dengan kepala pusing, klien merasa sedih.
E. Afek
Sesuai.
F. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif, terlihat sedikit cemas dan gelisah ditandai dengan
ekspresi wajah yang sedih.
G. Persepsi
Tidak ada gangguan persepsi.
H. Proses fikir
Tidak ada gangguan proses fikir.
I. Isi fikir
Tidak ada gangguan pada isi fikir
J. Waham
Tidak ada waham.
K. Tingkat kesadaran
Composmentis.
L. Memori
Memori masih baik, mampu menceritakan pengalaman masa lalu.
M. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Konsentrasi dan berhitung masih baik.
N. Kemampuan penilaian
Klien dapat memilih pilihan yang diinginkan seperti misalnya ketika
sakit ia memilih periksa ke tenaga kesehatan dan beristirahat terlebih
dahulu daripada mengerjakan pekerjaan rumah yang memberatkan.
O. Daya tilik diri
Klien tahu bahwa ia mengalami kecemasan terhadap kondisi
kesehatannya dan terkait komunikasi dengan anak-anaknya.

VII. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


A. Makan
Klien mengatakan makan tiga kali sehari dengan porsi nasi sedikit
yaitu satu centong, makan sayur dan daging porsi cukup. Sebelum
makan pasti minum obat diabetes.
B. BAB/BAK
BAK dalam satu hari kurang lebih 5 kali, BAB rutin 1 hari sekali.
C. Istirahat Tidur
Klien mengatakan tidurnya sudah cukup nyenyak, tidur jam 9 malam,
jam 12 malam bangun dan sholat, setelah itu tidur lagi dan jam
setengah 5 bangun pagi dan melakukan pekerjaan rumah.

VIII. PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


Klien mengatakan cukup teratur untuk kontrol di Petugas Kesehatan.
Setiap kali obat habis pasti kontrol kesehatan. Obat yang dikonsumsi
adalah glucobalamin, beliau tahu manfaat obat tersebut untuk mengatur
kadar insulin dalam darah. Klien rutin minum obat sebelum makan.

IX. KEGIATAN SEHARI-HARI


A. Kegiatan di dalam rumah
Klien mengatakan menyiapkan makanan sendiri, beliau sudah cukup
memahami makanan mana yang di makan agar kadar gula darah dalam
tubuh bisa stabil, semua pekerjaan rumah dan kebutuhan sehari-hari
diatur sendiri, klien mendapatkan uang dari anak-anaknya, terutama
dari anak perempuannya.
B. Kegiatan di luar rumah
Klien mengatakan belanja keperluan sehari-hari sendiri, apabila
bepergian naik kendaraan umum, menghadiri acara pengajian dan
arisan RT setempat.
X. MEKANISME KOPING
Klien mengatakan apabila ada permasalahan yang dihadapi, ia melakukan
refreshing dengan cara merawat tumbuhan yang ditanaminya didepan
rumah.

XI. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Klien mengatakan tidak begitu suka dengan menantunya dari anak
pertama, dulu beliau sempat pernah tinggal bersama dengan anak
pertamanya, tetapi beliau merasa tidak diperhatikan contohnya memang
benar beliau ditawari mau makan apa, setelah itu dibelikan tetapi tidak
diberitahukan kepada klien bahwa makanan itu adalah miliknya, jadi
beliau pernah sampai sore tidak makan, selain itu klien mengatakan bahwa
menantunya jarang mengajak komunikasi. Oleh sebab-sebab seperti itu,
beliau memutuskan untuk tinggal dirumah sendiri saja agar tidak
merepotkan anak-anaknya dan hatinya bisa tenteram, karena beliau adalah
orang yang mudah tersinggung.
Hubungan dengan tetangga tidak ada masalah yang berarti.

XII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara mengurangi kecemasan.

ANALISA DATA
No Data Masalah
1 DS: Ansietas berhubungan dengan
- Klien mengatakan cemas karena ancaman pada status kesehatan.
gula darahnya naik dan merasa
pusing.
- Klien mengatakan akhir-akhir
ini, kurang lebih satu minggu,
mempunyai banyak pikiran
mengenai penyakitnya.
DO:
- Tekanan Darah : 140/90
mmHg
- Gula Darah Sewaktu : 286
- Keluhan fisik : Pusing,
lemes.
- Skor Hars : kecemasan sedang
- Riwayat penyakit :
Diabetes Mellitus kurang lebih
selama 2 tahun

2 DS: Resiko Ketidakberdayaan


- Klien mengungkapkan bahwa
semenjak usia bertambah ia
merasa mudah tersinggung,
oleh karena itu ia memilih
untuk tinggal sendiri sehingga
tidak ada perselisihan dengan
anaknya maupun menantunya.
DO:
- Berdasarkan kuesioner tumbuh
kembang psikososial Tim
Pascasarjana Keperawatan Jiwa
UI menunjukkan bahwa klien
merasa tidak dicintai dan berarti
dalam keluarga.
- Berdasarkan kuesioner tumbuh
kembang psikososial Tim
Pascasarjana Keperawatan Jiwa
UI menunjukkan bahwa
menurut klien, keluarga tidak
memfasilitasi kegiatan sosial,
kelompok dan agama sebab
klien menghendaki untuk
tinggal sendiri (tidak bersama
anaknya), jadi apapun kegiatan
dilakukan sesuai keinginan
klien bukan dorongan dari
anak-anaknya.

INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1 Ansietas pada lansia Health education (5510)
1. Kaji pengetahuan lansia mengenai
kecemasan.
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
a. Tanda dan gejala psikis yang muncul
pada kecemasan
b. Tanda dan gejala fisik yang muncul pada
kecemasan
c. Cara menangani kecemasan dengan
- Nafas dalam
- Terapi SEFT
- Terapi Spiritual
Activity therapy: Senam Lansia
3. Resiko Ketidakberdayaan Health education (5510)
pada lansia 1. Kaji pengetahuan warga tentang karakteristik
lansia.
2. Beri pendidikan kesehatan mengenai
a. Ciri-ciri perkembangan lansia yang
normal dan tidak normal
b. Penanganan yang bisa dilakukan
keluarga dalam menghadapi lansia
dengan perkembangan tidak normal
c. Cara menstimulasi perkembangan lansia
Activity therapy : Senam Lansia
Hemodinamik Status
1. Ukur tanda-tanda vital
2. Ukur gula darah sewaktu
CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/Tanggal No Dx Implementasi Respon
1 Senin, 19Mei 1,2 1. Membina hubungan saling S:
2014 percaya. - Klien mengatakan bersedia untuk diberikan asuhan
Pukul 13.00 WIB 2. Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan mental.
mengenai tingkat kecemasan - Klien mengatakan belum tahu pasti cara untuk
klien. mengontrol kecemasan
O:
- Klien kooperatif
- Skala hars menunjukkan pada kecemasan tingkat
sedang.
2 Selasa, 20 Mei 1,2 1. Melakukan pengkajian S :
2014 status mental dengan - Klien menanyakan apakah tekanan darahnya normal
Pukul 14.30 WIB SPSMQ atau tidak.
2. Mengukur tanda-tanda vital
- Klien mengucapkan terima kasih.
O:
- Tanda-tanda vital : TD: 140/90 mmHg, HR: 96 x/mnt,
RR: 18 x/mnt.
- Pengkajjian SPSMQ menunjukkan bahwa status
mental klien masih dalam kondisi baik.
3 Minggu, 25 Mei 1,2 1. Terapi Aktivitas Kelompok S :
2014 Lansia :Senam Lansia. - Klien mengatakan lebih segar setelah melakukan
Pukul 08.10 WIB 2. Pendidikan kesehatan senam.
tentang Hipertensi dan Cara
- Klien mengatakan senang mengikuti senam karena
Mengatasi kecemasan
karena hipertensi: tarik bisa berkumpul dengan warga lain.
nafas dalam dan diit - Klien mengatakan akan menggunakan teknik nafas
Hipertensi. dalam apabila kecemasan muncul.
O:
- Klien mengikuti senam lansia dan pendidikan
kesehatan sampai selesai.
- Klien terlihat antusias mendengarkan pendidikan
.kesehatan yang diberikan mahasiswa
- Klien juga aktif bertanya tentang keluhan mereka
masing-masing tentang Hipertensi dan kecemasan
yang dialaminya.
4 Rabu, 28 Mei 1 Memberikan pendidikan S :
2014 kesehatan tentang kecemasan - Klien mengatakan akan melakukan terapi SEFT
Pukul 16.00 WIB dan terapi SEFT dan spiritual setelah sembahyang di pagi hari disertai dengan doa.
untuk mengurangi kecemasan O :
klien. - Klien kooperatif.
- Klien tampak bisa melakukan terapi SEFT dengan
baik.
5 Jumat, 30 Mei 1,2 Terapi Aktivitas Kelompok S:
2014 Lansia : - Klien mengatakan akan mengikuti senam selama bisa.
Pukul 08.00 WIB Senam Lansia. O:
- Senam lansia di lakukan di mushola dusun dan diikuti
oleh 34 orang lansia dan pra lansia dusun Gunung sari
- Klien terlihat antusias mengikuti gerakan senam yang
dicontohkan oleh mahasiswa
6 Jumat, 30 Mei 1,2 Pendidikan kesehatan tentang S:
2014 pentingnya kesehatan Mental. - Klien mengatakan kesehatan mental itu sangat penting
Pukul 08.30 WIB mbak, tapi kadang melakukan cara untuk
meningkatkan kesehatan mental itu tidak mudah
karena kadang sering terhanyut dengan masalah yang
dihadapi.
O:
- Klien bersama lansia yang mengikuti senam lansia dan
pendidikan kesehatan sampai akhir dan tidak pulang
sebelum pendidikan kesehatan selesai.
- Klien terlihat antusias mendengarkan pendidikan
kesehatan yang diberikan mahasiswa
- Beberapa lansia juga aktif bertanya tentang keluhan
mereka masing-masing tentang stress atau kecemasan
yang mereka alami.
8 Selasa, 2 Juni 1 1. Mengevaluasi terapi S:
2014 spiritual dan SEFT untuk - Klien mengatakan dengan melakukan sembahyang dan
Pukul 14.00 WIB menurunkan kecemasan. SEFT ia merasakan lebih tenang, nyaman dan ikhlas.
2 2. Mengukur tanda-tanda vital.
- Klien mengatakan akan melakukan terapi spiritual dan
1 3. Melakukan pemeriksaan
gula darah. SEFT secara rutin.
1,2 4. Mengeksplore perasaan - Klien mengatakan sangat senang dengan adanya
klien. keberadaan mahasiswa.
2 5. Memberikan pendidikan - Klien mengatakan baru mengerti bahwa ada tahapan
kesehatan mengenai tumbuh
kembang psikososial pada tumbuh kembang psikososial lansia yang normal.
lansia. O:
- TTV: TD: 130/90 mmHg, HR: 98 x/mnt, RR: 19
x/mnt, GDS: 165
- Klien terlihat sangat memperhatikan dan antusias
mengenai pendidikan kesehatan tumbuh kembang
psikososial pada lansia.
9 Senin, 9 Juni 1,2 1. Melakukan pengukuran S :
2014 kembali skala kecemasan - Klien mengatakan bahwa sekarang kecemasannya
Pukul 16. 00 WIB dengan HARS. sudah mulai terkontrol cukup baik dan merasa lebih
2. Mengukur tanda-tanda vital.
rileks.
3. Mengukur gula darah.
4. Mengevaluasi terapi - Klien mengatakan mencapatkan manfaat dari terapi
spiritual dan SEFT. tersebut.
- Klien mengatakan senang karena kadar gula darah
sudah berangsur turun.
O:
- Berdasarkan pengkajian kecemasan dengan HARS
mendapatkan hasil tidak ada kecemasan.
- TTV: TD: 130/80 mmHg, HR: 88 x/mnt, RR: 18
x/mnt, GDS: 142
EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Sumatif
1 Ansietas berhubungan S:
dengan ancaman pada status - Klien mengatakan bahwa sekarang
kesehatan. kecemasannya sudah mulai terkontrol cukup
baik dan merasa lebih rileks.
- Klien mengatakan mencapatkan manfaat dari
terapi tersebut.
- Klien mengatakan senang karena kadar gula
darah sudah berangsur turun.
- Klien mengatakan dengan melakukan
sembahyang dan SEFT ia merasakan lebih
tenang, nyaman dan ikhlas.
- Klien mengatakan akan melakukan terapi
spiritual dan SEFT secara rutin.
- Klien mengatakan sangat senang dengan adanya
keberadaan mahasiswa.
O:
- Berdasarkan pengkajian kecemasan dengan
HARS mendapatkan hasil tidak ada kecemasan.
- TTV: TD: 130/80 mmHg, HR: 88 x/mnt, RR:
18 x/mnt, GDS: 142
- Klien kooperatif, klien tampak lebih rileks.
A:
Masalah ansietas teratasi.
P:
- Lanjutkan penggunaan terapi spiritual, nafas
dalam dan SEFT untuk mengurangi kecemasan.
- Kontrol diit diabetes mellitus.
2 Resiko Ketidakberdayaan S:
- Klien mengatakan kesehatan mental itu sangat
penting mbak, tapi kadang melakukan cara
untuk meningkatkan kesehatan mental itu tidak
mudah karena kadang sering terhanyut dengan
masalah yang dihadapi.
- Klien mengatakan baru mengerti bahwa ada
tahapan tumbuh kembang psikososial lansia
yang normal.
- Klien mengatakan lebih segar setelah
melakukan senam.
- Klien mengatakan senang mengikuti senam
karena bisa berkumpul dengan warga lain.
O:
- Senam lansia di lakukan di mushola dusun dan
diikuti oleh 34 orang lansia dan pra lansia dusun
Gunung sari
- Klien terlihat antusias mengikuti gerakan senam
yang dicontohkan oleh mahasiswa.
- Klien mengikuti senam lansia dan pendidikan
kesehatan sampai selesai.
- Klien terlihat antusias mendengarkan
pendidikan .kesehatan yang diberikan
mahasiswa
- Klien juga aktif bertanya tentang keluhan
mereka masing-masing tentang stress atau
kecemasan yang mereka alami.
A:
Resiko ketidakberdayaan teratasi
P:
- Tetap mempertahankan terapi aktivitas
kelompok: senam lansia.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara
khusus pada lansia. Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun.

4.2. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini diharapkan agar para pembaca khususnya
mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Asuhan keperawatan jiwa
lansia. Sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan bisa
mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba
Medika

Lukman Handoyo. 2018. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut
Usia (Lansia) Dengan Masalah Impecunity/Poverty (Penurunan/Tiada Penghasilan).
Surabaya: Program Studi Pendidikan Profesi Ners (P3n) Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.
https://www.researchgate.net/profile/Lukman_Handoyo/publication/322938911_PAPE
R__ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_LANSIA_DENGAN_IMPECUNITY/links/
5a7892c40f7e9b41dbd4320e/PAPER-ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-LANSIA-
DENGAN-IMPECUNITY.pdf (diakses 15 April 2018, pukul 16.00)

Septianingtyas. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Ansietas Di Rt 04 Dusun


Gunungsari Desa Gulon Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Semarang: Program
Pendidikan Profesi Ners Angkatan Xxii Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Undip.
https://www.academia.edu/7474763/ASUHAN_KEPERAWATAN_JIWA_PADA_Ny
(diakses 15 April 2018, pukul 15.45)

Anda mungkin juga menyukai