PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alam yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi atau sama
lain. Keadaan itu cenderug berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Lanjut usia (lansia) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis,
dan social dengan batasan umur sebagai berikut.
1. Dewasa menjelang (45-54 tahun)
2. Lanjut usis (55-64 tahun)
3. Lansia dengan resiko tinggi (> 65 tahun)
c. Teori aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon, dkk. (1972)
yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung pada
bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan dengan kuantitas aktivitas yang dilakukan (Hardywinoto
dan Setiabudi, 1999: 46).
d. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan di dalam siklus
kehidupan lanjut usia, sehingga pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat menjadi lanjut
usia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lanjut
usia (Hardywinoto dan Setiabudi, 1999: 47).
e. Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami
oleh lanjut usia pada saat muda hingga dewasa. Menurut Havighurst
dan Duval, terdapat tujuh tugas perkembangan selama hidup yang
harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu sebagai
berikut.
1. Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis.
2. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan.
3. Menemukan makna kehidupan.
4. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
5. Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga.
6. Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7. Menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia.
3. Teori Psikologis
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang berespons pada tugas
perkembangannya. Padadasarnya perkembangan seseorang akan terus
berjalan meskipun orang tersebut telah menua.
a. Teori hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow (Maslow’s hierarchy
of human needs) Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar manusia dibagi
dalam lima tingkatan mulai dari yang terendah kebutuhan fisiologi,
rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai
pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut. Menurut Maslow, semakin
tua usia individu maka individu akan mulai berusaha mencapai
aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi
diri, maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan
kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya, otonomi,
kreatif, independen, dan hubungan interpersonal
yang positif.
b. Teori individualisme Jung (Jung’s theory of individualism)
Menurut Carl Jung, sifat dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu
ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lanjut usia
cenderung introvert. Dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia
tentang masa lalunya. Menua yang sukses adalah jika
dia bisa menyeimbangkan antara sisi introvert dan ekstrovertnya, tetapi
lebih condong ke arah introvert. Dia senang dengan dirinya sendiri,
serta melihat orang dan bergantung pada mereka.
c. Teori delapan tingkat perkembangan Erikson (Erikson’s eigth stages
of life) Menurut Erikson, tugas perkembangan terakhir yang harus
dicapai individu adalah integritas ego vs menghilang (ego integrity vs
disappear). Jika individu tersebut sukses mencapai tugas
perkembangan ini, maka dia akan berkembang menjadi individu yang
arif dan bijaksana. Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap
ini, maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan.
d. Optimalisasi selektif dengan kompensasi (selective optimisation with
compensation)
Menurut teori ini, kompensasi penurunan tubuh ada tiga elemen yaitu
sebagai
berikut.
1. Seleksi
Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka
mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap
aktivitas sehari-hari.
2. Optimalisasi
Lanjut usia tetap mengoptimalkan kemampuan yang masih
dimilikinya untuk meningkatkan kehidupannya.
3. Kompensasi
Berbagai aktivitas yang sudah tidak dapat dijalankan karena proses
penuaan diganti dengan aktivitas lain yang mungkin bisa dilakukan
dan bermanfaat bagi lanjut usia.
a) Panca Indera
a. Mata
Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan terjadi katarak atau
gangguan pengelihatan lainnya. Lansia yang mulai tidak jelas
pengelihatannya, sehingga sering menjadi curiga dengan sosok bayangan
yang datang atau berada di rumahnya. Cucunya
dianggap pencuri dan sebagainya, sehingga semakin tidak jelas
pengelihatannya, maka semakin menjadi pencuriga.
b. Telinga
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran, yaitu
menjadi sangat peka atau berkurang pendengarannya. Respons perilaku
lansia menjadi lebih pencuriga, apalagi jika pengelihatan tidak jelas dan
pendengaran berkurang. Anggota keluarga yang tinggal serumah sering
menjadi sasaran kecurigaan lansia, berbicara keras dianggap marah, serta
berbicara pelan dianggap ngerasani atau menggunjingkan lansia.
c. Perabaan
Kemampuan jari untuk meraba atau menggenggam menjadi menurun
(clumsy), akibatnya tidak mampu memegang sesuatu yang berat,
misalnya makan dengan piring, mudah jatuh dan pecah atau minum
dengan gelas, mudah jatuh dan pecah. Jika diberi piring melamin akan
merasa marah, karena dianggap tidak menghargai orang tua. Selain
menjadi pencuriga, lansia menjadi mudah marah karena perubahan
mata, telinga, dan perabaan.
d. Penciuman
Kemampuan hidung untuk membau harum, gurih, dan lezat sudah
menurun, yang akibatnya nafsu makan menjadi menurun. Permasalahan
perilaku muncul dengan membenci siapa yang masak di rumah, apalagi
jika yang masak adalah menantu. Di sinilah awal mula terjadinya suasana
tidak kondusif antara menantu wanita dengan mertua.
e. Pengecapan
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan lidah untuk merasakan
rasa asam, asin, manis, gurih, pedas, dan semua rasa lezat, yang
akibatnya nafsu makan menurun. Terkadang lansia masih menambahkan
gula pada makanan yang sudah manis atau menambahkan garam pada
makanan yang sudah asin. Hal akan menjadi berbahaya
apabila lansia memiliki penyakit diabetes atau tekanan darah tinggi.
Dengan keadaan ini, lansia dapat semakin membenci menantu wanitanya,
karena sudah tidak bisa masak atau jika masak, tidak ada aroma dan
rasanya. Perubahan pancaindera mengakibatkan berbagai perubahan
perilaku pada lansia, menjadi pencuriga, mudah marah, dan membenci
seseorang.
b) Otak
c) Paru
d) Gastrointestinal
e) Saluran kemih
g) Kardiovaskular
h) Endokrin
2.6 Etiologi
1. Masalah keluarga
2. Masalah interpersonal
3. Penyakit
4. Masalah social
1. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat
keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia
terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi
gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness,
wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan
tidur, dan waham.
2. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya
konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu
cepat dan sering terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
3. Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut,
dan gangguan stres pasca trauma.
Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada
yang lebih muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai
muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat
muncul pertama kali setelah usia 60 tahun.
Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan
pengaruh biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi
dan psikoterapi dibutuhkan.
4. Gangguan insomnia
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah.
Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan
sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan
kegiatannya pada malam hari.
Penyebab insomnia pada lansia:
a. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam
b. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
c. Gangguan cemas dan depresi
d. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
e. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada
malam hari
f. Infeksi saluran kemih
5. Gangguan paranoid
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang
miliknya
Gejala Paranoid:
7. Gangguan Tidur
Lansia mengalami tidur superfisial, tidak pernah mencapai total
bed sleep, merasa tengen, setiap detik dan jam selalu terdengar, desakan
mimpi buruk, serta bangun lebih cepat dan tidak dapat tidur lagi. Lansia
selalu mengeluh tidak bisa tidur. Padahal jika diamati, kebutuhan tidur
lansia tidak terganggu, hanya pola tidur yang berubah. Hal
ini terjadi karena lansia mengalami tidur superfisial, sehingga tidak
pernah merasa tidur nyenyak. Misalnya, jam 04.00 sudah bangun, lalu
aktivitas beribadah, jalan-jalan, minum kopi atau susu dengan makanan
ringan, selanjutnya mengantuk dan tertidur. Waktunya sarapan bangun,
beraktivitas sebentar, mengantuk lagi, lalu tertidur. Pada
siang hari, setelah makan siang tertidur lagi dan jam 8 malam sudah
tertidur. Oleh karena kebutuhan tidur sudah terpenuhi di pagi dan siang
hari, maka jam 3 pagi atau jam 4 pagi sudah bangun dan tidak dapat tidur
lagi.
Tindakan untuk mengatasi hal ini adalah membuat lansia tidak
tidur siang (schedulling), sehingga malam dapat tidur lebih lama. Batasi
konsumsi makanan yang membuat mengantuk, serta cegah nonton TV
yang menakutkan atau menegangkan. Obat farmokologi tidak disarankan
kecuali ada indikasi.
8. Keluyuran (wondering)
Hal ini biasanya terjadi akibat bingung dan demensia. Lansia
keluar rumah dan tidak dapat pulang, hilang, berkelana, atau
menggelandang. Sebenarnya ini tidak dikehendaki oleh lansia. Hal
tersebut terjadi karena lansia tidak betah di rumah, tetapi saat keluar tidak
tahu jalan untuk pulang.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah beri tanda pengenal,
cantumkan nama, nama keluarga, dan nomor telepon, sehingga jika
ditemukan masyarakat dapat menghubungi anggota keluarga. Tingkatkan
aktivitas harian, sehingga lansia tidak ingin keluar rumah. Untuk
penyegaran, dampingi saat keluar rumah (tapi yang sejalur) dan setelah
hafal,boleh jalan sendiri. Pagar di kunci apabila ditinggal oleh
pendamping.
9. Sun Downing
Lansia mengalami kecemasan meningkat saat menjelang malam (di
rumah), terus mengeluh, agitasi, gelisah, atau teriak ketakutan. Jika di
panti, hal tersebut dapat memengaruhi lansia yang lain. Keadaan ini terjadi
karena lansia gelisah pada saat malam. Pada zaman dahulu, belum ada
listrik, sehingga saat menjelang malam, kecemasan lansia meningkat. Oleh
karenanya, semua anak dan cucunya dicari dan disuruh pulang, semua
hewan peliharaan harus sudah ada di kandang, serta semua anggota
keluarga harus sudah di dalam rumah. Semua itu terjadi karena
kekhawatiran dengan gelapnya malam.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah berikan orientasi realitas,
aktivitas menjelangmaghrib, dan penerangan yang cukup.
1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera
sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri
disamping klien, menghilangkan sumber bahaya dilingkungan,
memberikan perhatian dan sentuhan, bantu klien menemukan hal yang
salah dalam penempatannya, memberikan label gambar atau hal yang
diinginkan klien.
2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai
penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Hal itu
perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama
dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-
gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita
dari masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau
memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila
perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini
mereka puas dan bahagia.
3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam
keadaan sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan
spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang
dokter mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut.
Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan
kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam
mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan
oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia
bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain yang
mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran
lanjut usia.
4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan
melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan,
ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi
pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.
a. Wawancara
Dalam wawancara ini meliputi riwayat: pernah mengalami perubahan
fungsi mental sebelumnya?. Kaji adanya demensia, dengan alat-alat
yang sudah distandardisasi (Mini Mental Status Exam (MMSE)).
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat
penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia
mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat
yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan
membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
b. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup
kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak
asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan
dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti
kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang
baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber
dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda
kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh
berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara
pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien
karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon
pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
c. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas
dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat
senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan
kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau
perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi
dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara
kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu
wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti
pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
d. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia
karena beberapa hal termasuk :
Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan
keterbatasan kognitif .
e. Status Afektif
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting.
Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit,
khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah
penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat
badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak
untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama
kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit
yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid,
kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit
Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan
angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines,
benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia
merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur
depresi.
f. Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan
gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika
mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan
rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah
laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika
terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
g. Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator
dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam
pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa
dan emosi.
h. Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan
pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk
berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan
mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi ,
perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik,
adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang
dibutuhkan. Kemampuan fungsi.
k. Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena
interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan
frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur
diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai
kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan
medis juga harus dikaji.
1. Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau
rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah
psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan
monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi
kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam
secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam
sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang
tidak disukai.
2. Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan
harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan,
komorbiditas.
4. Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan
sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia.
Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus
mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah,
rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock
dan stres di rumah sakit.
3. Intervensi Keperawatan
a Gangguan pola tidur b.d ansietas.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki
pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
4. Evaluasi
Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan beberapa kondisi dan
perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam
proses keperawatan, yaitu:
1. Kondisi perawat :
Supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga
2. Perilaku perawat ;
Membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mereview
proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang
dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas
yang dilakukan.
BAB III
KASUS
IV. FISIK
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Respiratory Rate : 18 x/mnt
Heart Rate : 96 x/mnt
Berat Badan : 63 kg
Gula Darah Sewaktu : 286
Keluhan fisik : Pusing, lemes.
Riwayat penyakit : Diabetes Mellitus kurang lebih selama 2 tahun
V. PSIKOSOSIAL
A. Genogram
Ny. S Tn. W
Tn. S
: Laki-laki : Perempuan
: Cerai
B. Konsep Diri
1. Body Image
Klien mengatakan suka dengan semua anggota tubuhnya, yang
paling disukai adalah bagian mata.
2. Identitas diri
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah anak tunggal dan
bersyukur dilahirkan sebagai perempuan karena bisa melahirkan
anak.
3. Peran
Klien mengatakan tidak bekerja, ketika dirumah aktivitasnya
adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
4. Ideal diri
Klien mengatakan walaupun punya penyakit gula tetapi beliau
ingin agar tetap sehat supaya dapat mengerjakan pekerjaan rumah
dan mengurus rumah dengan baik sehingga tidak merepotkan anak-
anaknya yang sudah berkeluarga. Klien mengungkapkan bahwa
semenjak usia bertambah ia merasa mudah tersinggung, oleh
karena itu ia memilih untuk tinggal sendiri sehingga tidak ada
perselisihan dengan anaknya maupun menantunya. Adapun
mengenai kematian, beliau berharap bisa meninggal dengan tenang
tanpa ada kekambuhan penyakit.
5. Harga diri
Klien mengatakan ia memahami bahwa ia sudah lanjut usia
sehingga ia tidak bisa se-produktif dulu saat masih muda.
C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti
Klien mengatakan saat ini orang yang berarti adalah anak
perempuannya yang sering memperhatikan beliau dan juga cucu-
cucunya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan cukup aktif mengikuti kegiatan seperti
pengajian, arisan RT yang diadakan satu bulan sekali.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan jarang berhubungan dengan tetangga karena
tetangganya sibuk bekerja dan kebanyakan pulang di sore hari,
hanya jika ada waktu yang benar-benar luang baru bisa
berkomunikasi dengan tetangga, kadang-kadang ada anak kecil
dari tetangga sebelah main ke rumahnya, hubungan dengan
tetangga cukup baik.
D. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan semua yang dimiliki adalah pemberian dari
Tuhan, maka beliau wajib mensyukuri apapun yang terjadi dalam
kehidupannya.
2. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sholat lima waktu dengan tekun serta mengikuti
pengajian yang diadakan di RT setempat.
ANALISA DATA
No Data Masalah
1 DS: Ansietas berhubungan dengan
- Klien mengatakan cemas karena ancaman pada status kesehatan.
gula darahnya naik dan merasa
pusing.
- Klien mengatakan akhir-akhir
ini, kurang lebih satu minggu,
mempunyai banyak pikiran
mengenai penyakitnya.
DO:
- Tekanan Darah : 140/90
mmHg
- Gula Darah Sewaktu : 286
- Keluhan fisik : Pusing,
lemes.
- Skor Hars : kecemasan sedang
- Riwayat penyakit :
Diabetes Mellitus kurang lebih
selama 2 tahun
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
1 Ansietas pada lansia Health education (5510)
1. Kaji pengetahuan lansia mengenai
kecemasan.
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
a. Tanda dan gejala psikis yang muncul
pada kecemasan
b. Tanda dan gejala fisik yang muncul pada
kecemasan
c. Cara menangani kecemasan dengan
- Nafas dalam
- Terapi SEFT
- Terapi Spiritual
Activity therapy: Senam Lansia
3. Resiko Ketidakberdayaan Health education (5510)
pada lansia 1. Kaji pengetahuan warga tentang karakteristik
lansia.
2. Beri pendidikan kesehatan mengenai
a. Ciri-ciri perkembangan lansia yang
normal dan tidak normal
b. Penanganan yang bisa dilakukan
keluarga dalam menghadapi lansia
dengan perkembangan tidak normal
c. Cara menstimulasi perkembangan lansia
Activity therapy : Senam Lansia
Hemodinamik Status
1. Ukur tanda-tanda vital
2. Ukur gula darah sewaktu
CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/Tanggal No Dx Implementasi Respon
1 Senin, 19Mei 1,2 1. Membina hubungan saling S:
2014 percaya. - Klien mengatakan bersedia untuk diberikan asuhan
Pukul 13.00 WIB 2. Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan mental.
mengenai tingkat kecemasan - Klien mengatakan belum tahu pasti cara untuk
klien. mengontrol kecemasan
O:
- Klien kooperatif
- Skala hars menunjukkan pada kecemasan tingkat
sedang.
2 Selasa, 20 Mei 1,2 1. Melakukan pengkajian S :
2014 status mental dengan - Klien menanyakan apakah tekanan darahnya normal
Pukul 14.30 WIB SPSMQ atau tidak.
2. Mengukur tanda-tanda vital
- Klien mengucapkan terima kasih.
O:
- Tanda-tanda vital : TD: 140/90 mmHg, HR: 96 x/mnt,
RR: 18 x/mnt.
- Pengkajjian SPSMQ menunjukkan bahwa status
mental klien masih dalam kondisi baik.
3 Minggu, 25 Mei 1,2 1. Terapi Aktivitas Kelompok S :
2014 Lansia :Senam Lansia. - Klien mengatakan lebih segar setelah melakukan
Pukul 08.10 WIB 2. Pendidikan kesehatan senam.
tentang Hipertensi dan Cara
- Klien mengatakan senang mengikuti senam karena
Mengatasi kecemasan
karena hipertensi: tarik bisa berkumpul dengan warga lain.
nafas dalam dan diit - Klien mengatakan akan menggunakan teknik nafas
Hipertensi. dalam apabila kecemasan muncul.
O:
- Klien mengikuti senam lansia dan pendidikan
kesehatan sampai selesai.
- Klien terlihat antusias mendengarkan pendidikan
.kesehatan yang diberikan mahasiswa
- Klien juga aktif bertanya tentang keluhan mereka
masing-masing tentang Hipertensi dan kecemasan
yang dialaminya.
4 Rabu, 28 Mei 1 Memberikan pendidikan S :
2014 kesehatan tentang kecemasan - Klien mengatakan akan melakukan terapi SEFT
Pukul 16.00 WIB dan terapi SEFT dan spiritual setelah sembahyang di pagi hari disertai dengan doa.
untuk mengurangi kecemasan O :
klien. - Klien kooperatif.
- Klien tampak bisa melakukan terapi SEFT dengan
baik.
5 Jumat, 30 Mei 1,2 Terapi Aktivitas Kelompok S:
2014 Lansia : - Klien mengatakan akan mengikuti senam selama bisa.
Pukul 08.00 WIB Senam Lansia. O:
- Senam lansia di lakukan di mushola dusun dan diikuti
oleh 34 orang lansia dan pra lansia dusun Gunung sari
- Klien terlihat antusias mengikuti gerakan senam yang
dicontohkan oleh mahasiswa
6 Jumat, 30 Mei 1,2 Pendidikan kesehatan tentang S:
2014 pentingnya kesehatan Mental. - Klien mengatakan kesehatan mental itu sangat penting
Pukul 08.30 WIB mbak, tapi kadang melakukan cara untuk
meningkatkan kesehatan mental itu tidak mudah
karena kadang sering terhanyut dengan masalah yang
dihadapi.
O:
- Klien bersama lansia yang mengikuti senam lansia dan
pendidikan kesehatan sampai akhir dan tidak pulang
sebelum pendidikan kesehatan selesai.
- Klien terlihat antusias mendengarkan pendidikan
kesehatan yang diberikan mahasiswa
- Beberapa lansia juga aktif bertanya tentang keluhan
mereka masing-masing tentang stress atau kecemasan
yang mereka alami.
8 Selasa, 2 Juni 1 1. Mengevaluasi terapi S:
2014 spiritual dan SEFT untuk - Klien mengatakan dengan melakukan sembahyang dan
Pukul 14.00 WIB menurunkan kecemasan. SEFT ia merasakan lebih tenang, nyaman dan ikhlas.
2 2. Mengukur tanda-tanda vital.
- Klien mengatakan akan melakukan terapi spiritual dan
1 3. Melakukan pemeriksaan
gula darah. SEFT secara rutin.
1,2 4. Mengeksplore perasaan - Klien mengatakan sangat senang dengan adanya
klien. keberadaan mahasiswa.
2 5. Memberikan pendidikan - Klien mengatakan baru mengerti bahwa ada tahapan
kesehatan mengenai tumbuh
kembang psikososial pada tumbuh kembang psikososial lansia yang normal.
lansia. O:
- TTV: TD: 130/90 mmHg, HR: 98 x/mnt, RR: 19
x/mnt, GDS: 165
- Klien terlihat sangat memperhatikan dan antusias
mengenai pendidikan kesehatan tumbuh kembang
psikososial pada lansia.
9 Senin, 9 Juni 1,2 1. Melakukan pengukuran S :
2014 kembali skala kecemasan - Klien mengatakan bahwa sekarang kecemasannya
Pukul 16. 00 WIB dengan HARS. sudah mulai terkontrol cukup baik dan merasa lebih
2. Mengukur tanda-tanda vital.
rileks.
3. Mengukur gula darah.
4. Mengevaluasi terapi - Klien mengatakan mencapatkan manfaat dari terapi
spiritual dan SEFT. tersebut.
- Klien mengatakan senang karena kadar gula darah
sudah berangsur turun.
O:
- Berdasarkan pengkajian kecemasan dengan HARS
mendapatkan hasil tidak ada kecemasan.
- TTV: TD: 130/80 mmHg, HR: 88 x/mnt, RR: 18
x/mnt, GDS: 142
EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Sumatif
1 Ansietas berhubungan S:
dengan ancaman pada status - Klien mengatakan bahwa sekarang
kesehatan. kecemasannya sudah mulai terkontrol cukup
baik dan merasa lebih rileks.
- Klien mengatakan mencapatkan manfaat dari
terapi tersebut.
- Klien mengatakan senang karena kadar gula
darah sudah berangsur turun.
- Klien mengatakan dengan melakukan
sembahyang dan SEFT ia merasakan lebih
tenang, nyaman dan ikhlas.
- Klien mengatakan akan melakukan terapi
spiritual dan SEFT secara rutin.
- Klien mengatakan sangat senang dengan adanya
keberadaan mahasiswa.
O:
- Berdasarkan pengkajian kecemasan dengan
HARS mendapatkan hasil tidak ada kecemasan.
- TTV: TD: 130/80 mmHg, HR: 88 x/mnt, RR:
18 x/mnt, GDS: 142
- Klien kooperatif, klien tampak lebih rileks.
A:
Masalah ansietas teratasi.
P:
- Lanjutkan penggunaan terapi spiritual, nafas
dalam dan SEFT untuk mengurangi kecemasan.
- Kontrol diit diabetes mellitus.
2 Resiko Ketidakberdayaan S:
- Klien mengatakan kesehatan mental itu sangat
penting mbak, tapi kadang melakukan cara
untuk meningkatkan kesehatan mental itu tidak
mudah karena kadang sering terhanyut dengan
masalah yang dihadapi.
- Klien mengatakan baru mengerti bahwa ada
tahapan tumbuh kembang psikososial lansia
yang normal.
- Klien mengatakan lebih segar setelah
melakukan senam.
- Klien mengatakan senang mengikuti senam
karena bisa berkumpul dengan warga lain.
O:
- Senam lansia di lakukan di mushola dusun dan
diikuti oleh 34 orang lansia dan pra lansia dusun
Gunung sari
- Klien terlihat antusias mengikuti gerakan senam
yang dicontohkan oleh mahasiswa.
- Klien mengikuti senam lansia dan pendidikan
kesehatan sampai selesai.
- Klien terlihat antusias mendengarkan
pendidikan .kesehatan yang diberikan
mahasiswa
- Klien juga aktif bertanya tentang keluhan
mereka masing-masing tentang stress atau
kecemasan yang mereka alami.
A:
Resiko ketidakberdayaan teratasi
P:
- Tetap mempertahankan terapi aktivitas
kelompok: senam lansia.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/mengganti died dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara
khusus pada lansia. Lansia adalah seseorang yang lebihdari 75 tahun.
4.2. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini diharapkan agar para pembaca khususnya
mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Asuhan keperawatan jiwa
lansia. Sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan bisa
mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba
Medika
Lukman Handoyo. 2018. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut
Usia (Lansia) Dengan Masalah Impecunity/Poverty (Penurunan/Tiada Penghasilan).
Surabaya: Program Studi Pendidikan Profesi Ners (P3n) Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.
https://www.researchgate.net/profile/Lukman_Handoyo/publication/322938911_PAPE
R__ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_LANSIA_DENGAN_IMPECUNITY/links/
5a7892c40f7e9b41dbd4320e/PAPER-ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-LANSIA-
DENGAN-IMPECUNITY.pdf (diakses 15 April 2018, pukul 16.00)