Anda di halaman 1dari 5

ARSITEKTUR TROPIS DAN BIOKLIMATIK

Yang menjadi pertanyaan kemudian, mengapa muncul sebutan Arsitektur Tropis?. Julukan ini
seakan-akan menyepadankan Arsitektur Tropis dengan Arsitektur Modern, New Modern,
Dekonstruksi dan lainnya, di mana jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan
estetika: bentuk, ritme, hirarki ruang, dan sebagainya? Sementara Arsitektur Tropis, sebagaimana
arsitektur sub tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim
setempat. Dalam hal ini iklim tropis.

Graha Sabha Pramana, Universitas Gajah Mada, Yogya: Bangunan dengan atap lebar melindungi
bangunan dari air hujan dan sengatan matahari, namun belum menjamin dapat mengatasi udara
panas di dalam bangunan
Bagaimana problematik yang ditimbulkan iklim tropis dipecahkan secara desain atau rancangan
arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Arsitek dapat menjawab dengan warna post
modern, dekonstruksi, high-tech, atau apapun, seperti halnya yang terjadi dalam arsitektur sub
tropis. Dengan demikian pemahaman Arsitektur Tropis yang selalu beratap lebar, berteras atau
apapun menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting adalah apakah rancangan tersebut sanggup
mengatasi problematik yang ditimbulkan iklim tropis: hujan deras, terik matahari, suhu udara
tinggi, kelembaban tinggi (untuk tropis lembab), dan kecepatan angin rendah, sehingga manusia
yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam
bangunan tropis.
Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk ke
dalam bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara tinggi di dalam bangunan
tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat. Dengan pemahaman
Semacam ini bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub tropis, menjadi sangat terbuka
kemungkinannya. Arsitektur tropis dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan
tersebut mampu merubah kondisi iklim luar yang tropis tidak nyaman menjadi iklim dalam yang
nyaman bagi manusia di dalamnya.

Gedung S. Widjojo, Jakarta Pusat: Solusi arsitektur tropis sangat terbuka sepanjang permasalahan
iklim tropis dapat diatasi oleh bangunan
Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak hanya dilihat dari sekadar
‘bentuk’ atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik
ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembaban cukup rendah, pencahayaan alam
cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari.
Sehingga penilaian terhadap baik buruknya karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif
menurut kriteria-kriteria di atas: bagaimana fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat celcius),
bagaimana fluktuasi kelembaban (dalam unit persen), bagaimana intensitas cahaya (dalam unit
lux), bagaimana aliran/kecepatan udara (dalam unit meter per detik), adakah air hujan masuk ke
dalam bangunan, adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan, dan sebagainya
sehingga pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika
mereka berada di luar bangunan.
Saya menganggap bahwa definisi atau pemahaman arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini
cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan
diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keakhlian dalam bidang Sejarah atau Teori Arsitektur.
Arsitektur tropis seringkali dilihat dalam konteks ‘budaya’. Padahal
Kalau ditengok lebih dalam, kata ’tropis’ sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan budaya atau
kebudayaan. Bahwa iklim tropis akan membentuk budaya atau kebudayaan tertentu yang
dipengaruhi iklim tropis yang berbeda dengan budaya atau kebudayaan lain yang dibentuk oleh
iklim lain bukanlah sesuatu yang dapat dibantah. Tropis berkaitan dengan‘iklim’, yakni iklim
tropis. Sehingga pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang
mendalami persoalan iklim dalam arsitektur – yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu Sains
Bangunan atau Sains Arsitektur akan dapat memberikan jawaban lebih tepat dan terukur apakah
suatu bangunan dikategorikan sebagai arsitektur tropis. Para akhli arsitektur tropis: Koenigsberger,
Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier, Nick Baker, dan lainnya mendalami keilmuan terkait dengan
Sains Bangunan, bukan Sejarah atau Teori Arsitektur.
Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami,
karena pengertian arsitektur tropis sering dicampur adukan dengan pengertian ‘arsitektur
tradisional’ atau ’vernakular’ di Indonesia yang secara menonjol, dengan keterbatasan teknologi
masa itu, cenderung dipecahkan melalui pendekatan iklim tropis. Bagi masyarakat tradisional,
iklim sebagai bagian dari alam merupakan unsur yang paling dipertimbangkan, bahkan dihormati
atau dikeramatkan dalam membangun rumah atau bangunan lain. Tidak mengherankan jika
ekspresi iklim sangat menonjol dalam karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung
akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional atau vernakular Indonesia (arsitektur
Tapanuli, Minangkabau, Toraja, dan lainnya) ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan
bayangan - yang tidak seluruhnya benar ini, pembicaraan tentang arsitektur tropis selalu diawali.
Dari sini pula pemahaman arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni budaya
atau kebudayaan tradisional Indonesia. Mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur
kemudian dapat berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur. Perlu
dipahami bahwa arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh
negara yang beriklim tropis (basah), dengan budaya yang berbeda-beda. Sehingga pendekatan
arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.
Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan Arsitektur Tropis
(basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur Tropis dapat berbentuk apa saja – tidak harus
serupa dengan bentuk-bentuk Arsitektur Tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia,
sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan
oleh iklim Tropis, yakni: terik matahari, suhu tinggi, hujan, kelembaban tinggi, dan sebagainya.

Ciri Desain Arsitektur Tropis


Desain arsitektur tropis merupakan gaya bangunan yang sesuai dengan lingkungan di wilayah
tropis. Gaya ini memiliki beberapa ciri-ciri khas yang menjadikannya terlihat identik dan mampu
menjadi pilihan untuk hunian yang nyaman.
1. Mempunyai atap yang tinggi dengan kemiringan diatas 30 derajat. Ruang di bawah atap
berguna untuk meredam panas.
2. Mempunyai teritisan/overstek atap yang cukup lebar untuk mengurangi efek tampias dari
hujan yang disertai angin. Selain itu, uga untuk menahan sinar matahari langsung yang masuk ke
dalam bangunan.
3. Mempunyai lubang untuk ventilasi udara secara silang, sehingga suhu di dalam ruangan
bisa tetap nyaman.
4. Pada daerah tertentu, rumah panggung menjadi ciri utama yang kuat untuk antisipasi
bencana alam dan ancaman binatang buas.
5. Desain tropis umumnya menggunakan material alam yang sumbernya bisa didapat di
sekitarnya.
6. Banyak bukaan-bukaan, baik jendela atau lobang-lobang angin. Memaksimalkan
pengudaraan dan pencahayaan alami.

Contoh Arsitektur Tropis


Holy Stadium

Kompleks Grand Marina, Jl. Arteri Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 50144
Bangunan Holy Stadium adalah bangunan bentang lebar berfungsi sebagai gereja dengan luas total
1,8 hektar mampu menampung 16.000 jemaat, gedung ini dianugerahi 2009 Asean Energy Award
karna mampu mengefisiensi konsumsi energi, gedung ini diarsiteki oleh Jimmy Priatman dari
surabaya.
Bangunan ini diusulkan para dewan gereja untuk dapat menampung sejumlah besar orang, selain
itu bangunan harus ramah lingkungan, hemat energi dan berkelanjutan. Ternyata bangunan ini juga
menerapkan beberapa sistem arsitektur yang sudah cukup maju selain itu bangunan ini juga
menjadi roh di kawasan tepi pantai grand marina, karna setelah munculnya bangunan ini kawasan
disekitar marina mulai menjadi hidup.
Penerapan arsitektur tropis dan high tech pada bangunanan ini akan diteliti, tapi sekilas juga dapat
dikatakan baik karena, bangunan ini merupakan salah satu yang merespon iklim dengan baik,
sehingga konsep passive building dari bangunan ini berjalan dengan baik, teknologi yang
diimplementasikan pada bangunan juga tergolong modern, mulai dari struktur, utilitas, maupun
yang difungsikan untuk arsitekturalnya (material dan bahan bangunan)

Bangunan tropis
Bangunan holy stadium dilengkapi teknologi yang mampu mengatasi permasalahan matahari
dengan baik, dan pergerakan udara dengan baik, pada bagian atas bangunan menggunakan insulasi
untuk menahan panas, sedangkan pada eksterior bangunan memiliki selubung agar panas tidak
masuk kedalam bangunan, Pembuatan koridor sebagai ruang transisi, ruang transisi bertujuan
memberikan kenyamanan thermal yang optimal kepada fungsi ruang utama pada kasus ini ruang
utamanya adalah ruang greja, disini lobby berperan membuang hawa panas karna pada lobby
udara terus mengalir, disamping itu juga dengan prinsip fisika dasar pada transfer panas, bahwa
udara sebagai konduktor yang buruk, jadi udara panas akan kesulitan mencapai ruang greja,

Analisa Arsitektur Tropis


Dari analisis arsitektur tropis, hal paling dasar yang diutamakan adalah proses
pengimplementasian prinsip – prinsip arsitektur tropis pada bangunan high tech building yang ada
dibangunan holy stadium.
A. Tritisan / sun shading.
Penerapan tritisan maupun sun shading yang ada pada bangunna holy stadium bisa dibilang
cukuplah menarik karena ada beberapa kasus yang mendesain sun shading sekaligus sebagai
pengefektifan ruang dan fungsi,

· Penggunaan ruang sebagai tritisan


Yang menarik pada bagian lobby yang ditutup material kaca diatasnya selalu ditempatkan ruang
utilitas, karna aktivitas yang sedikit pada ruang utilitas maka tidak masalah jika bagian tersebut
terpanasi, sedangkan pada bagian bawah tetap, mendapatkan perlindungan dari pembayangan
ruang yang ada diataasnya
· Double layer
Double layer merupakan perlindungan yang cukup efektif untuk mengatasi radiasi panas sinar
matahari, seperti yang dibahas dikasus sebelumnya, double layer menjadi eskterior yang
menyelubungi seluruh bangunan dari holy stadium ini.
· Kanopi polycarbonat
Kanopi ini didesain transparan, sehingga pemanfaatannya bukanlah sebagai perlindungan terhadap
sianar matahari, melainkan perlindungan terhadap hujan, karna pada lobby utara difungsikan
sebagai dropoff
B. Pipa talang air hujan
Mengingat daerah tropis yang memiliki curah hujan yang sangat tinggi maka desain pipa talang
perlu diperhatikan apalagi atap holy stadium yang tinggi jika air turun secara langsung
limpahannya yang besar juga dapat mempersulit akses masuk kedalam bangunan. Yang sayang
dari talang ini ,talang tidak didesain estetis, malah justru berkesan memperburuk visualisasi dari
bangunan holy stadium sendiri.

Arsitektur Bioklimatik
Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan
penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan antara bentuk arsitektur dengan
lingkungannya dalam kaitanyan iklim daerah tersebut. Pada akhirnya bentuk arsitektur yang
dihasilkan juga dipengaruhi oleh budaya setempat, dan hal ini akan berpengaruh pada ekspresi
arsitektur yang akan ditampilakan dari suatu bangunan, selain itu pendekatan bioklimtaik akan
mengurangi ketergantungan karya arsitektur terhadap sumber – sumber energi yang tidak dapat
dipengaruhi.

Contoh Bangunan Bioklimatik


Menara Mesiniaga (Ken Yeang)

Mesiniaga Menara adalah kantor pusat untuk IBM di Subang Jaya Kota Kuala Lumpur. Bangunan
ini pertama kali dibangun pada tahun 1989 dan akhirnya selesai pada tahun 1992. IBM meminta
kantor T.R. Hamzah & Yeang untuk membangun sebuah bangunan yang yang dapat
memperlihatkan teknologi industri yang tinggi dan KenYeang membangun bangunan ini
menggunakan konsep bioklimatik dan diterapkan pada bangunan pencakar langit ini.Mesiniaga
Menara adalah proyek yang dibangun menggunakan model dasar bangunan tradisional Malaysia
dan digabungkan dengan teknologi modern. Ini adalah visi Yeang tentang kota taman tropis dan
mengungkap hubungan bangunan, lansekap dan iklim, dan dampak pembangunan bangunan
bertingkat tinggi di ekosistem kota
Fasad merupakan filter bukan dinding tertutup. Louver dan nuansa berhubungan dengan orientasi
bangunan berfungsi untuk mengurangi sinar matahari. Taman pada teras memungkinkan tirai
setinggi-tingginya pada dinding di sebelah utara dan selatan sisi-sebagai respon terhadap orientasi
matahari di iklim tropis. Core servis terletak pada sisi timur dan berfungsi untuk menangkal
panas.salah satu hal yang dipikirkan pada bangunan ini adalah memanfaatkan energi matahari
sehingga hemat pada beberapa komponen bangunan. Iklim tropis memiliki cahaya matahari yang
menerangi sepanjang 12 jam, sehingga pemanfaatannya dapat berguna untuk bangunan, tentunya
dengan beberapa teknik penggunaan, seperti penggunaaan sun shading untuk mengatur seberapa
banyak pancahayaan yang masuk. Selain itu diterapkan pula pengolahan lansekap, berupa taman
berbentuk spiral yang melilit dari bawah sampai atas bangunan. Lansekap vertikal ini berfungsi
sebagai pendingin evaporatif supaya didapat kenyamanan termal (lingkungan di sekitar bangunan
menjadi tidak terlalu panas), pengaplikasian vegetasi pada strategi lansekap ini disamping
menyediakan pembayangan terhadap area-area bagian dalam dan dinding bagian diluar, juga
akanmeminimalkan pemantulan panas dan sinar matahari. Selain itu lansekap vertikal dapat
meningkatkan iklim mikro pada bangunan dan dapat menyerap polusi karbondioksida dan
monoksida pada bangunan. Jika penerapan-penerapan ini diaplikasikan pada bangunan-bangunan
tropis maka diharapkan menjadi bangunan-bangunan yang tanggap terhadap lingkungan, sesuai
dengan ikim tropis dan tidak merugikan bangunan atau lingkungan disekitarnya. Dibutuhkan
pemahaman akan gaya berarsitektur baik secara mikro tentang bangunan maupun secara global
tentang lingkungan yang harus menjadi pertimbangan

Anda mungkin juga menyukai