Anda di halaman 1dari 6

11 POIN PERUBAHAN PERHUB

1. Jenis angkutan sewa

Kendaraan Bermotor Umum yang memiliki Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB)
warna hitam hanya kendaraan angkutan sewa; Nomenklatur angkutan sewa khusus
untuk mengakomodir pelayanan angkutan taksi online.

2. Kapasitas silinder mesin kendaraan

Angkutan Sewa Umum minimal 1.300 cc; Angkutan Sewa Khusus minimal 1.000 cc.

3. Batas tarif angkutan sewa khusus

Tarif angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi; Penentuan tarif
berdasarkan tarif batas atas/bawah; Penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada
Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah JABODETABEK.

4. Kuota jumlah angkutan sewa khusus

Penetapan kebutuhan jumlah kendaraan dilakukan oleh Gubernur sesuai domisili


perusahaan; dan Kepala BPTJ untuk wilayah JABODETABEK.

5. Kewajiban STNK berbadan hukum

Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas
nama badan hukum. Selanjutnya STNK yang masih atas nama perorangan masih tetap
berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.

Sebelum masa peralihan STNK menjadi atas nama badan hukum harus dilampirkan
akta notaris yang memuat kesediaan STNK menjadi badan hukum dan hak kepemilikan
kendaraan tetap menjadi hak pribadi perorangan.

6. Pengujian berkala (KIR)

Tanda uji berkala kendaraan bermotor (kir) pertama semula dilakukan dengan cara
pengetokan, disesuaikan menjadi dengan pemberian plat yang di-emboss; Kendaraan
bermotor yang paling lama 6 bulan sejak dikeluarkannya STNK tidak perlu diuji KIR,
dapat dengan melampirkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).

7. Pool

Persyaratan izin penyelenggaraan angkutan umum semula harus memiliki 'pool'


disesuaikan menjadi memiliki/menguasai tempat penyimpanan kendaraan; Harus
mampu menampung jumlah kendaraan yang dimiliki.

8. Bengkel

Dapat menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel); atau Kerjasama


dengan pihak lain.

9. Pajak

Substansi untuk kepentingan perpajakan pada penyelenggaraan angkutan umum taksi


online dikenakan terhadap perusahaan aplikasi sesuai usul dari Ditjen Pajak.

10. Akses Dashboard

Pokok bahasan Akses Dashboard merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam
revisi peraturan ini. Wajib memberikan akses digital dashboard kepada Dirjen Hubdat
dan pemberi izin penyelenggaraan angkutan umum; Untuk kepentingan pengawasan
operasional taksi online.

11. Sanksi

Pemberian sanksi dikenakan baik ke perusahaan angkutan umum maupun perusahaan


aplikasi; Sanksi atas pelanggaraan perusahaan aplikasi diberikan oleh Menteri Kominfo
dengan melakukan pemutusan akses (pemblokiran) sementara terhadap aplikasi
sampai dengan dilakukan perbaikan.

9 POIN PERUBAHAN PERHUB

Pertama, kata dia, adalah soal argometer taksi. Besaran tarif yang
dikenakan pada penumpang mesti sesuai dengan argometer atau sesuai
aplikasi berbasis teknologi.
Kedua, soal tarif. Penetapan tarif angkutan sewa disepakati antaran
pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi dengan berpedoman pada
tarif batas atas dan tarif batas bawah.

Tarif batas atas dan bawah ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas usulan
dari Kepala Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek atau gubernur sesuai
dengan kewenangannya. "Namun terlebih dahulu dilakukan pembahasan
bersama seluruh pemangku kepentingan," ujarnya.

Ketiga, tentang wilayah operasi. Pelayanan angkutan sewa khusus


merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dan beroperasi pada wilayah
operasi yang telah ditetapkan. Wilayah operasi itu ditetapkan oleh Direktur
Jenderal atau Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Baca: MA Kabulkan Gugatan Uji Materi Aturan tentang Transportasi Online

Keempat adalah kuota kendaraan. Perencanaan kebutuhan kendaraan


ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai
dengan kewenangannya. Selanjutnya, rencana yang telah ditetapkan mesti
diumumkan kepada masyarakat.

Kelima, persyaratan minimal lima kendaraan. Aturan ini mengatur


perorangan yang memiliki kurang dari lima kendaraan namun ingin
menyelenggarakan angkutan online.

"Mereka dapat berhimpun dalam badan hukum berbentuk koperasi yang


telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan
bermotor umum tidak dalam trayek," kata dia.

Yang keenam adalah bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Penyelenggara


angkutan berkewajiban memiliki kendaraan, dibuktikan dengan Buku
Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atas nama badan hukum atau
dapat atas nama perorangan untuk badan hukum berbentuk koperasi.

Ketujuh adalah mengenai domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor


(TNKB). Angkutan sewa khusus mesti menggunakan TNKB sesuai dengan
wilayah operasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala BPTJ
atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Kedelapan, penyelenggara angkutan mesti melampirkan salinan Sertifikat
Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor sebagai persyaratan
permohonan izin bagi kendaraan bermotor baru.

Kesembilan, peraturan ini menyebutkan peran aplikator dalam


penyelenggaraan angkutan itu. Perusahaan aplikasi berbasis teknologi
informasi bidang transportasi darat dilarang bertindak sebagai
penyelenggara angkutan umum.

Kementerian Perhubungan masih memberikan waktu untuk menerapkan Peraturan Menteri


Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Ini merupakan peraturan baru mengenai taksi
online, sebagai pengganti aturan lama yang dibatalkan Mahkamah Agung (MA), yaitu Permenhub
Nomor 26 Tahun 2017. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi
Setiyadi menyatakan, Kemenhub menargetkan pada akhir Januari 2018 persyaratan yang diberikan
tenggat waktu bisa selesai. Hal itu terkait persyaratan terkait uji KIR, penggunaan SIM A Umum, dan
pemasangan stiker agar dipatuhi pengemudi dan pemilik taksi online. Dia menyatakan, pada
Febuari 2018 seluruh persyaratan tersebut harus bisa dipenuhi pengemudi dan pemilik taksi online.
Jika tidak, pihaknya akan memberikan tindakan tegas bagi pengemudi atau pemilik kendaran.
"Namun, pada dua pekan pertama Februari 2018 kami akan melakukan tindakan simpatik dengan
melakukan teguran pada penyedia layanan," kata Budi, Kamis (14/12/2017). Berdasarkan data
Kementerian Perhubungan, per 5 Desember 2017 baru ada 10.130 unit angkutan berbasis online
yang mengurus uji KIR. Dari jumlah tersebut, 9.342 unit telah lulus uji KIR, dan sisanya 788 unit
dinyatakan tidak lulus. Terkait dengan pembatasan jumlah kuota taksi online, Budi menyatakan,
Kementerian Perhubungan menargetkan pemerintah daerah bisa menentukan batasan tersebut
pada akhir tahun ini. "Kami menunggu pemimpin daerah untuk membuat aturan daerah menyangkut
batas kuota maksimal yang bisa melayani suatu daerah," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenhub Berlakukan Aturan Sanksi Taksi
"Online" Mulai Februari 2018", http://nasional.kompas.com/read/2017/12/15/08445851/kemenhub-
berlakukan-aturan-sanksi-taksi-online-mulai-februari-2018.

Setelah hampir dua tahun terjadinya kisruh taksi konvensional dan taksi online, pemerintah
akhirnya menetapkan tanggal 1 April 2017 sebagai hari diberlakukannya revisi Permenhub No.
32 Tahun 2016 terkait pengaturan administrasi, tarif dan kuota taksi online.

Keputusan ini merupakan angin segar bagi para pelaku usaha taksi konvensional. Pasalnya
selama ini mereka merasa kehadiran taksi online yang belum diberikan payung hukum yang
jelas menyebabkan persaingan usaha antar keduanya tidak berjalan dengan semestinya.

Syarkawi Rauf—Ketua KPPU—mengatakan bahwa kewajiban kepada angkutan konvensional


yang lebih berat membuat pelaku usahanya sulit bersaing dengan angkutan jasa transportasi
online dalam hal pemberian tarif Dengan diberlakukannya peraturan ini, antara taksi
konvensional dan taksi online dapat bersaing secara sehat.

Tarif yang sama


Ada 11 poin utama dari aturan tersebut, beberapa di antaranya adalah kendaraan harus masuk
jenis angkutan sewa, penetapan batas tarif atas dan bawah, pembatasan jumlah kuota
angkutan, kewajiban menyediakan pool, uji KIR hingga STNK harus atas nama badan hukum
(Detik, 27/3). Dari beberapa aturan tersebut, yang paling disambut bahagia para driver taksi
konvensional adalah penetapan batas tarif atas dan bawah.

Sebelumnya jika dibandingkan dengan taksi konvensional, harga taksi online sangat murah.
Untuk buka pintu saja, taksi konvensional mematok harga 7.500 rupiah dengan kenaikan harga
4.000 rupiah per kilometernya. Jauh dibanding harga Uber dan Grab yang lebih murah.

Untuk Uber, buka pintu dikenai harga 3.000 rupiah sedangkan Grab 2.500 rupiah, tidak sampai
setengah harga dari taksi konvensional. Sedangkan per kilometernya, Uber dan Grab hanya
mematok harga 2.000 dan 3.500 rupiah saja. Tidak adanya regulasi yang sama dengan taksi
konvensional menjadikan beban harga taksi online dapat ditekan rendah Hal ini menjadikan
taksi online sangat berpeluang sekali memonopoli pasar. KPPU bahkan pernah mendapat
laporan bahwa sejumlah taksi online memasang tarif predator pricing pada jam-jam tertentu.
Tarif ini merupakan tarif yang sangat rendah, menjadikan taksi konvensional tidak bisa
menyainginya sama sekali.

Menurunkan harga taksi sama saja membuatnya rugi, sehingga bagaimana pun cara yang
ditempuh tetap saja mereka tidak bisa berlaku apa-apa. Konsumen pasti memilih harga yang
semurah mungkin. Pada akhirnya mereka hanya bisa diam dan tertunduk lesu, menunggu
keputusan dari pemerintah.

Sekarang mereka sudah bisa tersenyum, dengan diberlakukannya revisi Permenhub No. 32
Tahun 2016, maka taksi online harus tunduk patuh terhadap hukum yang berlaku. Antara taksi
konvensional dan online akhirnya dapat bersaing dengan tarif yang relatif sama.

Menguntungkan semua pihak


Di lain pihak ternyata kebijakan ini tidak mendapat sambutan positif dari para konsumen.
Banyak dari mereka yang justru kecewa karena merasa angkutan online yang selama ini murah
tidak lama lagi sudah naik harganya. Jika dipandang seperti ini memang konsekuensi dari
diberlakukannya kebijakan ini adalah seperti demikian.

Namun sepertinya konsumen perlu memahami dengan skala yang lebih luas bahwa
sesungguhnya dampak positif yang diberikan justru lebih besar.

Pertama, baik taksi konvensional maupun online sama-sama berbentuk badan hukum
transportasi umum. Kewajiban dan tarif yang diberlakukan antar keduanya pun sama. Hal ini
menjadikan persaingan lebih sehat, bukan pada harganya namun pada sisi pelayanannya.
Keduanya akan selalu bersaing membuat pelayanan yang kreatif dan inovatif tanpa harus
memonopoli pasar dengan harga rendah. Pada akhirnya konsumen pula yang akan
diuntungkan dengan berbagai pilihan pelayanan jasa yang memuaskan.

Kedua, kuota yang dibatasi justru akan memberikan peluang yang sama kepada
semua driver agar bisa mendapatkan penumpang. Membebaskan kuota taksi sama saja dengan
membunuh para supir-supir taksi itu sendiri. Semakin banyak jumlah taksi yang beredar maka
akan semakin kecil peluang driver untuk mendapatkan penumpang.

Ketiga, dengan mengizinkan dan memberikan payung hukum kepada taksi online, pemerintah
mendapatkan keuntungan pajak yang pada akhirnya dapat digunakan sepenuhnya untuk
pembangunan bangsa.

Dengan kata lain baik pelaku usaha, pengemudi taksi, penumpang dan pemerintah, semuanya
mendapatkan keuntungan. Konsumen harus mulai sadar dan melihat tidak hanya dari apa yang
diuntungkan untuk dirinya, tapi juga untuk orang banyak. Dibandingkan dengan yang
sebelumnya, pemberlakuan kebijakan ini jauh memberikan sisi maslahat yang lebih besar bagi
semua pihak.

Inilah harapan yang dituju pemerintah. Terciptanya ekonomi yang adil, ekonomi yang
membangun, ekonomi yang menguntungkan semua pihak. Karena pada dasarnya ekonomi
yang sehat adalah ekonomi yang memberikan kesempatan berkembang bagi semua pelaku
usahanya. Semoga dengan dimulainya pemberlakuan kebijakan ini diharapkan bisa menjadi
titik langkah untuk mendorong kemajuan pelayanan jasa transportasi umum Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai