Kendaraan Bermotor Umum yang memiliki Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB)
warna hitam hanya kendaraan angkutan sewa; Nomenklatur angkutan sewa khusus
untuk mengakomodir pelayanan angkutan taksi online.
Angkutan Sewa Umum minimal 1.300 cc; Angkutan Sewa Khusus minimal 1.000 cc.
Tarif angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi; Penentuan tarif
berdasarkan tarif batas atas/bawah; Penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada
Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah JABODETABEK.
Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas
nama badan hukum. Selanjutnya STNK yang masih atas nama perorangan masih tetap
berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
Sebelum masa peralihan STNK menjadi atas nama badan hukum harus dilampirkan
akta notaris yang memuat kesediaan STNK menjadi badan hukum dan hak kepemilikan
kendaraan tetap menjadi hak pribadi perorangan.
Tanda uji berkala kendaraan bermotor (kir) pertama semula dilakukan dengan cara
pengetokan, disesuaikan menjadi dengan pemberian plat yang di-emboss; Kendaraan
bermotor yang paling lama 6 bulan sejak dikeluarkannya STNK tidak perlu diuji KIR,
dapat dengan melampirkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
7. Pool
8. Bengkel
9. Pajak
Pokok bahasan Akses Dashboard merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam
revisi peraturan ini. Wajib memberikan akses digital dashboard kepada Dirjen Hubdat
dan pemberi izin penyelenggaraan angkutan umum; Untuk kepentingan pengawasan
operasional taksi online.
11. Sanksi
Pertama, kata dia, adalah soal argometer taksi. Besaran tarif yang
dikenakan pada penumpang mesti sesuai dengan argometer atau sesuai
aplikasi berbasis teknologi.
Kedua, soal tarif. Penetapan tarif angkutan sewa disepakati antaran
pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi dengan berpedoman pada
tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Tarif batas atas dan bawah ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas usulan
dari Kepala Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek atau gubernur sesuai
dengan kewenangannya. "Namun terlebih dahulu dilakukan pembahasan
bersama seluruh pemangku kepentingan," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenhub Berlakukan Aturan Sanksi Taksi
"Online" Mulai Februari 2018", http://nasional.kompas.com/read/2017/12/15/08445851/kemenhub-
berlakukan-aturan-sanksi-taksi-online-mulai-februari-2018.
Setelah hampir dua tahun terjadinya kisruh taksi konvensional dan taksi online, pemerintah
akhirnya menetapkan tanggal 1 April 2017 sebagai hari diberlakukannya revisi Permenhub No.
32 Tahun 2016 terkait pengaturan administrasi, tarif dan kuota taksi online.
Keputusan ini merupakan angin segar bagi para pelaku usaha taksi konvensional. Pasalnya
selama ini mereka merasa kehadiran taksi online yang belum diberikan payung hukum yang
jelas menyebabkan persaingan usaha antar keduanya tidak berjalan dengan semestinya.
Sebelumnya jika dibandingkan dengan taksi konvensional, harga taksi online sangat murah.
Untuk buka pintu saja, taksi konvensional mematok harga 7.500 rupiah dengan kenaikan harga
4.000 rupiah per kilometernya. Jauh dibanding harga Uber dan Grab yang lebih murah.
Untuk Uber, buka pintu dikenai harga 3.000 rupiah sedangkan Grab 2.500 rupiah, tidak sampai
setengah harga dari taksi konvensional. Sedangkan per kilometernya, Uber dan Grab hanya
mematok harga 2.000 dan 3.500 rupiah saja. Tidak adanya regulasi yang sama dengan taksi
konvensional menjadikan beban harga taksi online dapat ditekan rendah Hal ini menjadikan
taksi online sangat berpeluang sekali memonopoli pasar. KPPU bahkan pernah mendapat
laporan bahwa sejumlah taksi online memasang tarif predator pricing pada jam-jam tertentu.
Tarif ini merupakan tarif yang sangat rendah, menjadikan taksi konvensional tidak bisa
menyainginya sama sekali.
Menurunkan harga taksi sama saja membuatnya rugi, sehingga bagaimana pun cara yang
ditempuh tetap saja mereka tidak bisa berlaku apa-apa. Konsumen pasti memilih harga yang
semurah mungkin. Pada akhirnya mereka hanya bisa diam dan tertunduk lesu, menunggu
keputusan dari pemerintah.
Sekarang mereka sudah bisa tersenyum, dengan diberlakukannya revisi Permenhub No. 32
Tahun 2016, maka taksi online harus tunduk patuh terhadap hukum yang berlaku. Antara taksi
konvensional dan online akhirnya dapat bersaing dengan tarif yang relatif sama.
Namun sepertinya konsumen perlu memahami dengan skala yang lebih luas bahwa
sesungguhnya dampak positif yang diberikan justru lebih besar.
Pertama, baik taksi konvensional maupun online sama-sama berbentuk badan hukum
transportasi umum. Kewajiban dan tarif yang diberlakukan antar keduanya pun sama. Hal ini
menjadikan persaingan lebih sehat, bukan pada harganya namun pada sisi pelayanannya.
Keduanya akan selalu bersaing membuat pelayanan yang kreatif dan inovatif tanpa harus
memonopoli pasar dengan harga rendah. Pada akhirnya konsumen pula yang akan
diuntungkan dengan berbagai pilihan pelayanan jasa yang memuaskan.
Kedua, kuota yang dibatasi justru akan memberikan peluang yang sama kepada
semua driver agar bisa mendapatkan penumpang. Membebaskan kuota taksi sama saja dengan
membunuh para supir-supir taksi itu sendiri. Semakin banyak jumlah taksi yang beredar maka
akan semakin kecil peluang driver untuk mendapatkan penumpang.
Ketiga, dengan mengizinkan dan memberikan payung hukum kepada taksi online, pemerintah
mendapatkan keuntungan pajak yang pada akhirnya dapat digunakan sepenuhnya untuk
pembangunan bangsa.
Dengan kata lain baik pelaku usaha, pengemudi taksi, penumpang dan pemerintah, semuanya
mendapatkan keuntungan. Konsumen harus mulai sadar dan melihat tidak hanya dari apa yang
diuntungkan untuk dirinya, tapi juga untuk orang banyak. Dibandingkan dengan yang
sebelumnya, pemberlakuan kebijakan ini jauh memberikan sisi maslahat yang lebih besar bagi
semua pihak.
Inilah harapan yang dituju pemerintah. Terciptanya ekonomi yang adil, ekonomi yang
membangun, ekonomi yang menguntungkan semua pihak. Karena pada dasarnya ekonomi
yang sehat adalah ekonomi yang memberikan kesempatan berkembang bagi semua pelaku
usahanya. Semoga dengan dimulainya pemberlakuan kebijakan ini diharapkan bisa menjadi
titik langkah untuk mendorong kemajuan pelayanan jasa transportasi umum Indonesia.