Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah orang yang melakukan wisata mancanegara meningkat setiap
tahun. Menurut statistik dari World Tourism Organization, wisatawan
mancanegara pada tahun 2008 mencapai 922 juta. Wisata mancanegara
diperkirakan mencapai 1 miliar pada tahun 2010 dan 1,6 miliar pada tahun
2020. Lebih dari setengah (52%) wisatawan berpergian menggunakan pesawat
udara, dan sisanya menggunakan jalan (39%), kereta api (3%) dan jalur air
(6%). Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Bali tahun 2005 – 2009,
wisatawan yang datang secara langsung ke Indonesia dan Bali berjumlah
6,323 juta dan 2,229 juta pada tahun 2009.‘
Wisata ke mancanegara dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan,
tergantung dari ciri wisatawan maupun tipe perjalanannya. Wisatawan
mungkin terpapar secara tiba-tiba dengan perubahan ketinggian, kelembaban,
suhu. dan mikroba yang dapat menyebabkan masalah kesehatan.Risiko
kesehatan serius juga bisa terjadi di daerah dimana mutu akomodasinya buruk
dalam hal kualitas kebersihan dan sanitasi, layanan medis yang kurang
memadai, dan kurangnya penyediaan air bersih. Kecelakaan lalu-lintas juga
cukup sering menimpa wisatawan, di samping masalah terkena infeksi. Semua
calon wisatawan yang akan melaksanakan perjalanan hendaknya mendapat
informasi tentang potensi bahaya di tempat tujuan dan memahami apa yang
harus dilakukan untuk melindungi kesehatannya dan meminimalkan risiko
terjadi penyakit.
Kesehatan adalah salah satu faktor yang penting dalam menunjang
usaha peningkatan arus wisata. Jika kesehatan makanan dalam perjalanan
kurang terjamin dan kesehatan lingkungan di tempa tujuan tidak memenuhi
standar, maka wisatawan tidak akan memperpanjang lama tinggalnya. Bila ada
wisatawan yang terkena penyakit dapat timbul masalah seperti terjadinya issue
wabah diarre di Bali pada tahun 1992, maka jumlah kunjungan akan menurun
sekali. Hal ini perlu dicegah dan ditanggulangi dengan cepat dan tepat.

1
Wisatawan nusantara dengan tujuan ke luar negeri juga meningkat,
yang perlu mendapat informasi mengenai aspek kesehatan di negara / daerah
tujuan. Bila krisis moneter di Indonesia berakhir, diperkirakan industri wisata
akan segera bangkit secara signifikan dan menjadi sumber devisa negara yang
amat besar, dengan demikian “kesehatan wisata” telah menjadi amat penting
sebagai salah satu faktor penunjang. Seperti pepata mengatakan “Health is not
everything, but without health everything is nothing”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan definisi pariwisata?
2. Bagaimana tanggungjawab wisatawan dalam pariwisata?
3. Bagaimana penilaian risiko kesehatan secara umum?
4. Bagaimana potensi masalah kesehatan wisata?
5. Apa saja gangguan penyakit – penyakit menular karena perjalanan
wisata?
6. Apa saja penyakit infeksi terkait wisata?
7. Bagaimana peran ideal profesi kesehatan terhadap wisatawan?
8. Apa saja imunisasi yang diberikan untuk wisatawan sebelum destinasi?
9. Bagaimana perawatan medis pascawisata?
10. Bagaimana asuransi untuk wisata?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui aktifitas
pelayanan kesehatan pada wisatawan sebelum dan setelah ke destinasi
wisata pada umumnya guna menambah wawasan, pengetahuan dan
pemahaman mengenai kesehatan pariwisata.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari pembuatan makalah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui konsep dan definisi pariwisata
b. Untuk mengetahui tanggungjawab wisatawan dalam pariwisata
c. Untuk mengetahui risiko kesehatan secara umum
d. Untuk mengetahui potensi masalah kesehatan wisata
e. Untuk mengetahui gangguan penyakit – penyakit menular karena
perjalanan wisata
f. Untuk mengetahui penyakit infeksi terkait wisata
g. Untuk mengetahui peran ideal profesi kesehatan terhadap wisatawan
h. Untuk mengetahui imunisasi yang diberikan untuk wisatawan
sebelum destinasi
i. Untuk mengetahui perawatan medis pascawisata
j. Untuk mengetahui asuransi untuk wisata

D. Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini mahasiswa maupun pembaca dapat mengetahui
dan memahami apa saja pelaksanaan yang perlu dilakukan wisata maupun
orang yang akan berwisata ke negara lain sebelum dan sesudah berdestinasi ke
negara lain

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Definisi Pariwisata
Wisatawan serta klasifikasinya perlu ditetapkan dikarenakan sifatnya
yang dinamis. Dalam kepariwisataan, menurut Leiper dalam Cooper et.al
(1998) terdapat tiga elemen utama yang menjadikan kegiatan tersebut bias
terjadi. Kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama yaitu:
1. Wisatawanla adalah aktor dalam kegiatan wisata. Berwisata menjadi
sebuah pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan
mengingatkan masa – masa di dalam kehidupan (Wiguna, 2017).
2. Elemen Geografi
Pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area geografi, seperti
berikut ini:
a. Daerah asal wisatawan (DAW)
Daerah tempat asal wisatawan berada, tempat ketika ia melakukan
aktifitias keseharian, seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan
dasar lain. Rutinitas itu sebagai pendorong untuk memotivasi
seseorang berwisata. Dari DAW, seseorang dapat mencari informasi
tentang objek dan daya tarik wisata yang diminati, membuat
pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan (Wiguna, 2017).
b. Daerah Transit (DT)
Tidak seluruh wisatawan harus berhenti di daerah itu. Namun,
seluruh wisatawan pasti akan melalui daerah tersebut sehingga
peranan DT pun penting. Seringkali terjadi, perjalanan wisata terakhir
di daerah transit, bukan di daerah tujuan. Hal inilah yang membuat
negara – negara seperti Singapura dan Hongkong berupaya
menjadikan daerahnya multifungsi, yakni sebagai Daerah Transit dan
Daerah Tujuan Wisata (Wiguna, 2017).
c. Daerah Tujuan Wisata (DTW)
Daerah ini sering dikatakan sebagai sharp end (ujung tombak)
pariwisata. Di DTW ini dampak pariwisata sangat dirasakan sehingga
dibutuhkan perencanaan dan strategi manajemen yang tepat. Untuk

4
menarik wisatawan, DTW merupakan pemacu keseluruhan sistem
pariwisata dan menciptakan permintaan untuk perjalanan dari DTW.
DTW juga merupakan raison d’etre atau alasan utama perkembangan
pariwisata yang menawarkan hal – hal yang berbeda dengan rutinitas
wisatawan (Wiguna, 2017).
3. Industri Pariwisata
Elemen ketiga dalam sistem pariwisata adalah industri pariwisata.
Industri yang menyediakan jasa, daya tarik, dan sarana wisata. Industri
yang merupakan unit – unit usaha atau bisnis di dalam kepariwisataan
dan tersebar diketiga area geografi tersebut. Sebagai contoh, biro
perjalanan wisata bisa ditemukan di daerah asal wisatawan, penerbangan
bisa ditemukan baik di daerah asal wisatawan maupun di daerah transit,
dan akomodasi bisa ditemukan di daerah tujuan wisata (Wiguna, 2017).
Dalam Undang – Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
dijelaskan bahwa:
a. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi, dalam jangka waktu sementara.
b. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
c. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan
pemerintah.
d. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah,
pemerinta daerah dan pengusaha.
e. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
f. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang
melakukan kegiatan usaha pariwisata.

5
g. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait
dalam rangka menghasilkan barang dan atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

B. Tanggungjawab Wisatawan dalam Pariwisata


Wisatawan wajib mencari informasi dan saran dari tenaga medis dan
profesional industri wisata untuk membantu menghindari adanya masalah
kesehatan selama perjalanan. Bagaimanapun, wisatawan harus bertanggung
jawab terhadap masalah kesehatan dirinya dan pencegahan penularan
penyakit menular. Hal yang menjadi tanggung jawab wisatawan antara lain:
memutuskan perjalanan, mengenai dan menerima risiko yang terjadi, mencari
saran medis sebaiknya 4-8 minggu sebelum bepergian, bersedia mendapatkan
vaksinasi dan kebutuhan medis lainnya, membuat perencanaan yang baik
sebelum berangkat, membawa perlengkapan medis dan mampu
menggunakannya, mempunyai asuransi kesehatan yang memadai,
memperhatikan pencegahan sebelum, selama dan setelah perjalanan,
membawa segala keperluan obat-obatan dan perlengkapan kesehatan lainnya
yang dianjurkan dokter, menjaga kesehatan anak-anak yang diajak;
memperhatikan pencegahan untuk menghindari penularan penyakit infeksi
kepada orang lain selama dan setelah perjalanan, melaporkan sepenuhnya
setiap penyakit saat kembali, termasuk informasi tentang semua perjalanan,
menghargai negara tuan rumah dan penduduknya, hindari kontak seksual
tanpa pelindung dan menjaga perilaku seksual.

C. Risiko Kesehatan Secara Umum


Berbagai jenis risiko kesehatan yang terkait dengan wisata telah dirangkum
oleh WHO tahun 2010, seperti dijabarkan di bawah ini :
1. Risiko Terkait Wisata
Faktor kunci yang menentukan risiko wisatawan adalah: model transport.
tujuan, lama dan musim wisata, tujuan wisata, standard akomodasi dan
kebersihan makanan, perilaku wisatawan, dan kesehatan dasar wisatawan.
Daerah tujuan dengan akomodasi, kebersihan dan sanitasi, layanan

6
kesehatan, dan kualitas air yang memenuhi standard tinggi relatif kecil
memberikan risiko terhadap kesehatan wisatawan, kecuali wisatawan
mempunyai penyakit yang telah ada sebelumnya. Epidemiologi penyakit
infeksi di negara tujuan penting diketahui oleh wisatawan. Adanya wabah
di negara tujuan juga hendaknya diketahui oleh wisatawan dan dokter
kedokteran wisata. Adanya bencana , wabah penyakit baru sering tidak
dapat diprediksi sebelumnya. Model transportasi, lama kunjungan, dan
perilaku wisatawan menentukan kemungkinan terpapar infeksi; dan ini
mempengaruhi keputusan tentang kebutuhan pencegahan, misalnya
vaksinasi tertentu atau pengobatan anti-malaria. Lama kunjungan juga
memungkinkan terpapar dengan perubahan suhu dan kelembaban atau
polusi atmosfer yang berkepanjangan. Tujuan kunjungan juga merupakan
hal penting terkait risiko kesehatan. Perjalanan bisnis ke kota, dimana
wisatawan menghabiskan waktunya di dalam hotel atau pusat pertemuan
dengan standard akomodasi tinggi, atau perjalanan wisata yang
diorganisasi dengan baik memiliki risiko lebih kecil dari pada berwisata ke
daerah terpencil, baik untuk tujun bekerja maupun kesenangan.
Perilakujuga berperan besar, misalnya pergi keluar pada malam hari di
daerah endemik malaria tanpa persiapan pencegahan akan menyebabkan
terkena infeksi malaria. Gigitan serangga, hewan pengerat atau hewan
Iainnya, agen infeksius makanan dan air terkontarninasi, kurangnya
fasilitas pelayanan kesehatan, dan wisata ke daerah terpencil akan
membahayakan wisatawan. Di manapun tujuannya dan apapun model
transportasinya, wisatawan harus berhati-hati terhadap kemungkinan
kecelakaan terutama dijalan atau saat melakukan olahraga
2. Konsultasi Medis
Sebelum Wisata Setiap wisatawan yang akan bepergian ke negara sedang
berkembang harus berkonsultasi dengan dokter sebelum perjalanan.
Sebaiknya konsultasi dilakukan 4 minggu sebelum bepergian atau lebih
awal jika tujuannya adalah untuk bekerja di luar negeri. Tujuan konsultasi
adalah untuk menentukan akan keperluan vaksinasi atau pemberian obat
malaria untuk pencegahan. Pemeriksan gigi dan ginekologi untuk

7
perempuan mungkin diperlukan terutama bagi mereka yang bepergian
jangka panjang atau tujuannya ke daerah terpencil.
3. Penilaian Risiko Kesehatan Terkait Wisata
Tenaga medis akan memberikan rekomendasi meliputi vaksinasi dan
pengobatan lainnya berdasarkan penilaian risiko dari wisatawan,
tergantung dari penyakit dasar yang dipunyai atau kemungkinan penyakit
yang diperoleh di daerah tujuan. Pengumpulan informasi dan penilaian
risiko secara rinci hendaknya ditanyakan kepada wisatawan. Pertanyaan
dalam bentuk checklist yang diisi oleh wisatawan merupakan salah satu
cara mudah untuk mendapatkan informasi.
4. Perlengkapan Kesehatan
Perlengkapan kesehatan (medical kit) perlu disediakan selama perjalanan,
terutama bagi mereka yang bepergian ke negara sedang berkembang atau
ke daerah dimana penyediaan layanan kesehatan tidak jelas. Perlengkapan
ini meliputi obat-obatan dasar untuk mengobati penyakit umum, bantuan
pertama, dan berbagai alat medis lainnya seperti semprit dan jarum, yang
mungkin diperlukan oleh wisatawan selama perjalanan. Beberapa alat-alat
perawatan juga perlu disiapkan, kecuali yakin bahwa di tempat tujuan
tersedia, misalnya untuk perawatan gigi, perawatan mata (misalnya lensa
kontak), perawatan kulit, dan kebersihan pribadi. Perlengkapan kesehatan
dasar untuk bantuan pertama antara lain: plester, pembersih luka antiseptik,
pembalut (bandages), tetes mata, pembasmi serangga, obat sengatan
serangga, krim dan obat antihistamin, dekongestan hidung, garam
rehidrasi oral, gunting dan jarum kesehatan, analgesik sederhana (misalnya
parasetamol), perlengkapan untuk luka (dressing) steril, termometer klinis,
pelindung sinar matahari (sunscreens), dan pelindung telinga (earplugs).
Perlengkapan lainnya yang disesuaikan dengan daerah tujuan dan
kebutuhan individu: obat antidiare (antibiotik, antimotilitas, rehidrasi oral),
antibiotik spektrum luas (misalnya flukloksasilin, amoksisilin), bubuk
antijamur, obat antimalaria, kelambu, persedian yang memadai untuk
kondom dan kontrasepsi oral, obat untuk segala kondisi medis yang ada
sebelumnya, sedatif, semprit danjarum steril, desinfektan cair, pelindung

8
sinar matahari, keperluan lainnya yang diperkirakan dibutuhkan
berdasarkan tempat tujuan dan lamanya kunjungan.
5. Wisatawan dengan Keadaan Medis Sebelumnya dan Kebutuhan khusus
Risiko kesehatan terkait wisata adalah lebih besar pada kelompok
wisatawan tertentu, misalnya bayi dan anak-anak, perempuan hamil, lanjut
usia, cacat, clan yang mempunyai penyakit. Risiko kesehatan bervariasi
tergantung dari tujuan wisata, seperti bertujuan untuk mengunjungi teman
atau keluarga atau tujuan keagamaan, untuk bekerja atau bisnis. Semua
wisatawan memerlukan saran medis umum dan kesehatan wisata khusus,
termasuk pencegahan (precaution) khusus. Perjalanan udara mungkin
menyebabkan ketidaknyamanan bagi bayi dan kontraindikasi untuk bayi
yang berusia dibawah 48 jam. Bayi dan anak-anak sensitif terhadap
perubahan ketinggian dan radiasi ultraviolet. Selain itu, bayi dan anak-
anak mempunyai kebutuhan khusus untuk vaksinasi dan pencegahan
malaria. Kelompok ini juga lebih mudah mengalami dehidrasi dan
terjangkit infeksi dibandingkan orang dewasa. Para lanjut usia
memerlukan saran medis sebelum bepergian jarakjauh. Secara umum,
perempuan hamil tidak dilarang untuk bepergian, kecuali perkiraan waktu
persalinan sudah dekat. Waktu bepergian yang paling aman untuk
perempuan hamil adalah pada trimester kedua. Beberapa perusahan
penerbangan melakukan larangah terbang kepada perempuan dengan
kehamilan lanjut dan periode neonatal. Perempuan hamil akan
mendapatkan komplikasi serius jika terserang malaria dan hepatitis E,
sehingga sebaiknya menghindari kunjungan ke daerah endemis penyakit
tersebut. Perjalanan ke ketinggian dan daerah terpencil tidak dianjurkan
selama kehamilan. Kecacatan fisik umumnya bukan halangan untuk
bepergian sepanjang keadaan kesehatan baik. Jasa penerbangan umumnya
menyediakan bantuan untuk orang cacat.
Orang yang menderita penyakit kronik hendaknya meminta saran
medis sebelum merencanakan perjalanan. Keadaan yang bisa
meningkatkan risiko wisata adalah: penyakit kardiovaskular, hepatitis
kronik, penyakit radang usus kronik, penyakit ginjal kronik yang

9
memerlukan dialisis, penyakit paru kronik, diabetes mellitus, epilepsi,
penggunaan imunosupresan untuk pengobatan atau untuk infeksi HIV,
penyakit tromboemboli sebelumnya, anemia berat, kelainan jiwa berat, dan
semua penyakit kronik yang memerlukan intervensi medis secara teratur.
Wisatawan dengan penyakit kronik harus membawa seluruh obat-
obatannya selama wisata, dan membawa nama dokter yang mengetahui
keadaan penyakitnya. Dokter yang merawat sebaiknya menulis jenis obat
dan aturan pemakaiannya dengan jelas yang akan dibawa oleh wisatawan.

D. Potensi Masalah Kesehatan Wisata


Falvo (2011) telah menulis secara rinci tentang anjuran kepada wisatawan
tentang kemungkinan atau potensi masalah kesehatan yang dihadapi
wisatawan selama bepergian, seperti dijabarkan dibawah ini.
1. Kecelakaan
Kecelakaan merupakan salah satu penyebab terbanyak masalah kesehatan
wisatawan. Semua jenis kendaraan bermotor berpotensi menjadi sumber
kecelakaan. Kebiasaan mengemudi mungkin berbeda dengan di negara
asalnya. Jika wisatawan tidak nyaman atau familiar denganjenis kendaraan
(transmisi standard, sepeda motor, sepeda, dan sebagainya) dia
mempunyai risiko dalam mengendarai kendaraan (Falvo, 2011).
2. Ketinggian
Ketinggian di atas 10.000 kaki mungkin menyebabkan acute mountain
sickness (AMS) yang ditandai dengan pusing, nyeri kepala, lelah,
menggigil, dan/atau muntah. Kelainan yang lebih berat ditandai oleh sesak
nafas (edema paru akibat ketinggian) atau letargi berat (edema otak akibat
ketinggian). Penyesuaian (aklimatisasi) ketinggian perlu dilakukan
sebelum melakukan aktivitas berat. Merokok dan penggunaan alkohol
hendaknya dikurangi. Asetazolamid dapat digunakan untuk mencegah
AMS. lstirahat dan aklimatisasi lebih lanjut diperlukan untuk gejala yang
ringan. Jika timbul gejala berat, seperti perubahan status mental, maka
wisatawan harus diturunkan segera (Falvo, 2011).

10
3. Terpapar Hewan
Wisatawan yang terpapar binatang dapat berisiko untuk terserang rabies
atau penyakit zoonosis yang lain. Rabies merupakan penyakit endemik di
negara sedang berkembang (Falvo, 2011).
4. Pengobatan
Perhatikan interaksi semua obat-obatan yang dibawa dan sering digunakan
wisatawan. Antasid dan obat anti diare sering menggangu penyerapan obat
(Falvo, 2011).
5. lnfeksi Menular
Seksual infeksi menular seksual lebih sering dan tampaknya lebih resisten
terhadap antibiotik di banyak negara dari pada di Amerika Serikat.
Dianjurkan menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual
dengan pasangan baru selama wisata (Falvo, 2011).
6. Terpapar Sinar Matahari
Di negara tropis, di ketinggian, dan di atas salju dan air, paparan sinar
matahari mungkin lebih banyak dari yang diperkirakan.Wisatawan
hendaknya menggunakan pelindung sinar matahari berspektrum luas (SPF
paling kecil 30 dengan proteksi UVA dan UVB) dan menggunakan topi
lebar dan kacamata. Tetrasiklin dan siprofloksasin, yang sering dianjurkan
untuk diare pada wisatawan atau pencegahan malaria, dapat menyebabkan
ruam terinduksi sinar matahari (Falvo, 2011).
7. Berenang
Tempat berenang (kecuali kolam terklorinasi) mungkin terkontaminasi
mikroba dari selokan atau limpahan tanah. Wistawan perlu menanyakan
tentang schistosomiasis di tempattersebut, danjika meragukan sumber
airnya maka sebaiknya cepat mengeringkan badan. Gunakan alas kaki jika
tidak yakin keadaan permukaan tanah (Falvo, 2011).
8. Vaksinasi
Wisatawan harus mengetahui kebutuhan akan vaksinasi demam kuning di
negara yang akan dikunjungi, termasuk yang akan disinggahi selama
penerbangan. Hukum kesehatan internasional mengizinkan tidak
melakukan vaksinasi jika ada surat dokter yang menyatakan kontraindikasi

11
untuk vaksin. Sterilitas, keampuhan, atau kandungan vaksin tidak dapat
digaransi di beberapa negara dan proteksi mungkin tidak sepenuhnya
untuk paling sedikit 10 hari setelah inokulasi (Falvo, 2011).
9. Pasca Wisata
Wisatawan perlu berkonsultasi dengan petugas kesehatan jika ditemukan
kelainan setelah kembali dari berwisata. Jika keluhan terjadi dalam 1 tahun
setelah wisata, maka mungkin disebabkan oleh penyakit infeksi dengan
masa inkubasi yang panjang. Pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan
setelah kembali bagi wisatawan dipikirkan jika mereka datang dari daerah
dimana air tidak bersih, infeksi menular seksual tinggi, dan frekuensi
tuberkulosis tinggi (Falvo, 2011).

E. Gangguan Penyakit – Penyakit Menular Karena Perjalanan Wisata


Sesuai International travel and health 2001 yang diterbitkan oleh Organisasi
Kesehatan sedunia (WHO) gangguan kesehatan utama yang dapat ter!adi
karena perjalanan wisata adalah:
1. Gangguan kesehatan karena lingkungan
a. Travel sickness
b. Bathing / diving
c. Altitude
d. Heat and humidity
e. Sun
f. Insect
g. Accidents
2. Gangguan kesehatan karena makanan dan minuman
a. Diarrhoea
b. Viral Hepatitis type A and E
a. Sexually Transmitted Diseases (STD)
1) HIV
2) Hepatitis B
d. Malaria
e. Dengue and DHF

12
f. Tuberculosis
g. Vaccinations
h. Special Situations
1) Extended Travel
2) Pregnancy
3) Children
4) Chronoc Diseases
5) The disabled

F. Penyakit Infeksi Terkait Wisata


Berbagai macam risiko bias dialami oleh wisatawan selama perjalannya
(secara lebih detail dapat dibaca pada WHO, 2010). Penyakit infeksi
merupakan penyakit yang dapat dikatakan paling sering diderita oleh
wisatawan, khususnya yang berwisata di daerah tropik. Pada tulisan di bawah
ini akan dibahas beberapa penyakit infeksi yang bias meningkatkan kesakitan
bahkan kematian wisatawan.
a. Arthropod-Borne Diseases
Artropod atau serangga tidak saja menyebabkan rasa tidak menyenangkan
dan nyeri pada tempat gigitannya, tapijuga mungkin menyebabkan bahaya
yang lebih berat seperti reaksi terhadap produksi racun (venom) atau
alergi terhadap bahan yang diinjeksikan di tempat gigitan. Artropod juga
dapat menularkan penyakit yang lebih berat dan mengancam nyawa
seperti malaria, demam kuning, demam berdarah dengue, filariasis
(nyamuk), ensefalitis viral (nyamuk, kutu), onkosersiasis (lalat hitam);
leismaniasis (lalat pasir); tripanosomiasis Afrika (lalat tsetse);
tripanosomiasis Amerika atau penyakit Chagas (serangga pengisap darah
atau kutu busuk); plague dan tungiasis [kutu pengisap darah (fleas)]; tifus
(kutu pengisap darah, tuma, kutu); dan demam berulang (tuma dan kutu)?
Masing-masing vektor artropod dan organisme yang menyebabkan
penyakit ditemukan di daerah-daerah tertentu. Saat ini sudah tersedia
vaksin untuk pencegahan [demam kuning, plague, tick-borne encephalitis,
ensefalitis Jepang (Japanese encephalitis)] dan profilaksis antimikroba

13
(malaria, tifus). Sebaiknya hindari paparan arthropod sebagai usaha
pencegahan primer. Rekomendasi untuk membantu memperkecil
kemungkinan terpapar dengan arthropod yaitu:
1) Kurangi berjalan di pedesaan (countryside).
2) Gunakan baju lengan panjang dan celana panjang dengan warna
terang, terutama di malam hari.
3) Gunakan alas kaki sepanjang waktu dan selalu digoyangkan dahulu
sebelum ditaruh (kalajengking senang tempat gelap dan hangat).
4) Gunakan bahan anti serangga pada daerah badan dan pakaian yang
terpapar. Pilih insektisida yang mengandung 25%-30% DEET (N,N-
dietil-m-toluamid atau N,N-dietil-3-metilbenzamid) untuk kulit yang
terpapar dan produk permetrin untuk pakaian, kelambu, dan
peralatan kemah. Keampuhan dan lama repellant benrariasi
tergantung produk dan spesies nyamuk, dan dipengaruhi oleh
perubahan suhu,jumlah perspirasi, terpapar air, dan faktor-faktor
lainnya.
5) Tidur di ruangan yang berpengatur suhu atau di bawah kelambu di
daerah yang ditemukan arthropodborne diseases.
6) Sebelum tidur, semprot ruangan atau kelambu dengan semprotan
yang mengandung permetrin atau piretrum untuk membunuh
nyamuk atau kutu.
7) Gunakan kelambu yang utuh tanpa robekan.
8) Hindari parfum atau krim, sabun wangi, dan pewangi setelah
bercukur terutama pada malam hari.
b. Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang paling serius bagi wisatawan.
Hampir semua kasus malaria sebenamya dapat dicegah. Cara pencegahan
dan pengelolaan terbaik adalah kewaspadaan terhadap risiko, hindari
gigitan nyamuk, patuh memakai profilaksis, dan segera didiagnosis jika
ada demam selama atau setelah kembali dari berwisata. Wisatawan yang
bepergian ke daerah endemik malaria wajib menggunakan obat
profilaksis.

14
c. Flu Burung
Flu burung (avian influenza) disebabkan oleh virus flu burung patogenik
tinggi (highlypathogenic avian influenza A/HNSN1) atau subtipe flu
bukan manusia (misalnya H7, H9). Penularan flu burung terjadi dari
burung ke manusia, mungkin dari lingkungan ke manusia, dan
amatjarang dari manusia ke manusia. Gejala awalnya adalah demam dan
gejala seperti flu (lesu, myalgia, batuk, nyeri tenggorok). Mungkin selain
itu ditemukan gejala diare dan keluhan gastrointestinal. Penyakit ini
berkembang dengan cepat dalam beberapa hari menjadi pneumonia?
Penghambat neuramidase (oseltamivir, zanamivir) bermanfaat untuk
profilaksis dan pengobatan infeksi HSN1. Jika berwisata di daerah
dengan kasus flu burung, wisatawan dianjurkan untuk menghlndari
kontak dengan lingkungan risiko tinggi, seperti pasar burung, peternakan
unggas, unggas yang bebas tanpa sangkar, atau permukaan yang
terkontaminasi oleh bulu unggas. Juga menghlndari mengkonsumsi
unggas atau produk unggas dan telur yang kurang matang.
d. Dengue
Penyebab dengue adalah virus dengue, suatu flavivirus dengan 4 subtipe.
Umumnya dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Ada
tiga bentuk klinis dengue: demam dengue, demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue. Risiko terkena dengue tinggi di daerah endemik.
Pencegahan dengue adalah dengan menghlndari gigitan nyamuk terutama
di siang hari.
e. Diare Wisatawan
Diare wisatawan (travelers‘ diarrhea) adalah sindrom yang terkait
dengan makanan atau air terkontaminasi yang terjadi selama dan sesaat
setelah wisata.

15
G. Peran Ideal Profesi Kesehatan Terhadap Wisatawan
Wisatawan merupakan kelompok populasi yang penting secara
epidemiologi, karena memiliki mobilitas yang tinggi, cepat berpindah dari
satu destinasi wisata ke destinasi lainnya (WHO, 2008). Mereka memiliki
potensi terpapar penyakit dan kejadian yang tidak diinginkan di luar tempat
asal, sehingga terkadang kasus ringan jarang dilaporkan dan jarang mencari
pengobatan. Melihat karakteristik ini, terdapat kemungkinan terjadinya impor
penyakit ke tempat asal dan demikian juga sebaliknya, kemungkinan ekspor
penyakit ke tempat tujuan juga ada. Hal ini akan meningkatkan risiko
perubahan daerah non endemis menjadi endemis terhadap suatu penyakit. Hal
ini menunjukkan bahwa epidemiologi penyakit-penyakit terkait wisata
merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh praktisi
kedokteran dan kesehatan masyarakat di daerah tujuan wisata (Wiguna, 2017).
Meskipun secara ekonomi peningkatan jumlah wisatawan mancanegara
memiliki dampak positif, akan tetapi tren ini akan juga diikuti oleh
peningkatan risiko kesehatan yang terkait. Dalam sebuah penelitian (Reid,
Keystone, & Cossar, 2001) terlihat bahwa separuh wisatawan mancanegara
yang datang ke negara berkembang akan mengalami masalah kesehatan yang
terkait wisata. Adanya data GeoSentinel (Leder et al., 2013) pada wisatawan
yang kembali ke daerah asal dan mencari pengobatan, juga memberikan
gambaran berbagai permasalahan kesehatan yang umum terjadi pada
wisatawan. Dokter di layanan primer maupun sekunder, terutama di kawasan
wisata memiliki peran yang penting dalam hal penanganan kasus, dimulai
dari diagnosis yang baik dan penanganan kasus yang tepat. Untuk
meningkatkan kemampuan anamnesis, dokter praktik di daerah wisata
seharusnya memiliki kompetensi kedokteran wisata yang baik, mengacu
kepada kompetensi dasar kesehatan wisata yang ditetapkan oleh International
Society of Travel Medicine (ISTM) dalam “The Body of Knowledge for the
Practice of Travel Medicine“. Kerangka kurikulum ini juga dikembangkan
untuk profesi lain seperti perawat, dan praktisi kesehatan wisata lainnya
(ISTM, 2012).

16
Selain profesi medis (dokter dan perawat), profesi kesehatan lainnya
terutama sarjana kesehatan masyarakat (SKM) di daerah wisata juga memiliki
potensi yang sangat besar untuk dilibatkan. Dalam hal ini, beberapa
kompetensi tambahan yang diperlukan oleh SKM adalah kemampuan dalam
memahami elemen penting pencegahan penyakit dan kejadian spesifik pada
wisatawan, memahami aspek promosi kesehatan wisata, dan mampu
melakukan penilaian dampak kesehatan (health impact assessment), serta
mampu melakukan identifikasi potensi bahaya, penilaian risiko dan
penyusunan upaya pengendalian risiko kesehatan (hazard identification, risk
assessment, and determining control – HIRADC) di daerah wisata. Lebih jauh
SKM diharapkan memiliki pemahaman yang baik mengenai berbagai jenis
vaksinasi dan profilaksis (pemberian obat-obatan yang bertujuan untuk
pencegahan) yang terkait dengan wisata (Wiguna, 2017).
Terakhir dan yang tak kalah penting adalah interaksi antar berbagai
profesi di sektor kesehatan terutama dokter, perawat, dan ahli kesehatan
masyarakat. Kolaborasi inter-professional ini ditambah lagi dengan
kolaborasi lintas sektor dengan sektor pariwisata, termasuk diantaranya
pemerintah dan industri pariwisata, akan berperan besar dalam terwujudnya
upaya-upaya kesehatan pariwisata sesuai dengan konsep yang telah
dipaparkan dalam artikel ini. Jika hal ini bisa berjalan dengan baik, visi untuk
mewujudkan pariwisata sehat bisa mejadi sebuah kenyataan (Wiguna, 2017).

H. Imunisasi yang Diberikan Untuk Wisatawan Sebelum Destinasi


Bila bermaksud mengadakan perjalanan ke luar negeri, selain rencanakan
terlebih dahulu, misalnya 4 minggu sebelum bepergian atau lebih awal jika
tujuan khususnya untuk kebutuhan vaksinasi, karena ada negara-negara
tertentu yang merekomendasikan untuk divaksinasikan dahulu, seperti
vaksinasi menginitis bagi yang akan pergi ke Saudi Arabia (Jemaah Haji),
vaksinasi yellow fever untuk yang akan pergi ke Afrika. Dan pemeriksaan gigi
dan ginekologi untuk perempuan mungkin di perlukan terutama bagi mereka
yang bepergian jangka panjang atau tujuannya ke daerah terpencil. Adapun

17
beberapa contoh vaksin yang harus kita dapatkan sebelum berkunjung ke
suatu Negara :
1. Vaksin meningokokus
Vaksin ini berguna untuk mencegah serangan penyakit meningitis. Vaksin
ini diwajibkan jika Anda akan bepergian ke Arab Saudi, terutama saat
umroh atau haji.
2. Vaksin yellow fever
Dibutuhkan jika Anda berwisata ke daerah tertentu di Afrika (Etiopia,
Sudan, Nigeria) atau Amerika Selatan. Vaksinasi ini diwajibkan oleh
World Health Organization sebelum memasuki daerah tersebut. Bahkan
setelah vaksinasi, Anda akan memiliki sertifikat vaksinasi internasional
untuk yellow fever yang berlaku selama sepuluh tahun.
3. Hepatitis B
Vaksinasi ini sebaiknya dilakukan pada orang dewasa yang akan bepergian
ke daerah endemis hepatitis B, bekerja di fasilitas kesehatan, dan mereka
yang melakukan kontak lewat darah dengan masyarakat di area tersebut
(misalnya Afrika, Amerika Selatan, Asia Tengah, dan Asia Tenggara).
4. Polio
Risiko penyakit polio untuk wisatawan sudah menurun semenjak
dilakukannya eradikasi polio secara global. Dosis tunggal vaksin
poliomyelitis pada dewasa direkomendasikan untuk wisatawan
internasional yang berkunjung ke negara epidemis polio. Negara-negara
tersebut adalah Kamerun, Somalia, Etiopia, Kenya, dan Suriah.
5. Japanese enchepalitis
Virus Japanese enchepalitis dapat menyebabkan ensefalitis atau infeksi
otak. Banyak ditemukan di India, Bangladesh, Nepal, Pakistan, Cina, dan
Vietnam. Vaksin ini direkomendasikan bagi orang yang akan tinggal
selama minimal satu bulan di daerah tersebut, wisatawan yang berkunjung
kurang dari satu bulan, kunjungan kedua, atau akan melakukan aktivitas
outdoor yang ekstensif.

18
6. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan salah satu vaksin yang umum diberikan untuk
wisatawan. Vaksin ini diberikan bagi mereka yang akan bepergian ke
negara berkembang dengan sanitasi dan kebersihan makanan kurang, dan
merupakan daerah endemis hepatitis A. Vaksin dapat diberikan dua
minggu sebelum berangkat, sebanyak satu kali suntik untuk perlindungan
selama satu tahun. Dosis booster diberikan setelah satu tahun, dan akan
memberikan perlindungan minimal dua puluh tahun.
7. Influenza
Influenza disebabkan oleh virus yang mudah menyebar lewat udara.
Dengan melakukan vaksinasi influenza, maka akan mencegah Anda
terserang virus yang dapat mengganggu perjalanan wisata. aksin yang
dipilih tergantung pada beberapa hal, yaitu negara yang akan dikunjungi,
waktu, lama tinggal, usia dan status kesehatan, apa aktivitas Anda di
tempat tersebut, pekerjaan (contohnya petugas kesehatan), dan kontak
dengan binatang.

I. Perawatan Medis Pascawisata


Wisatawan di anjurkan untuk melaksanakan pemeriksaan medis atau
medical check up sepulangnya dari berwisata, apalagi untuk wisatawan yang
memliki penyakit kronis seperti : penyakit kordiovaskuler, diabetes militus,
penyakit PPOK menderita sakit dalam seminggu setelah pulang terutama
demam, diare, ikterus, kelainan saluran kemih, penyakit kulit atau infeksi
genital, menerima pengobatan malaria selama wisata terpapar dengan
penyakit serius selama perjalanan, menghabiskan waktu lebih dari 3 bulan di
negara sedang berkembang.
Dokter kesehatan wisata akan mengevaluasi jika ada wisatawan yang
sakit setelah kembali ke negaranya. Hal yang harus dilakukan oleh dokter ini
adalah mengenai semua penyakit terkait wisata, mendiagnosis penyakitnya,
dan bila diperlukan melakukan rujukan. Sindrom yang paling sering
ditemukan pada wisatawan yang kembali adalah diare, penyakit saluran napas,
kelainan kulit, dan demam. Hal berikut perlu diperhatikan untuk diagnosis

19
banding: tempat geografis yang dikunjungi, aktivitas wisatawan, frekuensi
penyakit khusus di suatu daerah, masa inkubasi dari patogen yang potensial,
dan vaksin dan profilaksis lain yang digunakan. Contoh kaitan antara
penyakit dan asal negara adalah: P. falsiparum dari Afrika Sub-Sahara
(terutama Afrika Barat), rlketsia dari Afrika Selatan, dengue dari Karibia dan
Asia Tenggara, leishmaniasis kulit dari Amerika Tengan dan Selatan, dan
demam tifoid dari Asia Selatan.

J. Asuransi Untuk Wisata


Semua wisatawan dianjurkan mempunyai asuransi selama wisata. Biaya
pengobatan mungkin lebih mahal di negara tujuan. Pada kasus kematian di
luar negeri mungkin amat mahal dan sulit dalam pengurusan jenasah.
Asuransi hendaknya meliputi perubahan tujuan perjalanan, pemulangan balik
mendadak karena alasan kesehatan, rawat inap cli rumah sakit, perawatan
medis jika sakit atau kecelakaan dan pemulangan balik jenazahnya jika terjadi
kematian.

20
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Belakangan ini jumlah wisatawan yang melakukan wisata antar negara sangat
banyak dan meningkat dari tahun ke tahun. Disamping memberikan
kegembiraan, berwisata juga dapat menyebabkan berbagai risiko kesehatan.
Risiko ini dapat dikurangi atau ditiadakan jika dipersiapkan dengan baik dari
negaranya. Persiapan ini tergantung dari negara tujuan yang akan dituju.
Berwisata ke negara tropis sering kali dihubungkan dengan berbagai penyakit
tropik dan infeksi, yang jenisnya sesuai dengan geografisnya. Wisatawan
mancanegara juga dapat berperan sebagai pembawa atau penular berbagai
penyakit dari suatu negara ke negara lainnya atau negara asalnya. Jika
ditemukan sesuatu kecurigaan menderita penyakit setelah pulang ke negara
asalnya, sebaiknya wisatawan memeriksakan diri ke tenaga medis yang
khusus menangani masalah kesehatan wisata. Maka dari itu sangat penting
bagi wisatawan untuk memeriksakan diri sebelum dan setelah destinasi ke
negara lain.

B. Saran
Dari penulisan makalah ini, diharapkan agar para pembaca dapat lebih
mengerti dan memahami mengenai pokok bahasan “ Keperawatan Pariwisata”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai sumber
referensi. Apabila ada kekurangan dalam makalah ini, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA
ISTM. 2012. Body of Knowledge for the Practice of Travel Medicine - 2012 by
Physicians, Nurses and Other Travel Health Professionals. International
Society of Travel Medicine. [online]. Termuat dalam:
http://www.istm.org/bodyofknowledge. Diakses pada tanggal 18 Februari
2018.
Leder, K., Torresi, J., Libman, M. D., Cramer, J. P., Castelli, F., Schlagenhauf,
P.,Freedman, D. O. 2013. GeoSentinel surveillance of illness in returned
Wiguna, Kun. 2017. Tindakan Pelayanan Kesehatan pada Wisatawan Sebelum
dan Sesudah Sampai Di Tempat Wisata. [online]. Termuat dalam:
https://www.scribd.com/document/340680043/Tindakan-Pelayanan-
Kesehatan-Pada-wisatawan-sebelum-dan-sesudah-sampai-di-tempat-
wisata. Diakses pada tanggal 18 Februari 2018.
WHO. 2008. International Health Regulations 2005 (2nd ed.). Geneva: World
Health Organization
WHO. 2010. Kesehatan Wisata. [online]. Termuat dalam:
http://erepo.unud.ac.id/5098/1/9a9e598209ecb20842cc16837c418b66.pd
f. Diakses pada tanggal 14 Februari 2018.
WHO. 2011. Kesehatan Wisata. [online]. Termuat dalam:
http://erepo.unud.ac.id/5098/1/9a9e598209ecb20842cc16837c418b66.pd
f. Diakses pada tanggal 14 Februari 2018.

22

Anda mungkin juga menyukai