Anda di halaman 1dari 4

D.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Pada dasarnya , setiap ilmu memiliki dua macam objek , yaitu objek
material dan objek formal. Menurut H.A Mustofa di dalam bukunya Filsafat
Islam (2004:14) Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran
penyelidikan,seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran.
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan adil juga memiliki objek
material dan objek formal.Jadi, Objek material filsafat adalah segala yang ada
mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak.

Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam
empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan adapun,
objek formal,dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh, radiakl
dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian
yang terkait dengan hal yang empiris semakain bercabang dan berkembang,
sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang
peraktis.inilah peroses terbentuknya ilmu secara bersenambungan. Will
Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner yang merebut pantai
untuk pendaratan pasukan infanteri.

Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari


jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus
memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam
usahnya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan
kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-
istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar
tujuan dan metode ilmu pengetahuan.

H.A Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 2004), hal. 14.


Karena itu filsafat oleh para filosofi disebut sebagai induk ilmu.
Sebab,dari filsafat lah, ilmu-ilmu moderen dan kontemporer berkembang,
sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu
teknologi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup
keseluruhan,tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat
hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang
sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu.

Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat
ilmu semakin jauh dari induknya,tetapi juga mendorong munculnay arogansi
dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu
dengan yang lain. Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi
keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan.

Falsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang


didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga
sifat pendekatan spekulatif dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari
ilmu. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita
dapat memeahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.

H.A Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 2004), hal. 14.


Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang,sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis. Menjadi pedoman bagi para dosen dan
mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk
membedakan persoalan yang ilmiah dan non-ilmiah.

Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam


mendalami ilmu dan mengembangkannya mempertegas bahwa dalam
persoalan sumberdan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Ilmu pada perinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dapat
merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia
faktual.pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat
lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara
berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan
vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,yang sering juga
disebut dengan hubungan horizontal.

Dari sisi lain Raghib al-Asfahani Yusuf Qardhawi di dalam bukunya Al


Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (1998:88) juga
membagi ilmu sebagai ilmu teoritis dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu
yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui
berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan
ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan, seperti
ilmu tentang ibadah, akhlak dan sebagainya.

Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,


(Jakarta:Gema Insani Press, 1998), hal. 88.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri
khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-
hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun
lebih dari itu.manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi
makna kepada kehidupan, manusia” memanusiakan diri dalam hidupnaya”
dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu pada hakikatnya
menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu.

Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran.


Kesulitan tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap
kejadian dapat diketahui hanya benar segi subjektif. Dengan jalan memberi
pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang
beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya apa
yang menyebabkan Ahmad menjadi sakit.

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan


yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya
karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam
metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk
mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja.
Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya
espistemologi.

Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,


(Jakarta:Gema Insani Press, 1998), hal. 88.

Anda mungkin juga menyukai