Anda di halaman 1dari 7

PERCOBAAN 6

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIFUNGI

I. Tujuan
1. Menjelaskan perbedaan waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan fungi di
labolatorium dibandingkan dengan bakteri
2. Memahami metode pengujian aktivitas antifungi dari ekstrak tanaman dan
antibiotic
3. Merancang dan melakukan eksipirimen mengenai pengujian aktivitas
antifungi dari ekstrak tanaman.

II. Pendahuluan

3.1. Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar)

Sabouraud Dextrose Agar adalah modifikasi Carliers dari formulasi yang


dijelaskan oleh Sabouraud untuk budidaya jamur (ragi, jamur), sangat berguna
untuk jamur yang berhubungan dengan infeksi kulit. Media ini juga digunakan
untuk menentukan kontaminasi mikroba pada makanan, kosmetik, dan spesimen
klinis. pH rendah membantu pertumbuhan jamur dan menghambat bakteri yang
terkontaminasi dari sampel uji.

3.1.1. Komposisi SDA


 Mycological peptone 10 g
 Glucose 40 g
 Agar 15 g
 pH akhir 5,6 ± 0,2 pada 25 ° C
3.1.2. Fungsi dari komponen dalam SDA
o Mycological peptone: menyediakan nitrogen dan sumber vitamin yang
diperlukan untuk pertumbuhan organisme dalam Sabouraud Dextrose
Agar.
o Glucose: dalam konsentrasi yang tinggi dimasukkan sebagai sumber
energi
o Agar: berperan sebagai bahan pemadat.
3.1.3. Pertumbuhan Budidaya Bakteri

(HiMedia).

3.2. Media PDA (Medium Potato Dextrose Agar)

Kentang Dextrose Agar (PDA) adalah media tujuan umum untuk ragi dan jamur
yang dapat ditambahkan dengan asam atau antibiotik untuk menghambat
pertumbuhan bakteri. Dianjurkan untuk metode hitung plat untuk makanan, susu
produk dan pengujian kosmetik. PDA dapat digunakan untuk menumbuhkan ragi
dan jamur tertentu. Yang bergizi dasar yang kaya (infus kentang) mendorong
sporulasi jamur dan produksi pigmen pada beberapa dermatofit

3.2.1. Komposisi
 Kentang Infus dari 200 g 4 g *
 Dekstrosa 20 g
 Agar 15 g
 pH akhir 5,6 ± 0,2 pada 25 ° C
* 4.0 g ekstrak kentang setara dengan 200 g infus dari kentang.

3.2.2. Fungsi dari Komposisi Media PDA (Potato Dextrose Agar)


o Potato extract: Potato extract atau ekstrak kentang merupakan sumber
karbohidrat atau makanan bagi biakan pada media PDA (Potato
Dextrose Agar).
o Dextrose: Dextrose atau gugusan gula baik itu monosakarida maupun
polisakarida merupakan penambah nutrisi bagi biakan pada media PDA
(Potato Dextrose Agar).
o Agar: Agar merupakan bahan media/tempat tumbuh bagi biakan yang
baik, karena mengandung cukup air.
3.3.3. Pertumbuhan Budidaya Bakteri

(Neogen).

3.4. Candida albicans


3.4.3. Klasifikasi
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
3.4.4. Morfologi

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk


tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal
yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau
bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5- 28 µ. C. albicans
dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik
pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu
28oC – 37oC. C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon
dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya (Arenas,
2001: 17-18).

3.4.5. Patogenitas

Candida albicans dapat menimbulkan penyakit pada beberapa tempat


seperti infeksi mulut (sariawan) terutama pada bayi, terjadi pada selaput mukosa
pipi dan tampak sebagai bercak putih. Pada organ genitalia wanita
(vulvovaginitis) menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang
hebat dan pengeluaran sekret. Pada infeksi kulit terutama terjadi pada bagian
tubuh yang yang basah dan hangat, seperti ketiak, lipatan paha, skrotum atau
lipatan di bawah payudara. Infeksi paling sering terjadi pada orang yang gemuk
dan diabetes. Infeksi pada kuku menyebabkan rasa nyeri, bengkak kemerahan
pada lipatan kuku yang dapat mengakibatkan penebalan dan alur transversal
pada kuku sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kehilangan kuku. Infeksi
Candida albicans dapat menyebabkan invasi sekunder pada paru-paru, ginjal
dan organ lain yang sebelumnya telah menderita penyakit lain (misalnya
tuberkulosis atau kanker) (Arenas, 2001: 22).

3.5. Daun Sirih


3.5.3. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper bettle L.
3.5.4. Kandungan Senyawa Kimia

Sirih mengandung 1-4,2%, minyak atsiri hidroksikavicol; 7,2-


16,7%kavicol; 2,7-6,2% kavibetol; 0-9,6% allylpyrokatekol; 2,2 –5,6%
karvakol; 26,8-42,5% eugenol; eugenol metal eter; 4,2-15,8 eugenol metal eter;
1,2-2,5 p-cymene; 2,4-4,8 cyneole; 3-9,8%. Selain itu piper betle mengandung
estragol ,terpennena, seskuiterpena, fenil propane, tannin, diastase, gula dan pati
(Dalimartha, 2006).

3.5.5. Khasiat

Sirih berkhasiat sebagai antiradang, antiseptik, antibakteri. Bagian tanaman


yang dapat digunakan adalah daun, akar, dan bijinya. Daunnya digunakan untuk
mengobati bau mulut, sakit mata, keputihan, radang saluran pernapasan, batuk,
sariawan, dan mimisan. Sirih juga berpotensi sebagai insektisida alami yang
bersifat sebagai pestisida yang ramah lingkungan (Koensoemardiyah, 2010).

3.6. Antijamur

Obat-obat antijamur juga disebut obat-obat antimikotik, dipakai untuk


mengobati dua jenis infeksi jamur, yaitu infeksi jamur superficial pada kulit atau
selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru-paru atau system saraf pusat.
Infeksi jamur dapat ringan, seperti pada tinea pedis (athlete’s foot), atau berat,
seperti pada paru-paru atau meningitis. Jamur, seperti Candidia spp. (ragi),
merupakan bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus, dan vagina (Kee
and Hayes, 1993: 310).

3.6.3. Mekanisme Kerja Antijamur

Obat-obat antijamur berdasarkan target kerja dapat dibagi menjadi 3


kelompok besar, yaitu antijamur yang bekerja pada membran sel jamur, asam
nukleat jamur dan dinding sel jamur serta ada satu antijamur yang tidak termasuk
dalam ketiga kelompok besar di atas yaitu griseofulvin yang bekerja pada
mikrotubulus jamur.

a. Antijamur yang bekerja pada membran sel jamur


Target kerja antijamur ini adalah membran sterol jamur. Ergosterol
adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel jamur
dengan cara mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel
jamur. Kerja obat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah
menghambatsintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung
ergosterol dan channel ion di membran sel jamur, hal ini menyebabkan
gangguan permeabilitasberupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan
kematian sel. Sedangkan kerjaantijamur secara tidak langsung (golongan
azol) adalah mengganggu biosintesisergosterol dengan cara mengganggu
demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor
ergosterol) (Apsari, 2013: 90).
b. Antijamur yang bekerja pada asam nukleat jamur
Flusitosin (5-fluorocytosine) merupakan pirimidin yang telah
mengalami fluorinisasi. Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan
bantuan enzim cytosine permease, yang selanjutnya mengalami perubahan
intrasitoplasmik menjadi 5-fluourasil. Tahap selanjutnya 5-fluourasil
diubah menjadi 2 bentuk aktif yaitu 5-fluorouridine triphosphate yang
menghambat sintesis RNA, dan 5-fluorodeoxyuridine monophosphate yang
menghambat thymidylate synthetase dan akhirnya menghambat
pembentukan deoxythymidine triphosphate yang diperlukan untuk sintesis
DNA (Apsari, 2013: 90-91).
c. Antijamur yang bekerja pada dinding sel jamur
Dinding sel jamur mengandung mannoprotein, chitin serta alfa, dan
beta-glucans yang berperan penting sebagai proteksi, menjaga morfologi sel
dan rigiditas sel, metabolisme, pertukaran ion dan filtrasi, ekspresi
antigenik, interaksi primer dengan pejamu dan pertahanan terhadap fungsi
sistem imunitas selular pejamu. Komposisi ini tidak selalu ditemukan pada
organisme yang lain, namun memberikan beberapa keuntungan selektif dan
toksik dibandingkan mekanisme kerja obatobat antijamur lain. Contoh obat
golongan ini adalah echinocandins yang bekerja dengan menghambat
sintesis β-glucan dinding sel jamur (Apsari, 2013: 91).
d. Griseofulvin
Griseofulvin secara in vitro bersifat fungistatik, dengan spektrum
aktivitas antimikotik yang sempit, dan hanya efektif untuk infeksi
dermatofita namun tidak efektif untuk kandidiasis, infeksi jamur profunda
maupun pitiriasis versikolor. Griseofulvin bekerja dengan cara merusak
pembentukan spindel mitosis mikrotubulus jamur sehingga mitosis berhenti
pada stadium metaphase (Apsari, 2013: 91).

Daftar Pustaka

Arenas, R. and Estrada, R. 2001. Tropical Dermatology. Georgetown: Landes


Bioscience; 17-22.

Apsari, Ayu Saraswati dan Made Swastika Adiguna. 2013. Resistensi Antijamur
dan Strategi Untuk Mengatasi Vol. 40 No.2. Denpasar-Bali: SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Udayana.

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 4. Jakarta: Puspa Swara.

HiMedia. Media Sabouraud Dextrose Agar.


(http://himedialabs.com/TD/M063.pdf). Diakses pada tanggal 08 maret
2018.

Kee J.L., dan Hayes E.R. 1993. Farmakologi Pendekatan Keperawatan. Jakarta:
EGC.

Koensoemardiyah. 2010. A to Z Minyak Atsiri: untuk Industri Makanan, Kosmetik,


dan Aromaterapi. Yogyakarta: Andi Publisher.

Neogen. Media Potato Dextrose Agar.


(http://foodsafety.neogen.com/pdf/acumedia_pi/7149_pi.pdf). Diakses
pada tanggal 08 maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai